Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 17 dokumen yang sesuai dengan query
cover
"Pada klien yang akan dilakukan operasi, keadaan keluarga disisi klien merupakan sumber
pendukung utama. RSUPN Dr.Cipto Mangunkusumo sebagai rumah sakit rujukan
nasional dan rumah sakit pendidikan telah berusaha melihatkan keluarga dalam
perawatan klien, namun keterlibatannya hanya sebatas pengurusan administrasi, dengan
alasan untuk mencegah terjadinya infeksi nosokomial. Hal ini bertentangan dengan lima
fungsi keluarga menurut Friedman 1998, Salah satunya adalah fungsi perawatan keluarga.
Tujuan penelitian ini untuk mengetahui hubungan dukungan keluarga dengan penurunan
tingkat kecemasan klien preopefasi. Penelitian dilakukan menggunakan metode deskriptif
korelasi cross secrional. Pengumpulan data dengan dan memberikan kuesioner pada 30
responden didapat secara total sampling dari tanggal 13 - 23 Mei 2008. Kuesioner terbagi
altas 3 yaitu: Knesioner A mengkaji tentang data demografi klien, kuesioner B mengkaji
tentang dukungan keluarga dan kuesioner C mengkaji tentang tingkat kecemasan klien.
Analisa data diakukan secara Univariat dan Bivariat, untuk melihat hubungan antara
variabel bebas dan terikat manggunakan uji chi square. Hasil uji stalistik diperoleh nilai p
= 0,01, dengan n= 0,05, unka Ho ditolak. Berdasarkan hasil tersebut dapat disimpulkan
bahwa ada hubungan yang bermakna antara dukungan keluarga dengan kecemasan. Dari
hasil analisis juga diperoleh OR = 0,31 artinya responden/pasien yang akan menjalani
operasi dengan dukungan yang kurang dari keluarganya mempunyai peluang 0,31 kali
mengalami kecemasan dibandingkan dengan pasien yang mendapat dukungan penuh dari
keluarganya. Dari data tersebut dapat disimpulkan bahwa ada pengaruh antara dukungan
keluarga dengan penurunan tingkat kecemasan klien preoperasi."
Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2008
TA5644
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Rieke Cahyo Budi Utami
"Pelayanan pre operatif anestesi merupakan tahap pertama dari seluruh tindakan anestesi. Dikatakan bahwa 40% risiko kematian atau komplikasi akibat tindakan anestesi yang berkaitan dengan masalah gangguan jalan nafas dapat dicegah dengan pengkajian pre operatif anestesi. Namun hingga saat ini pelaksanaan pre operatif anestesi yang tidak pernah mencapai 100% menjadi masalah yang dihadapi hampir semua rumah sakit tidak terkecuali Rumah Sakit Myria Palembang. Sebuah kerangka berpikir keselamatan pasien “swiss cheese model” yang lebih mengutamakan pendekatan sistem digunakan untuk analisis pre operatif anestesi. Identifikasi celah dalam setiap proses pelayanan pre operatif anestesi digunakan sebagai dasar untuk melakukan perbaikan. Penelitian ini bertujuan untuk melakukan analisis pelayanan pre operatif anestesi dengan pendekatan mixed method. Analisis deskriptif dilakukan dengan menggunakan kuesioner yang dibagikan kepada 106 responden. Data kualitatif didapatkan melalui wawancara mendalam, fokus group discussion, telaah literatur dan dokumen terkait untuk mendapatkan analisis yang lebih komprehensif terhadap pengaruh organisasi, supervisi, teknologi, prekondisi dan perilaku individu pada pre operatif anestesi. Hasil analisis deskriptif didapatkan capaian pre operatif anestesi sebesar 61.3%; keseluruhan pre operatif anestesi dilakukan di hari yang sama dengan hari operasi; terdapat ketidaksesuaian regulasi yang ditetapkan manajemen rumah sakit; lemahnya supervisi pelaksanaan pre operatif anestesi; kurangnya pemanfaatan teknologi; sikap pasif pasien terhadap pelaksanaan pre operatif anestesi tergambar dari tanggapan responden terhadap variabel prekondisi termasuk dalam kategori rendah; operasi tetap berjalan meskipun tidak dilakukan pre operatif anestesi; budaya keselamatan pasien yang rendah pada perawat dan penata anestesi; proses admisi dan pelaporan pasien yang terlalu malam; perilaku individu tidak aman dokter spesialis anestesi dengan tidak melakukan pre operatif anestesi. Strategi rumah sakit sebagai pemecahan masalah rendahnya pelaksanaan pre operatif anestesi antara lain perbaikan regulasi; peningkatan supervisi; optimalisasi pemanfaatan sistem informasi rumah sakit; memperbaiki proses admisi pasien dan pelaporan pasien; meningkatkan kerja sama dengan operator bedah untuk kemudahan pelaksanaan pre operatif anestesi serta meningkatkan komitmen dokter spesialis anestesi untuk melakukan pre operatif anestesi.

Preoperative anesthesia is the first stage of any anesthetic procedure. It is said that the 40% risk of death or complications from anesthesia related to airway obstruction can be prevented by recovering from preoperative anesthesia. However, until now the implementation of preoperative anesthesia which has never reached 100% is a problem faced by almost all hospitals, Myria Palembang Hospital is no exception. A “Swiss cheese model” patient safety framework supporting the systems approach was used to analyze preoperative anesthesia. Identification of gaps in each process of preoperative anesthesia services is used as a basis for making improvements. This study aims to analyze preoperative anesthesia services using a mixed methods approach. Statistical tests were carried out using a questionnaire which was distributed to 106 respondents. Qualitative data were obtained through in-depth interviews, focus group discussions, literature review and related documents to obtain a more comprehensive analysis of the influence of organization, supervision, technology, conditions and individual behavior on preoperative anesthesia. The results showed that the preoperative anesthetic performance was 61.3%; Overall preoperative anesthesia was carried out on the same day as the day of surgery; there is a non-compliance with the regulations set by the hospital management; weak supervision of the implementation of preoperative anesthesia; lack of utilization of technology; the patient's passive attitude towards the implementation of preoperative anesthesia is reflected in the respondents' responses to the precondition variables included in the low category; the operation continues even though preoperative anesthesia is not performed; low patient safety culture among nurses and anesthesiologists; late admission process and patient reporting; Unsafe individual behavior of anesthesiologists by not performing preoperative anesthesia. The hospital's strategy as a solution to the problem of low implementation of preoperative anesthesia includes regulatory improvements; increased supervision; optimizing the utilization of hospital information systems; improve admission and patient reporting processes; increase cooperation with surgical operators to facilitate the implementation of preoperative anesthesia and increase the commitment of anesthesiologists to perform preoperative anesthesia."
Depok: 2023
TA-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Bona Akhmad Fithrah
"Latar belakang angka kejadian mual muntah pascaoperasi 20-30% pada pembedahan umum dan pada pembedahan payudara 50-65%. Salah satu cara nonfarmakologi yang dapat dilakukan untuk menurunkan mual munth pascaoperasi adalah dengan pemberian cairan praoperatif. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efektifitas pemberian cairan praoperatif Ringer Laktat 2 cc/kg bb/jam puasa untuk menurunkan angka kejadian mual muntah pascaoperasi pada pasien yang menjalani pembedahan mastektomi.
Metode Dilakukan pembiusan umum pada 109 pasien ASA 1-2 yang menjalani pembedahan mastektomi. Tujuh pasien dikeluarkan, hidrasi 51, kontrol 51 sampel Pada kelompok perlakukan diberikan cairan praoperatif Ringer laktat 2 cc/kg bb/jam puasa sedangkan pada kelompok kontrol tidak diberikan. Seluruh sampel tidak diberikan antiemetik. Dilakukan pencatatan angka kejadian mual muntah selama 0-1 jam pascaoperasi di ruang pulih dan 1-24 jam di ruang rawat inap.
Hasil Angka kekerapan mual 0-1 jam pascaoperasi kelompok hidrasi 19,6% (10), kontrol 39,2% (20) Angka kekerapan muntah 0-1 jam pascaoperasi kelompok hidrasi 13,7% (7), kontrol 11,8% (6). Angka kekerapan mual 1-24 jam pasca operasi kelompok hidrasi 11,8% (6), kontrol 23,5% (12). Angka kekerapan muntah 1-24 jam pasca operasi kelompok hidrasi 5,9% (3) kontrol 5,9% (3). Angka kekerapan mual 0-24 jam pascaoperasi kelompok hidrasi 21,6% (11) kontrol 41,2% (21). Angka kekerapan muntah 0-24 jam pascaoperasi kelompok hidrasi13,7%(7) kontrol 13,7% (7). Risiko relatif untuk terjadinya mual muntah pascaoperasi adalah 0,52 (0,28-0,97)
Kesimpulan pemberian cairan praoperatif Ringer laktat 2 cc/kg bb/jam puasa efektif untuk menurunkan angka kejadian mual pascaoperasi mastektomi pada 1 jam pertama pasca operasi.

Background: The incidence of postoperative nausea and vomiting 20-30% in all general surgery for breast surgery 50-65%. One of non pharmacology approach using preoperative hydration. This research try to find the effectivity of preoperative ringer lactate hydration 2 cc/kg bw/fasting hour to decrease postoperative nausea and vomiting in mastectomy surgery.
Method: General anesthesia perform for 109 sample ASA1-2 plan to perform mastectomy surgery. Seven samples exclude, hidration 51, kontrol 51 samples Hydration group given preoperative ringer lactate 2 cc/kg bw/fasting hour and control group none. None antiemetic given. Monitoring and recording the incidence of nausea and vomiting one hour postoperation in the recovery room and one until 24 hours in the ward.
Result: The nausea incidence 0-1 hour postoperative 19,6% (hydration group) vs 39,2% (control group). The vomiting incidence 0-1 hours postoperative 13,7% (hydration group) vs 11,8% (control group). The nausea incidence 1-24 hour postoperative 11,8% (hydration group) vs 23,5% (control group). The vomiting incidence 1-24 hours post operative 5,9% (hydration group) vs 5,9% (control group) the nausea incidence 0-24 hours post operative 21,6% (hydration group) vs 41,2% (control group). The vomiting incidence 0-24 hours post operative 13,7% (hydration group) vs 13,7%(control group). Relative risk for post operative nausea and vomiting using preoperative hydration ringer lactate 2 cc/kg bw/fasting hour 0,52.
Conclusion: Preoperative ringer lactate 2 cc/kg bw/fasting hour effectively reducing the incidence of post operative nausea one hour post operative.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2013
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Corry Quando Yahya
"Latar Belakang: Pembedahan merupakan peristiwa yang menimbulkan kecemasan besar bagi sebagian besar pasien. Hingga saat ini, studi antara kecemasan dan nyeri pascaoperasi masih kurang memadai. Maka, tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan antara ambang nyeri dan toleransi nyeri praoperasi terhadap derajat nyeri pascaoperasi pada pasien yang cemas dan tidak cemas.
Metode: Penelitian ini merupakan studi kohort prospektif di RSCM yang berlangsung pada periode 25 April 2019 hingga 10 Maret 2020 dan melibatkan 63 pasien sesuai dengan kriteria inklusi yang telah dijadwalkan untuk menjalani operasi tulang panjang elektif. Semua peserta menyelesaikan kuesioner skala kecemasan praoperasi (APAIS) Amsterdam Preoperative and Information Scale dan menjalani evaluasi penilaian sensitivitas nyeri praoperatif dengan penilaian ambang nyeri dan toleransi nyeri menggunakan algometer. Evaluasi nyeri pascaoperasi menggunakan penggaris Visual analog scale (VAS) pada jam ke 4, 6 dan 24 pascaoperasi.
Hasil: Studi ini melibatkan 63 pasien dengan usia rerata 37,68 ± 15,67 tahun (17-68 tahun); terdiri atas 42 laki-laki (67%) dan 21 perempuan (33%). Mayoritas dari subyek tidak cemas 45 (71,4%), sedangkan 18 (28,6%) adalah kelompok cemas. Studi ini menemukan pengurangan signifikan nilai rerata ambang nyeri maupun toleransi nyeri pada kelompok cemas. Kelompok cemas memiliki ambang nyeri dan toleransi nyeri rerata 3,43 ± 1,04 kgf /cm2 dan 4,96 ± 1,11 kgf /cm2 dibandingkan dengan kelompok tidak cemas yaitu 4,63 ± 1,25 kgf /cm2 dan 7,14 ± 2,23 kgf /cm2. Individu yang cemas cenderung memiliki ambang nyeri yang rendah (p 0,0001) dan toleransi nyeri yang rendah (p 0,0002) dengan skor VAS yang lebih tinggi, pascaoperasi.
Simpulan: Kecemasan mengurangi ambang nyeri dan toleransi nyeri praoperasi dan memiliki korelasi signifikan dengan skor VAS pascaoperasi pada jam ke-4. Oleh sebab itu, penilaian kecemasan praoperasi dapat berguna untuk mengidentifikasi individu yang rentan terhadap rasa sakit berlebihan pascaoperasi.

Background: Hospitalization and surgery are critical life events that bring about considerable anxiety to most patients. There is paucity of information on anxiety and its relation to postoperative pain. The goal of this study was to evaluate whether anxiety influences preoperative pain threshold and pain tolerance values and its correlation to postoperative surgical pain. Methods: A hospital-based prospective cohort study from April 25, 2019 to March 10, 2020 involving sixty-three patients who matched the inclusion criteria and scheduled for elective long bone surgery were enrolled into the study. All participants completed the Amsterdam preoperative anxiety and information scale (APAIS) questionnaire and underwent evaluation of their pre-operative pain sensitivity assessment: pain threshold and tolerance with an algometer. Visual analog scale (VAS) ruler was used to assess pain at 4th, 6th and 24th hour postoperative. Results: A total of 63 patients with mean age 37.68 ± 15.67 years (range 17 to 68 years), consisting of 42 males (67%) and 21 females (33%) were included in this study. Majority of the subjects were not anxious 45 (71.4%), while the remainder 18 (28.6%) were anxious. This study found significant reduction in mean pressure pain threshold and pain tolerance amongst anxious individuals compared to non-anxious individual. Anxious individuals had a mean pain threshold and tolerance of 3.43 ± 1.04 kgf /cm2 and 4.96 ± 1.11 kgf /cm2 compared to non-anxious individuals at 4.63 ± 1.25 kgf /cm2 and 7.14 ± 2.23 kgf /cm2. Anxious individuals were likely to have low pain threshold (p 0.0001) and low pain tolerance (p 0.0002) with higher VAS scores, postoperatively.
Conclusion: Anxiety reduces both preoperative pain threshold and tolerance and has significant correlation to postoperative VAS score during the 4th hour. Hence, assessment of anxiety is a simple and useful tool in identifying those susceptible to exaggerated postoperative pain.
"
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2021
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ricky Pradita Rikardi
"Kecemasan pra operasi merupakan kondisi yang lazim dialami oleh pasien yang akan menjalani tindakan pembedahan. Tingkat kecemasan pra operasi yang tinggi dapat memberikan dampak negatif terhadap pasien. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat kecemasan pra operasi pada pasien-pasien yang menjalani operasi di Instalasi Pelayanan Bedah Terpadu RSUPN dr. Cipto Mangunkusumo. Penelitian ini menggunakan desain cross- sectional dengan 393 responden yang diseleksi melalui metode consecutive sampling. Skala kecemasan menggunakan The Amsterdam Preoperative and Anxiety Scale (APAIS). Data dianalisis dengan menggunakan analisis bivariat dan multivariat. Gambaran tingkat kecemasan pra operasi sebesar 54.2%. Tidak ada hubungan signifikan antara usia, jenis kelamin, tingkat pendidikan, status pekerjaan, pernikahan, jenis operasi, dan pembiusan terhadap tingkat kecemasan pra operasi (p > 0.05). Jenis operasi merupakan variabel yang paling berpengaruh terhadap tingkat kecemasan pra operasi (OR = 3.501;CI = 95%). Studi lebih lanjut dibutuhkan untuk mengidentifikasi faktor yang secara spesifik berpengaruh terhadap tingkat kecemasan pra operasi.

Preoperative anxiety is a common condition experienced by patients who will undergo a surgery. High levels of preoperative anxiety can cause negative impacts on patients. This study aims to analyze the factors that influence the level of preoperative anxiety in patients undergoing surgery at the Integrated Surgical Service of Cipto Mangunkusumo National Center Hospital. This study used a cross-sectional design with 393 respondents selected through consecutive sampling method. The anxiety scale are measured by The Amsterdam Preoperative and Anxiety Scale (APAIS). Data were analyzed using bivariate and multivariate analysis. The description of the level of preoperative anxiety was 54.2%. There was no significant relationship between age, gender, education level, employment status, marriage, type of surgery, and anesthesia on the level of preoperative anxiety (p > 0.05). Types of surgery is the variable that mostly influenced the level of preoperative anxiety (OR = 3.501; CI = 95%). Further studies are needed to identify factors that specifically influence the level of preoperative anxiety."
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fany Oktarina
"ABSTRAK
Latar Belakang: Banyaknya pasien yang masuk ke Instalasi Gawat Darurat dengan spektrum penyakit serta derajat berat penyakit yang bervariasi, menimbulkan kesulitan bagi para dokter melakukan penilaian cepat berdasarkan data subjektif saja. Sistem skor Worthing Physiological Scoring System dapat digunakan untuk memprediksi mortalitas pasien non bedah karena menggunakan variabel-variabel yang mudah dan cepat diperoleh, sehingga lebih praktis dalam penggunaannya Oleh karena terdapat perbedaan karakteristik populasi pasien, maka perlu dilakukan validasi untuk mengetahui performa Worthing Physiological Scoring System tersebut
Tujuan: Menilai performa kalibrasi dan diskriminasi WPS dalam memprediksi mortalitas pasien non bedah selama di IGD Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM).
Metode: Penelitian ini merupakan studi kohort retrospektif pada populasi pasien non bedah yang masuk ke IGD RSCM dari bulan Oktober sampai November 2012. Variabel yang diukur adalah frekuensi pernapasan, denyut jantung, tekanan darah sistolik, suhu tubuh, saturasi oksigen perifer, dan tingkat kesadaran. Luaran yang dinilai adalah kondisi pasien (hidup atau meninggal) selama di IGD RSCM. Performa kalibrasi dinilai dengan uji Hosmer-Lemeshow. Performa diskriminasi dinilai dengan area under the curve (AUC).
Hasil: Selama penelitian didapatkan 774 subjek memenuhi kriteria penerimaan dengan 78 (9,6%) subjek di antaranya meninggal. Uji Hosmer-Lemeshow menunjukkan χ2 = 0,84 (p = 0,840). Nilai AUC 0,78 (IK 95% 0,723-0,847).
Simpulan: Worthing Physiological Scoring System memiliki performa yang baik dalam memprediksi mortalitas pasien non bedah yang masuk ke IGD RSCM.

ABSTRACT
Background: Patients referred to Emergency Room (ER) represent a broad spectrum of disease severity, led difficulties for a physicians to conduct rapid assessments based on subjective data only.
Worthing Physiological Scoring System could be use to predict mortality in non-surgical patients using variables which are obtained easily and rapidly, making it more practical in use. Because there are differences in the characteristics of the patient population, Worthing Physiological Scoring System should be validated.
Objectives: The aim of this study was to assess the performance of Worthing Physiological Scoring System in predicting mortality of non-surgical ER in Cipto Mangunkusumo Hospital (RSCM).
Methods: This was a retrospective cohort study. We collected data of non-surgical patients who admitted ER during October to November 2012. The variables measured were respiratory rate, heart rate, systolic blood pressure, body temperature, peripheral oxygen saturation, and level of consciousness. The primary outcomes was death in ER RSCM. Hosmer-Lemeshow test were used to evaluate calibration of Worthing Physiological Scoring System. Discrimination was evaluated with area under the curve (AUC).
Result: A total of 774 non surgical patients were included in this study, from the patients, 78 (9.6%) subjects died. Calibration was resulted by Hosmer-Lemeshow test showed χ2 = 0.84 (p = 0.840). The AUC was 0.78 (95% CI 0.723 to 0.847).
Conclusion: Worthing Physiological Scoring System had a good performance in predicting mortality of non-surgical patients in ED RSCM.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2014
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Yustie Amelia
"Latar belakang dan tujuan: Endometriosis susukan dalam (ESD) posterior yang ekstensif memerlukan tatalaksana pembedahan radikal dan lintas disiplin. Modalitas diagnostik standar seperti USG dan laparaskopi lemah dalam menilai ekstensi ESD posterior di lokasi yang sulit terjangkau. MRI berpotensi menjadi modalitas diagnostik pilihan karena bersifat multiplanar dan baik dalam diferensiasi jaringan lunak. Penelitian ini bertujuan mengetahui kesesuaian MRI pelvis dengan temuan operasi dan histopatologi pada diagnosis dan pemetaan pre operatif kasus ESD posterior.
Metode: Sebanyak 37 pasien yang menjalani operasi dengan indikasi ESD posterior dan pemeriksaan MRI pelvis di pusat rujukan endometriosis (2015-2018) dipelajari secara retrospektif. Gambar MRI dianalisis oleh dokter spesialis radiologi divisi ginekologi secara independen kemudian dibandingkan dengan laporan operasi dan analisis sediaan histopatologi oleh dokter spesialis patologi anatomi. Analisis statistik dilakukan menggunakan uji McNemar dan koefisien Cohen's Kappa. Hasil: Kesesuaian MRI pelvis dengan temuan operasi dan histopatologi untuk diagnosis ESD posterior secara keseluruhan memiliki nilai konkordan (McNemar p) 78%(0,288). Kesesuaian pemetaan berdasar lokasi memiliki nilai konkordan (McNemar p) dan koefisien Kappa di fornix posterior 83,8%(0,219) dan 0,32; rektovagina 89,2%(0,125) dan 0,3; retrocervix 67,6%(0,00) dan 0,23; ligamentum sakrouterina kanan 56,8%(0,210) dan 0,08; ligamentum sakrouterina kiri 62,2%(0,791) dan 0,04; rektosigmoid 89,2%(0,625) dan 0,75. Kesesuaian penilaian ada tidaknya ekstensi ESD posterior ke rektosigmoid, infiltrasi lapisan muskularis dan submukosa usus masing-masing memiliki nilai konkordan (McNemar p) dan koefisien Kappa (p) 100%(1,000) dan 1(0,000); 89,2% (0,617) dan 0,78(0,001); 1,1%(1,000) dan 0,35(0,146).
Simpulan: Terdapat kesesuaian yang baik antara MRI pelvis dengan temuan operasi dan histopatologi untuk diagnosis ESD posterior, sedangkan untuk pemetaan preoperatif terdapat kesesuaian yang bervariasi dengan tingkat kesesuaian terbaik untuk pemetaan lokasi di rektosigmoid dan penilaian infiltrasi lapisan muskularis usus serta kesesuaian terendah untuk pemetaan lokasi di ligamentum sakrouterina dan retrocervix.

Background and purpose: Extensive posterior deep infiltrating endometriosis (DIE) requires radical and interdisciplinary surgery. Standard diagnostic modalities such as ultrasound and laparoscopy are weak in assesing posterior DIE extensions to inaccessible areas. MRI has the potential value to be modality of choice because it's multiplanar ability and excellent in soft tissue differentiation. This study aims to assess the concordance of the diagnosis and preoperative mapping of posterior DIE compared to intraoperative and histopathological findings.
Methods: Thirty-seven patients who underwent surgery and pelvic MRI examinations for posterior DIE at the endometriosis referral center (2015-2018) were studied retrospectively. MRI images were analyzed by a gynecology radiologists independently then compared to the surgical report and histopathological analysis. Statistical analysis was performed using the McNemar test and the Cohen's Kappa coefficient.
Results: Concordance (McNemar p) of posterior ESD diagnosis 78% (0,2888). Concordance (McNemar p) and Kappa coefficient of preoperative mapping for location in posterior fornix 83.8%(0.219) and 0.32; rectovaginal 89.2%(0.125) and 0.3; retrocervix 67,6%(0,000) and 0,23; right uterosacral ligament 56.8%(0.210) and 0.08; left uterosacral ligament 62.2%(0.791) and 0.04; rectosigmoid 89.2%( 0.625) and 0.75. Concordance values (McNemar p) and Kappa coefficients (p) for assesment of posterior DIE extension to rectosigmoid were 100% (1,000) and 1 (0,000); infiltration of the muscular layer were 89.2% (0,617) and 0.78 (0,001); infiltration of the (sub)mucosal layer were 81.1% (1,000) and 0.35 (0,146).
Conclusion: There is good concordance between pelvic MRI with intraoperative and histopathologic finding for the diagnosis of posterior ESD but various level of concordance in preoperative mapping of posterior ESD with the best concordance in preoperative mapping of rectosigmoid location and muscularis layer infiltration, the weakest concordance in preoperative mapping for uterosacral ligament and retrocervix location."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2018
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Jihan Vanessa
"Kecemasan preoperasi pada pasien bedah anak merupakan komponen penting dalam operasi bedah anak. Tujuan penelitian yaitu untuk mengidentifikasi tingkat kecemasan pasien anak yang menjalani perawatan preoperasi sebelum dan setelah diberikan intervensi edukasi preoperasi dengan media audiovisual. Penerapan intervensi diberikan dengan memperlihatkan video edukasi preoperasi pada pasien anak dan orangtua yang menjelaskan prosedur preoperasi, teknik relaksasi tarik nafas dalam, dan batuk efektif. Tingkat kecemasan pada pasien anak diukur dengan Revised Children Manifest Anxiety Scale. Hasil penelitian didapatkan terdapat perbedaan tingkat kecemasan pada pasien bedah anak sebelum dan sesudah diberikan edukasi preoperasi dengan media audiovisual yang dimana skor RCMAS sebelum dilakukan intervensi mencapai 22 yang menunjukkan adanya kecemasan klinis. Setelah pasien bedah anak diberikan intervensi skor RCMAS turun menjadi 12 sampai dengan 19 yang menunjukkan kecemasan normal. Kesimpulannya yaitu pemberian edukasi preoperasi dengan media audiovisual dapat diberikan kepada pasien bedah anak untuk menurunkan kecemasan. Rekomendasi untuk penelitian selanjutnya dapat dikaji lebih lanjut perbedaan secara signifikan tingkat kecemasan pada pasien bedah anak dengan media audiovisual, dengan jumlah sampel yang lebih besar.

Preoperative anxiety in pediatric surgical patients is an important component of pediatric surgery. The purpose of the study was to identify the level of anxiety of pediatric patients who underwent preoperative treatment before and after being given preoperative education interventions with audiovisual media. Implementation of the intervention was given by showing preoperative educational videos to pediatric patients and parents explaining preoperative procedures, deep breathing relaxation techniques, and effective coughing. The level of anxiety in pediatric patients was measured by the Revised Children Manifest Anxiety Scale. The results showed that there were differences in the level of anxiety in pediatric surgical patients before and after being given preoperative education with audiovisual media where the RCMAS score before the intervention reached 22 which indicated the presence of clinical anxiety. After pediatric surgery patients were given intervention the RCMAS score dropped to 12 to 19 which indicates normal anxiety. The conclusion is that preoperative education with audiovisual media can be given to pediatric surgery patients to reduce anxiety. Recommendations for further research can be further studied the significant difference in anxiety levels in pediatric surgery patients with audiovisual media, with a larger sample size"
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2022
PR-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Erika Sasha Adiwongso
"Rekomendasi pemberian cairan karbohidrat sebelum operasi pada populasi diabetes melitus tipe 2 (DMT2) masih lemah. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh pemberian CHO terhadap profil gula darah perioperatif dan resistensi insulin pada populasi DMT2. Penelitian ini merupakan uji klinis acak tersamar ganda yang melibatkan 44 pasien dewasa dengan DMT2 yang menjalani operasi elektif kategori minor. Subjek dibagi menjadi kelompok kontrol dan kelompok CHO. Pencatatan terhadap kadar gula darah (GD) pada empat titik waktu pengukuran, yaitu prabedah, intrabedah, pascabedah, dan 1 hari pascabedah, serta kadar insulin sebelum dan sesudah operasi. Komplikasi yang direkam meliputi kejadian mual, muntah, aspirasi, infeksi, serta pemajangan lama rawat. Kelompok CHO memiliki profil gula darah yang lebih stabil dibandingkan kelompok kontrol (p=0,003) terutama 1 hari pascabedah dengan median lebih rendah (137,5 (79–248) vs. 147,0 (88­–228)). Kelompok kontrol memiliki fluktuasi gula darah signifikan. Resistensi insulin kelompok CHO menurun signifikan dari nilai prabedah (p=0,01). Insiden hiperglikemi sebesar 65% pada kelompok CHO dibanding 45% pada kontrol dengan insiden hipoglikemia 10% pada kelompok kontrol. Tidak ada komplikasi dalam penelitian ini. Pasien DMT2 yang mendapat CHO memiliki profil GD lebih stabil dan penurunan resistensi insulin pascabedah.

Preoperative carbohydrate loading (CHO) recommendations in type 2 diabetes (T2DM) patients are still controversial. This study aimed to evaluate the effects of CHO towards perioperative blood glucose (BG) and insulin resistance in T2DM underwent elective surgery. Forty-four patients were allocated randomly to control group and CHO group. Blood glucose was examined at four time points: preloading, intraoperative, end of surgery and 1-day post-surgery. Insulin was examined at preloading and end of surgery. Complications recorded including nausea, vomiting, aspiration, infection and prolong hospital stay. The CHO group had a more stable BG compared to control (p=0,003) notably at 1-day post-surgery with lower BG median in CHO (137,5 (79–248) vs. 147,0 (88­–228) while control group had significant BG fluctuation. Insulin resistance trend between group were not statistically significant (p=0,34), however insulin resistance in CHO group was significantly lower compared to preloading (p=0,01). About 65% subjects in CHO group had hyperglycemia compared to 45% in control group. There were 10% subjects with hypoglycemia in control group. There were no complications observed during this study. T2DM patients receiving CHO had more stable perioperative BG profile and could lower insulin resistance due to surgery."
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2024
SP-pdf
UI - Dokumentasi  Universitas Indonesia Library
cover
Lita Nurlita
"[ABSTRAK
Kecemasan merupakan hal yang sering dilaporkan ketika anak dihadapkan pada proses
operasi. Penelitian ini bertujuan mengidentifikasi dampak penggunaan buku cerita
bergambar terhadap kecemasan sebelum operasi. Design Penelitian adalah quasi
eksperiment:Post test-only non equivalen control group. Sampel penelitian adalah 34
anak usia sekolah yang akan menjalani operasi, dipilih dengan teknik Consecutive
sampling. Kelompok intervensi diberikan informasi dengan buku cerita bergambar dan
kelompok kontrol mendapatkan informasi rutin rumah sakit. Hasil penelitian
menunjukan anak yang mendapatkan persiapan dengan buku cerita bergambar
mengalami kecemasan sebelum operasi lebih rendah (p=0,003). Penelitian ini
merekomendasikan pemberian informasi dengan buku cerita bergambar sebagai salah
satu intervensi persiapan operasi

ABSTRACT
Anxiety is often reported among preoperative children. This study aimed to identify the
impact of story book on preoperative anxiety among school-age children. Research
design was quasi experiment: Post test -only non equivalent control group toward 34
which were selected with consecutive sampling technique. Children on intervention
group were prepared with pictured story book, while children on control group were
prepared with hospital routine information. The result showed that children whose
prepared with pictured story book experienced less preoperative anxiety (p=0,003). This
research recommends pictured story book as one of interventions for preoperative
preparation;Anxiety is often reported among preoperative children. This study aimed to identify the
impact of story book on preoperative anxiety among school-age children. Research
design was quasi experiment: Post test -only non equivalent control group toward 34
which were selected with consecutive sampling technique. Children on intervention
group were prepared with pictured story book, while children on control group were
prepared with hospital routine information. The result showed that children whose
prepared with pictured story book experienced less preoperative anxiety (p=0,003). This
research recommends pictured story book as one of interventions for preoperative
preparation., Anxiety is often reported among preoperative children. This study aimed to identify the
impact of story book on preoperative anxiety among school-age children. Research
design was quasi experiment: Post test -only non equivalent control group toward 34
which were selected with consecutive sampling technique. Children on intervention
group were prepared with pictured story book, while children on control group were
prepared with hospital routine information. The result showed that children whose
prepared with pictured story book experienced less preoperative anxiety (p=0,003). This
research recommends pictured story book as one of interventions for preoperative
preparation.]"
2015
T46560
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2   >>