Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 6 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Putriayu Hartini
"ABSTRAK
Latar Belakang: Pengemudi bus Antar Kota Antar Provinsi (AKAP) memiliki risiko pekerjaan, keadaan tersebut dapat menjadi faktor risiko psikososial pekerjaan bagi pengemudi dan berpotensi menjadi faktor risiko hipertensi. Tujuan penelitian ini untuk menganalisis hubungan antara faktor psikososial pekerjaan dengan hipertensi pada pengemudi bus AKAP di Terminal X Jakarta.
Metode: Desain adalah potong lintang pada 120 pengemudi bus AKAP, laki-laki usia 18-60 tahun di Terminal X Jakarta. Pengambilan sampel dengan convenience sampling dan pengambilan data dilakukan dengan wawancara terpimpin menggunakan kuesioner serta pemeriksaan tekanan darah. Faktor risiko psikososial yang diukur adalah dukungan atasan, partisipasi pengambilan keputusan, kemajuan karier, sistem penggajian tidak sesuai, konflik, istirahat yang cukup, cukup waktu bersama keluarga, kondisi bus laik, kemacetan lalu lintas, perlakuan penumpang baik dengan mempergunakan kuesioner. Hasil: Prevalensi hipertensi pada pengemudi bus 38,3%. Variabel sistem penggajian sesuai pekerjan yang paling berhubungan dengan hipertensi pada penelitian ini, dengan OR 3,19 dan CI 95% (1,025-9,94).
Kesimpulan: Prevalensi hipertensi pada pengemudi bus AKAP di Terminal X cukup tinggi dibandingkan populasi umum Riskesdas 2018 yakni 34,1%. Faktor risiko psikososial pekerjaan (sistem penggajian tidak sesuai pekerjaan) berhubungan dengan hipertensi. Dibutuhkan pemeriksaan tekanan pada pengemudi bus AKAP dan edukasi pencegahan risiko psikososial pekerjaan secara berkala.

ABSTRACT
Background: Inter-provincial inter-city (IPIC) bus drivers are exposed to specific occupational hazards which may be associated with hypertension. The purpose of this study was to analyze the relationship between hypertension and occupational psychosocial factors among IPIC bus drivers from X Terminal East Jakarta.
Methods: A cross-sectional study with 120 IPIC male bus drivers, aged 18-60 years in X Terminal East Jakarta was conducted. Convenience sampling method was used and data was colleced by guided interviews using a questionnaire and blood pressure measurement. Hypertension risk factors measured were age, Body Mass Index (BMI), smoking habits, caffeine drinking habits, family history of hypertension, weekly driving hours and years of working. Psychosocial risk factors measured were supervisor support, participation in decision-making, career development, fair waging system, conflict, sufficient rest, sufficient time for the family, bus condition, traffic congestion, and passengers treatment by using a questionnaire.
Results: The prevalence of hypertension was 38.3%. Unfair waging system was most related to hypertension in this study with OR 3.19 CI 95% (1.25 to 9.94).
Conclusion: The hypertension prevalence among IPIC bus driver is quite high compared to the general prevalence from National Basic Health Survey 2018 which is 34.1%. Occupational psychosocial risk factors (unfair waging system) had association with hypertension. Blood pressure measurement and education about occupational pychosocial risk factors prevention should be done periodically."
2020
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Purba, Maria Magdalena
"Penelitian ini bertujuan untuk melakukan terjemahan, adaptasi, uji validasi dan
reliabilitas terhadap kuesioner AS-20 menjadi kuesioner AS-20 versi Indonesia.
Selanjutnya mengevaluasi skor kualitas hidup pasien strabismus dewasa pre dan
post operasi dengan kuesioner AS-20 versi Indonesia tersebut dan menilai faktorfaktor
apa saja yang berpengaruh terhadap kualitas hidup pasien strabismus.
Penelitian ini merupakan pilot study prospektif dengan metode pre-post study
yang menggunakan kuesioner. Sebanyak 30 subjek dengan usia ≥ 17 tahun yang
didiagnosis strabismus manifes secara klinis dengan indikasi operasi yang ikut
dalam penelitian ini. Subjek penelitian akan mengisi kuesioner sebelum operasi dan
mengisi kembali kuesioner yang sama pada 2 bulan pasca operasi koreksi
strabismus.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa kuesioner AS-20 versi Indonesia
merupakan kuesioner yang valid dan reliabel sebagai instrumen untuk menilai
kualitas hidup pasien strabismus dewasa di Indonesia (Cronbach Alpha > 0.7). Pada
studi ini, pasien strabismus dewasa menunjukkan kualitas hidup yang lebih rendah
baik secara fungsi maupun psikososial dan operasi koreksi strabismus dapat
meningkatkan skor kualitas hidup pada follow up 2 bulan pasca operasi. Diketahui
bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi skor kualitas hidup dalam studi ini antara
lain: jenis kelamin, deviasi dan diplopia.

The aims of this study were to translate, adapt, validation and reliability test of the
AS-20 Questionnaire into Indonesian version of AS-20 Questionnaire. This study
also evaluated the quality of life scores of strabismus adult patient pre and
postoperatively with the Indonesian version of the AS-20 Questionnaire and
assessed any factors that affect the quality of life of strabismus patient.
This study was a prospective pilot study with a pre-post study method using a
questionnaire. A total of 30 subjects, aged ≥ 17 years, who diagnosed clinically
with manifest strabismus and required of strabismus correction surgery were
included in this study. Subjects filled out the questionnaire before surgery and
refilled the same questionnaire at 2 months after strabismus correction surgery.
The result of this study found that Indonesian version of AS-20 Questionnaire is a
valid and reliable questionnaire as an instrument to assessed the quality of life of
adult strabismus in Indonesia (Cronbach Alpha > 0.7). In this study, adult
strabismus patient showed a lower quality of life both functionally and
psychosocially and strabismus correction surgery could improve quality of life
scores at 2 months postoperative follow-up. Factors affecting the quality of life in
this study include: gender, deviation and diplopia."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2019
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Monna Maharani Hidayat
"Kondisi kesehatan mental maternal kurang menjadi perhatian pada pelayanan kesehatan. Kepedulian terhadap aspek psikologis maupun sosial masih jarang diperhatikan bila dibandingkan dengan aspek fisik. Hasil temuan pada studi ini diketahui lebih dari seperempat ibu hamil memiliki kondisi psikososial ibu postpartum yang berisiko. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi hubungan antara prenatal distress dengan kondisi psikososial ibu postpartum.
Desain penelitian yang digunakan yaitu desain deskriptif analitik dengan pendekatan cross sectional pada 162 ibu hamil di kabupaten Cianjur yang dipilih dengan teknik two stage cluster sampling. Analisis menggunakan chi square, t-test, dan regresi logistik.
Hasil penelitian menunjukkan adanya hubungan antara prenatal distress dengan kondisi psikososial ibu postpartum p=0,001. Ketidaknyamanan fisik saat hamil merupakan faktor yang paling berhubungan dengan kondisi psikososial ibu postpartum OR=4.65; 95 CI, 2.0; 10.8. Ibu yang tidak nyaman saat hamil berpeluang sebesar 4.65 kali mengalami psikososial ibu postpartum yang berisiko dibandingkan dengan ibu yang nyaman saat hamil setelah dikontrol oleh prenatal distress dan perencanaan kehamilan.
Petugas kesehatan direkomendasikan untuk melakukan skrining prenatal distress dan kondisi psikososial postpartum pada ibu sejak awal kehamilan. Tindakan keperawatan juga diperlukan jika diketahui ada risiko gangguan prenatal distress sehingga tidak menambah masalah pada kondisi psikososial ibu postpartum.

Mental health condition of maternal less attention to health service. Concern for both psychological and social aspects is rarely noticed when compared to the physical aspect. The findings of this study found that more than a quarter of pregnant women had a risky postpartum psychosocial condition. The aim of this study was to identify the relationship between prenatal distress with postpartum psychosocial condition.
The research design was analytic descriptive with cross sectional approach. The sampels were 162 pregnant women in Cianjur District, selected by two stage cluster sampling technique. The analysis used chi square, t test, and logistic regression.
The results showed a significant correlation between prenatal distress with postpartum psychosocial condition p 0,001 . Pregnancy physical discomfort is the most influential factor on the occurrence of postpartum psychosocial conditions risk OR 4.65 95 CI, 2.0 10.8 . Pregnancy discomfort are 4.65 times more likely to have psychosocial postpartum women rsquo s at risk than comfortable pregnant women after being controlled by prenatal distress and pregnancy planning.
Health care workers are recommended to perform prenatal distress screening and postpartum psychosocial conditions in the mother since early pregnancy. Nursing intervention is also necessary if there is known to be a risk of prenatal distress disorder so as not to increase the problem on the psychosocial condition of the postpartum period.
"
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2018
T50544
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Amelia Maharani Kartika
"

Kehamilan remaja merupakan masalah yang global dan berisiko, baik secara fisik maupun psikososial. Jika ibu hamil mengalami masalah psikososial, memperbesar risiko terjadinya postpartum depression, serta berkaitan dengan ekspektasi menjadi ibu baru. Penelitian ini bertujuan untuk melihat hubungan antara kondisi psikososial  dengan ekspektasi menjadi ibu baru pada ibu hamil remaja. Penelitian dilakukan menggunakan desain cross sectional dengan teknik consequtive sampling. Sampel berjumlah 107 ibu hamil remaja yang berada di Kota Bogor. Alat ukur yang digunakan pada penelitian ini yaitu Antenatal Psychosocial Health Assessment (ALPHA-Form) untuk mengukur kondisi psikososial dan Prenatal Maternal Expectation Scale (PMES) untuk mengukur ekspektasi menjadi ibu baru. Hasil uji univariat penelitian ini menunjukkan responden berada pada rentang usia 18-19 tahun, berada pada trimester tiga kehamilan (62,6%), berasal dari Suku Jawa (44,9%), tingkat pendidikan mayoritas SMP (75,7%), bekerja (54,2%), tingkat pendapatan keluarga sama dengan atau diatas UMR Kota Bogor (67,2%), menikah (98,1%), dan memiliki kehamilan yang diinginkan (96,3%). Penelitian ini mengungkapkan bahwa terdapat hubungan antara kondisi psikososial dengan ekspektasi menjadi ibu baru dengan nilai p 0,027 dan korelasi positif. Hasil penelitian ini merekomendasikan pentingnya pengkajian kondisi psikososial pada ibu hamil remaja untuk membentuk ekspektasi yang realistis setelah kelahirannya nanti.

 


Teenage pregnancy is a global and risky problem, both physically and psychosocially. If a pregnant women experienced psychosocial problems, it will increase the risk of postpartum depression, and associated with expectations of becoming a new mother. This study aims to look at the relationship between psychosocial conditions and expectations of becoming new mothers in adolescent pregnant women. The study was conducted using a cross sectional design with consequtive sampling technique. The sample is 107 pregnant women who are teenagers in the city of Bogor. The measuring instrument used in this study is the Antenatal Psychosocial Health Assessment (ALPHA-Form) to measure psychosocial conditions and the Prenatal Maternal Expectation Scale (PMES) to measure expectations of being a new mother. The results of this univariate test showed that respondents were in the age range of 18-19 years, were in the third trimester of pregnancy (62.6%), came from Javanese (44.9%), the education level was mostly junior high (75.7%), work (54.2%), the level of family income is the same as or above the UMR of Bogor City (67.2%), married (98.1%), and has a desired pregnancy (96.3%). This study revealed that there was a relationship between psychosocial conditions and expectations of being a new mother with a p value of 0.027 and a positive correlation. The results of this study recommend the importance of assessing psychosocial conditions in pregnant women in adolescence to form realistic expectations after their birth.

 

"
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2019
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Salsabila Yasmine Dyahputri
"Pendahuluan: Perawakan pendek merupakan masalah pertumbuhan yang banyak dijumpai di negara berkembang. Di Indonesia, prevalensi anak usia sekolah dasar dengan perawakan pendek mencapai 23,6% pada tahun 2018. Perawakan pendek pada anak dikaitkan dengan masalah psikososial yang diduga disebabkan oleh bullying, stigmatisasi, dan isolasi sosial yang dihadapi anak. Namun, penelitian sebelumnya yang berhubungan dengan topik ini telah menghasilkan hasil dan angka yang bervariasi
tidak memadai. Oleh karena itu, penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan perawakan pendek dengan masalah psikososial pada anak usia sekolah dasar. Metode: Rancangan penelitian potong lintang digunakan pada anak usia sekolah dasar di SDN 01 Kampung Melayu. Penelitian dilakukan dengan membandingkan kelompok tinggi badan
anak dengan masalah psikososial hasil skrining menggunakan kuesioner PSC-17, yang menilai tiga subskala masalah perilaku (internalisasi, eksternalisasi, dan perhatian). Hasil: Prevalensi anak perawakan pendek di SDN 01 Kampung Melayu mencapai 15,28%. Prevalensi anak dengan masalah psikososial adalah 18,12% dan prevalensi anak perawakan pendek dengan masalah psikososial adalah 22,73%. Hasil analisis perawakan pendek pada masalah psikososial pada anak menunjukkan hubungan yang tidak signifikan secara statistik, baik secara umum (p = 0,268), subskala internalisasi (p = 0,532), eksternalisasi (p = 0,400), perhatian (p = 0,414), dan skor total PSC-17 (p = 0,614). Kesimpulan: Tidak ada hubungan yang signifikan antara perawakan pendek dengan masalah psikososial pada anak usia sekolah dasar.
Introduction: Short stature is a common growth problem in developing countries. In Indonesia, the prevalence of primary school-age children with short stature reached 23.6% in 2018. Short stature in children is associated with psychosocial problems which are thought to be caused by bullying, stigmatization, and social isolation faced by children. However, previous studies dealing with this topic have yielded varying results and figures inadequate. Therefore, this study aims to determine the relationship between short stature and psychosocial problems in elementary school-aged children. Methods: A cross-sectional study design was used on elementary school-aged children at SDN 01 Kampung Melayu. The study was conducted by comparing the height group Children with psychosocial problems were screened using the PSC-17 questionnaire, which assessed three behavioral problem subscales (internalization, externalization, and attention). Results: The prevalence of short stature children in SDN 01 Kampung Melayu reached 15.28%. The prevalence of children with psychosocial problems was 18.12% and the prevalence of short stature children with psychosocial problems was 22.73%. The results of the analysis of short stature on psychosocial problems in children showed a statistically insignificant relationship, both in general (p = 0.268), internalization subscale (p = 0.532), externalization (p = 0.400), attention (p = 0.414), and score total PSC-17 (p = 0.614). Conclusion: There is no significant relationship between short stature and psychosocial problems in elementary school-aged children."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2019
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ribka
"Perubahan psikososial dan psikologi yang terjadi pada masa remaja membuat remaja rentan mengalami masalah kesehatan. Resiliensi dianggap sangat menentukan bagaimana remaja menghadapi setiap stresor dan kesulitan hidup. Faktor-faktor yang berkontribusi pada tingkat resiliensi merupakan kunci dalam perkembangan dan kesejahteraan remaja. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi pengaruh dari kelekatan orang tua dan teman sebaya, stres, koping proaktif, regulasi emosi, dukungan sekolah, spiritualitas, dan kondisi ekonomi terhadap resiliensi remaja. Penelitian menggunakan desain cross sectional kepada 269 responden SMP dan SMA di Kota Depok yang diambil berdasarkan cluster random sampling. Penelitian menggunakan kuesioner Connor-Davidson Resilience Scale dalam mengukur resiliensi responden. Hasil penelitian menunjukkan bahwa parent attachment (p=0,001;CI 95%), peer attachment (p=0,001;CI 95%), regulasi emosi (p=0,001; CI95%), spiritualitas (p=0,018;CI 95%), dukungan sekolah (p=0,001;CI 95%), koping proaktif (p=0,001;CI 95%), dan stres (p=0,001;CI 95%) mempengaruhi resiliensi remaja. Penelitian ini merekomendasikan sekolah untuk dapat memaksimalkan upaya membangun resiliensi dengan mengadakan 

Psychosocial and psychological changes during adolescence make adolescents vulnerable to health problems. Resilience is considered to determine how adolescents deal with each stressor and difficulties. Factors that contribute to resilience are considered as the key in the development dan well-being. This study is aimed to identify the effects of parent and peer attachment, stress, proactive coping, emotional regulation, school support, spirituality, and economic status on adolescent resilience. Research was conducted using cross sectional design to 269 junior and senior high school respondents in Depok approached with cluster random sampling. The study used the Connor-Davidson Resilience Scale questionnaire to measure resilience. The results showed parent attachment (p=0,000;CI 95%), peer attachment (p=0,000;CI 95%), emotion regulation (p=0,000;CI 95%), spirituality (p=0.018;CI 95%), school support (p=0,000;CI 95%), proactive coping (p=0,000;CI 95%), and stress (p=0,000;CI 95%) affect adolescent resilience. This study recommends that schools can maximize efforts to build resilience by holding regular counseling related to factors that increase resilience."
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia , 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library