Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 501 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Abstrak :
This paper analyzes the global crisi impact on regional economy in Indonesia. Using the multiregion and multi-sector computable general equilibrium model, the result showms the magnitude of the impact depends on each provincial global shock exposure....
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Abstrak :
Penyusunan kajian ini bertujuan untuk membangun model keterkaitan regional dan menganalisis pola dampak dari keterkaitan regional dengan melakukan berbagai simulasi kebijakan seperti peningkatan pertumbuhan ekonomi, Dana Alokasi Umum (DAU) dan Dana Alokasi Khusus (DAK) dengan menggunakan data series tahun 1975 - 2007. Pendekatan yang digunakan adalah model ekonometrik persamaan simultan melalui metode etimasi two stages least squares. Hail estimasi menunjukkan bahwa arus migrasi penduduka relatif lebih ditentukan oleh faktor beaten path dibandingkan dengan faktor upah dan pendapatan daerah . Kerjasama perdagangan antar wilayah selain disebabkan karena karakteristik lokal daerah , juga sangat ditentukan oleh demografi wilayah yaitu secara demografi region tersebut berdekatan maka volume perdagangan mereka akan semakin besar. Simulasi target pertumbuhan ekonomi nasional peningkatan DAU dan DAK memberikan dampak positif untuk seluruh provinsi, , yaitu peningkatan kesempatan kerja dan berkurangnya jumlah penduduk miskin. Meskipun tingkat pertumbuh ekonomimi si sutau wilayah lin masih positif yang menunjukkan adanya indikasi beaten path dan adanya perbedaan tingkat upah yang lebih tinggi.
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Farid Rochmadianto
Abstrak :
[ABSTRAK
Energi migas masih menjadi andalan utama perekonomian Indonesia, baik sebagai penghasil devisa maupun pemasok kebutuhan energi dalam negeri. Dengan penurunan Produksi MIGAS 6% per tahun dan diiringi dengan kenaikan pertumbuhan konsumsi energi rata-rata mencapai 7% dalam 10 tahun terakhir, mengakibatkan Indonesia dalam kondisi Krisis MIGAS dalam 20 Tahun kedepan. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisa ancaman operasional survai dan pemboran dalam rangka peningkatan produksi MIGAS karena adanya faktor otonomi daerah. Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif study kasus dengan menggunakan analisa eksternal PEST dan Force Field Analisis sedangkan Analisis Anticipatory digunakan sebagai analisa Internal. Dari analisa Eksternal dan Internal tersebut dijadikan sebagai penggerak untuk tinjauan masa depan skenario 2035. Perizinan yang merupakan salah satu yang menghambat dalam peningkatan produksi MIGAS nasional, sehingga diperlukan penyederhanaan perizinan dan peningkatan teknologi untuk dapat meningkatkan produksi MIGAS nasional di Tahun 2035.
ABSTRACT
Hydrocarbon energy is the major player of Indonesia economy, in term of foreign exchange earner and also for domestic supply of energy demand. With the reduction of hydrocarbon production as 6% per year and follow with the growth of energy consumption by 7% in last 10 year, Indonesia is facing a hydrocarbon energy crisis for the next 20 years. The aim of this study is to analyze the threat in survey and drilling operation in order to increase the hydrocarbon production due to regional autonomy factor existences. This study is qualitative case study that use external analysis of PEST and Force Field, while the Anticipatory analysis use as internal one. This external and internal analysis treat as a driving force for foresight the 2035 scenario. The licensing is one of the obstacle in increasing the national hydrocarbon production, therefore the simplification in licensing and enhancement in technology are necessary in order to increase the national hydrocarbon production for year 2035, Hydrocarbon energy is the major player of Indonesia economy, in term of foreign exchange earner and also for domestic supply of energy demand. With the reduction of hydrocarbon production as 6% per year and follow with the growth of energy consumption by 7% in last 10 year, Indonesia is facing a hydrocarbon energy crisis for the next 20 years. The aim of this study is to analyze the threat in survey and drilling operation in order to increase the hydrocarbon production due to regional autonomy factor existences. This study is qualitative case study that use external analysis of PEST and Force Field, while the Anticipatory analysis use as internal one. This external and internal analysis treat as a driving force for foresight the 2035 scenario. The licensing is one of the obstacle in increasing the national hydrocarbon production, therefore the simplification in licensing and enhancement in technology are necessary in order to increase the national hydrocarbon production for year 2035]
2015
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Neony Luthfi Taris
Abstrak :
Dengan dibangunnya kereta cepat Jakarta-Bandung, Walini sebagai salah satu stasiun pemberhentiannya memiliki potensi yang besar untuk dikembangkan. Penelitian ini dilakukan untuk membuat desain konseptual dari konsep pengembangangan wilayah Kota Baru Walini sebagai Technology Park dan menghitung biaya investasi yang dibutuhkan. Konsep technology park berfokus pada industry-industri high tech dan kawasan-kawasan riset. Jenis industry yang akan dibangun adalah industry mobile phone, semokonduktor, dan komponen. Sedangkan untuk kawasan riset terdiri dari science park, bio techno park, geo park, art techno park, dan industrial park. Untuk mengetahui besar biaya investasi, dilakukan studi literature atau benchmarking pada industry dan kawasan yang telah ada. Wilayah yang akan dikembangkan seluas 1126 ha. Hasil dari penelitian ini adalah pengembangan kawasan Technology Park terdiri dari berbagai jenis industry, kawasan residensial, kawasan komersial, kawasan universitas, dan kawasan riset dan pengembangan, dan infrastruktur pendukung. Biaya investasi yang dibutuhkan untuk pengembangan wilayah adalah Rp 257,466,389,150,559. ...... With the development of Jakarta Bandung high speed train, Walini as one of the stop station has a great opportunity to be developed. This research intend to develop the conseptual desain of Kota Baru Walini regional development as Technology Park and calculating the initial cost to build the area. Technology park focused on high tech industries and research area. Hight tech industry that will be develop is mobile phone industry, semiconductor industry, dan component manufacture. For the research area, will be developed science park, bio techno park, geo park, art techno park, and industrial park. The method to determine the initial cost is by literature study and benchmarking from the industry or the area that already exist. The area that will be developed has 1126 ha. The result from this research is, the development of Technology Park will consist of high tech industries, residential area, commercial area, university, research and development area, and supportive infrastructure. The initial cost to develop the area is Rp 257,466,389,150,559.
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2017
S68283
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Imran Suni
Abstrak :
Dalam menghadapi era globalisasi, dimana semakin terintegrasinya perekonomian dunia, maka kondisi perekonomian nasional yang saat ini masih dilanda krisis dan belum menunjukkan tanda-tanda perbaikan, sangat diperlukan penataan kembali seluruh aspek kehidupan, aspek sosial politik dan aspek ekonomi. Dari sisi ekonomi antara lain diperlukan perencanaan ekonomi yang komprehensip dan transparan baik di tingkat nasional maupun di tingkat regional (daerah). Di tingkat regional yang juga merupakan bagian integral perekonomian nasional, sudah barang tentu tidak akan lepas dan pengaruh global tersebut. Oleh sebab itu perencanaan daerah harus selalu ditingkatkan kualitas dan akurasinya melalui pendekatan teoritis yang tajam dan obyektif. Dengan demikian seluruh potensi sumber daya ( resources) yang ada di daerah diharapkan dapat dikelola, dimanfaatkan secara efektif, efisien dan optimal. Dalam rangka penajaman makna perencanaan sehingga secara logis dapat diterapkan di daerah, dalam arti kata memenuhi unsur etika, obyektifitas, keseimbangan dan berkelanjutan maka diperlukan peralatan analisis yang tepat. Menurut John Glason (I974) analisis tabel input output mempunyai keunggulan jika dibandingkan dengan metode-metode lain dalam menganalisa dan memprediksi perubahan-perubahan dalam perekonomian regional (daerah). Analisis ini dapat membantu para perencana untuk menentukan sektor-sektor ekonomi yang tepat untuk menjadi prioritas pembangunan dalam upaya mempercepat peningkatan kesejahteraan masyarakat di daerahnya. Adapun yang menjadi tujuan dari penelitian ini adalah ; (i) untuk mengetahui sektor-sektor produksi unggulan, yang dapat dijadikan sebagai prioritas dalam pembangunan daerah Kabupaten Banggai ; (ii) mencoba menganalisis dampak pengeluaran pemerintah daerah terhadap perekonomian Kabupaten Banggai. Dalam penelitian ini metode yang digunakan adalah metode non survey. Data yang diperlukan dalam penelitian ini adalah ; (i) Data PDRB Propinsi Sulawesi Tengah ; (ii) Data PDRB Kabupaten Banggai ; (iii) Tabel Input Output (I-0) Kabupaten Banggai tahun 1995; (iv) APBD Kabupaten Banggai beberapa tahun anggaran. Dalam penentuan sektor unggulan digunakan kriteria-kriteria sebagai berikut : (i) sektor yang mempunyai indeks daya penyebaran dan indeks derajat kepekaan lebih besar dari satu, serta mampu memberikan kontribusi yang besar dalam total output ; (ii) sektor yang mempunyai indeks derajat kepekaan lebih besar dari satu, dan memberikan kontribusi yang besar tehadap total output ; (iii) sektor yang mempunyai indeks daya penyebaran lebih besar dari satu, serta memberikan kontribusi yang besar dalam total output ; (iv) sektor yang mempunyai income multiplier tinggi dan output juga tinggi ; serta (v) sektor dengan kontribusi output cukup besar, dan memiliki potensi yang besar pula serta mempunyai prospek yang baik untuk dikembangkan. Dari hasil analisis 1-0 yang dilakukan dikaitkan dengan kriteria-kriteria tersebut, maka sektor-sektor yang dapat dikategorikan sebagai sektor unggulan dalam perekonomian Kabupaten Banggai adalah ; sektor bangunan, sektor angkutan dan komunikasi, sektor industri kayu bambu dan rotan, sektor bank dan lembaga keuangan lainnya, sektor perdagangan, sektor industri makanan dan minuman, sektor padi, sektor kelapa, sektor kayu dan hasil hutan serta sektor perikanan. Selanjutnya dalam penentuan besaran pengeluaran pemerintah daerah Kabupaten Banggai dilakukan dengan cara menyesuaikan pos pasal mata anggaran dalam APBD dengan sektor-sektor dalam Input Output Kabupaten Banggai tahun 1995. Kemudian dari sasil nalisis dapat diketahui dampak dari pengeluaran Pemerintah Daerah terhadap perekonomian Kabupaten Banggai adalah ; (i) Dalam pembentukan output sebesar 51.976 juta rupiah atau 7,76 persen dari total ouput sebesar 666.399 juta rupiah. (ii) Dalam pembentukan Nilai Tambah Bruto sebesar 40.257 juta rupiah atau 8,59 persen dari total Nilai Tambah Bruto sebesar 468.551 juta rupiah. (iii) Dalam penyerapan tenaga kerja, terbuka peluang kerja sebanyak 5.083 orang.
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 1999
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Katili, Anilda
Abstrak :
Kota Gorontalo sebagai Ibukota Provinsi telah melalui sebuah kajian muitidisplin dengan pertimbangan disamping karena letaknya yang strategis juga karena kota ini memiliki fasilitas elementer yang memungkinkan terselenggaranya kegiatan pemerintahan provinsi secara efektif dan efisien. Dengan penetapan ini tentunya akan berdampak pada aktifitas dan struktur. ekonomi Kota Gorontalo yang tentu saja mernerlukan strategi pembangunan yang lebih sesuai dengan kondisi yang ada. Sehubungan dengan hal di atas, yang menjadi tujuan dalam pembuatan makalah ini adalah menganaiisa kondisi perekonomian Kota Gorontalo dengan mengidentifikasikan sektor-sektor basis dan sektor unggulan yang diharapkan dapat memacu pertumbuhan ekonomi daerah. Penelitian ini menggunakan metode Analisis Regional Ekonomi untuk melihat profil ekonomi daerah seperti analisa struktur ekonomi, analisa pertumbuhan ekonomi, analisa Location Quotient (LQ), analisa Shift share, Analisa Multiplier. Analisa Ekonomi Regional di Kota Gorontalo Selama Periode Tahun 1984 --2000 menunjukkan hasil sebagai berikut : - Struktur Ekonomi didominasi oleh Sektor perdagangan, hotel dan restoran (31,12 %.) sektor Jasa-jasa (26,46 %) serta sektor Pengangkutan dan Komunikasi (18,77 %.) - Pertumbuhan ekonomi rata-rata 6,02 % (Provinsi Sulut 6,42 %). Pertumbuhan ekonomi tertinggi dicapai pada Tahun 1996 sebesar 9,89 % dan berangsur-angsur menurun hingga Tahun 1998 menjadi hanya sebesar 2,71 % (provinsi -2,29 %), Tahun 2000 telah mencapai 5,62 % Pengelompokkan yang didasarkan pada kiasifikasi Tahun 1930-an maka peranan masing-masing kelompok selama periode tersebut adalah sebagai berikut : - Sektor Primer (Pertanian, Pertambang) = 6,25 % - Sektor Sekunder (Industri & Bangunan) = 10,27 % - Sektor tersier (Sisanya) = 83,48 % Nilai multiplier sektor basis Kota Gorontalo berkisar antara 1,1030 - 1,2250 artinya bahwa apabila terjadi peningkatan produksi sektor basis sebesar satu unit akan memberikan dampak peningkatan perekonomian secara keseluruhan sebesar 1,1030 - 1,2250 unit. Hasil penggabungan analisis Kontribusi, Rata-rata pertumbuhan, dan analisa LQ, dan Shift Share diperoleh urutan sektor unggulan di Kota Gorontalo sebagai berikut : 1). Sektor- Pengangkutan dan Komunikasi, 2). Sektor Perdagangan, Hotel dan restoran, 3). Sektor Indutsri pengolahan, 4). Sektor Keuangan, persewaan dan jasa perusahaan, 5). Sektor Jasa-jasa. Secara agregat nilai Proportional share (Sp) dan nilai Differential share (Sd) Kota Gorontalo adalah negatif, hai ini menandakan bahwa secara agregat sektor- sektor yang ada di Kota Gorontalo tumbuh lebih lambat dibandingkan dengan tingkat provinsi. Namun jika dilihat nilai setiap sektor, maka ada sektor yang pertumbuhannya lebih cepat dari tingkat provinsi yakni sektor Industri pengolahan, sektor Listrik, gas dan air minum, sektor Bangunan, Sektor perdagangan, hotel dan restoran serta sektor pengangkutan dan komunikasi yang ditunjukkan oleh nilainya Shift (S) yang positif. Untuk lebih memacu perekonomian Kota Gorontalo seiring dengan perkembangan Kota sebagai Ibukota provinsi maka Pernerintah Daerah sebaiknya memprioritaskan pengembangan sektor-sektor basis yang juga sebagai sektor unggulan, dengan urutan prioritas sebagai berikut sektor Perdagangan, hotel dan restoran, sektor industri pengolahan, sektor jasajasa, sektor pengangkutan dan komunikasi, serta sektor keuangan, persewaan dan jasa perusahaan.
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2003
T12593
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rujito Wahyu Darwono
Abstrak :
ABSTRAK
Desa Sangatta sudah cukup tua usianya, sudah ada sejak pertengahan tahun 1600-an. Sejarah Sangatta diawali sejak Gembara memimpin rakyatnya membuka hutan dan membangun Sangatta. Sangatta semula terletak di muara sungai Sangatta, namun karena sering mendapat serangan bajak laut Bugis, kota Sangatta dipindah ke tempat yang lebih ke arah pedalaman. Akan tetapi di sanapun diserang oleh suku Dayak pemenggal kepala, yang mengakibatkan Sangatta terpaksa berpindah lagi. Demikian berkali-kali Sangatta berpindah lokasi sampai akhirnya berada di lokasi yang sekarang ini, yaitu berjarak sekitar sepuluh kilometer dari pantai.

Berpuluh-puluh tahun kehidupan tradisional Desa Sangatta tidak terusik oleh pengaruh budaya luar sampai kedatangan perusahaan penambangan minyak Belanda, NKPM, yang berusaha mencari minyak di daerah ini pada tahun 1830. Namun operasi pencarian minyak ini tidak berlangsung lama, karena mengalami kegagalan. Kemudian pada tahun 1903 perusahaan minyak Kolonio juga berusaha untuk mencari minyak di daerah ini, namun sebagaimana pendahulunya juga mengalami kegagalan. Pada tahun 1930 perusahaan minyak lain, BPM, datang ke daerah ini dan beroperasi hingga tahun 1955. Pada tahun itu operasi BPM pindah ke lain tempat.

Pada sekitar tahun 1970-an terjadi pengeksploitasian kayu secara besar-besaran di Kalimantan Timur. Beberapa perusahaan kayu sempat beroperasi di sekitar Sangatta, namun sekarang tinggal tersisa satu perusahaan perkayuan saja, yaitu PT Porodisa. Dan pada tahun yang hampir bersamaan Pertamina juga mulai beroperasi di daerah ini. Baru kemudian mulai 1988 PT KALTIM PRIMA COAL, disingkat sebagai PT. KPC, mulai membangun tambang beserta prasarananya di daerah Sangatta dan beroperasi mulai akhir tahun 1991.

Kedatangan berbagai perusahaan perminyakan, perkayuan, dan kemudian batubara, telah menjadikan Sangatta berkembang dari desa tradisional kecil menjadi suatu desa yang bersentuhan dengan budaya modern dan berpenduduk jauh lebih besar. Kegiatan industri modern tersebut memerlukan tenaga kerja, yang tidak dapat sepenuhnya dipenuhi oleh tenaga kerja setempat, sehingga mendatangkan tenaga kerja dari daerah lain. Di samping itu kegiatan industri tersebut juga memerlukan pasokan logistik dari luar. Pertambahan penduduk dan pasokan kebutuhan industri menumbuhkan kegiatan ekonomi, yang semakin lama semakin besar.

Sejak kedatangan KPC di awal tahun 1980-an, jumlah penduduk bertambah secara mencolok dari 5.532 jiwa di tahun 1980 menjadi 19.947 jiwa di tahun 1991, dan sekitar 27.015 jiwa pada tahun 1994. Angka-angka ini belum terhitung penduduk pendatang baru yang tidak tercatat di kantor Kepala Desa. Mata pencaharian penduduk yang semula hanya sebagai nelayan dan peladang, sekarang mereka sudah mengembangkan diri dalam berbagai jenis mata pencaharian, yang antara lain usaha: restoran, warung-warung, toko-toko kebutuhan pokok sehari-hari, penjahit, bengkel, bar-bar, salon-salon kecantikan, tempat bilyar, dan berbagai kegiatan kewiraswastaan lain di samping sebagai karyawan KPC atau kontraktornya.
1995
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Heppi Yana Syateri
Abstrak :
Penelitian ini dimaksudkan untuk mengetahui dan mengukur tingkat kesenjangan antardaerah kabupaten/kota di Provinsi Banten dan mengetahui hubungan faktor-faktor mempengaruhi tingkat kesenjangan di Provinsi Bengkulu serta dampak faktor-faktor tersebut terhadap tingkat kesenjangan. Data yang digunakan adalah data sekunder dengan runtun waktu (Time Series) periode 1983-2003. Untuk perhitungan tingkat kesenjangan digunakan Indeks Williamson. Sedangkan untuk mengetahui hubungan antara faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat kesenjangan dan tingkat kesenjangan di Provinsi Bengkulu digunakan model persamaan regresi berganda dengan bantuan software Eviews 3.00. Model regresi yang digunakan adalah model double log linear dengan variabel bebas yaitu Investasi (digunakan pendekatan dengan nilai PMTDB), jumlah tenaga kerja, jumlah sumbangan dari pemerintah pusat yang diterima oleh daerah dan pengeluaran konsumsi rumah tangga. Dari hasil perhitungan Tingkat Kesenjangan antar daerah didapatkan hasil bahwa tingkat kesenjangan selama periode 1983-2003 berfluktuatif dan semakin menurun. Nilai terendah terjadi pada tahun 1999 sebesar 0,16 dan tertinggi pada tahun 1984 sebesar 0,49. Hasil estimasi didapatkan bahwa variabel PMTDB dan Tenaga Kerja memiliki hubungan yang negatif yang berarti apabila jumlah PMTDB dan Tenaga Kerja meningkat maka akan menurunkan tingkat kesenjangan. sedangkan variabel sumbangan memiliki hubungan yang positif artinya apabila jumlah sumbangan meningkat maka akan meningkatkan tingkat kesenjangan. Dari besarnya koefisien, maka variabel sumbangan lebih elastis dibandingkan dengan tenaga kerja dan PMTDB. Hasil penelitian tersebut memiliki implikasi kebijakan yang diarahkan pada peningkatan pertumbuhan ekonomi antara lain kebijakan peningkatan investasi dan kebijakan tenaga kerja.
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2005
T15328
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Kholid Novianto
Abstrak :
Sejak diundangkannya UU otonomi daerah, terjadi ledakan pemekaran kabupaten. Pada tahun 1998 terdapat 292 kabupaten. Jumlah ini melonjak menjadi 734 kabupaten/kota pada tahun 2004. Sebagian besar pemekaran kabupaten terjadi di luar ]awa. Khusus untuk Provinsi Riau, terdapat empat kabupaten yang memekarkan diri pada tahun 1999. Permasalahan utama studi ini adalah 1) apakah pemekaran mempengaruhi berubahnya sektor basis dan nilai pengganda pendapatan regional. Untuk menjawab permasalahan ini, studi ini mengambil hipotesis: Semakin kecil luas daerah maka sektor basis semakin beragam. Untuk menjawab permasalahan dan menguji hipotesis tersebut, studi ini menggunakan pendekatan economic base model. Dalam pendekatan ini, perekonomian disederhanakan menjadi dua sektor: basis dan non-basis. Hasil studi memperlihatkan bahwa (1) Hipotesis studi ini tidak terbukti pada semua kabupaten. Hipotesis terbukti di Kabupaten Indragiri Hulu, Kampar dan Bengkalis. Indragiri Hulu dan Kampar sebelum pemekaran hanya mempunyai 2 sektor basis sedangkan Bengkalis mempunyai 3 sektor basis. Ketiga kabupaten ini mengalami penarnbahan sektor basis setelah pemekaran, menjadi 4 sektor. Kendati tidak bisa diukur dengan masa sebelumnya, kabupaten pemekaran Kuantan Sengingi, Rokan Hulu, Dumai dan Karimun mempunyai sektor basis sekurang-kurangnya empat sektor. Hal ini mendukung kebenaran hipotesis studi. (2) Sedangkan Kepulauan Riau membantah hipotesis pertama. Setelah pemekaran, sektor basis Kepulauan Riau semakin menurun. Dari enam sektor pada masa sebelum pemekaran menjadi 2 sektor sesudah pemekaran. Kabupaten Pelalawan, Siak, Rokan Hilir, hanya mempunyai dua sektor basis. Sedangkan Natuna hanya mempunyai tiga sektor basis. Terhadap empat kabupaten ini, kendati tidak bisa diukur dengan masa sebelumnya, memperlihatkan rendahnya sektor basis. (3) Penambahan sektor basis ternyata tidak diikuti peningkatan nilai pengganda. Kabupaten induk yang mengalami peningkatan nilai pengganda adalah Indragiri Hulu dan Kepulauan Riau. Sedangkan yang mengalami penurunan nilai pengganda adalah Kampar dan Bengkalis. Adapun kabupaten hasil pemekaran mempunyai nilai pengganda yang beragam. Paling besar adalah Pelalawan (240) dan paling kecil adalah Natuna (1,15).
Depok: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2006
T17138
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Gema Ramadhan Bastari
Abstrak :
Teori-teori dari studi regionalisme telah menjelaskan bagaimana dan mengapa kawasan berintegrasi. Salah satu perkembangan termutakhir dari studi ini adalah bahwa variabel interaksi sosial merupakan variabel kunci yang dapat meningkatkan kerekatan sebuah kawasan (regionness). Akan tetapi, penelitian yang ada masih belum mampu menjelaskan seperti apa dan dalam kondisi apa interaksi sosial yang diperlukan untuk mendukung integrasi kawasan. Dalam rangka menutupi kesenjangan teoritik tersebut, tesis ini membahas kemungkinan untuk mendesain integrasi kawasan dengan menginkorporasi pendekatan dari disiplin psikologi sosial. Secara khusus, penelitian ini menggunakan metode metateori untuk mengidentifikasi intertekstualitas antara teori tentang regionness dan teori pemahaman sosial. Temuan utama yang diperoleh dari upaya ini adalah bahwa konvergensi dan divergensi dalam integrasi kawasan tidak perlu dilihat sebagai oposisi biner, melainkan sebagai dua elemen yang memiliki fungsi esensial dalam menjamin integrasi kawasan. Dengan kata lain, peningkatan signifikan dari tingkat regionness di suatu kawasan hanya dapat dicapai dalam kondisi yang memungkinkan setiap aktor di kawasan untuk menjalani proses konvergensi dan divergensi dalam mengimajinasikan hasil akhir regionalisasi yang hanya dapat terbayangkan melalui proses kolektif tersebut.
Theories of regionalism have explained how and why regions are integrated. One of the most recent developments in this study is that social interaction is a key variable that can increase the regionness of a region. However, existing research has not been able to explain what kind of and under what circumstances social interactions are needed to support regional integration. In order to cover the theoretical gap, this thesis discusses the possibility of designing regional integration by incorporating approaches from social psychology. In particular, this study uses metatheory method to identify intertextuality between theories about regionness and theory of social understanding. The main finding of that approach is that convergence and divergence in regional integration need not be seen as a binary opposition, but rather as two elements that have an essential function in ensuring regional integration. In other words, a significant increase in regionness can only be achieved under a circumstance in which every actor in the region can undergo the process of convergence and divergence in imagining the final results of regionalization which can only be imagined through the collective process.
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2018
T52097
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>