Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 8 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Bratadinata
Abstrak :
Lembaga Pemasyarakatan berfungsi sebagai tempat pelaksanaan pembinaan narapidana. Pembinaan yang dilakukan harus didasarkan pada minat, bakat dan kebutuhan narapidana. Kebutuhan pembinaan bagi narapidana residivis dengan narapidana non residivis tentunya berbeda. Namun, dalam pelaksanaannya, pembinaan secara khusus kepada narapidana residivis di Lembaga pemasyarakatan belum dilaksanakan. Hal tersebut dikarenakan di lembaga pemasyarakatan tidak terdapat blok khusus bagi narapidana residivis dan tidak adanya peraturan yang secara khusus mengatur tentang pembinaan narapidana residivis. Pendekatan penelitian yang dipergunakan adalah pendekatan kualitatif dan menggunakan pedoman wawancara sebagai panduan dalam melakukan wawancara dengan informan. Hasil penelitian dipaparkan secara deskriptif analisis dengan Iokasi penelitian Lapas Klas. I Sukamiskin maupun Lapas Klas. II A Banceuy Bandung. Data yang dipergunakan dalam penelitian adalah data primer dari wawancara dan pengamatan lapangan, dan data sekunder dari studi pustaka dan studi dokumentasi yang berkaitan dengan permasalahan penelitian. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Lapas Klas. I Sukamiskin maupun Lapas Klas. II A Banceuy Bandung belum melakukan klasifikasi tersendiri terhadap narapidana residivis, belum adanya program pembinaan yang terencana yang diperuntukkan bagi, narapidana residivis, kurangnya sarana dan prasarana yang menunjang bagi kegiatan pembinaan narapidana residivis maupun non residivis. Program pembinaan narapidana residivis yang penulis ajukan berupa kegiatan pembinaan kemandirian, khususnya pembinaan keterampilan kerja. Program pembinaan yang diberikan kepada narapidana residivis masuk ke dalam kategori pekerjaan industri yang bersifat produktif dan latihan keterampilan, yaitu : 1. Pekerjaan industri yang murni merupakan pekerjaan produktif yang menghasilkan barang dan atau jasa; 2. Pekerjaan industri yang merupakan bagian dari latihan keterampilan yang lebih rnenekankan pada kegiatan latihan keterampilan sebelurn narapidana bekerja produktif; 3. Latihan keterampilan, yang dimaksudkan untuk memberikan keterampilan keahlian bagi narapidana tanpa diberikan beban untuk menghasilkan barang dan atau jasa; 4. Pekerjaan yang dilakukan berdasarkan hobi dan narapidana yang bersangkutan.
Institution of correctional serve as a place the treatment for prisoner. The requirement based on the talent, interest, and the need of prisoner. Requirement of recidivist an non recidivist is different. Especially, however, it is do not implemented yet. It caused by there is no special block in institution of correctional for recidivist and no regulation used for the treatment. The research method used is qualitative and interview guidance a direction of conference with the informants. The result described in analysis descriptive in both of facilities location. Data used in the research is primary data of interview and field study and the secondary arise from literature and documentation studies related to the problems. The result shows that both of facilities do not implement classification toward the prisoner, there is no design treatment for them, leakages in facility and infrastructure for support of the activity in treatment of recidivist or non-recidivist. The treatment of recidivist program presented by author consist of vocational treatment, especially in work skill. The program given to them includes the productive industrial working and skill practice, as follows: 1. The pure industrial working is a resulting good and service. 2. Industrial working is a part of skill practice which it focused on skill practice before they work productively. 3. Skill practice aimed to gives the skill practice of prisoner without loading production. 4. The job implemented according to the hobby of related prisoner.
Depok: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2007
T 20799
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Didik Budi Waluyo
Abstrak :
Lembaga pemasyarakatan adalah intansi terakhir dari rangkaian sub-sub sistem dari sistem peradilan pidana yang berdasarkan Undang-Undang No. 12 tahun 1995 tentang Pemasyarakatan berfungsi sebagai tempat pelaksanaan pembinaan narapidana dan anak didik pemasyarakatan. Pembinaan yang dilakukan harus didasarkan pada bakat, minat serta kebutuhan narapidana, di mana kebutuhan pembinaan bagi narapidana Residivis dan narapidana non-residivis tentunya berbeda karena narapidana residivis dapat dikatakan telah gagal dalam menerapkan hasil pembinaan pada waktu pertama menjalani pidana di lembaga pemasyarakatan. Namun demikian dalam pelaksanaan pembinaan tersebut lembaga pemasyarakatan harus menghadapi beberapa faktor yang bisa menghambat berhasilnya pembinaan antara lain belum adanya klasifikasi bagi narapidana residivis, penempatan narapidana, program pembinaan yang diperuntukkan masing-masing klasifikasi, dana pembinaan yang terbatas, perbandingan jumlah petugas dengan narapidana yang kurang seimbang, sikap narapidana dalam mengikuti pembinaan, dan kurangnya partisipasi pemerintah dan masyarakat. Penelitian ini selain ditujukan untuk mengetahui apakah dalam pelaksanaan pembinaan bagi narapidana telah diadakan pemisahan penempatan dan program pembinaan antara narapidana residivis dengan non-residivis, dan juga untuk mengetahui faktor-faktor penghambat apabila dilakukan pemisahan tersebut. Metode penelitian yang dilakukan adalah dengan pendekatan kualitatif dan menggunakan pedoman wawancara sebagai panduan dalam melakukan wawancara terhadap informan. Hasil penelitian akan dipaparkan secara diskriptif analisis dengan mengambil lokasi penelitian di Lembaga Pemasyarakatan Kelas IIA Banceuy Bandung. Data yang dipergunakan adalah data primer yang didapat dari hasil wawancara dan pengamatan lapangan, dan data sekunder yang diperoleh dari studi pustaka dan studi dokumen yang berkaitan dengan permasalahan dalam penelitian ini. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Lembaga Pemasyarakatan Kelas IIA Banceuy Bandung belum dilakukan pemisahan pendmpatan maupun program pembinaan antara narapidana residivis dengan non-residivis, pembinaan yang berikan diberlakukan sama bagi seluruh narapidana dan pembinaan yang dilakukan belum didasarkan pada bakat, minat dan kebutuhan narapidana.
An institution of correctional is a last instance the series of the sub systems under the criminal justice system which is based on act no. 12 of 1995 regarding the institution of correctional having the function of a place for implementing the treatment for the prisoners and learner of the correctional education which should be based on the talent, interest, and the need of the prisoners. The need for treatment for the recidivist is different from those for the non recidivist since the treatment is considered a failure for the recidivist during their first imprisonment. This has led to the fact that there are constraints hindering the success of the treatment, among other, there is no classification for the recidivist, placing of prisoners, the treatment program for each classification, attitude of prisoners in participating the treatment, the ratio between the number correctional officers and the prisoners, and poor participation by the government and public. There are two main purpose of this research, firstly, to see the whether in the treatment have classification them into the recidivist and non recidivist, and secondly, to reveal the constraint factors in the process classification. The approach of the research is based on qualitative method by interviewing the informants. The result is present through descriptive analysis, and the research location is at the Banceuy Bandung institution of correctional of level HA. The source is based on the data gathered from primary data; interview and the field observation, and the secondary data; library and documentary research relevant to the subject. The result shows that there is no classification as yet at the Banceuy Bandung institution of correctional of level HA, and no clear the treatment program for recidivist and non recidivist. The treatment seems to conduct in the same program for both categories. Furthermore, the program is not based on the talent, interest or needs of the prisoners.
Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2005
T15229
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Universitas Indonesia, 1983
S21598
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muji Novrita Surahmi
Abstrak :
Balai Rehabilitasi Sosial Anak Memerlukan Perlindungan Khusus (BRSAMPK) Handayani merupakan pilot project kehadiran negara dalam penanganan anak dan perempuan terpapar terorisme. Penelitian ini meneliti tentang implementasi program deradikalisasi dengan studi kelembagaan pada pada Balai Handayani. Penelitian ini menggunakan penelitian kualitatif dan subjek penelitian adalah warga binaan sosial ibu dan anak yang terpapar terorisme di Balai Handayani. Awalnya balai ini merupakan Panti Sosial dan bertransformasi menjadi Balai pada awal tahun 2018. Penelitian ini menemukan adanya celah dari tahapan awal deradikalisasi yaitu dari tahap identifikasi menuju tahapan resosialisasi. Teori Implementasi, Manajemen Organisasi Birokrasi dan Kerjasama digunakan dalam mengidentifikasi celah pada proses deradikalisasi yang berfokus pada kelembagaan BRSAMPK Handayani. Komunikasi, keterbatasan sumber daya baik anggaran dan sumber daya manusia, ketidakjelasan disposisi dan struktur birokrasi yang terfragmentasi menjadi hambatan resosialisasi berjalan secara optimal. Kerjasama yang diamati antara BNPT, Balai Handayani di bawah Kementerian Sosial, Kementerian Dalam Negeri ditemui pola kerjasama yang terjadi hanya setingkat koordinasi dan belum meningkat dalam tahap kolaborasi sehingga menjadi hambatan. Belum optimalnya resosialisasi ini memiliki dampak residivisme bagi mantan warga binaan sosial di BRSAMPK Handayani.  ......The Handayani Social Rehabilitation Center for Children with Special Protection Needs (BRSAMPK Handayani) is a pilot project for the states participation in handling radicalized women and children. This thesis research is about the implementation of deradicalization program by institutional studies on Handayani Social Rehab Center. This Research utilizes qualitative method and the subject of the research are the fostered women and children that has been exposed to terrorism that are under Handayanis care. In the beginning, this social rehab center was a Social Home and transformed into a Rehab Center in the beginning of 2018. This research found that there is a gap between the beginning of deradicalization program which is from the identification phase toward resocialization phase. Implementation Theory, bureaucracy Management and Cooperation Theory are used in order to identify the gap in deradicalization process that focus in the institution of BRSAMPK Handayani. Communication, lack of resoursces, the unclear disposition and fragmented bureaucracy structure become a hurdle for the resocialization to optimally implemented. The Cooperation that happened between BNPT, Handayani/The Ministry of Social, The Ministry of Home Affairs only happens in coordination level and hasnt progressed into collaboration and thus it becomes a hurdle. The inoptimal resocialization has recidivism effect for former fostered person in BRSAMPK Handayani.
Jakarta: Sekolah Kajian Stratejik dan Global Kajian Terorisme, 2020
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Pratt, John
Sydney: The Federation Press, 1997
364.4 PRA g (1)
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
London: Routledge, 2000
364.601 DAN
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Nurul Ukhwanul Pasigai
Abstrak :
ABSTRAK

Lembaga pemasyarakatan adalah instansi terakhir dari proses peradilan dan bukan hanya tempat untuk memidana orang tetapi lembaga pemasyarakatan adalah tempat untuk melaksanakan pembinaan WBP dan Anak Didik Pemasyarakatan. Lembaga Pemasyarakatan sebagai tempat pembinaan dan perbaikan terhadap para WBP diharapkan dapat berfungsi sebagaimana mestinya sehingga dapat menanggulangi volume kejahatan dalam masyarakat. Mengingat banyaknya pelaku tindak pidana dengan berbagai latar belakang serta tingkat kejahatan yang berada dalam satu tempat yang sama, yang menyebabkan proses pembinaan belum berjalan sesuai yang diharapkan. Pidana penjara belum dapat membuat jera para pelaku kejahatan. Hal ini dapat terbukti dengan semakin meningkatnya kejahatan yang terjadi di dalam masyarakat baik para pendatang baru maupun para residivis terutama narkotika wanita. Penelitian ini bersifat yuridis-normatif, dengan metode pendekatan yaitu pendekatan kualitatif dan melakukan teknik pengumpulan data dengan metode purposive sampling, dengan melakukan wawancara terhadap informan. Hasil penelitian dipaparkan secara deskriptif analisis dengan mengambil lokasi penelitian di Lembaga Pemasyarakatan Wanita Klas IIA Tangerang dan Lembaga Pemasyarakatan Narkotika Jakarta. Dalam putusan hakim bahwa pertimbangannya tidak adanya pemberatan hukuman terhadap residivis sesuai ketentuan Residivis dalam Undang-Undang Narkotika, hal ini yang membuat WBP ini tidak mendapatkan efek jera ditambah dengan penjatuhan hukuman yang rendah. Dampaknya jika hal ini saja belum diperhatikan, apalagi terkait proses pembinaan WBP tersebut. Berdasarkan hasil penelitian di Lembaga Pemasyarakatan Wanita Klas IIA Tangerang para WBP narkotika maupun residivis narkotika tidak mendapatkan pembinaan atau rehabilitasi khusus sehingga pembinaannya masih bersifat umum karena hal yang sama dijalankan pula oleh WBP kejahatan lainnya.


ABSTRACT


Correctional institution is the last institution in a judicial process, which institution does not only keep inmates in jail, but it also provides correctional services. Correctional institution is expected to educate inmates in such ways to decrease the number of crimes in the society. The fact that the number of criminals with different background and different motives within one same place show that the correctional services provided by correctional institution have not yet been optimally conducted. The services could not yet made criminals deterrent. Similar problem is also shown by higher number of crime involving female drug convicts including new actors and recidivists. This juridical-normative research was conducted using quantitative approach, which data were collected through interviews with samples that were previously selected using the purposive sampling method. The obtained data were descriptively analyzed. This research took place in Lembaga Pemasyarakatan Wanita Klas IIA Tangerang dan Lembaga Pemasyarakatan Narkotika Jakarta or the Correctional Institution Class IIA for Women in Tangerang, and the Correctional Institution for Narcotic Abuse in Jakarta. Judges verdicts stating that there is no aggravation of punishment for recidivists as stated in Drug Laws and the light punishment create weak deterrent effect among criminals. This condition leads to assumption that further correctional services for inmates are not given appropriately. Based on the results of the preliminary research conducted to the Class IIA Correctional Institution for Women in Tangerang, drug convicts including recidivists were not given appropriate correctional services or special rehabilitation since all correctional services were the general ones that were also given for other inmates who convicted any other types of crime.

2019
T52549
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Shover, Neal
Beverly Hills: Sage, 1985
364.37 SHO a (1)
Buku Teks  Universitas Indonesia Library