Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 18 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Eka Mutika
Abstrak :
Penyakit Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) di negara berkembang masih merupakan penyebab kematian nomor satu pada bayi dan balita. Di Indonesia proporsi kematian bayi dan balita oleh ISPA terutama pnemonia masih sangat besar yaitu 38,1% dan 38,8%, sekitar 150.000 balita meninggal oleh pnemonia pertahun. Upaya menurunkan kematian karena ISPA dilakukan dengan meningkatkan pelayanan kesehatan dan penatalaksanaan kasus ISPA secara benar dan tepat waktu. Puskesmas sebagai ujung tombak pelayanan kesehatan di Indonesia diharapkan memiliki kemampuan manajemen yang baik, sehingga berbagai masalah kesehatan dalam wilayah kerjanya dapat diatasi secara paripuma mandiri. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui informasi tentang sistem manajemen puskesmas yang berkaitan dengan cakupan Program P2 ISPA di Kabupaten Musi Banyuasin tahun 2000. Penelitian ini menggunakan desain penelitian cross sectional dengan analisis deskriptif kuantitatif dengan unit analisis adalah puskesmas. Sampel adalah total populasi yaitu 40 puskesmas di Kabupaten Musi Banyuasin. Variabel-variabel yang diteliti meliputi variabel independen yaitu input yang terdiri dari tenaga pelaksanan program, buku pedoman, Standard Operating Procedure (SOP), Sarana dan Prasarana serta dana dan process terdiri dari Perencanaan Tingkat Puskesmas (PTP), Mini Lokakarya, Supervisi dan Bimbingan teknik serta Pencatatan dan Pelaporan. Sedangkan variabel dependen adalah cakupan Program P2 ISPA. Dengan uji statistik Chi-Square didapatkan ada hubungan yang bermakna antara variabel Buku Pedoman, SOP, Sarana dan Prasarana, PTP, MinIok, serta Supervisi dan Bimbingan Teknis dengan cakupan Program P2 ISPA. Secara keseluruhan input dan process mempunyai hubungan yang bermakna dengan cakupan Program P2 ISPA. Selanjumya uji regresi logistik menunjukkan bahwa variabel yang memberikan pengaruh yang paling besar terhadap cakupan Program P2 ISPA adalah SOP serta Supervisi dan Bimbingan Teknis. Disarankan agar Petugas pelaksana Program P2 ISPA di Puskesmas bekerja dengan menggunakan Standard Operating Procedure (SOP) dan Dinas Kesehatan Kabupaten Musi Banyuasin harus melaksanakan supervisi Program P2 1SPA secara terjadwal dan adekuat. ......In a number of developing countries, acute respiratory infection (ISPA) is still the first cause of death of infants and toddlers. In Indonesia the death proportion of infants and toddlers caused by ISPA and pneumonia in particular is large, about 38.1% and 38.8% or approximately 150,000 infants die annually due to pneumonia. Efforts to lower the death rate caused by ISPA have been taken by means of improving health treatment and the treatment of ISPA cases properly and in timely manner. Puskesmas (community health center) as spearhead of health service in Indonesia is expected to have good management so that it can solve and overcome various health issues within its work completely and area autonomously. This study was aimed at obtaining information on the management system of puskesmas relating to the scope of P2 ISPA program in Musi Banyasin district in 2000. This study employed a cross sectional research design with quantitative descriptive analysis. Puskesmas was the unit of analysis. The sample consisted of total population of 40 puskesmas in Musi Banyuasin district. The study variables were of two types. The first was independent variable consisting of program executor, guideline book, Standar Operating Procedure (SOP), facilities and infrastructure and processes (puskesmas-level planning, mini workshop, supervision, technical guidance and recording as well as reporting. While the dependent variable consisted of scope of P2 ISPA Program. By employing Chi-Square statistic test, it was revealed that there was a significant correlation between guideline book, Standar Operating Procedure (SOP), facilities, infrastructure, puskesmas-level planning, mini workshop, supervision and technical guidance and scope of P2 ISPA Program. Throughly the input and process have a significant correlation with scope of P2 ISPA Program .In addition the logistic regression test also indicated that the most affecting variables on the scope of P2 ISPA Program were SOP, supervision and technical guidance. A recommendation is made for program executor of P2 ISPA Program in puskesmas work by using Standar Operating Procedure (SOP) and Health Departement in Musi Banyuasin district have to implement the supervision and technical guidance scheduledly and adequatly.
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2001
T4562
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Budi Pramono
Abstrak :
Buruknya udara Jakarta terutama karena transportasi, diikuti industri, pemukiman dan sampah. Adanya bahan pencemar yang selalu di buang ke udara akan mempengaruhi kualitas udara di DKI Jakarta dan unsur pengelolaan lingkungan, maka di butuhkan data secara terus menerus. Gambaran jumlah kasus penyakit di Puskesmas Kecamatan Kembangan Jakarta Barat pada tahun 2001 adalah 7.020 kasus. Tujuan penelitian adalah mengetahui hubungan antara kualitas udara ambien, faktor meteorologi dengan kejadian penyakit ISPA selama 9 bulan mulai bulan September 2001 sampai dengan bulan Mei 2002 di wilayah Puskesmas Kecamatan Kembangan Jakarta Barat. Desain penelitian yang digunakan adalah potong lintang (Cross Sectional). Data kualitas udara ambien dan faktor meteorologi kejadian ISPA harian dikelompokkan dalam 5 harian, selama 9 bulan mulai bulan September 2001 sampai dengan bulan Mei 2002. Hasil penelitian menunjukkan bahwa suhu udara rata-rata 27,63°C, kelembaban relatif rata-rata 81,9%, arah angin rata-rata 185,77°, kecepatan anginn rata-rata 1,35 mis, PMso rata-rata 71,52ug/m3, SO2 rata-rata 26,72 pgfm3 , CO rata-rata 1,62 ug/m3 , 03 rata-rata 41,74 ug/m3 , NO2 rata-rata 42,26 ug/m3 dan jumlah kasus ISPA rata-rata 180,34. Dan uji korelasi di ketahui adanya hubungan antara suhu udara dengan S02, 03 dan NO2, , kelembaban relatif dengan 03, kesehatan angin dengan PM 10 dan CO, arah angin dengan PM14, 502, CO, 03, dan NO2, SO2 dengan ISPA, dan 03 dengan ISPA. Kesimpulan yang dapat ditarik adalah bahwa jumlah kasus ISPA tidak berhubungan dengan suhu udara dan kelembaban relatif, tetapi berhubungan dengan 502 dan 03. Di sarankan agar instansi-instansi yang terkait dengan program pengendalian pencemaran udara hendaknya mengadakan kerjasama dengan Dinas Kesehatan untuk mengadakan lebih banyak penelitian tentang kualitas udara dan dampaknya terhadap kesehatan dengan memanfaatkan data kualitas udara atau data ISPA yang telah ada. ......Ambient Air Quality Analysis and Meteorological Factor on Infection Respiratory Acute Incidence at Kembangan Sub district Health Centre, West Jakarta, September 2001 - Mei 2002.The bad air quality in Jakarta is caused by transportation, industry, residential and garbage. Pollutant that is always throw away to the air will to influence air quality in Jakarta and environmental management, so we need a continuity data. As an illustration, the number of Infection Respiratory Acute case in Kembangan Sub Districts Health Centre, West Jakarta in 2001 are 7.020 case. The purpose of this study is to know the association between ambient air quality, meteorology factor with Infection Respiratory Acute incidence for 9 months, since September 2001 until May 2002 in Kembangan Sub district Health Centre, West Jakarta. The design of tens study is Cross Sectional. Ambient air quality data, meteorological factor and Infection Respiratory Acute incidence will be grouped in 5 days, for 9 months since September 2001 until May 2002. The result of the study shows that the mean temperature is 27,63 °C, relative humidity 81,97 %, wind direction 185,77°, a wind velocity 1,35 m/s, PM10 71,52 ug/m3, SO2 26,72 ug/m3, CO 1,62 mglm3, 03 41,74 µg/m', NO2 42,26 ug/m3 and infection Respiratory Acute case is 180,34. Correlation analysis shows a correlation between temperature and S02, 03 and NO2, relative humidity with 03, wind velocity with PKo and CO, wind direction with PMto, SO2, CO, 03 and NO2, SO2 with Infection Respiratory Infection, and 03 with Infection Respiratory Acute. The conclusion of this study is the number of Infection Respiratory Acute case is not associated to temperature and relative humidity, but is associated with SO2 and 03. Recommendation for the institutions that is related to air pollution control program is to work together with health service to do more research to air quality and the health impact by using air quality data on Infection Respiratory Acute data, that is already collected.
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2002
T 5826
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Deswita
Abstrak :
Obat merupakan salah satu sumber daya yang panting dalam memberikan pelayanan kesehatan dasar di Puskesmas. Dalam praktek pelayanan pengobatan sering dijumpai adalah penggunaan obat yang tidak sesuai dengan pedoman pengobatan dasar di Puskesmas. Dari beberapa penelitian yang telah dilakukan menunjukkan bahwa sebagian besar penderita ISPA non-pnemonia mendapatkan terapi antibiotika yang seharusnya tidak perlu. Penggunaan obat yang tidak rasional akan menimbulkan dampak buruk baik dari segi ekonomi yang berupa pemborosan anggaran daerah, segi kesehatan yaitu berupa meningkatnya resiko efek samping dan resistensi serta dari segi psikososial berupa ketergantungan masyarakat kepada obat tertentu misalnya antibiotika. Penelitian ini bertujuan untuk melihat proporsi penggunaan obat yang tidak sesuai pada ISPA non-pnemonia dan faktor-faktor apa saja yang berhubungan dengan ketidaksesuaian penggunaan obat pada ISPA non-pnemonia di Puskesmas di Kabupaten Tanggamus. Total sampel dalam penelitian ini berjumlah 96 orang petugas BPI petugas penulis resep di sembilan Puskesmas yaitu Puskesmas Wonosobo, Kotaagung, Gisting, Rantau Tijang, Pulau Panggung, Sukoharjo, Adiluwih, Gading Rejo dan Pardasuka. Pemilihan lokasi penelitian didasarkan pada keterwakilan wilayah. Penelitian ini menggunakan desain potong lintang dan dilaksanakan pada bulan Pebruari sampai Maret 2004. Sebagai variabel terikat adalah ketidaksesuaian penggunaan obat pada ISPA non-pnemonia dengan buku pedoman pengobatan dasar dan sebagai variabel bebas adalah variabel individu berupa pendidikan, pelatihan, pengetahuan dan lama masa kerja, variabel psikologis berupa sikap terhadap pengobatan ISPA non-pnemonia dan sikap terhadap buku pedoman pengobatan, dan variabel organisasi berupa ketersediaan buku pedoman pengobatan dasar, ketersediaan obat setiap bulan, monitoring, evaluasi dan supervisi. Hasil penelitian menunjukkan proporsi penggunaan obat yang tidak sesuai dengan buku pedoman pengobatan sebesar 33,3%. Pelayanan pengobatan sebagian besar dilakukan oleh perawat yaitu 85,4%. Dari analisa bivariat diketahui beberapa variabel yang memiliki hubungan bermakna dengan ketidaksesuaian penggunaan obat pada ISPA non-pnemonia yaitu pendidikan (p= 0,030), sikap terhadap pengobatan ISPA nonpnemonia (p=0,000), sikap terhadap buku pedoman pengobatan (p= 0,001) dan monitoring (p=0,011). Pada hasil analisa multivariat didapat faktor yang paling behubungan dengan ketidaksesuaian penggunaan obat pada ISPA non-pnemonia adalah sikap terhadap pengobatan ISPA non-pnemonia dan sikap terhadap buku pedoman pengobatan (p=3,001). Saran dari penelitian ini adalah optimalisasi peran dokter sebagai tenaga medis yang berkompeten dalam melakukan pelayanan pengobatan di Puskesmas. Transfer ilmu dari dokter kepada perawat juga amat diperlukan. Peran Dinas Kesehatan sebagai instansi pembina juga harus lebih ditingkatkan misalnya dengan memberikan pelatihan yang lebih aplikatif untuk Puskesmas. Kepala cabang divas yang sekarang dijabat oleh tenaga yang kurang tepat sebaiknya diganti dengan tenaga yang lebih baik dan lebih berpengalaman. ......Drug represents one of the important resources in providing primary health service in Health Center. The medication service that often met is inappropriate usage of drug with the guidance of basic medication for Health Center. From previous some studies showed that most of Non-pneumonia Respiratory Infection patient got unnecessary antibiotic therapy. Usage of irrational drug will result negative effect either from economic side such as wastefulness of district budget, health side that is the increase of side effects risk and of resistance, and also psychosocial side such as depended society to the certain drug i.e. antibiotic. This study aimed to get the proportion of inappropriate drug usage for non-pneumonia respiratory infection and factors related to it at Health Center in the District of Tanggamus. Total sample in this study was 96 BP officers/prescription writers from nine Health Centers namely Wonosobo Health Center, Kotaagung Health Center, Gisting Health Center, Rantau Tijang Health Center, Pulau Panggung Health Center, Sukoharjo Health Center, Adiluwih Health Center, Gading Rejo Health Center, and Pardasuka Health Center. The choice location of study relied on the representative of region. This study used cross sectional design and conducted during February until March 2004. Dependent variable in the study was inappropriateness of drug usage for non-pneumonia respiratory infection with the guidance book for basic medication, while as independent variable consisted of individual variables (education, training, knowledge, and duration of work span), and psychological variables (attitude to the medication of Non-pneumonia respiratory infection and attitude to the guidance book for medication), and organizational variables (availability of guidance book for basic medication, availability of drugs in each month, monitoring, supervision and evaluation). Dependent variable in the study was inappropriateness of drug usage for non-pneumonia respiratory infection with the guidance book for basic medication, while as independent variable consisted of individual variables (education, training, knowledge, and duration of work span), and psychological variables (attitude to the medication of non-pneumonia respiratory infection and attitude to the guidance book for medication), and organizational variables (availability of guidance book for basic medication, availability of drugs in each month, monitoring, supervision and evaluation). The study showed that proportion of drug usage in which inappropriate with the book guidance for medication equal to 33.3%. The most of medication service was conducted by nurse (85.4%). Bivariate analysis showed variables that had significant relationship with the inappropriateness of drug usage for non-pneumonia respiratory infection were education (p'.03), attitude to the medication of non-pneumonia respiratory infection (p=0.001), attitude to the guidance book for medication (p=0.001), and monitoring as well (p=1.011). Multivariate analysis showed the most dominant factors in the study about the inappropriateness of drug usage for non-pneumonia were attitude to the medication of non-pneumonia respiratory infection and attitude to the guidance book for medication (p=0.001). Recommendation from this study was to increase the role of doctor optimally as competent medical staff in conducting the medication service in health center. Transfer of knowledge from doctor to nurse also very needed. Role of Health Office as an assistance institution also should be improved, for example by giving more applicative training for the Health Center's staffs. The head of branch of Health Office in which now taken hold by unqualified person should be changed by qualified and experienced one.
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2004
T 12796
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Situmorang, Parulian
Abstrak :
Penyakit infeksi saluran pernapasan akut (ISPA) termasuk pneumonia masih merupakan salah satu masalah kesehatan masyarakat yang utama di Indonesia, dimana angka kesakitan (morbidity) dan angka kematian (mortality) penyakit ISPA pada balita cukup tinggi. Oleh karena itu pemberantasan penyakit ISPA merupakan program nasional, untuk mendukung terciptanya sumber daya manusia yang berkualitas di masa mendatang. Meningkatnya kejadian penyakit ISPA dipengaruhi oleh banyak faktor, diantaranya faktor lingkungan. Sebagian besar (80%-90%) waktu balita setiap harinya berada dalam rumah, dimana terdapat pajanan polusi udara dalam rumah yang diantaranya adalah PM10, Strategi yang paling tepat dilakukan dalam program pemberantasan penyakit ISPA adalah peningkatan kualitas udara indoor rumah tinggal. Penelitian ini dilakukan di wilayah kerja Puskesmas Kelurahan Cakung Timur Kota Jakarta Timur, untuk mengetahui kejadian penyakit ISPA pada balita, kondisi lingkungan yang berkaitan dengan kejadian penyakit ISPA, dan hubungan antara partikulat debu PMIO rumah dengan kejadian penyakit ISPA pada balita. Penelitian ini menggunakan disain studi kasus kontrol. Sebanyak lima puluh kasus dipilih dan daftar kasus ISPA terjadi di Puskesmas pada 2 bulan terakhir, sedangkan lima puluh balita yang sehat menjadi kelompok kontrol diambil dan tetangga terdekat kasus. Beberapa variabel yang berhubungan dengan kejadian ISPA adalah kelembaban, suhu, kepadatan hunian ruang tidur, ventilasi, bahan bakar memasak, asap rokok, pencahayaan, status gizi balita, riwayat imunisasi, dan jenis lantai. Data primer dikumpulkan dan pengukuran parameter kualitas udara indoor, lingkungan perumahan, dan karakteristik balita. Sedangkan data sekunder dikumpulkan dari pencatatan dan pelaporan Puskesmas Kelurahan Cakung Timur. Pengumpulan data dilakukan oleh peneliti dengan dibantu oleh staf puskesmas, teknis laboratorium dari BTKL Jakarta, dan staf Kelurahan Cakung Timur, melalui wawancara dengan menggunakan kuesioner dan observasi terhadap lingkungan rumah tinggal. Kejadian ISPA pada balita dipengaruhi oleh beberapa factor yang meliputi faktor lingkungan rumah, kondisi social, dan pelayanan kesehatan. Pada penelitian ini didapatkan adanya hubungan yang bermakna antara PM10 dan kejadian penyakit ISPA pada balita. Risiko untuk menjadi ISPA pada balita yang tinggal dalam rumah dengan konsentrasi PM10 lebih dari 70 μg/m3 adalah 6,1 kali dibanding balita yang tinggal dalam rumah dengan PM10 kurang atau sama dengan 70 μg/m3. Dengan mengontrol factor ventilasi rumah dan status gizi balita maka angka risiko tersebut akan berkurang menjadi 4,25 kali. Beberapa variabel yang berhubungan secara bermakna dengan kejadian penyakit ISPA pada balita dalam penelitian ini adalah PM10, ventilasi, status gizi balita, kelemababan. Sedangkan variabel lain seperti kepadatan hunian ruang tidur, bahan bakar memasak, asap rokok, pencahayaan, riwayat imunisasi, suhu, dan jenis lantai tidak menunjukkan hubungan yang bermakna dengan kejadian ISPA pada balita. Didapatkan bahwa PM10 merupakan predictor utama terhadap kejadian ISPA pada balita. Sebagai factor risiko utama pada ISPA, pajanan PM10 di udara dapat terhirup melalui pernapasan sehingga menyebabkan iritasi pada system saluran pernapasan yang selanjutnya menyebabkan ISPA. Penelitian ini menganjurkan agar setiap rumah dapat memiliki ventilasi yang cukup sehingga dapat menetetralisir sirkulasi PM10 di dalam rumah. Hal yang lain yang juga dianjurkan adalah dengan peningkatan status gizi akan dapat mencegah/menurunkan risiko balita terkena ISPA. ......An Acute Respiratory Infection (ARI) including pneumonia is still becoming one of the public health problems in Indonesia because it causes high morbidity and mortality among children under-five year of age. Therefore, ARI has been included in the national program for prevention and control of ARI which goal is to achieve human resources quality of life, The increase of occurrence of ARI is influenced by many factors including environmental factors. Everyday, most of the time, 80-90% children under-five live in the house, which are exposed with indoor pollution including PM10. The main strategy of the national prevention and control program for ARI is to improve air quality of housing. This study is carried out in the working areas of Community Health Center in the sub-district of East Cakung, East Jakarta Municipality. The purposes of the study were to identify the occurrence of ARI among children under-five, environmental conditions related to ART, and the relationships between PM10 and the occurrence of ART among children under-five. A case-control study design was employed in the study. A total of fifty cases of children under-five were randomly selected from the Community Health Center and fifty control groups were randomly selected from the field of neighboring household of the cases. The cases and control groups were drawn from a similar population in the working areas of East Cakung. Data on ART were based on the recall period of 2 months. In addition, several variables including humidity, temperature, beds, ventilation, cooking woods, cigarette smoking, lighting, nutritional status of children, morbidity, immunization and type of floors were involved to control its relationships. The primary data was collected from several sources including the measurement of indoor air quality, housing environment, and children under-five characteristics. The secondary data was collected from the recording and reporting of the Health Center in East Cakung. Data were collected by the researcher with the help of Health Center staff, laboratory technician of CDC Laboratory in Jakarta, and local staff of East Cakung through interviews using a administered questionnaires and observation its housing environment. The occurrence of ARI among children under-five is influenced by many factors including its housing environment, social conditions, and health services. There is a significant relationship between PM10 and the occurrence of ART among children under-five, The risk of having ART for children under-five living in the housing with PM10 more than 70 ug/m3 was 6.1 times more than those living in the housing with PMI0 70 uglm3 or less. With the control of ventilation and nutritional status, the relationships reduce to 4,25 times. Of the total variables involved in the study, only several variables including particulate matter (PM10), ventilation, nutritional status of children, and relative humidity having significant relationship with the occurrence of the diseases. The other variables including beds, cooking woods, cigarette smoking, lighting, immunization, temperature, and the kind of floor do not indicate significant relationship with ARI. PM10 is considered as the predictor of the occurrence of ARI among children under-five. The main risk factor of ARI is PM10; its exposure in the air will be inhaled through respiratory system, which causes irritation of respiratory system, which leads to the occurrence of ARI. It is suggested that every house should have proper and adequate ventilation so as to prevent and neutralize PMI0 circulating indoors. It is also suggested that improving of nutritional status could prevent children under-five to ART.
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia,
T12930
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Watimena, Calvin S.
Abstrak :
Penyakit ISPA pada balita di Puskesmas Curug Kabupaten Tangerang selama 3 tahun berturut-turut selalu menempati posisi 3 besar penyakit dan berdasarkan laporan Puskesmas Curug tahun 2003 menempati urutan pertama (26,8%) dari 10 besar penyakit yang ada. Hal ini diduga karena kondisi fisik rumah, PM10 dan status gizi yang menyebabkan tingginya penyakit ISPA. Oleh karena itu perlu dilakukan penelitian faktor lingkungan rumah yang mempengaruhi hubungan kadar PM10 dan gizi dengan kejadian ISPA. Desain penelitian menggunakan cross sectional, dirnana data dikumpulkan secara bersamaan dengan jumlah sampel sebanyak 120 rumah tangga yang ada balitanya (14 hari 59 bulan) secara proporsional berdasar jumlah balita yang ada di wilayah Puskesmas Curug Kabupaten Tangerang. Faktor-faktor yang diteliti adalah PM10, status gizi dan faktor lingkungan rumah (jenis lantai, pencahayaan, ventilasi, kepadatan hunian rumah, kepadatan hunian kamar, penggunaan obat nyamuk, asap rokok dan bahan bakar) yang merupakan confounding PM10 dengan kejadian ISPA pada balita. Hasil analisis bivariat dengan derajat kepercayaan 95% menunjukkan 8 variabel yang berhubungan dengan kejadian ISPA pada balita, yaitu PM10 dengan nilai p = 0,000 (26,047; 3,362-201,783), status gizi p = 0,001 (5,980; 2,090-17,110), pencahayaan p = 0,001 (0,841; 0,756-0,9937), ventilasi p = 0,019 (2,565; I,225-5,361), kepadatan huni kamar p = 0004 (4,930; 1,682-14,451), penggunaan obat nyamuk p = 0,000 (7,115; 1,142-16,114), asap rokok p = 0,000 (4,241; 1,172-15347), bahan bakar p = 0,027 (4,680; 1,259-17397). Hasil analisis multivariat menunjukkan bahwa PM10, kepadatan hunian kamar, penggunaan obat nyamuk, asap rokok, dan status gi i mempunyai nilai p C 0,05. Pemodelan lengkap antara variabel utama (PM10) dan confounding (kepadatan hunian kamar, penggunaan obat nyamuk, asap rokok) termasuk interaksi, menunjukkan tidak ada interaksi di antara variabel-variabel tersebut. Penilaian confounding menunjukkan bahwa variabel kepadatan human kamar dan obat nyamuk merupakan confounding terhadap PMI0 dengan kejadian ISPA ppada balita (indexs confounding > 10%). Sehingga dapat disimpulkan bahwa kadar PM10 berhubungan dengan kejadian ISPA pada balita setelah variabel kepadatan hunian kamar dan obat nyamuk dikendalikan. Dari penelitian ini disarankan untuk menghindari pemakaian obat nyamuk bakar dan rumah tidak padat murni sehingga mengurangi kadar PMIO. Risiko kejadian ISPA dapat dikutangi dengan membuka jendela membuka jendela setiap hari, luas ventilasi rumah minimal 10% luas lantai, tidak merokok dalam rumah, membuat lubang asap dapur, dan pemantauan tumbuh kembang anak dengan melakukan penimbangan secara rutin setiap bulan. ......House Environmental Factors that Influence the Corellation between the Level of PM10 with the Incedence of Acute Respiratory Infections in Toddlers in Curug Public Health Center Area, Tangerang District, in 2004The incidence of Acute Respiratory Infections (ART) ini toddlers in Curug public health centre, Tangerang District, in 3 consecutive years HAS always BEEN Ranked in the TOP three of all cases of diseases. The report from Curug public Health Centre in 2004 shows that ARI was ranked first (26,8%) out of to diseases in that particular public health centre. It is suspected that physical condition or the house, the level of PM10, and nutritional status are the factors causing the high incidence or ART. Design of study is cross sectional, where data were colleted simultaneously. The number of samples is 120 house holds that have toddlers (14 day-59 months old). The number of toddlers was proportional to the number of toddlers living in the area surrounding Curug public health centre. Factors being studied werf PM10, nutritional status, in house environmental factors (type of floor, the amount of light ini the house, ventilation, density of house occupants, density of occupants in a room, the use of mosquito repellent, cigarette smoke, and fuel), which are the confounding factors of PMIO with the incidence of ari in toddlers. The result of bivariate analysis with degree of confidence of 95% show that there are & variables that correlate with incidence or ari in toddlers, namely PMI0 with pvalue = 0,000 (26.047,3,362-201.78). Nutritional status p value = 0,001 (5,980 ; 2,090-17,110), Ventilation p value = 0,019 (2,565 ; 1,225 - 5,36!). Density of occupants in a form p value = 0,004 (4,920 ; 1,682 - 14,451), the use of mosquito repellent p value - 0,000 (7,115 ; 1,142 - 16,114), Cigarette smoke p value = 0,000 (4,241 ; 1,172 - 15,347) fuel p value = 0,027 (4,680 ; 1,259-17.397). The results of multivariate analysis show that PM10, density of occupant in a room, and the use of mosquito repellent, cigarette smoke, and nutritional status have p value <0,05, complete mode lung between the main variable (PM10) and confounding factors (density of occupants in a room, /the use of mosquito repellent, and cigarette smoke), as well as the interaction, shows that there is no interactions between those variables. Confounding show that the variables such as density of occupants in the a room and the use of cigarette smoke are the confounding factors to PM10 with the incidence of ari in toddlers (confounding index >10%). This it can be concluded that the level of PM10 correlates with the incedence of ari in toddlers , when the two confounding factors are under control. It can be recommended from this study that the use of mosquito repellent should be avoided and the density of occupants in the house is reduced, as to decrease the level of PM1Q. The risks of ari can be minimized by opening windows daily, making a hole for smoke to escape from the kitchen, ensuring that the ventilation in the house is at least 10% of total house area, not smoking inside the house, and routinely maintain the toddlers health each month for example is routine body weighing).
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2004
T12820
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Aprilia Kusetiarini
Abstrak :
Penyakit infeksi saluran pernafasan akut (ISPA) saat ini masih merupakan masalah kesehatan utama. Episode penyakit batuk pilek pada balita di Indonesia diperkirakan sebesar 3 sampai 6 kali per tahun (rata-rata 4 kali per tahun). Di Kabupaten Madiun penyakit ISPA menjadi urutan pertama penyakit dalam 10 penyakit terbesar di banyak puskesmas. Meskipun jumlah total kasus ISPA di kabupaten Madiun mengalami penurunan, tapi di Puskesmas Simo mengalami peningkatan. Skripsi ini bertujuan untuk mengetahui faktor karakteristik balita, perilaku menutup mulut saat batuk/bersin dan lingkungan fisik rumah dengan kejadian ISPA non pneumonia pada balita di wilayah kerja Puskesmas Simo Kabupaten Madiun Tahun 2012. Jenis penelitian ini adalah penelitian kuantitatif desain potong lintang. Jumlah sampel 106 orang diambil secara sampel proposional. Uji statistik yang digunakan adalah kai kuadrat. Berdasarkan hasil penelitian ini, faktor yang berhubungan dengan kejadian ISPA non Pneumonia pada balita adalah kelembaban, ventilasi, kepadatan hunian, merokok dalam rumah, bahan bakar minyak tanah/kayu dan penggunaan obat nyamuk bakar. ......Acute respiratory infections (ARI) Disease is still a major health problem. Cough and cold episodes of illness in infants in Indonesia is estimated at 3 to 6 times per year (average of 4 times per year). Respiratory illness in Madiun Regency became the first disease in the 10 largest disease in many centers. Although the total number of ARI cases in Madiun Regency has decreased, but at the Simo health center has increased. This study aims to determine the characteristics of children under five factors, the physical environment of the home, the source of pollution in the home and closing mouth behavior when coughing / sneezing with the incidence of non pneumonia ARI in infants in Simo Health Center, Madiun Regency 2012. This type of research is quantitative with cross-sectional research design. The number of samples taken 106 people in a proportional sample. Statistical test used was the chi square. Based on these results, factors related to the incidence of non pneumonia ARI in infants is the humidity, ventilation, occupancy density, smoking in the house, gasoline, kerosene / wood and the use of mosquito coils.
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2012
S-Pdf
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Gobel, Satria
Abstrak :
Menurut WHO (1997), Infeksi saluran pernapasan akut (ISPA) merupakan masalah kesehatan utama di negara berkembang. Kematian akibat ISPA, terutama pneumonia sebesar 13,5% (1,5 juta) dari angka kematian total (11,1 juta). Di Indonesia ISPA merupakan penyebab utama kematian balita. Berdasarkan angka ekstrapolasi dari hasil survey kesehatan rumah tangga (SKRT) tahun 1995, angka kematian balita pada akhir pelita V diperkirakan 6 per 1000 balita atau berkisar 150.000 balita pertahun (Depkes RI, 1995). Angka kematian balita pada tahun 1995 adalah 75 per 1000 kelahiran hidup dan 59 per 1000 kelahiran pada tahun 1997 (Profit Kesehatan Indonesia, 2000). Berdasarkan pemantauan disejumlah Puskesmas di Kabupaten Bogor diperoleh data bahwa pola penyakit terbanyak diamati menurut kelompok umur 1-4 tahun pada tahun 2000 yang tertinggi adalah ISPA (9,67%). Data yang diperoleh dari Puskesmas Kecamatan parung dari bulan Januari - Februari 2002 diperoleh data bahwa ISPA merupakan urutan pertama dari 10 penyakit terbesar yaitu 243 balita dengan rincian 10,70% balita ISPA yang tergolong pneumonia dan 89,30% balita ISPA non pneumonia. Sedang data hasil survey mahasiswa keperawatan komunitas pada bulan Februari 2002 pada 12 RT yang menjadi sampel, diperoleh data dari 370 balita ditemukan 173 balita(46,75%) mengalami ISPA dan dari pola penyakit terbanyak sesuai survey tersebut, ISPA menduduki urutan pertama untuk semua golongan umur termasuk balita. Keterlibatan keluarga dalam memberikan perawatan balita dengan ISPA sangat besar sehingga peran perawat komunitas sangat dibutuhkan untuk membina keluarga balita dengan ISPA. Perawat komunitas dalam memberikan asuhan keperawatan pada keluarga dapat berperan sebagai pendidik, koordinator, pelaksana, pengawas kesehatan, konsultan, kolaborasi, fasilitator, penemu kasus dan modilikasi lingkungan (Friedman, 1998). Untuk melaksanakan semua peran tersebut dibutuhkan perawat yang mempunyai kemampuan yang bridal dalam memberikan asuhan keperawatan pada keluarga balita dengan ISPA. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi faktor-faktor apa saja yang berhubungan dengan perilaku keluarga dalam merawat balita dengan ISPA di Desa Waru Jaya Kecamatan Parung Bogor Jawa Barat. Desain penelitian menggunakan metode survei analitik dengan pendekatan cross sectional dengan populasi seluruh keluarga balita di desa Waru Jaya Kecamatan Parung Bogor yang sedang menderita ISPA pada waktu penelitian atau pernah menderita 1SPA 3 bulan terakhir. Sampel penelitian yang diambil adalah keluarga yang memiliki balita yang pernah menderita ISPA 3 bulan terakhir saat penelitian atau pada saat penelitian dilakukan terjaring sedang mengalami ISPA. Berdasarkan hasil wawancara dengan keluarga balita usia 1-5 tahun pada saat pelaksanaan PIN pada 9 pos penimbangan, terjaring sebanyak 201 keluarga balita. Pengumpulan data dengan cara kunjungan rumah dan melakukan wawancara dengan keluarga balita yang terjaring menderita ISPA dengan menggunakan pedoman wawancara yang telah disediakan yang dilakukan pada bulan September sampai dengan Oktober 2002. Data diolah dan dianalisis dengan menggunakan uji kai kuadrat dan regresi logistik sederhana. Hasil penelitian pada analisis univariat menggambarkan bahwa dari karakteristik sosioekonomi yaitu pendidikan sebagian besar berpendidikan tamat SD (62,2%), tidak bekerja (75,6%), penghasilan keluarga lebih dari seratus ribu (60,7%), pengetahuan keluarga tentang pencegahan masih sangat kurang (71.64%), sikap keluarga dalam merawat balita ISPA positif (50,7%) dan perilaku keluarga dalam merawat balita dengan ISPA (52,74%) tergolong baik. Berdasarkan uji kai kuadrat didapatkan ada hubungan bermakna antara penghasilan, pengetahuan dan sikap terhadap perilaku dalam merawat balita dengan ISPA. Hasil analisis multivariat dengan regresi logistik didapatkan adanya hubungan yang bermakna secara signifikan antara pengetahuan dan sikap terhadap perilaku keluarga dalam merawat balita dengan ISPA. Berdasarkan hasil penelitian direkomendasikan kepada Dinas Kesehatan Kabupaten Bogor untuk meningkatkan sumber daya perawat yang memberikan asuhan keperawatan komunitas melalui pelatihan atau pendidikan tinggi keperawatan baik D. III keperawatan atau S1 keperawatan. Bagi Puskesmas agar menyusun program secara terpadu, meningkatkan kunjungan rumah yang terencana, memberikan asuhan keperawatan kepada keluarga dan komunitas dengan menggunakan pendekatan proses keperawatan, serta meningkatkan kemampuan perawat dalam membuat media sederhana yang mudah dipahami dengan mempertimbangkan tingkat pendidikan keluarga.
Analysis Factors which Related to Family Behavior in Caring Children with Acute Respiratory Infection (ARI) within Community nursing services context in Waru Jaya Village, Kecamatan Parung Kabupaten Bogor West Java, Year 2002"Regarding WHO (I997), Acur Respiratory Infection (ARI) is a mayor health problem in developing countries. Death caused by ARI, especially pneumonia is 13,5% (1,5 million) from total mortality rate (11,1 million). ARI in Indonesia also become the primary cause of children mortality. Based on house hold survey data in 1995, children mortality at the 5 th five years development was about 6 in 1000 children under five or about 150.000 children under five in a years (Depkesehatan RI, 1995). Children mortality rate in 1995 was 75 per 1000 birth and 59 per 1000 birth in 1997 (Indonesia Health Profile, 2000). Based on monitoring some Community Health Center in Bogor, it was found that ARI (9,67%) was the mayor disease in the age of 1-4 years at 2000. Regarding data from Parung Community Health Center, ARI is the firs level of the 10 biggest disease. From 243 children under five years, which consists of I0,70% children with pneumonia and 89,30 % children with non pneumonia. From the community nursing student specialis survey result in February 2002 at 12 house hold, it was found 370 children under five years and 173 from 370 (46,75%) have ARI. ART also become the first level disease from whole age groups in the life span. Family involvement in caring children with ARI is significant therefore community nurses are really needed to help the family of children with ARI. The community nurses can demonstrate role as educator, coordinator, carer, health supervisor, consultan, collaborator, facilitator, case finder, and enviroment modifier (Friedman, 1998). In implenting those roles, the compotent nurses are needed in giving care for the family of children with ARI. This study purpose to identify factors which related to family behavior incaring children under five years with ARI in Waru Jaya village, Kecamatan Parung Bogor West Java. Design of this study used analytic survey method using cross sectional approach with total population sampling. The sample are all family who have children with ARI at the time of study or ever have ART in the last 3 months. Based on the interview result at National Immunization week at 9 centre, there were 201 family who included in the samples criteria. Data was collected by home visiting and interviewing during September to October 2002, Data was analyzed by chi square and logistic regression. The study result on univariat analysis demonstrate that socioeconomic characteristic: mostly finished primary school (67,7%), un employed (75,6%), family income less than Rp.100.000 (60,7%), family knowledge about ARI prevention is limited (71,64%), positive family in caring shildren with ARI (50,7%) and family behavior in caring balita with MU (52,74%) is good. There was also find a significant relationship between in come, knowledge and attitude toward family behavior in caring children with ARI. This study results are recommended to Kabupaten Health Council Bogor to increase nurses resource who will give nursing care through training or high nursing education at D.III program or bachelor degree. For Health Center, it is advised to create integrated program which increase planned home visit anggiving nursing care to the family and the community using nursing process approach, and increase nurses ability in developing simple tools for health education.
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2003
T 2112
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
H. Ikhsan
Abstrak :
Di negara-negara berkembang, termasuk Indonesia, angka kematian dan kesakitan karena ISPA cukup tinggi. Sementara itu penggunaan pelayanan kesehatan oleh ibu-ibu yang balitanya menderita ISPA masih sangat kurang, padahal mereka ini perlu dibawa ke pelayanan kesehatan. Di sisi lain masih banyak ibu yang balitanya menderita ISPA memberikan obat warung dan membawa ke dukun untuk menanggulangi penyakit tersebut. Tujuan penelitian ini adalah untuk memperoleh informasi atau mempelajari tentang penggunaan pelayanan kesehatan pada ibu balita penderita ISPA. Di samping itu juga ingin diketahui hubungan pendidikan ibu, pekerjaan ibu, pengetahuan ibu, sikap ibu, anjuran , biaya berobat, jarak pelayanan, sikap petugas dengan penggunaan pelayanan kesehatan. Populasi adalah ibu balita penderita ISPA di Kotamadya Sabang, jumlah sampel adalah 210 ibu balita ISPA. Analisis statistik yang dilakukan adalah uji chi square. Disain yang digunakan untuk penelitian ini adalah cross sectional dan kualitatif dengan Fokus Grup Diskusi (FGD). Untuk keperluan analisis, responden dibagi atas kelompok ibu yang menggunakan pelayanan kesehatan dan yang tidak menggunakan pelayanan kesehatan. Dari hasil penelitian menunjukkan bahwa pada variabel babas yaitu pendidikan ibu, pengetahuan ibu, sikap ibu, biaya berobat dan jarak pelayanan mempunyai hubungan dengan penggunaan pelayanan kesehatan. Sedangkan pekerjaan ibu, anjuran dan sikap petugas tidak ada hubungan dengan penggunaan pelayanan kesehatan. Untuk meningkatkan penggunaan pelayanan kesehatan ini perlu dilakukan penyuluhan terhadap ibu-ibu balita dan keluarga, keterampilan kader dan dukun dalam mendeteksi dini penyakit ISPA serta pendayagunaan bidan didesa dan melengkapi mereka dengan sarana yang cukup, termasuk paket obat yang memadai. Selain itu perlu peningkatan pelaksanaan program ISPA ke masyarakat.
The Factors Are Related With The Using Of Health Service On The Children Under Five Who Suffered From Acute Respiratory Infection In The Town Of Sabang, 1999. The mortality and morbidity rates caused by the Acute Respiratory Infection (ARI) in developing countries, including Indonesia is high enough. The children under five who suffered from ARI needed the medical treatment but their mothers seldom took them to the health service.The mothers gave them the non-prescribed medicines from the shop as well as took them to the traditional inhalers, instead of, to the diseases. The objectives of the research are to get information on the utilization of health service by the ARI suffered children under five's mothers. In addition, the research would also like to the relation of mother's education, job, knowledge, attitude, medical cost, distance from the service location, health offices attitude to the utilization of health service. Population of the research where the mothers who had children under five with ARI in the Town of Sabang. Two hundred and ten of them became sample for the research chi square test used for the statistical analysis. The cross sectional design was used for this quantitative research as well as qualitative by using Focus Group Discussion. For the analysis purpose the respondents divided into the mothers used health service for the case and the non-used health service as the control. The result of the research indicated that the independent variables mother's education, knowledge, attitude, medical cost and distance from the location have relation with the using of health service. While job, curative suggestion and head officer attitude haven't relation with the using of health service. The activities such as training, education for the mothers and families with children under five should be conducted as well as skill training for health cadres and traditional birth attendance in early detection of ARI. In addition the village midwives must be equipped with adequate facilities including medical packet to gear up their activities in the village and improve the implementation of Alta program in the community.
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2000
T3057
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Evi Martha
Abstrak :
Dinegara-negara berkembang termasuk Indonesia, angka kematian dan kesakitan karena ISPA cukup tinggi. Sementara itu penggunaan pelayanan kesehatan oleh ibu-ibu yang balitanya terkena ISPA khususnya pnemoni masih sangat kurang, padahal mereka ini perlu segera dibawa ke pelayanan kesehatan, karena pnemoni bisa dengan cepat mendatangkan kematian. Disisi lain masih banyak ibu-ibu yang balitanya terkena pnemoni dan bukan pnemoni memberikan obat warung untuk menanggulangi peayakit tersebut. Dilakukannya penelitian Hubungan Karakteristik Sosial Ekonomi, Pengetahuan, Sikap dan Kepercayaan Ibu dengan Perilaku Penggunaan Pelayanan Kesehatan Bagi Balita Sakit ISPA, adalah untuk mempelajari hubungan antara Karakteristik sosial ekonomi, Pengetahuan, Sikap dan Kepercayaan Ibu dengan Perilaku Penggunaan Pelayanan Kesehatan Bagi Balita Sakit ISPA. Analisis statistik yang dilakukan adalah uji perbedaan proporsi (X2) dan uji regresi logistik. Desain yang digunakan untuk penelitian ini adalah cross sectional. Untuk keperluan analisa, responden dibagi atas kelompok yang balitanya terkena pnemoni dan bukan pnemoni, karena dalam tindakan penatalaksanaan antara kedua kelompok ini berbeda. Dari hasil penelitian menunjukkan bahwa pada kelompok responden yang balitanya terkena pnemoni; pendidikan, pekerjaan, sikap terhadap pengobatan dukun, sikap terhadap pengobatan melalui ibu, dan sikap tidak perlu membawa anak yang batuk pilek ke pelayanan kesehatan, mempunyai hubungan dengan penggunaan pelayanan kesehatan, sedangkan pada kelompok responden yang balitanya bukan pnemoni; sikap terhadap pengobatan dukun, sikap tidak perlu membawa anak yang batuk pilek ke pelayanan kesehatan serta kepercayaan terhadap umur bayi sakit yang boleh diberi obat, yang mempunyai hubungan dengan penggunaan pelayanan kesehatan. Namun dari semua variabel bebas, yang menunjukkan hubungan yang sangat erat adalah variabel pekerjaan pada kelompok responden yang balitanya terkena pnemoni, sedangkan pada kelompok responden yang bukan pnemoni tidak terlihat hubungan yang erat satupun. Untuk meningkatkan penggunaan pelayanan kesehatan ini, perlu dilakukan intervensi berupa penyuluhan terhadap responder dan keluarga, selain itu perlu peningkatan penatalaksanaan program ISPA kemasyarakat.
In developing countries, including Indonesia, morbidity and mortality rates for acute respiratory infection is high. At the same time, the utility rates of mothers whose children suffer from pneumonia is still very low. Even though those children should be taken to a health facility as soon as possible since pneumonia can lead to sudden death. On the other side, many mothers whose child suffers from pneumonia or another acute respiratory infection often treat their children with drugs bought in a local shop. This research studies the relation between characteristic social economic, knowledge, attitudes and beliefs of mothers and the use of health services for children under five years of age Buffering from acute respiratory infection. The statically analysis used is proportional difference test (X2) and logistic regression test. The design used in this research is cross-sectional. During analysis, the respondents are divided in groups according to the acute respiratory infections of their children (pneumonia or non-pneumonia), because the behavior between these groups differ. The research shows that the group whose child suffer from pneumonia, education, occupation and attitude towards traditional treatment, attitude towards self-treatment and the attitude not to bring a child with a cough a health facility, relate to the use of health facilities. In the group mothers whose child suffers a non-pneumonia infection, the attitude towards traditional treatment, attitude not to bring a child with a cough to a health facility and the beliefs regarding a certain age on which a child can be given drugs, also relate to the use of health services. From all the independent variables, the highest relationship shown between the use of health facility is the variable occupation of the group whose child suffers from pneumonia, while the group whose child suffers from a non pneumonia infection, non of the variable show a strong relation. To increase the utility rates of the health facilities, and education intervention towards the respondents and their families is needed. Besides that, improvement of the respiratory infections program in order to reach the community.
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 1996
T4461
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Aris Wijayanto
Abstrak :
PW10 adalah salah satu indikator pencemaran udara yang lazim digunakan saat ini. Pencemaran udara oleh PK° di luar ruangan terjadi akibat kegiatan industri, polusi kendaraan bermotor, pembukaan hutan dengan cara dibakar, letusan gunung berapi dan instalasi pembangkit tenaga listrik. Pabrik batako sebagai salah satu industri kecil, berpotensi menyumbang PM10 di lingkungan kerja, yang jika tidak diwaspadai dapat merugikan kesehatan pekerja, diantaranya gejala infeksi saluran penafasan akut (ISPA). Desain study cross sectional digunakan dalam penelitian ini dengan tujuan untuk mengetahui hubungan pajanan PM10 pabrik batako dengan gejala ISPA pada pekerja pabrik batako di Kabupaten Banyuasin. Sebanyak 165 pekerja dari 30 pabrik batako menjadi responden dalam penelitian ini. Pengukuran konsentrasi PM1o pabrik dan parameter lain, seperti kelembaban udara, kepadatan rumah, luas ventilasi, karakteristik responden, seperti umur, status gizi dan kebiasaan merokok serta gejala ISPA diukur dalam penelitian ini. Hasil penelitian menunjukkan adanya hubungan yang bemakna antara PK10 dan gejala ISPA pekerja pabrik batako (p=000, OR=7,60). Juga ada hubungan bermakna antara kebiasaan merokok dengan gejala ISPA (p=0,002, 0R=4,42) dan kelembaban rumah dengan gejala ISPA (p=0,009, OR.=3,18). Pemerintah dan pihak terkait perlu melakukan pernantauan terhadap kualitas udara pabrik batako dan melakukan penyuluhan untuk mencegah atau meminimalkan darnpak kesehatan yang mungkin terjadi akibat pencemaran udara pada pabrik batako. ......PM10 is air pollution indicator which often used for ambient particulate. Air pollution caused by PM10 in out of room is able to be caused by industry activities, vehicle pollution, forest for burning, mountains eruption and generator instalation. A brick factory has a great chance to contribute PIN/110 on its environment. It would have a bad health impact, among other thing is symptom of ARI (Accute Respiratory Infection). Cross sectional study used in this research aims to know about relationship between PK° exposure of brick factory with ART symptom on its worker in Banyuasin Regency. 165 workers from 30 brick factory became respondent in this research. Besides, PMID concentration measuring of brick factory and others parameter was tested, such as air humidity, house density, large of ventilation, including respondent characteristic ( ages, nutrient status, smoking habit). The result of this research indicates that Pivlio has strong relationship with ART symptom of brick factory workers (p=000, OR=7,60), then smoking habit variable (p=0,002, OR=4,42) and house humidity (p-- 1,009, OR=3,18). Brick factory workers with standard PMio concentration has a great chance to have ART symptom 7,6 times higher than a factory with low PK') concentration. Smoking habit of the workers will have chance 4,5 times higher to have ARI symptom than un-smoking workers. And for the workers who live in un-fulfill humidity area have a big chance to have ARI symptom 3 times higher than they who live in standard humidity house. In this research, hope the government and related instances are monitoring to the air quality of brick factory and giving much information to avoid and minimize bad health impact which might be caused by air pollution in brick factory.
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2008
T34333
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
<<   1 2   >>