Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 2 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Devina Alfarani
Abstrak :
Penampilan merupakan sesuatu yang sangat penting bagi setiap orang. Keinginan untuk tampil menarik ini tidak hanya terpaku pada bentuk tubuh ramping saja, tetapi juga pada aspek yang lain, seperti rambut dan kulit. Hal ini berlaku pula di Indonesia. Bila wanita dari daratan Eropa dan Amerika menginginkan kulit berwarna kecoklatan, wanita Asia pada umumnya, cenderung menginginkan kulit yang lebih putih dan halus. Sesuai dengan hasil riset dari Usage & Habit Study tahun 1997 terhadap konsumen di Indonesia, 85% wanita Indonesia memiliki kulit cenderung coklat, dan 55% wanita Indonesia ingin memiliki kulit lebih putih ("Swa", 7 - 20 September 2000). Beberapa penelitian yang telah dilakukan menunjukkan bahwa penampilan menarik (physical attractiveness) mempunyai korelasi positif dengan konsep diri seseorang (Adams; Lerner & Karabenick; Lerner; Karabenick; & Stuart; Lerner dan Orlos; & Knapp; Mathes & Kahn; Simmon & Rosenberg; dalam Pattiasina, 1998). Di lain pihak, konsep diri seseorang juga merupakan salah satu motivator yang penting dalam perilaku membeli barang atau jasa (Russell, 1988). Seseorang mengekspresikan dirinya dengan melakukan aktivitas sehari-hari yang dilakukannya, misalnya dengan barang dan jasa yang ia beli. Salah satu faktor yang mempengaruhi intensi membeli adalah sikap terhadap produk. Berdasarkan alasan itulah, peneliti memutuskan untuk mengetahui apakah konsep diri dan citra produk memiliki hubungan secara signifikan dengan sikap terhadap produk pemutih kulit pada konsumen wanita remaja-akhir. Peneliti memilih kelompok remaja karena remaja merupakan target pasar utama dan dianggap mempunyai orientasi konsumtif yang paling besar (Loudon & Della Bitta, 1993).

Penelitian dilakukan pada 95 subyek dengan karakteristik remaja wanita, berusia 18 - 22 tahun, yang merupakan kelompok remaja-akhir (Konopka, dalam Pikunas, 1976; Santrock, 1998), dengan menggunakan incidental sampling. Setiap subyek memperoleh dua buah kuesioner, yaitu kuesioner Semantic Differential dan Fishbein's Attitude Model. Data hasil perolehan dalam penelitian diolah dengan menggunakan teknik Coefficient Alpha dari Cronbach dan teknik korelasi Pearson Product Moment, yang terdapat di dalam program SPSS for MS Windows Release 9. 01.

 Hasil yang diperoleh pada penelitian ini untuk kelompok pemakai produk, tidak ditemukan hubungan yang signifikan antara diskrepansi dari tiap jenis konsep diri dan citra produk dengan sikap terhadap produk. Sedangkan untuk kelompok non-pemakai konsep diri ideal dan citra produk memiliki hubungan yang signifikan dengan sikap berhadap produk pemutih kulit dengan korelasi sebesar 0,546 pads los 0,01 (2-tailed). Begitu pula halnya dengan nilai korelasi yang signifikan antara konsep diri sosial-ideal dan citra produk dengan sikap terhadap produk pemutih kulit, yaitu sebesar 0,481 pada los 0,01 (2-tailed). Dari hasil keseluruhan dapat diambil kesimpulan bahwa, sebenarnya konsumen wanita, khususnya yang berusia 18-22 tahun, pada dasarnya tidak terlalu meyakini akan fungsi memutihkan dari kosmetik yang mengandung pemutih kulit ini. Hal ini berarti iklan yang ada tidak terlalu berhasil dalam membentuk sikap konsumen. Dengan demikian ada baiknya pihak produsen lebih memfokuskan pada fungsi lain selain memutihkan kulit misalnya melembabkan, mencegah penuaan dini, atau mengandung vitamin tertentu.

Saran untuk penelitian selanjutnya, agar memperoleh hasil yang lebih baik, hendaknya dilakukan pada subyek dengan jumlah yang lebih besar dan karakteristik yang berbeda. Selain itu hendaknya dilakukan penelitian lebih Ianjut mengenai pengaruh norma subyektif dan perceived behavioral control dalam kaitannya dengan sikap terhadap produk, sehingga dapat dilihat bagaimana hubungan antara konsep diri dan citra produk dengan intensi membeli produk pada konsumen dan perilaku membelinya.
2000
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Elizabeth Edith
Abstrak :
Individu dalam usia dewasa muda akan memasuki dunia pekerjaan dan menghadapi berbagaitekanan psikologis. Tekanan tersebut mengakibatkan tingginya tingkat kecemasan dan stress pada pekerja. Pekerja membutuhkan kreativitas untuk menurunkan tingkat stress sehingga psychological well-being dapat tercapai. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui hubungan antara persepsi kreativitas diri dalam pekerjaan dengan psychological well being pada dewasa muda. Penelitian ini dilakukan pada 173 partisipan. Kreativitas dalam pekerjaan diukur menggunakan self-perception of creativity(Reiter-Palmon, Robinson-Morral, Kaufman, & Santo, 2012), sedangkan Psychological Well-Being Scale (Ryff, 1989) digunakan untuk mengukur psychological well-being. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat hubungan positif yang signifikan antara kreativitas dalam pekerjaan dan psychological well-being (rs= 0,388; p= 0.000, signifikan pada L.o.S 0.01). Penelitian selanjutnya diharapkan memperhatikan data kontrol seperti usia partisipan pada jenis kreativitas tertentu serta menggunakan pengukuran kreativitas yang lebih objektif.
A person in early adulthood is filled with many changes and developments. In Indonesia, early adults are concerned with career selection and career longevity. They will facing various psychological strains especially at work. That strains resulted in high levels of anxiety and stress on workers in Indonesia. Workers need creativity to reduce the level of stress caused by continuously psychological strains, so that psychological well-being can be achieved. This study aim to find correlation between self-perceptions of creativity at work and psychological well-being in early adulthood. 173 people participated in this study. Self-percetion of creativity at work was measured using Self-perception of creativity (Reiter-Palmon, Robinson-Morral, Kaufman, & Santo, 2012), and Psychological Well-Being Scale (Ryff, 1989) used for measuring psychological well-being. Result of this study showed that there is a significant positive relationship between self-pereption of creativity at work and psychological well-being(rs= 0,388; p= 0.000, significant at L.o.S 0.01). Further research should consider the control data such as the age of the participants in a particular kind of creativity and using more objective instrument for measuring creativity.
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2016
S63444
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library