Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 285 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Artini. S
Abstrak :
ABSTRAK
Dalam era reformasi, pers sebagai medium berupaya menyampaikan informasi seakurat mungkin, agar masyarakat dapat memahami berbagai persoalan di lingkungannya.

LKBN Antara, sebagai kantor berita nasional yang secara struktural administralif berada di bawah Sekretariat Negara, dan secara kordinatif berada di bawah Departemen Penerangan, namun secara operasional harus berdiri sendiri, mempunyai tugas dan fungsi sebagai agenda setter.

Tujuan penelitian ini adalah untuk mendapatkan gambaran kredibiitas berita Antara sebagai agenda setter, dengan cara membandingkannya dengan dua harian terkemuka yakni Kompas dan Republika dalam mengangkat isu kontroversial kasus PT Freeport Indonesia (15 Oktober - 6 Noverrnber 1998).

Sebagai landasan teori untuk melihat permasalahan ini dipilih konsep-konsep yang relevan yakni agenda setting, agenda building dan intermedia agenda setting, gatekeeping, serta kredibilitas berita . Perspektif yang digunakan adalah struktural fungsional yang melihat pers, masyarakat dan pemerintah sebagai suatu sistem yang saling berkait dan isi media sebagai bentuk pelayanan pers kepada masyarakat dalam upaya mewujudkan suatu harmonisasi.

Analisis data yang dipakai adalah deskriplif kualitatif dengan unit analisis kredibilitas berita yang dilihat dari substansi berita, fairness penyajian, pemilihan sumber berita dan kontinuitas berita sebagai dimensi kredibiitas berita.

Hasil penelitian menggambarkan bahwa empat dimensi kredibilitas berita Antara ketika mengangkat isu kontroversial kasus PT Freeport Indonesia, dibandingkan dengan dimensi yang sama dengan dua surat kabar terkemuka yakni Kompas dan Republika , maka tampak kredibilitas berita Antara masih Iemah, karena arah pemberitaan tidak konsisten dengan agenda media. Selain itu, struktural internal di redaksi serta siruktural di luar organisasi juga ikut berperan dalam proses keredaksian di LKBN Antara.

Agenda media yang tidak jelas akan mengakibatkan ketidakkonsistenan suatu arah pemberitaan sehingga banyak berita yang tenggelam begitu saja.

Dengan demikian, dimensi kredibilitas berita tidak hanya akurat, seimbang, dan berkedalaman saja, tapi juga harus konsisten dengan agenda media sehingga citra media pun akan menjadi kuat untuk merekat perhatian khalayak.

Pada tahapan inilah, agenda media yang satu akan menjadi agenda media lainnya juga (agenda setter). Arah pemberitaan yang konsisten ini merupakan prasyarat kantor berita sebagai agenda setter.

Dalam peliputan kasus yang sama, di mana Kompas dan Republika sebagai koran terkemuka dijadikan sebagai pembanding untuk melihat kredibilitas berita Antara, ternyata juga mengutip Antara. Ini menunjukkan berita-berita Antara sebenarnya memiliki kredibilitas sebagai agenda setter.
1999
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Suratna
Abstrak :
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pola hubungan antara pers dengan Lembaga Legislatif. Bagaimana pers sebagai salah media komunikasi massa dalam era reformasi ini melakukan fungsi kontrol atas DPR-RI Bagaimana tanggapan DPR-RI terhadap pers, dan bagaimana pengelolaan manajemen Humas Sekretarait Jenderal DPR RI sebagai mediator antara pers dan DPR-RI. Kerangka pemikiran dari penilitian ini adalah bahwa pers sebagai salah satu media komunikasi massa memiliki fungsi informasi, hiburan, pendidikan dan kontrol sosial. Fungsi kontrol sosial pers ini sangat terkait dengan pelaksanaan kelembagaan pemerintahan termasuk DPR-RI. Pers dan DPR adalah merupakan sub sistem dari sistem politik, sehingga Dinamika hubungan kedua institusi tersebut sangat dipengaruhi oleh kondisi politik yang sedang berlangsung. Reformasi telah mengubah wajah demokrasi Indonesia termasuk Pers dan DPR. Pers lebih bebas dalam melakukan aktifitas jurnalistiknya sementara itu hubungan antar lembaga tinggi negara lebih ditengarai adanya parliament heavy. Adanya penguatan fungsi dua lembaga tersebut menyebabkan kedua hubungan menjadi menarik untuk diamati. Metode penelitian yang dipakai dalam penelitian ini adalah kualitatif dengan wawancara mendalam. Wawawancara dilakukan terhadap informan yang terdiri dari anggota DPR-RI, kelompok pers dan kelompok masyarakat. Dari hasil penelitian menunjukkan bahwa pers di era reformasi diwarnai dengan semangat kebebasan yang sangat luar biasa. Hal ini disebabkan oleh karena adanya tuntutan perkembangan demokrasi. Pers Indonesia saat ini sedang mencari jati diri. Hal ini menyebabkan pers tidak mudah untuk diatur oleh siapapun, termasuk dewan. Saat ini belum jelas bentuk pers Indonesia. Selain itu, Pers Indonesia yang baru saja bebas dari tekanan pemerintah dalam melakukan aktifitas jurnalistiknya merasa bahwa saat ini tidak ada suatu institusi yang dapat mengontrol pers. sehingga pers Indonesia saat ini merasa bebas untuk melakukan apa saja yang mereka kehendaki. Pers di era reformasi ini lebih suka menyerang siapa saja, hanya mengambil segi-segi negatif dari Dewan, dan tidak menempatkan isu tidak secara prosposional. Namun fungsi kontrol pers terhadap DPR-.RI dirasakan belum effektif. Hal ini disebabkan karena DPR di dalam era reformasi ini juga memiliki kekuasaan yang luar biasa. Ristriksi politik yang mempengaruhi kehidupan pers, di era reformasi ini relatif sudah tidak dirasakan oleh pers. Namun Penyelesaian sengketa masyarakat dengan pers melalui lembaga peradilan yang mengacu pada KUHP, dirasakan sangat merugikan pers. Sementara ristriksi ekonomi yang berupa pertimbangan bisnis perusahaan pers mempengaruhi kebijakan redaksi. Peran Bagian Pemberitaan dan Penerbitan (Humas) DPR RI dirasakan belum mampu membantu meningkatkan citra positif DPR-RI. Hal ini disebabkan karena kurang terbangunnya hubungan yang baik antara wartawan yang ada di DPR dengan Bagian Pemberitaan dan Penerbitan. Selain itu masih rendahnya kreatifitas Bagian Pemberitaan dan Penerbitan dalam membangun citra, lambannya kinerja staf karena mental pegawai masih diwarnai sebagai seorang birokrat, jumlah personil yang terbatas, kurang jelasnya otoritas kewenangan, serta anggaran yang belum memadai. x + 108 halaman + Lampiran Daftar Pustaka : 30 buku (Tahun 1971 s.d. 2003) + 2 Artikel.
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2004
T13711
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Henri Subiakto
Abstrak :
Pers yang fungsi utamanya sebagai sarana penberitaan, mempunyai konsekuensi isi yang disajikan agar senantiasa menggambarkan realitas yang terjadi di masyarakat. Tapi dalam prakteknya, pers berada pada posisi yang sulit ketika dihadapkan kuatnya hegemoni negara melalui elit-elitnya, yang merambah ke berbagai aspek sosial politik, termasuk sebagai pembuat berita (news maker), dan sumber berita yang acapkali menentukan definisi realitas. Jadinya, kemandirian pers mengungkap berita menjadi pertanyaan yang menarik. Apakah pers dalam menjalankan fungsinya mengungkap dan mendefinisikan realitas itu bertumpu pada kemampuan dan visinya sendiri, ataukah sudah tunduk kapada kekuatan elit negara yang hegemonik tadi? Melalui penelitian dengan metode analisis isi pada peraberitaan di Harian Kompas dan Republika, pernasalahan di atas dicoba dijawab. Kemandirian pers yang diteliti itu khususnya menyangkut kemandirian dalam mengungkap isu-isu kemasyarakatan yang pada akhir-akhir ini memang kebetulan banyak menenuhi agenda pemberitaan.Persoalan konflik tanah, perburuhan, pencemaran lingkungan, korupsi dan kolusi, demokratisasi, SARA, dan isu-isu kemasyarakatan lain yang sejenis, menjadi fokus penelitian. Hasilnya, kemandirian pers dalam mengungkap berita sifatnya fluktuatif. Terkadang pers dapat menampilkan beritanya dengan kemadirian yang tinggi, terutama pada isu yang tidak sensitif, dan jenis tertentu yang memang menyangkut kepentingan yang mendasar, seperti persoalan tanah, perburuhan dan pencemaran lingkungan. Tapi pada kesempatan lain, pers terpaksa kompromi dengan kekuatan politis yang ada di luar diri mereka. Pada isu-isu yang sensitif menurut "kacamata" elit penguasa, definisi realitasnya lebih banyak ditentukan oleh sumber informasi yang berasal dari elit negara. Jadinya, kemandirian pers dalam mengungkap berita, bukan sekadar persoalan ketersediaan atau keterbatasan sumber daya dan perangkat peralatan yang dimiliki. Tapi persoalan kemandirian pemberitaan akhirnya lebih berkait dengan persoalan iklim politik. Yaitu siapa yang mempunyai posisi yang dominan dalam sistem politik tersebut.
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 1996
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Roos Anwar
Abstrak :
ABSTRAK
Tesis ini berusaha untuk menggambarkan bagimana peran pers Indonesia dalam pembangunan melalui penampilan informasi pembangunannya; sebagaimana diharapkan oleh pemerintah di negara-negara Dunia Ketiga, agar media massa dapat menjalankan fungsi sebagai: penyampai informasi, memberikan pendidikan sekaligus hiburan serta melakukan kontrol sosial demi kepentingan masyarakat.

Khususnya, pers sebagai suatu institusi sosial tidak dapat melepaskan diri dari masyarakat, karena pers berada dan berperan ditengah-tengah masyarakat. Pers dan masyarakat merupakan lembaga yang satu sama lain tidak dapat dipisahkan.

Sebagai lembaga masyarakat, pers dipengaruhi dan dapat mempengaruhi lembaga-lembaga masyarakat lainnya_ Demikian pula hubungannya dengan pemerintah, pers tidak dapat melepaskan diri dari lingkup kekuasaan pemerintah yang bersangkutan. Itu sebabnya, mengapa sistim kemasyarakatan dan sistim politik sangat menentukan corak serta sepak terjang maupun tingkah laku pers.

Dalam studi ini, peneliti memilih dua Surat kabar masingmasing mewakili harian pemerintah dan harian independen, yaitu harian Suara Karya dan harian Suara Pembaruan. Sampel penerbitan berjumlah 30 penerbitan per media yang mewakili periode penerbitan bulan September, Oktober dan Nopember 1990.

Teknik pengumpulan data dengan menggunakan metode analisis isi, dimana dari penampilan informasi kedua harian, Suara Karya dan Suara Pembaruan, ingin dilihat sampai sejauh mana kedua harian tersebut berperan sebagai pers pembangunan. Berita pembangunan yang disajikan dibagi dalam lima kategori; yaitu bidang pendidikan, pertanian, ekonomi, industri dan kesehatan. Dianalisis pula kategori berita pembangunan menurut bentuk penulisannya, dengan melihat frekuensi dan muatan isi (volume) berita pembangunan yang disajikan melalui halaman muka surat kabar dan halaman lainnya.

Studi ini ingin juga melihat sampai sejauh mana harian pemerintah maupun harian independen berani menampilkan tajuk rencana yang bersifat kritik (tidak mendukung) terhadap usaha pembangunan yang dijalankan oleh pemerintah maupun tajuk rencana yang bersifat mendukung.

Dari data yang berhasil dikumpulkan, terlihat bahwa baik harian pemerintah maupun harian independen memuat sama besar berita pembangunan, berdasarkan frekuensi maupun volume (sentimeter kolom). Kedua media juga ternyata memberikan perhatian yang besar terhadap sektor ekonomi baik yang dimuat melalui halaman muka maupun halaman lainnya. Jika dilihat dari bentuk penulisan beritanya, berita langsung (straight news) dan karangan khas (feature) menempati posisi pertama dan kedua.

Dilihat dari isi berita pembangunan yang ditampilkan melalui tajuk rencanya, justru surat kabar independen lebih banyak mendukung kebijakan pembangunan pemerintah dibandingkan dengan harian pemerintah.

Sehingga dengan perkataan lain, ternyata pers pemerintah dan pers independen menurut studi ini, dalam menjalankan perannya sebagai pers pembangunan boleh dikatakan tidak lagi terikat oleh orientasi ideologis yang melatar belakangi masing-masing surat kabar tersebut.

Khusus untuk harian Suara Karya, peneliti melihat baik dari hasil studi maupun dari pengamatan sehari-hari, telah terjadi perubahan peran yang relatif cukup besar didalam melakukan kontrol sosial di era tahun 1990-an ini. Sedangkan untuk harian Suara Pembaruan, fungsi kontrol sosialnya tetap berjalan konsisten sesuai dengan misi yang diembannya.
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 1992
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Akhmad Khakim
Abstrak :
Kebebasan pers yang dialami masyarakat dan insan pers selepas masa otritarianisme, dalam pelaskanaannya menyisakan berbagai permasalahan. Media tidak bisa sepenuhnya memahami arti kebebasan, karena seringkali kebebasan itu diartikan sebagai tidak adanya kontrol yang bisa menahan laju berita media. Akibatnya, media bisa memberitakan apa saja dan seringkali meninggalkan kaidah jurnalistik sebagai pakem, menulis berita. Sebaliknya audiens, sebagai pembaca media, belum terbiasa dengan keterusterangan dan pengungkapan berita apa adanya, sehingga mengakibatkan berbagai keterkejutan yang merembet pada ketersinggungan dan akhimya terjadi konflik kekerasan dengan media. Diperlukan hubungan seimbang antara media dengan publik, agar terjadi saling kontrol. Penelitian ini akan difokuskan untuk menjawab pertanyaan: (1) Bagaimana media mengkonstruksi realitas mengenai konstelasi politik dan pertentangan kepentingan antar interst group dalam masyarakat dan bagaimana publik mengkonsumsi berita tersebut? (2) Bagaimana organisasi pemberitaan media memanage produksi berita dan menempatkan kontrol publik dan tekanan eksternal lainnya dalam aktivitas manajemen media? Ruang lingkup penelitian dibatasi pada aktivitas produksi berita yang dilakukan media dan aktivitas konsumsi berita yang dilakukan oleh publik sehingga memunculkan konflik akibat kesenjangan persepsi dan subyektifitas atas peristiwa. Aktivitas produksi berita yang dimaksud adalah sejauh mana media melakukan proses konstruksi realitas atas peristiwa dalam item berita yang disajikan dengan segala faktor internal newsroom dan ekstemal yang mempengaruhinya. Sedangkan aktivitas konsumsi berita dimaksudkan sejauh mana publik memahami dan memaknai berita media yang dikonsumsi dari media, serta respon yang muncul sehingga memunculkan konflik. Sebagai fokus penelitian ini, kajian secara khusus akan menyelami peristiwa konflik antara masyarakat NU dengan harian Jawa Pos yang muncul ke permukaan yang dikenal dengan aksi 'Pendudukan' Barisan Ansor Serbaguna (Banser) atas Kantor Redaksi Harian Jawa Pos di Gedung Graha Pena, Surabaya pada tanggal 6 Mei 2000, yang berujung pada tidak terbitnya Jawa Pos edisi Minggu, 7 Mei 2000. Untuk mencari jawaban, penelitian dilaksanakan dengan menggunakan paradigma kritis dengan metode penelitian kualitatif. Untuk bisa menggali, penelitian ini menggunakan analisis wacana kritis (Critical Discourse Analysis) dengan multi level analisis: analisis teks, analisis wacana dan analisis sosial budaya. Hasil penelitian menunjukkan bahwa dalam kasus ini, ditemukan beberapa poin dalam elemen struktur framing yang menjadi penyebab ketegangan Jawa Pos dengan pembaca, baik yang menyangkut teknis pemilihan dan penggunaan kata yang menyusun kalimat berita, tidak terpenuhinya prinsip dasar jurnalistik maupun dalam pemilihan tema framing sebagai alat mengkonstuksi peristiwa yang ternyata berbeda dengan sikap politik dan pandangan politik yang diyakini audiens. Khusus mengenai angle dan framing yang dipilih, merupakan keterkaitan langsung media atas kepentingan dan kehendak pasar yang menghendaki media kritis terhadap peristiwa yang sedang diangkat. Di level praktik wacana, rutinitas Jawa Pos dalam memproduksi berita mengutamakan ada pada aktualitas dan kontroversi persitiwa dengan melakukan dramatisasi adanya konflik yang panas, ironis dan kontroversial. Ditemukan adanya praktek kekerasan informasi oleh media dan lebih dekat pada ciri Jurnalisme Perang (War Journalism) dari pada ciri yang Jurnalisme Damai (Peace Journalism). Di sisi lain, Jawa Pos pada dasarnya merupakan penganut jurnalisme yang membawa misi kemanusiaan, kebersamaan dan menjaga kedekatan dengan pembacanya. Dalam hal ini rutinitas Jawa Pos masuk dalam ciri-ciri Jurnalisme Empati atau yang oleh pihak Jawa Pos disebut sebagai Jumalisme Emosi. Betaberita Jawa Pos lebih kuat dipengaruhi oleh orientasi oplag atau orientasi pasar/kapital sebagai ideologi dari pada ideologi kelompok atau latar individu wartawan dan organisasi. Di level konsumsi teks, ada upaya dari publik dalam hal ini Masyarakat NU untuk melakukan perimbangan berupa hegemoni tandingan (counter hegemony) terhadap hegemoni wacana yang dilakukan oleh media. Aktivitas kontra hegemoni ini dilakukan dengan cara memaknai peristiwa dan wacana politik secara langsung melalui komunikasi kultural baik yang sifatnya organisasional maupun melalui interpersonal. Hasil dan pemaknaan langsung ini berupa munculnya realitas subyeklif yang berbeda antara yang dikonstruksi media dengan yang dimaknai langsung oleh publik. Perbedaan realitas subyektif ini menimbulkan adanya kesenjangan informasi dan menganggap media telah melakukan 'kesalahan', yang kemudian melahirkan prasangka, bahwa media telah memiliki agenda politik melalui potensi kekuatan hegemoni yang dimiliki. Prasangka itu menguat, ketika ditemukan faktor pendukung, sebagaimana kejadian serupa di masa lalu dan menjelma menjadi kesadaran untuk menghentikan praktek hegemoni ini dengan cara berdialog dan bernegosiasi untuk klanfikasi (pihak NU menyebutnya sebagai !obi atau Isiah). Publik enggan menggunakan mekanisme jumalistik penggunaan hak jawab karena dianggap tidak efektif untuk bisa mengembalikan citra negatif. Kinerja profesional Jawa Pos terganggu dengan aktivitas negosiasi tersebut, karena mengganggu kerja rutin memproduksi berita. Keputusan 'sehari tidak terbit' yang diambil Jawa Pos merupakan klimaks dari terganggunya secara teknis dan psikologis proses produksi berita akibat komplain yang dilakukan oleh publik kepada redaksi. Jawa Pos sebagai industri media tidak banyak terpengaruh terhadap konflik dengan masyarakat NU ini, dan memutuskan untuk mengabulkan semua tuntutan yang diminta, meskipun lemah dalam pelaksanaannya. Jawa Pos hingga kini tetap sebagai industri media yang telah melakukan ekspansi usaha secara nasional di bidang penerbitan serta bidang lain, sebagaimana pabrik kertas dan real estate. Dalam mengembangkan industrinya, Jawa Pos lebih mementingkan aspek ekonomi dengan memberikan porsi yang besar bagi 'kemajuan' yang ingin dicapai bersama antara Jawa Pos sebagai industri dengan kekuatan kapital tidak hanya nasional, tetapi juga global.
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2004
T14325
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Baton Rouge: Louisiana State University, 1963
071.3 PRE
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Minaturr, Joseph
Kerala: Martinus Nijhoff, 1961
070.154 1 MIN f
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Bandung: Binatjipta, 1972
070 PER;070 PER (2)
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Harsono Suwardi
Abstrak :

Belum hilang dari ingatan kita semua, bahwa akhir akhir ini masalah hubungan pers dan pemerintah di banyak negara berkembang masih tetap menjadi topik pembicaraan, termasuk di Negara kita sendiri. Hubungan ini secara substantif sesungguhnya membicarakan hak esensi wartawan, yaitu kebebasan yang mereka miliki, atau tepatnya kebebasan pers. Kebebasan pers menjadi demikian penting karena sejauh pers itu bebas, sejauh itu pula tercermin kebebasan masyarakat (Reedy,1964). Kebutuhan akan pers bebas, menurut pendapatnya, berawal dari keyakinan bahwa tak seorangpun merasa perlu bahwa ia mengetahui kebenaran, dan karena itu kita harus mempunyai suatu masyarakat di mana segala gagasan dapat dikemukakan.

Isu kebebasan pers, dimanapun asalnya akan selalu menank perhatian, tidak saja bagi insan pers sendiri akan tetapi juga, dan bahkan bagi para pengamat perkembangan kehidupan politik di setiap bangsa. Kebebasan pers secara substantif tidak saja dijadikan indikator atau cermin tingkat kebebasan yang dinikmati masyarakat yang bersangkutan, ia juga akan merupakan cermin tingkat kematangan dan kedewasaan politik yang telah mereka perjuangkan.

Indikator tingkat kematangan dan kedewasaan politik ini oleh sementara kalangan, khususnya oleh mereka yang digolongkan dalam kelompok-kelompok yang memegang peranan penting di dalam masyarakat di manapun, seperti para wartawan, cendekiawan, para profesional maupun para politisi sendiri menganggap sangat penting di dalam menjamin bergulirnya roda suatu pemerintahan yang demokratis.

Bandung: UI-Press, 1995
PGB 0477
UI - Pidato  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>