Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 10 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Firdaussy Yustiningsih
Abstrak :
Tesis ini dilatarbelakangi oleh fenomena disparitas harga beras Indonesia yang semakin melebar antara level petani dengan level konsumen, sejak tahun 1998. Padahal, sebagai komoditas yang strategis, kebijakan perberasan seharusnya mampu menjamin harga beras yang tinggi di level petani namun tetap terjangkau di level konsumen. Tujuan penelitian ini adalah (1) untuk melakukan analisis pergerakan harga gabah kering panen (GKP) di level petani dengan harga beras di level konsumen, dengan menggunakan pendekatan teori Asymmetric Price Transmission, dan (2) menjelaskan faktor-faktor yang berpengaruh terhadap tingkat integrasi pasar dan transmisi harga beras petani – konsumen, yang dikaitkan dengan kondisi struktur dan perilaku pedagang perantara beras di Indonesia. Model yang digunakan dalam analisa adalah model error correction (ECM), yang diestimasi dari pergerakan data harga GKP di level petani dengan harga beras di level konsumen. Data yang digunakan adalah data sekunder bulanan dengan rentang waktu (time series) dari tahun 2000 sampai dengan tahun 2011. Hasil pendugaan model menunjukkan bahwa dalam jangka pendek transmisi harga GKP petani terhadap harga beras konsumen bersifat simetris, sementara dalam jangka panjang bersifat asimetris. Fenomena transmisi harga tidak simetris pada jangka panjang disebabkan oleh dua hal, yaitu (1) penyalahgunaan market power oleh pedagang perantara, dan (2) kebijakan Pemerintah. Pedagang perantara mendapatkan market power dari kondisi struktur pasar yang bersifat oligopolistik, dimana jumlah pedagang perantara relatif lebih sedikit dibandingkan dengan jumlah petani dan konsumen. Hal ini menyebabkan pedagang perantara memiliki posisi tawar yang lebih tinggi, sehingga memudahkan pedagang perantara untuk mengendalikan harga. Dalam hal kebijakan Pemerintah, berbagai kebijakan perberasan dirancang untuk mengintervensi harga di level petani agar berada di atas level harga Pemerintah, sementara harga di level konsumen diserahkan kepada mekanisme pasar. Hal ini menimbulkan persepsi pedagang perantara bahwa penurunan harga GKP petani hanya bersifat sementara, sehingga pedagang perantara tidak segera bereaksi terhadap penurunan harga GKP petani. ......The background of this thesis is due to the price disparity between the farm level and the consumer retail in rice sectors in Indonesia. The anomaly is the price disparity has widened after the liberalization of the rice market in 1998. As a strategic commodity in Indonesia, the government should develop a policy that can guarantee the price of rice is high at the farmers level and remain affordable at the consumer level. The goal of this research is (1) to analyze the price transmission between the farm level and the consumer level in rice sector, by using the Asymmetric Price Transmission approach, and (2) to explain the factors that affect the level of market integration and rice price transmission between the farm level and the consumers level, which associated with the condition of the structure and behavior of Indonesian rice middle man. The model used in the analysis is the error correction model (ECM), which is estimated from the movements of rice price in the farm level with the consumer level. The data used are monthly price in each level from 2000 to 2011. Based on the model, the price transmission from the farm level to the consumer level is symmetric in the short term. Meanwhile in the long term, the price transmission is asymmetric. It means that the price transmission is caused by the long term factors, such as abuse of market power by the middle man and the government policy. Middle man get their market power from the market structure of the middle man level which lead to oligopolistic market, where the number of middlemen are relatively few compared to the number of farmers and consumers. This causes the middle man has a higher bargaining position, so they can easily control the prices. In terms of policy, the Indonesian government prefer to give more protection to farmer than to consumer. In the farm level, government made the Government Purchase Price Policy which aims to ensure that the farmer always get a better price (high price) by selling their rice. While, prices at the consumer level left to the market mechanism. This gives the perception in the middle man level that the falling price in the farm level only temporary, because the government will immediately intervene the market. This makes the middle man not immediately react for the falling prices in the farm level. On the other hand, the middle man believe that the rising price in the farm level is permanent, so they will increase the rice price in the consumers level immediately.
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2012
T31959
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Bisuk Abraham Sisungkunon
Abstrak :
Pencapaian swasembada beras sangat erat kaitannya dengan peningkatan produksi padi. Penelitian ini berupaya untuk menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi kuantitas produksi padi di Indonesia. Penelitian ini dilakukan dalam rentang waktu observasi antara tahun 1972 hingga 2011 dengan menggunakan metode ordinary least square. Hasil penelitian menunjukkan bahwa produksi padi Indonesia dipengaruhi secara signifikan oleh persentase perubahan luas panen padi di luar Pulau Jawa, harga padi di tingkat produsen beda kala satu tahun, dan produktivitas padi per satuan luas lahan. ......The achievement of rice self-sufficiency is highly dependent with rice production. This study tried to determine and analyze factors which affect Indonesian rice production. This study was conducted in a span of year 1972 - 2011 and used ordinary least square method. This study found that Indonesian rice production is significantly affected by percentage of change in rice harvested area outside Java Island, producer price of rice one year lagged, and rice yield per unit of cultivated land.
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2013
S44295
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muthoharoh
Abstrak :
This thesis discusses the role of National Logistics Agency in managing rice trade system in New Order era. Scarcity of basic commodities and the number of famine that occurred in the beginning of Soeharto reign caused the establishment of National Logistics Agency. In New Order era, National Logistics Agency was the only food agency which strived to maintain the availibility, overcome scarcity, stabilize price and distribute the rice to the entire region. In implementing duties, National Logistics determined two policies such as basic pricing polic and minimun price. Nevertheless, food shortage still occurred. Moreover, there was corruption done by National Logistics Agency?s officials. The food shortage finally resolved in 1984 along with the achievement of self-sufficiency. This thesis uses historical research method and the rules of scientific writing.
Skripsi ini membahas peran Badan Urusan Logistik (Bulog) dalam mengatur tata niaga beras pada masa Orde Baru. Kelangkaan bahan pokok dan banyaknya kelaparan yang terjadi pada awal pemerintahan Soeharto menyebabkan terbentuknya Bulog. Pada masa Orde Baru, Bulog adalah satu-satunya badan pangan yang berupaya untuk menjaga ketersediaan, mengatasi kelangkaan, menstabilkan harga serta mendistribusikan beras ke seluruh wilayah. Untuk melaksanakan tugasnya, Bulog menetapkan dua kebijakan yaitu kebijakan harga dasar dan harga maksimum,Meskipun demikian, masalah kekurangan pangan masih terjadi. Terlebih lagi, adanya penyelewengan dana yang dilakukan oleh petinggi Bulog. Masalah kekurangan pangan baru terselesaikan pada 1984 seiring dengan tercapainya swasembada. Skripsi ini menggunakan metode penelitian sejarah dan menggunakan kaidah penulisan ilmiah.
Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2015
S60298
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Flukeria, Masarina
Abstrak :
Tujuan dari penulisan tesis ini adalah untuk meneliti bagaimana impor beras dapat memberikan kontribusi terhadap pertumbuhan yang lambat pada produksi beras dalam negeri selama era liberalisasi impor beras. Untuk mencapai tujuan tersebut, ada dua langkah yang dilakukan oleh penulis. Pertama, penulis meneliti bagaimana respon petani terhadap perubahan harga beras baik dalam jangka pendek maupun dalam jangka panjang dengan menggunakan Model Koyck- Nerlove. Kedua, penulis membuat simulasi dengan membandingkan kasus aktual dan hipotetis untuk menjelaskau bagaimana impor beras dapat mempengaruhi produksi beras dalam negeri selama era liberalisasi impor beras. Kasus hipotetis didesign dengan asumsi bahwa tidak ada perubahan dalam target kebijakankan utama pada sektor beras dimana target kebijakan adalah untuk meningkatkan produksi beras domestik sehingga rasio impor beras net terhadap produksi beras domestik secara relatif akan rendah. Kasus hipotetis yang meliputi kasus jangka pendek dan jangka panjang (10 tahun sebagai periode perapihan) djperiksa unluk mengetahui bagaimana respon petani terhadap perubahan harga beras. Hasil penelitian menunjukkan bahwa harga beras pada kasus hipotetis lebih besar dari harga pada kasus aktual. Hal ini memberikan indikasi bahwa impor beras dapat memberikan kontribusi terhadap pertumbuhan yang lambat pada produksi beras domestik. Lambatnya pertumbuhan produksi betas domestik yang disebabkan oleh liberalisasi impor beras seharusnya membuat Pemerimah Indonesia untuk lebih serius dalam memperhatil-can situasi beras untuk masa depan. ......The aim of this paper is to investigate how much the relatively large amount of rice import could contribute to the growth deceleration in domestic rice production during the liberalization of rice import era. To this end, the following two steps of analysis have been taken. First, the author identities the responsiveness of rice farmers to price both in the short r|.1n and long rim utilizing Koyck-Nerlove model. Second, actual and hypothetical cases are compared to explain how much the large amount of rice import could influence domestic rice production in Indonesia during the liberalization of rice import era. The hypothetical cases are designed as if there were no change in the major policy target (the major policy target is designed to increase riee production) so that the ratio of net import to domestic rice production will be relatively low. The hypothetical cases consisting of two cases for the short run and long run (allowing 10 years for adjustment period) are examined to identify the responsiveness of rice farmers to price. The results show that the hypothetical rice prices are higher than the actual rice prices both in the short run and in the long run. This finding indicates that the large amount of rice import could be responsible for growth deceleration in domestic rice production. Therefore, it is highly important to recognize the impact of the large amolmt of rice import on domestic rice production. The reduced growth rate in rice production due to the liberalization of rice import should be regarded as an alarm for the Indonesian Government and make them more concerned about the future rice situation.
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2008
T33920
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Abstrak :
Kebijakan pemerintah di bidang produksi dan perdagangan beras terus menjadi kontroversi karena sifat komoditas beras yang sangat terkait dengan stabilitas makroekonomi terutama infkasi, ketahanan pangan, pengangguran dan kemiskinan. Tulisan ini membahas kondisi perberasan dan kebijakan perdagangan beras di Indonesia di tengah iklim liberalisasi saat ini. Data menunjukkan Indonesia mengalami surplus beras dari tahun ke tahun, terutama pada lima tahun terakhir. Pada kenyataannya Indonesia terus melakukan impor beras. Angka resmi yang dikeluarkan sejumlah sumber mengenai jumlah beras yang masuk ke pasar domestik bahkan jauh lebih besar dari angka yang dilaporkan BPS. Pemerintah dinilai tidak konsisten dengan sejumlah kebijakan yang dikeluarkan berkaitan larangan import dan penetapan tarif bea masuk import beras. Kelemahan data tampaknya telah menumbulkan kekhawatiran akan jaminan keamanan pangan sehingga impor beras tetap dilakukan di tengah kebijakan yang melarang import. Tingginya marjin ekonomi yang terbentuk dari selisih antara harga beras import dan harga beras domestik kemungkinan besar menjadi alasan dari kuatnya keinginan melakukan import beras, baik oleh Bulog maupun pihak swasta yang menjadi mitra kerja Bulog.
Jurnal Kebijakan Ekonomi, 2 (2) Desember 2006: 183-196, 2006
JUKE-2-2-Des2006-183
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Abstrak :
Perdagangan beras berfungsi untuk menjaga stok beras yang cukup bagi pemenuhan kebutuhan domestik negara. Pengekspor dan pengimpor beras utama di dunia diantaranya berada di wilayah Asia Tenggara sehingga perubahan jumlah beras yang diperdagangkan dapat mempengaruhi aliran perdagangan tersebut. Mengingat beras sebagai komoditas yang sangat strategis maka banyak negara mengintervensi pasar beras domestiknya guna mewujudkan ketahanan pangan dan bahkan bagi kepentingan keamanan politik negaranya. Tujuan tulisan ini adalah untuk menganalisis perkembangan perdagangan beras di wilayah Asia Tenggara terkait dengan ketahanan pangan. Metode analisis deskriptiv digunakan untuk menjawab tujuan tersebut. Hasil analisis menunjukkan bahwa pada tahun 2005-2012 laju pertumbuhan impor beras negara-negara Asia Tenggara mencapai 14,08% dan dengan kontribusi konsumsi beras mencapai lebih dari 22% terhadap konsumsi beras dunia. Sedangkan laju pertumbuhan ekspor berasnya mencapai 2,21% persen dan dengan produksi padi lebih dari 30% terhadap produksi padi dunia. Pada umumnya negara-negara Asia tenggara mengintervensi pasar bebas melalui kebijakan perdagangan internasional, baik berupa larangan ekspor maupun lisensi dan kebijakan stabilisasi harga beras domestik, untuk menjaga stok beras guna menguatkan tingkat ketahanan pangan. Integrasi ekonomi Asia Tenggara melalui ASEAN Economy Community menjadi momen penting untuk menjadi landasan dalam mewujudkan ketahanan pangan pada level regional dan sekaligus menjadikan pasar beras lebih terbuka antar negara-negara Asia tenggara.
POL 4:2 (2013)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Tia Vinita
Abstrak :
ABSTRAK
Tesis ini membahas tentang implikasi Letter of Intent (LoI) IMF dalam kebijakan impor beras Indonesia periode 2004-2010. Pemerintah Indonesia menandatangani LoI dengan IMF saat Indonesia mengalami krisis ekonomi tahun 1997 sehingga harus meminta bantuan dari IMF. Selama empat periode pemerintahan (1997- 2003), IMF memberikan tekanan pada pemerintah untuk melakukan liberalisasi, privatisasi, dan deregulasi di berbagai sektor, salah satunya adalah sektor perberasan. Akibat liberalisasi tersebut, jumlah impor beras yang masuk ke Indonesia meningkat dengan tajam. Namun pasca LoI berakhir, pemerintah tetap mempertahankan kebijakan impor beras khususnya untuk memenuhi stok cadangan beras nasional. Maka pertanyaan penelitian dalam tesis ini adalah mengapa pemerintah tetap melakukan kebijakan impor beras pasca LoI IMF berakhir dan pihak mana yang diuntungkan dengan impor beras tersebut. Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif dengan desain deskriptif analitis. Hasil penelitian memaparkan terdapat tiga implikasi LoI IMF yang masih dirasakan sampai saat ini yaitu terbukanya pasar beras dalam negeri, privatisasi BULOG, dan hilangnya subsidi KLBI. Pemerintah juga memiliki komitmen internasional dengan WTO untuk membuka pasar bagi beras impor minimal sebanyak 70.000 ton beras per tahun. Di lain pihak, adanya preferensi pemerintah untuk mempertahankan kebijakan tersebut karena impor beras memberikan insentif yang besar bagi pelaksana impor, yaitu BULOG. Pihak yang diuntungkan dari impor ini selain BULOG, adalah negara eksportir beras yaitu Thailand dan Vietnam. Untuk menghadapi liberalisasi strategi pemerintah perlu meningkatkan pembangunan infrastruktur pertanian, penguatan kelembagaan tata niaga beras, serta menyusun kebijakan perberasan yang solid dan terkoordinasi dengan baik antar lembaga terkait.
Abstract
This study discusses about the implications of the IMF Letter of Intent (LoI) in Indonesian rice import policy especially in the period 2004-2010. The government of Indonesia signed the LoI with the IMF when Indonesia hit by economic crisis in 1997 and requested an assistance from the IMF. During the four periods of reign (1997-2003), the IMF put pressure on governments to apply liberalization, privatization, and deregulation in various sectors, one of which is the rice sector. As the result, the amount of rice imports into Indonesia increased sharply. After the LoI ended, the government is still maintaining rice import policy, especially to meet the national rice reserve stock. Then the research question is why the government continues to conduct rice import policy after the LoI IMF ended and which party get benefits from the imported rice. This research is a qualitative research with a descriptive analysis design. The results found that there are three implications of the LoI IMF which is the liberalization of domestic rice market, privatization of BULOG, and the abolition of KLBI. The government also has international commitments to the WTO to open minimum market access of 70,000 tons of rice per year. On the other side, the government's preference to maintain the import policy because the policy provides strong incentives for BULOG as an STE in importing rice. The party who gets the benefits from the imported rice are the rice exporting country such as Thailand and Vietnam, and BULOG. The researcher suggests several strategies that can be implemented by the government that is to improve the development of agricultural infrastructure, strengthen the rice marketing institutional, and develop a firm and well-coordinated rice policy among relevant institutions.
2012
T30499
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Cheng, Siok-Hwa, 1852-1940
Abstrak :
This study forms a welcome addition to the growing number of works on the economic history of Southeast Asia. In his Foreword, Dr John F. Cady, the author of A History of Modern Burma, writes that Dr Cheng "has placed all students of Burma in her debt by this highly articulate and clarifying contribution to the country's economic history".
Singapore: Institute of South East Asia Studies, 2012
e20442465
eBooks  Universitas Indonesia Library
cover
Beddu Amang
Jakarta: IPB Press , 1999
338.19 BED k
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Indira Sekarini Hariyadi
Abstrak :
ABSTRAK
The Food Intelligence Unit mencatat bahwa Indonesia merupakan negara dengan sampah pangan terbesar kedua di dunia dengan besar 300 Kg per orang tiap tahunnya. Seperti pada negara berkembang lainnya, sampah ini merupakan kehilangan pangan. Kehilangan pangan terjadi pada saat proses distribusi dari produsen ke konsumen yang disebut rantai pasok.Kehilangan pangan terjadi pada saat rantai pasok berlangsung karena terbatasnya aspek manajemen dan teknis.Sebagai salah satu kabupaten produsen beras utama Indonesia, khususnya Pulau Jawa, Kabupaten Karawang baiknya memiliki rantai pasok yang efisien. Oleh karena itu penelitian ini bertujuan untuk menganalisis rantai pasok komoditas beras di Kabupaten Karawang dan kehilangan pangan yang terjadi selama rantai pasok berlangsung. Penelitian dilakukan menggunakan pendekatan kualitatif dengan analisis spasial deskriptif. Rantai pasok komoditas beras Kabupaten Karawang secara umum terdiri dari petani, pedagang penggiling, dan pasar. Rantai pasok yang dimulai dari petani skala kecil yang kemudian akan sampai ke penggilingan skala kecil memiliki cakupan penjualan sebatas lokal dalam wilayah produksi. Sebaliknya petani skala besar akan mengarah ke penggilingan skala besar akan menciptakan cakupan distribusi hingga luar wilayah produksi salah satunya ke Jabodetabek. Pola rantai pasok diluar pola umum dapat terjadi ketika petani dan penggiling memiliki hubungan khusus seperti kekerabatan. Dapat dikatakan bahwa mata rantai penggilingan menjadi penentu jangkauan distribusi beras di Kabupaten Karawang. Kehilangan pangan yang terjadi selama rantai pasok dikarenakan pengaruh mesin penggilingan dan perubahan kemasan. Pada mesin penggiling kehilangan tercipta karena pengolahan dan jenis mesin yang digunakan. Sementara perubahan kemasan terjadi pada rantai pedagang yang merubah kemasan menjadi lebih kecil. Oleh karena itu peran penggilingan selain mempengaruhi jangkauan distribusi beras juga mempengaruhi besaran kehilangan pangan. Penggiling besar yang memiliki mesin yang lebih baik dapat meminimalisir kehilangan pangan. Selain itu penggilingan yang menyediakan kemasarn beras lebih kecil cenderung dapat meminimalisir kehilangan pangan karena langsung dipasarkan ke tangan konsumen.
ABSTRACT
According to The Food Intelligence Unit, Indonesia is the country with the second largest amount of food waste in the world at 300 kg per person per year. As in other developing countries, this waste is called food loss. Food loss occurs during the distribution process from producers to consumers called the supply chain due to limitations in the management and technical aspects. As one of Indonesia's main rice producing districts in Java, Karawang Regency should have an efficient supply chain. Therefore this study aims to analyze the supply chain of rice commodity in Karawang Regency and food losses that occur during the supply chain. The study was conducted using a qualitative approach with descriptive spatial analysis. The Karawang Regency rice commodity supply chain generally consists of farmers, millers, and markets. The supply chain, which starts from small-scale farmers and then reaches small-scale mills, has limited local sales coverage within the production area only. On the other hand, large-scale farmers will lead to large-scale mills which will create distribution coverage outside of the production area, one of which is to Jabodetabek. Supply chain patterns outside the general pattern can occur when farmers and millers have special relationships beforehand. It can be said that the milling chain determines the distribution area coverage of rice in Karawang Regency. Food loss that occurs within the supply chain hapens due to the influence of milling machines and packaging changes. Mining machine loss happens due to the processing and type of machine used. Meanwhile losses of packaging changes occur in the markets chain that changes the packaging to be smaller in size. Therefore, in addition to affecting the distribution of rice, the role of also affects the amount of food loss. Large millers with better machines can minimize food loss. In addition to that, mills that provide smaller rice markets tend to minimize food loss because they are directly marketed to consumers.
2019
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library