Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 32 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Sri Lasmidjah Diponegoro
Jakarta: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 1980
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Waluyo
Abstrak :
Dalam kehidupan kita sehari-hari, air sangatlah penting bagi makhluk hidup tidak hanya bagi tumbuhan dan hewan tetapi juga yang terpenting bagi manusia. Seringkali terjadi, air yang mengalir di suatu sungai suatu ketika meluap dan menggenangi sawah-sawah, pemukiman dan merusak semua yang ada baik bangunan-bangunan struktur ataupun juga tanaman-tanaman petani atau bahkan kadangkala sampai merenggut jiwa manusia. Air yang semula menjadi sahabat manusia bisa menjadi lawan yang sulit dihadapi. Semua itu sebenamya tidak terlepas dari perubahan alam yang diakibatkan oleh segala aktifitas manusia. Air sangatlah berguna untuk berbagai kepentingan hidup manusia, bisa untuk minum, mandi, mencuci, irigasi, sumber listrik dan sebagainya tetapi tidak selamanya air yang kita gunakan sehari-hari tersebut akan memiliki kualitas dan kuantitas yang sama sepanjang waktu bila dari sumber daya manusia yang ada tidak memiliki keinginan untuk memelihara air tersebut. Berbagai aktifitas manusia senantiasa menimbulkan perubahan terhadap alam dan hal yang cukup besar pengaruhnya bagi sumber-sumber ketersediaan air adalah bila apa yang dilakukan manusia merubah dari ekosistem yang rnerupakan DAS (Daerah Aliran Sungai) bagi sungai. DAS tersebut oleh manusia dimanfaatkan untuk beragam kebutuhan antara lain sebagai lahan pemukiman, lahan persawahan dan lahan lain-lainnya. Pemanfaatan lahan di suatu DAS untuk berbagai tata guna lahan tersebut tentunya juga akan mempengaruhi besarnya aliran yang terjadi di sungai dan pengaruh tersebut jelas berbeda untuk masing-masing tata guna lahan. Untuk itu telah ada sebuah alat bantu berupa model umum dari hubungan hujan aliran yang dapat memperkirakan berapa besar aliran yang akan teljadi di suatu sungai bila di dalam DASnya terdapat beberapa pemanfaatan tata guna lahan. Namun model tersebut hanyalah dapat memperkirakan aliran yang terjadi dari suatu kesatuan unit DAS, sedangkan masalah yang nyata di lapangan Iebih kompleks dimana di dalam DAS itu sendiri terbagi menjadi sub-sub DAS dan ruas-ruas sungai. Modal tersebut tidak bisa kita pergunakan untuk memperkirakan berapa besarnya aliran yang juga akan terjadi bila aliran dari suatu bab DAS yang terdiri beberapa tata guna lahan mengalir melalui alur sungai. Oleh karena itu maka model hubungan hujan aliran tersebut haruslah dikembangkan lagi agar dapat dimanfaatkan semaksimal mungkin dalam rangka pemeliharaan maupun pengendalian aliran sungai. Model hubungan hujan aliran yang dikembangkan selanjutnya ini akan dapat memperhitungkan besarnya aliran dari setiap sub DAS yang terdiri dari berbagai pemanfaatan lahan dan juga dapat memperkirakan berapa besarnya aliran yang terjadi bila aliran yang dihasilkan tersebut mengalir melalui alur sungai sehingga kita dapat memanfaatkan model hubungan hujan aliran secara maksimal.
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 1999
S34989
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sofi Ulfiasari
Abstrak :
Fenomena lumpur Sidoarjo yang dikenal sebagai LUSI muncul tahun 2006 di Porong, Sidoarjo. Fenomena LUSI merupakan salah mud volcanoes terbesar didunia yang menyemburkan material panas mengandung salah satu gas rumah kaca metana, aerosol garam dan uap air. Metana yang terlepas ke lapisan atmosfer 72 kali jauh lebih mematikan dibandingkan CO2 selama lebih dari 20 tahun dan dapat menyebabkan percepatan pemanasan global yang sangat sulit dikontrol Semakin tinggi suhu, semakin banyak air yang menguap dan semakin besar potensi turunnya hujan deras. Hujan deras dengan intensitas lebih dari atau sama dengan 50 mm merupakan salah satu indikasi hujan ekstrem. Daerah penelitian meliputi 30 km jarak dari kolam lumpur Sidoarjo, dengan menggunakan perhitungan variabilitas dan kecenderungan Mann Kendall tampak secara spasial hujan ekstrem pada periode 2007-2014 lebih berfluktuatif dibandingkan dengan periode 1980-2006, terutama pada jarak 10-20 km dari kolam lumpur Sidoarjo.
Sidoarjo Mud phenomenon known as LUSI appeared in 2006 in Porong, Sidoarjo. The phenomenon of LUSI mud volcanoes is one of the largest physical blow hot material contains one of the greenhouse gases methane, the salt aerosol and water vapor. The methane atmospheric layers apart 72 times far more deadly than the CO2 for over 20 years and can lead to the acceleration of global warming very difficult controlled the higher the temperature, the more water evaporates and the greater the potential decline in heavy rain. Heavy rain with intensity greater than or equal to 50 mm is one indication of extreme rainfall. The research area covers 30 km distance from mud Sidoarjo, using the calculation of variability and trends of Mann Kendall looks in extreme rainfall spatial in the period 2007-2014 more fluctuate compared to the period 1980-2006, especially at a distance of 10-20 km from mud Sidoarjo.
2016
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Bayu Achmad Abdillah
Abstrak :
Beberapa jenis instrumen curah hujan yang banyak dipakai seperti rain gauge, citra satelit, dan radar cuaca masih memiliki kekurangan terutama pada resolusi spasial. Instrumen curah hujan alternatif yang banyak dikembangkan adalah dengan menggunakan model Deep Learning dengan masukan citra tangkapan kamera pengawas. Beberapa studi telah berhasil membangun model untuk mendapatkan nilai curah hujan dengan berbagai performa. Namun salah satu kendala yang ditemui dalam pembangunan sistem estimasi curah hujan adalah latar belakang rintik hujan pada citra kamera pengawas. Objek latar belakang yang lebih mengisi citra dibandingkan rintik hujan membuat model dengan banyak bentuk latar belakang tidak dapat mencapai performa yang diinginkan. Penelitian ini menganalisa pengaruh bentuk latar belakang citra kamera pengawas terhadap performa dari sistem estimasi curah hujan. Sistem estimasi curah hujan dibuat dengan model berarsitektur RFCNN (Rainfall Convolutional Neural Network). Objek latar belakang citra yang dipilih pada penelitian ini terdiri dari gedung, jalan beraspal, atap, dan kombinasi antara keduanya. Data curah hujan referensi didapat dari perangkat tipping bucket dengan resolusi 0,2 mm/menit. Hasil eksperimen menunjukan bahwa gedung menjadi bentuk objek latar belakang yang menghasilkan performa yang terbaik dengan nilai MAE sebesar 0.0823 dan MSE sebesar 0.0164, dengan catatan citra yang digunakan adalah citra grayscale. Hasil dari pengujian model menunjukan performa dipengaruhi oleh eksistensi benda bergerak pada latar belakang rintik hujan. ......Several types of rainfall measurement instrumens, such as Rain Gauge, satellite imagery, and weather radar, still have limitations, especially in spatial resolution. An alternative rainfall measurement instrumen that has been widely developed is using Deep Learning models with input from surveillance camera images. Some studies have successfully built models to estimate rainfall values with various performances. However, one of the challenges encountered in the development of rainfall estimation systems is the background of surveillance camera images. Objects in the background that occupy a significant portion of the image compared to raindrops make models with certain background shapes unable to achieve the desired performance.This research analyzes the influence of background image shapes from surveillance camera images on the performance of a rainfall estimation system. The estimation system is built using the RFCNN (Rainfall Convolutional Neural Network) architecture. The selected background objects in this study include buildings, paved roads, roofs, and combinations of both. The reference of rainfall data are obtained from a Tipping Bucket device with a resolution of 0.2 mm/minute. The experimental results show that buildings are the background object shape that yields the best performance, with an MAE (Mean Absolute Error) value of 0.0823 and an MSE (Mean Squared Error) value of 0.0164, given that grayscale images are used. The model testing results indicate that performance is influenced by the presence of moving objects in the raindrop background.
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia;Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia;Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia;Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia;Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Irianti Ocktaviani
Abstrak :
Pulau Jawa terletak di 'ujung' perjalanan DTKA dan bentuknya yang unik memanjang dari Barat ke Timur, diperkirakan iklimnya mempunyai ciri sendiri pula, yang berbeda dengan iklim wilayah lain di Indonesia. wilayah Jawa bagian tengah seharusnya merupakan daerah yang 'kering' karena terletak di 'Ujung' perjalanan DKAT dan bentuk daratannya tidak langsung berhadapan dengan hembusan angin Barat yang basah. Tulisan ini memberikan gambaran umum tentang iklim di wilayah Jawa bagian tengah, dengan tekanan pada pola penyebaran hujan dan wilayah iklim menurut metode kiasifikasi iklim Schmidt-Ferguson.
Jakarta: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 1988
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Lusi Endrianingrum
Abstrak :
Dasar Pemikiran; Di Indonesia, pengamatan curah hujan sebagai dasar penggolongan iklim yang teiah dilakukan oleh heberapa pakar, diantaranya Schmidt - Ferguson, seperti pada Propinsi Lampung. Tujuan Penelitian; Ingin mengetahui pola umum curah hujan tahunan dalam pembagian iklim menurut Schmidt - Ferguson di Lampung. Masalah; 1. Bagaimana pola umum curah hujan tahunan di Lampung? Dan faktor apa saja yang mempengaruhinya? 2. Bagaimana pola iklim di Lampung menurut Schmidt - Ferguson? 3. Bagaimana hubungan pola iklim menurut Schmidt - Ferguson dengan tanaman kopi di Lampung ? Hipotea; Bentuk Propinsi Lampung yang menyerupai trapesium dan topografinya dapat diperkirakan wilayah yang mendapat hujan sedikit lebih luas dibandingkan dengan wilayah yang mendapat hujan banyak. Dengan melihat perjalanan DKAT terutama pada bulan Deseinber-Januari, dapat diuraikan sebagai berikut: 1. Yang mendapat hujan banyak ada di lereng sebelah Barat Bukit Barisan ( wilayahnya relatif sempit) 2. Lereng tersebut diperkirakan menghadap arah angin. 3. Semakin ke Timur, wilayah yang mendapat hujan sedikit semakin luas. Metode Penelitian; Dengan menggunakan korelasi peta, sebagai variabel adalah Lereng dan Ketinggian, Arah Angin, DKAT, dan menggunakan rumus Schmidt - Ferguson.
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 1989
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nurhasanah
Abstrak :
Jumlah curah hujan disuatu tempat sering dinyatakan dengan keadaan rata-ratanya dalam sekala waktu yang panjang. Pernyataan dengan rata-rata kenyataannya menyembunyikan variabilitas jumlah hujan dalam sekala waktu yang lebih pendek. Dengan menggunakan pendekatan statistik, yaitu membandingkan besarnya penyimpangan jumlah hujan pada suatu waktu terhadap rata-ratanya dalam sekala waktu yang pan jang. maka nilai variabilitas secara rata-rata dapat diketahui. Pola curah hujan di Propinsi Lampung sedikit berbeda dengan propinsi-propinsi lain di Sumatera. Propinsi Lampung yang mempunyai pantai Barat dan pantai Timur, curah hujan maksimum di pantai Barat tidak selalu jatuh pada bulan November. Jika berpegang pada dalil umum bahwa pantai Barat suatu pulau mempunyai curah hujan yang lebih besar dari pantai Timurnya, maka di Propinsi Lampung menunjukan sedikit heterogenita dalam pola. Adapun tujuan dari tulisan ini adalah untuk mengetahui distribusi curah hujan rata-rata bulanan dalam kaitannya dengan variabilitas curah hujan bulanan di Propinsi Lampung. Masai ah yang diajukan adalah: 1. Bagaimana distribusi curah hujan rata-rata di propinsi Lampung dan faktor apa yang mempengaruhinya? 2. Dimana dan kapan di Propinsi Lampung terjadi variabi litas jumlah hujan tertinggi dan terendah ? 3. Sejauh mana kaitan curah hujan rata-rata dengan variabilitasnya di wilayah penelitian ? Satuan analisis yang digunakan adalah satuan wilayah pengamat hujan yang mencakup 46 stasiun. Analisa yang dilakukan adalah korelasi peta diperkuat dengan uji statistik (korelasi r Pearson) untuk mengetahui hubungan antara curah hujan rata-rata dan variabi1itasnya dengan ketinggian dan hubungan antara curah hujan rata-rata dengan variabilitasnya. Kesimpulan yang diperoleh adalah : Distribusi curah hujan rata-rata tinggi sampai tertinggi terdapat di sekitar pantai Barat pada ketinggian 0 - 100 m dpi terjadi pada bulan September sampai Januari dan di wilayah pedalaman pada ketinggian dibawah 100 meter dpi, terjadi pada bulan Desember sampai Maret. Di bagian Selatan wilayah penelitian curah hujan tinggi terjadi pada bulan Januari. Untuk curah hujan rata-rata bulanan terendah terjadi pada bulan Juli dan Agustus. Faktor yang • mempengaruhi pola distribusi curah hujan i)ulanan adalah faktor arah lereng, arah angin dan letak DKAT. Nilai Variabilitas curah hujan bulanan tinggi terdapat pada region curah hujan rata-rata rendah, yaitu di bagian Sela tan wilayah penelitian dan terjadi pada bulan Juli dan Agustus, selain itu terdapat juga di sekitar pantai Timur yang terjadi pada bulan Maret dan April, sedangkan nilai variabilitas rendah terdapat di wilayah dengan jumlah curah hujan rata-rata tinggi, yaitu di pantai Barat dan wilayah pedalaman yang terjadi pada bulan Oktober sampai Maret. Dalam kaitannya dengan ketinggian , variabilitas curah hujan menghasilkan hubungan positif yang lemah, artinya variabilitas curah hujan di wilayah penelitian tidak' dipengaruhi oleh ketinggian. Hubungan antara curah hujan rata-rata dengan variabi1itasnya umumnya berbanding terbalik, artinya jika curah hujan rata-rata tinggi maka nilai variabi1itasnya akan rendah dan jika curah hujan rata-rata rendah maka variabi1itasnya akan tinggi. Hubungan terbalik antara curah hujan rata-rata dengan variabi1itasnya cenderung lebih nyata pada bulanbulan basah (Oktober - Maret
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 1996
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Selo Sukardi
Abstrak :
Hujan merupakan unsur iklim yang sangat penting. Menurut Sandy (1985) faktorfaktor yang mempengaruhi turunnya hujan di suatu tempat adalah - letak Daerah Konevergensi Antar Tropik (DKAT) - bentuk medan - arah hadapan lereng (eksposure) - arah angin sejajar garis pantai, dan - jarak perjalanan angin diatas medan datar if—J Adanya keragaman faktor-faktor tersebut menyebabkan besarnya curah hujan yang jatuh di muka bumi bervadasi menurut ruang dan waktu. Selain bervariasi menurut ruang dan waktu,curah hujan juga bervadasi dengan nilai rata-ratanya.Perbedaan antara jumlah curah hujan dengan nilai rata-ratanya disebut Variabilita Daerah Aliran Ci Sadane terletak di Propinsi Jawa Barat. Keadaan topografi yang bervadasi tentunya juga mempengaruhi banyak sedikitnya hujan yang jatuh di wilayah ini. Bertitik tolak dari hal tersebut, 'maka penelitian ini bertujuan untuk mengetahui variabilita jumlah curah hujan bulanan di DA Ci Sadane serta kaitannya dengan ketinggian di DAS tersebut. Permasalahan yang diajukan dalam penelitian ini adalah : 1. Bagaimana distribusi curah hujan berdasarkan periode bulanan di DA Ci Sadane ? 2. Bagaimana variabilita curah hujan bulanan dan kaitannya dengan ketinggian wilayah di DA Ci Sadane ? Data yang digunakan adalah data curah hujan tahun 1917-1941 (Publikasi Regenwaamemingen 1917-1941). Metode analisis yang digunakan adalah analisa korelasi peta dibantu dengan grafik, yaitu antara peta-peta : 1. Peta Ketinggian dengan Peta Curah Hujan Rata-rata Bulanan 2. Peta Ketinggian dengan Peta Variabilita Curah Flujan Bulanan 3. Peta Curah Hujan Rata-rata Bulanan dengan Peta Variabilita Curah Hujan Bulanan. Berdasarkan hasil analisis dapat diketahui bahwa : Wilayah curah hujan tinggi terdapat pada wilayah ketinggian diatas 100 meter. Wilayah curah hujan rendah terdapat wilayah ketinggian dibawah 100 meter. Jumlah curah hujan rata-rata bulanan maksimum umumnya jatuh pada bulan Desember dan Januari dan jumlah curah hujan rata-rata bulanan minimum umumnya jatuh pada bulan Juli dan Agustus. Nilai variabilita curah hujan bulanan tinggi umumnya terdapat pada ketinggian di bawah 100 meter, dan sebaliknya. Pada bulan Juli - Agustus, wilayah penelitian didominasi oleh distribusi koefisien variasi sedang atau tinggi, dan sebaliknya pada bulan Desember - Januari, wilayah penelitian didominasi oleh distribusi koefisien variasi rendah atau sedang. Wilayah dengan nilai variabilita curah hujan bulanan rendah umumnya memiliki jumlah curah hujan rata-rata tinggi, dan sebaliknya.
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 1997
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Widya Wirawan
Abstrak :
Fenomena iklim skala global seperti ENSO (El Nino South Oscilation), yang berpusat di Lautan Pasifik bagian tengah dan timur sekitar ekuator (daerah pusat ENSO), dapat mempengaruhi fenomena cuaca lain seperti skala regional dan skala lokal di Indonesia, karena letak Indonesia yang berdekatan dengan daerah pusat ENSO. Selain El Nino yang membawa pengaruh terhadap iktim kering di sebagian besar wilayah Indonesia, maka La Nina cenderung membawa pengaruh tertiadap kenaikan jumlah curah hujan di Indonesia terutama Sumatera, Jawa dan Kalimantan. La Nina yang ditandai dengan turunnya temperatur muka perairan di daerah pusat ENSO hingga 60Celcius dari normalnya, menyebabkan perubahan sirkulasi atmosfer di sekitarnya, untuk wilayah Indonesia akan menyebabkan meningkatnya aktifitas awan hujan. Penelitian mi bermaksud untuk mengetahul kenaikan curah hujan akibat pengaruh La Nina periode April- September di pantai Utara Jawa bagian barat pada tahun 1961 —1990, dimana periode La Nina diidentifikasi dengan menggunakan parameter Indeks Osilasi Se!atan (lOS) clan Suhu muka Laut (SML), yang disesuaikan untuk melihat selisih kenaikan curah hujan pada 6 bulan tersebut. Hash penelitian menunjukkan adanya indikasi perubahan curah hujan buanan pada saat La Nina, dibandingkan kondisi normalnya. Dimana kenaikan tertinggi terjadi di bagian timur wilayah penelitian, selanjutnya ke arah barat menunjukkan pola unrnhJtnang.
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2003
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sri Winarni
Abstrak :
Curah hujan merupakan unsur iklim yang sangat variabel, balk dalam sekala ruang dan waktu. Selain berdasarkan ruang dan waktu, curah hujan juga bervariasi dengan nilai rata-ratanya. Seiisih antara jumiah curah hujan atau frekuensi hari hujan dengan niiai rata-ratanya disebut variabilita. Maksud dari penulisan mi ada].ah untuk mengungkapkan gainbaran variabilita curah hujan dan frekuensi hari hujan dan kaitarinya dengan nilai rata-rata, serta untuk mengetahui perbandingan antara kedua variabilita mi di Daerah Aliran Kali Serayu, Jawa Tengah. Permasalahan dalani penelitian mi adalah: 1. Bagaitnana distribusi juinlah curah hujan dan frekuensi hari hujan berdasarkan periode bulanan dan tahunan ? 2. Bagaimana kaitan antara variabilita curah huj frekuensi hari hujan dengan nhlal rata-rata pada bulanan dan tahunan ? 3. Bagaimana perbandingan antara variabilita curah dengan variabiiita frekuensi hari hujan di Daerah Kali Serayu ? Metode analisis yang digunakan adaiah anaiisa korelasi peta dibantu dengan graf 1k, yaitu korelasi peta-peta curah hujan dan frekuensi hari hujan dengan ketinggian dan variabiiitanya. Pembuatan graf 1k untuk melihat perbandingan antara variabilita curah hujan dengan vaniabilita frekuensi han hujan. Berdasarkan hasil analisa dapat diketahui bahwa Wiiayah curah hujan tertinggi dan frekuensi hari hujan tertinggi terdapat pada ketinggian di atas 100 meter dpi. Wiiayah curah hujan terendah terdapat pada ketinggian kurang dari 1000 meter dpi dan pada ketinggian lebih dari 2000 meter dpi di lereng Gunung Prahu-Gunung Sundoro. Sedangkan wilayah frekuensi hari hujan terendah terdapat pada ketinggian kurang dari 100 meter dpi. Jumiah curah hujan dan frekuensi hari hujan tertinggi umunrnya jatuh pada bulan Desember, sebagian pada bulan Januari. Sedangkan jumlah terendah uinumnya pada bulan Agustus. Kaitan variabilita curah hujan dan frekuensi hari hujan dengan nilai rata-rata umumnya berbanding terbalik. Tetapi ada juga yang berbandthg lurus, seperti di wilayah Titnur DAS untuk curah hujan tahunan. Dan di wilayah Barat Laut DAS untuk frekuensi hari hujan bulan Agustus, dan di wilayah tengah DAS untuk frekuerisi hari hujan tahunan. Variabilita frekuensi hari hujan umuxnnya lebih rendah dibandingkan dengart variabilita curáh hujan.
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 1996
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4   >>