Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 8 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Johannes Janto Thomarius
Abstrak :
ABSTRAK
Sejak dahulu kala infertilitas sudah merupakan masalah. Kisah-kisah tersebut juga bisa didapatkan dalam Al Qur'an dan Alkitab. Hippocrates (460 SM) sebagai bapak kedakteran telah menaruh minat dalam masalah infertilitas dan telah menulis "On Sterile". (IQ) Pada tahun-tahun akhir ini cukup banyak kepustakaan yang menuliskan timbulnya gangguan mental emosional dan ganngguan disfungsi psikoseksual pada pasangan infertil. Menurut Elstein (1975) pasangan infertil secara potensiil mudah mengalami abnormalitas dalam fungsi seksual mereka dan dapat digolongkan dalam tiga kelompok, yaitu :
1. Infertilitas sebagai penyebab masalah psikoseksual.
2. Masalah psikoseksual yang mendasari infertilitas, seperti vaginismus, impotensi, ketidak sanggupan ejakulasi, ketakutan dan kecemasan.
3. Secara kebetulan sudah mengalami abnormalitas seksual, seperti ketidak mampuan orgasme (anorgasmia) dan ejakulasi prematur. (30)
Juga oleh Berger. (I976) dikatakan bahwa cara yang paling sederhana dan mudah dimengerti adalah adanya konflik psikologik yang dapat menyebabkan infertilitas dan kemudian berakibat pada penampilan seksual (sexual performance) (5). Masalah seksual sering diklasifikasi menurut gangguan penampilan. Pada laki-laki seringkali dijumpai adanya impotensi, ejakulasi prematur atau ejakulasi retarda, serta frekuensi hubungan seks yang berubah. Kekurangan atau kelebihan hubungan seks mungkin berpengaruh terhadap terjadinya infertilitas. Sedangkan pada wanita seringkali mengalami tidak adanya libido (frigiditas), hambatan orgasme dan vaginismus. Baik pada laki-laki maupun pada wanita maka gangguan psikoseksual dapat bersifat primer atau sekunder. (5)
Seibel dan Taymor (1982) menyatakan bahwa pengobatan dan evaluasi dari infertilitas membutuhkan sejumlah besar perhatian terhadap hubungan seks. (30) : Sedangkan Sandler (1959) menyatakan bahwa bukti jelas hubungan antara stres dan infertilitas dapat ditemukan pada pasien yang mengalami dispareunia, ketidak mampuan orgasme dan lain-lain gangguan seksual. (29) Kaplan (1982) menyatakan bahwa pasangan infertil memerlukan evaluasi psikiatrik. Disharmoni perkawinan atau konflik emosional bisa mempengaruhi keintiman hubungan seks, peran suami atau isteri dan dapat secara langsung mempengaruhi fungsi endokrin dan proses fisiologik seperti ereksi, eyakulasi dan ovulasi.(11)?
1986
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Paul Suparno
Yogyakarta: Kanisius, 2007
362.76 PAU s
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Hana Dodik Pramiasti
Abstrak :
Wanita dengan kanker serviks saat menjalani terapi umumnya tidak memikirkan masalah seksualitas dan merasa malu atau tabu membicarakannya. Mereka cenderung memusatkan perhatiannya pada kesembuhan penyakitnya, mengkhawatirkan efek samping terapi dan perjalanan terapinya. Tujuan dari penelitian ini adalah penerapan praktik keperawatan berbasis bukti melalui pemberian intervensi edukasi psikoseksual pada pasien kanker serviks yang sedang menjalani terapi kanker. Metode yang digunakan case study. Pemberian edukasi psikoseksual dengan pendekatan teori keperawatan self care Orem kepada lima partisipan kelolaan dengan diagnosa kanker serviks dan sedang menjalani terapi. Partisipan menjalani intervensi edukasi selama empat kali pertemuan yang dijadwalkan setiap minggu satu kali dengan durasi selama 30-60 menit dalam setiap pertemuan. Karakteristik partisipan adalah wanita dewasa muda, menikah, usia 26 – 45 tahun, dua orang sebagai ibu rumah tangga dan tiga orang bekerja. Hasil intervensi menunjukkan peningkatan pengetahuan tentang perawatan diri dan kepercayaan diri sebesar 39%. Penurunan tingkat kekhawatiran masalah seksualitas sebesar 50% dengan instrumen HARS. Meskipun pasien kanker serviks saat menjalani terapi kanker tidak memikirkan masalah seksualitas, tetapi edukasi psikoseksual tetap penting diberikan. Kesimpulan studi kasus ini adalah intervensi keperawatan edukasi psikoseksual pada wanita dengan kanker serviks terbukti meningkatkan pengetahuan tentang perawatan diri dan masalah seksual. Pemberian edukasi masalah seksualitas penting dilakukan sejak dini kepada pasien kanker serviks. ......Women with cervical cancer during therapy generally do not think about sexuality and feel ashamed or taboo to talk about it. They tend to focus on healing their disease, worrying about the side effects of therapy and the processes of therapy. The aim of this study is to apply evidence-based nursing practice through the provision of psychosexual educational interventions in cervical cancer patients who are undergoing cancer therapy. The method used is case study. Providing psychosexual education using Orem's self care nursing theory approach to five managed participants with a diagnosis of cervical cancer and currently undergoing therapy. Participants underwent educational interventions during four meetings which were scheduled once a week with a duration of 30-60 minutes in each meeting. Characteristics of the participants were young adult women, married, aged 26-45 years, two people as housewives and three people working. The results of the intervention showed an increase in knowledge about self-care and self-confidence by 39%. Reducing the level of concern about sexuality problems by 50% with the HARS instrument. Even though cervical cancer patients undergoing cancer therapy do not think about sexuality, psychosexual education is still important. The conclusion of this case study is that psychosexual educational nursing interventions for women with cervical cancer are proven to increase knowledge about self-care and sexual problems. It is important to provide education on sexuality issues from an early age to cervical cancer patients.
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2023
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Money, John
New York: Oxford University Press, 1988
R 155.3 MON g
Buku Referensi  Universitas Indonesia Library
cover
Abstrak :
Adolescent and child sexuality is studied by developmental psychologists from a research perspective and is of interest to forensic psychologists dealing with abuse and custody issues as well as rape cases. In many cases, it is of interest whether the child in question was sexually active to understand the extent to which an underage minor might have voluntarily participated in sexual activity as opposed to having been coerced. Previously, researchers interested in the applications of their research needed to look to separate books, and forensic specialists needed to look to development books to find the information they may have needed.
Oxford, UK: Academic Press, 2013
e20427132
eBooks  Universitas Indonesia Library
cover
Spence, Susan H.
London : Chapman & Hall, 1991
616.85 SPE p
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Aggrawal, Anil
New York: CRC Pres, 2009
614.1 AGG f
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Maidina Rahmawati
Abstrak :
ABSTRAK
Dalam kurun waktu lima tahun terakhir Indonesia dikejutkan oleh maraknya kasus kejahatan seksual terhadap anak, beberapa kasus menimbulkan puluhan korban dari satu pelaku. Menyikapi hal ini, pihak perumus kebijakan memfokuskan perhatiannya kepada upaya pemberatan hukuman semata, pemerintah menganggap bahwa sanksi yang ringan merupakan penyebab kasus terus bertambah. Padahal jika kita mencermati secara lebih luas, terdapat beberapa tipe pelaku kejahatan seksual, salah satunya pengidap pedofilia. Pedofilia dalam ilmu psikologi dikenal sebagai suatu gangguan seksual yang membutuhkan treatment bukan penghukuman. Penelitian ini bertujuan untuk mencari tahu apakah kebijakan pidana tertentu perlu diterapkan bagi pelaku kejahatan seksual yang mengidap pedofilia. Penelitian ini merupakan penelitian yuridis normatif dengan pendekatan perundang-undangan, perbandingan dan pendekatan kasus. Penelitian ini bersifat eksploratoris dengan menelusuri landasan teori pidana dan pemidanaan. Berdasarkan hasil penelitian, dapat disimpulkan bahwa pemidanaan pada sistem peradilan pidana modern tidak hanya memandang perbuatan namun juga pelaku. Perkembangan pemidanaan ini melahirkan ide rehabilitasi dan individualisasi pidana. Konsep rehabiltasi dan individualisasi pidana ini pun sejalan dengan Pasal 10(4) Konvensi Hak Sipil dan Politik dan UU No 12 tahun 1995 tentang Pemasyarakatan yang menjelaskan bahwa pemidanaa bertujuan merehabilitasi dan mengembalikan pelaku kepada masyarakat, sehingga kebijakan khusus bagi pelaku yang mengidap pedofilia diperlukan untuk merehabilitasi dan mengembalikan pelaku kepada masyarakat.
ABSTRACT
Over the past five years, people around Indonesia watched in fear and heartbreak as the number of sexual offences against children has risen. The several cases cause more than one victims from each perpetrator. Legislators and executives zealously react this problem by tightening laws to regulate the heavier sentence. They contend that the insufficient punishment has significant role in the increasing number of sexual offense. In fact, if we see in a wider perspective, sexual offence against children is not merely about criminal act. Sex offenders are classificated into four types, one of them is pedophilic offender. In psychology, Pedophile is known as an abnormal attraction which requires treatment, not punishment. This research aims to investigate whether the distinctive criminal law policy should be regulated for pedophilic offender. This research is a normative juridical, with an approach in legislation, comparison and approaches in cases (case approach), also explores several number of theories of sentencing. Based on this research, it can be concluded that under the modern criminal justice system, both offense conduct and offender characteristic have significant role in sentencing decisionmaking. This concept formulated individualized tailoring of sentences and rehabilitative model which confirming to the concept of correctional board under Law No 12/1995 and rehabilitative model Article 10(4) ICCPR. Therefore, the distinctive criminal law policy for pedophilic offender should be regulated in order to rehabilitate and to resocialize the offenders.;
2016
S64678
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library