Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 6 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Sophie Dwiyanti
Abstrak :
ABSTRAK
Collaborative learning/CL sebagai suatu metode pengajaran alternatif, diyakini bisa membawa perubahan bagi falsafah pengajaran tradisional yang masih dianut di Indonesia saat ini. Ciri pengajaran tradisional yang bertumpu pada pusat otoritas guru dalam kelas, banyak mengakibatkan situasi berharga yang bisa dipetik siswa di kelas, menjadi begitu saja terlewatkan dan bahkan pada akhirnya hanya menjadikan siswa bersikap pasif pada proses pembelajaran dirinya sendiri (Harris & Graham, 1994; Hewitt & Scardamalia, 1995).

Metode CL dibangun melalui pendekatan belajar yang mendefinisikan belajar sebagai proses konstruksi pengetahuan, penggunaan pengetahuan terdahulu dan selalu terkait dengan situasi (Resnick, 1989), sehingga implikasinya adalah harus ada kegiatan aktif dalam proses belajar. Dengan demikian dalam kelas CL guru diminta untuk berbagi otoritas dengan siswa, saling memberikan pengalaman dan pengetahuan bersama menetapkan pilihan tugas dan menyelesaikannya secara bersama (Tinzmann, dkk., 1990)

Aktivitas kelas yang demikian, didominasi oleh keadaan saling berbagi, yang akan berimplikasi pada penggunaan alat dan kegiatan bersama. Kenyataan ini hanya bisa sampai pada tujuan yang ditetapkan hanya bila ada pemahaman bersama (shared understanding) mengenai tugas (Traum, 1996). Tercapainya pemahaman bersama dalam CL dapat terlihat dari mekanisme social grounding/ SG (Dillenbourg & Schneider, 1993). SG adalah proses dimana dua orang yang berdiskusi berusaha mengelaborasi keyakinan bersarna (mutual belief) bahwa salah satu rekan diskusinya telah memahami apa yang disampaikan pembicara SG terlihat dalam setiap unit percakapan dimana masing-masing pembicara secara terus menerus berkoordinasi untuk tetap ?terhubung? dengan ini pembicaraan, dengan cara menunjukkan bukti- bukti yang dapat memandu pembicara mengetahui bahwa lawan bicaranya telah memahami ucapannya.

 Dalam aktivitas CL, komunikasi yang terjadi adalah hasil aktivitas kolektif yang memerlukan tindakan yang terkoordinasi. Oleh karena itu grounding menjadi penting artinya untuk melihat bahwa tiap anggota tetap berada di jalur yang sama. Selain itu, shared understanding ini adalah kondisi yang dibutuhkan agar aktivitas CL berjalan, karena kita tidak mungkin berasumsi bahwa kelompok rnemang berkolaborasi, bila setiap anggota tidak mengerti apa yang dikolaborasikan. Dari pemikiran ini, maka peneliti ingin memperoleh gambaran bagaimana social grounding yang terjadi pada sekelompok siswa yang berpartisipasi dalam kegiatan collaborative learning.

Grounding dalam percakapan dapat dilihat melalui model kontribusi yang dikemukakan oleh Clark dan Schaefer (dalam Clark & Brennan, 1991). Dalam model ini, setiap kalirnat dianalisa dengan melihat bukti-bukti grounding, seperti relevant next turn, continued attention, gelengan kepala atau dari teknik yang digunakan, seperti menunjuk sesuatu, memberikan deskripsi alternatif dan sebagainya. Analisis yang dilakukan dari tiap kalimat yang ada, dikenal dengan analisis percakapan (conversation analysis) yang dikemukakan Schegloff (1991).

Untuk melihat gambaran social grounding, maka satu kelompok (terdiri dari 5 orang siswa) berdiskusi mengenai suatu tugas (materi AIDS), dan direkam secara audio- video selama kegiatan berlangsung. Penelitian yang dilakukan selama 8 kali sesi diskusi, menghasilkan 8 buah transkrip percakapan, dengan total kalimat/giliran bicara sebanyak 6452 buah. Selain itu penelitian ini menunjukkan juga bahwa dalam kelompok terjadi grounding dengan persentase yang cukup tinggi (88,8%). Hal ini dikuatkan dengan bukti-bukti positif bahwa siswa memiliki pemahaman dengan isi diskusi.

Beberapa saran bisa diberikan untuk penelitian ini, bila guru ingin menerapkan CL dalam kegiatan belajarnya, maka ia harus memainkan peran sebagai mediator yang terus memantau jalannya diskusi yang rnemastikan siswa tetap terkoordinasi. Saran lain yang dapat diberikan antara lain perumusan tujuan yang lebih jelas, pengaturan jadwal kegiatan yang lebih lama namun dalarn frekuensi 1 kali saja dalam seminggu. Selain itu, penulisan transkrip harus lebih mengikuti kaidah penulisan yang baku, dan perlu untuk menonton kembali rekaman video nntuk melihat kalimat-kalimat yang tidak bisa diidentifikasi dan sekaligus untuk mernperkaya observasi.
1998
S2756
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Julia Jasmine
Abstrak :
Penelitian ini dilakukan untuk mendapatkan gambaran mengenai hubungan antara persepsi siswa terhadap program Bimbingan Konseling (BK) Karir dan adaptabilitas karir pada siswa SMA kelas 3 di Jakarta. Pengukuran persepsi siswa terhadap BK Karir dikembangkan berdasarkan Tujuan BK Karir pada Permendikbud No. 111 Tahun 2014 dan terbagi ke dalam dua aspek yaitu kurikulum BK Karir dan Guru BK. Pengukuran adaptabilitas karir diukur menggunakan Skala Adaptabilitas Karir (Indianti, 2015) yang disesuaikan untuk anak SMA. Partisipan berjumlah 272 siswa SMA yang berasal dari sekolah negeri dan swasta. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa ada hubungan antara BK Karir yang dipersepsi positif oleh siswa dengan adaptabilitas karir (r = 0,144; p = 0,009; signifikan pada L.o.S 0,01). Artinya semakin tinggi peran BK Karir yang dipersepsi positif oleh siswa, maka semakin tinggi adaptabilitas karirnya. Selain itu, penelitian juga membuktikan bahwa kurikulum karir memiliki koefisien korelasi lebih besar daripada guru BK. Berdasarkan hasil tersebut, diharapkan program bimbingan konseling karir di sekolah mampu meningkatkan kualitas kurikulum BK Karir dan guru BK agar siswa tidak mengalami kesulitan dalam memutuskan karir selepas SMA. ...... This research was conducted to find the correlation between student perception toward Career Counseling program and career adaptability among 3rd grader students in Senior High School in Jakarta. Students? perception in Career Counseling was measured by adapting The Vision of School Counseling Program which stated in Permendikbud No. 111 Tahun 2014 and divided into two aspects which are career curriculum and teacher. Meanwhile career adaptability was measured by Skala Adaptabilitas Karir (Indianti, 2015) which adjusted to high school students. Number of participants in this research was 272 students came from public and private senior high school in Jakarta. Result of this research shown that career counseling which is perceived positively by students has a correlation with career adaptability (r = 0,144; p = 0,009; significant at L.o.S 0,01). Which means, the higher amount of career counseling perceived positively, the higher career adaptability. Research also found that career curriculum has higher correlation coefficient than teacher. The research result could be used to improve the quality of curriculum and teacher to develop students? career adaptability.
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2016
S65586
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Zulaika Soraya Rossa
Abstrak :
Remaja saat ini semakin jauh dari budaya membaca. Perkembangan teknologi membuat segala sesuatunya menjadikan kepribadian remaja yang menginginkan segala sesuatunya dengan mudah. Fakta yang ada adalah dengan membaca manusia mendapatkan pengalaman dan pemahaman mengenai yang terjadi di dunia. Dalam penelitian mengenai Kebiasaan Membaca, yang mengambil sampel penelitian di Sekolah Menengah Umum Negeri 70 Jakarta, sebagai salah satu sekolah plus di DKI Jakarta, menggunakan tipe penelitian deskriptif dan metode survey, dengan membagikan kuesioner kepada 200 orang siswa yang telah terpilih sebagai sampel. Hasil penelitian yang diperoleh secara umum menunjukkan kebiasaan membaca siswa SMUN 70 Jakarta cenderung positif. Sebagian besar siswa yang terpilih sebagai sampel dapat menambah ilmu pengetahuan dan wawasan lebih luas dengan membaca. Memerlukan waktu 1 sampai 2 jam untuk membaca harnpir setiap harinya, kebiasaan membaca seperti ini dapat mengasah kemampuan berpikir. Dua aspek kategori besar yang diteliti adalah faktor internal dan faktor eksternal yang berkaitan dengan identitas siswa dan kegiatan siswa. Identitas siswa terdiri dari kelas-jurusan, umur, dan jenis kelamin. Kegiatan siswa dilihat dari kebiasaan membaca siswa terkait dengan alasan membaca, waktu yang dipergunakan untuk membaca, keinginan untuk membaca, penggunaan waktu luang baik di sekolah maupun di rumah, topik yang disukai, hobi, pemanfaatan uang saku, pemberian hadiah, dan cara mendapatkan bahan bacaan.
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2006
S15582
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Budi Nursusilowati
Abstrak :
ABSTRAK
Informasi di dalam sistem ingatan manusia disusun dalam suatu jaringan informasi yang terorganisasi. Informasi akan disimpan dengan membentuk suatu hubungan antar satu konsep dengan konsep yang telah ada sebelumnya (Solso, 1991). Hubungan antara sejumlah konsep yang tersimpan di dalam sistem ingatan manusia itu disebut sebagai struktur pengetahuan (Jonassen, et.al., 1993).

Struktur pengetahuan berperan penting dalam aktivitas kognitif karena memudahkan untuk melacak informasi yang dibutuhkan, memudahkan untuk mengaktifkan hubungan antar konsep dan memudahkan untuk menggunakan strategi pemrosesan informasi (Chi & Glaser, dalam Flavel, et.al., 1993).

Dalam belajar, seorang siswa perlu dibantu untuk mengembangkan struktur pengetahuannya. Agar struktur pengetahuan siswa berkembang, siswa harus mendapat kesempatan untuk mengintegrasikan pengetahuan baru dengan pengetahuan sebelumnya, berperan aktif dalam belajar dan terjadi konflik kognitif dalam ingatan siswa. Hal ini dapat dilakukan dengan melibatkan siswa dalam lingkungan belajar kelompok (Brown & Palincsar, 1991).

Salah satu bentuk belajar dalam kelompok adalah belajar kolaboratif. Belajar kolaboratif ditandai oleh adanya pembagian pengetahuan antara guru dan siswa, pembagian otoritas antara guru dan siswa, guru berperan sebagai mediator dan pengelompokan siswa yang heterogen (Tinzmann, et.a1., 1990).

Penelitian ini hendak melihat bagaimana perkembangan struktur pengetahuan siswa yang mengikuti kegiatan belajar kolaboratif Penelitian ini dilakukan dengan memperhatikan perkembangan struktur pengetahuan setiap scsi. Untuk itu pengamatan dilakukan pada l kelompok siswa yang beranggotakan 5 orang_

Hasil penelitian memperlihatkan bahwa selama mengikuti kegiatan belajar kolaboratif, struktur pengetahuan siswa menunjukkan adanya kecenderungan meningkat. Peningkatan tersebut diamati pada 2 hal, yaitu hubungan semantik antar pasangan konsep dan pengelompokan konsep dalam peta kognitif.

Dilihat dari hubungan semantik antar konsep, selama mengikuti kegiatan belajar kolaboratif, siswa semakin mampu mengidentifikasikan kekuatan hubungan semantik antar konsep, dan nilai hubungan semantik yang dibentuk siswa semakin sesuai dengan nilai semantik yang dibentuk pakar.

Dilihat dari peta kognitif yang dibentuk siswa selama mengikuti kegiatan belajar kolaboratif, pengelompokan konsep dalam peta kognitif semakin menyerupai pengelompokan konsep yang terdapat di peta kognitif pakar dan jumlah konsep yang posisi pengelompokannya sama dengan peta kognitif pakar bertambah jumlahnya.

Fakta lain yang ditemui dalam penelitian yaitu bahwa perkembangan struktur pengetahuan kemungkinan dipengaruhi oleh pengetahuan yang telah dimiliki sebelumnya (prior knowledge). Namun demikian, fakta ini masih perlu diteliti lebih lanjut

Mengingat penelitian ini dilakukan pada 1 kelompok siswa dengan anggota 5 orang, maka akan lebih baik bila dilakukan penelitian lebih lanjut yang melibatkan subyek dengan jumlah yang besar.
1998
S2573
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Amelia Fitriyanti
Abstrak :
Penelitian ini dilakukan untuk mendapatkan gambaran mengenai hubungan antara peer attachment dan adaptabilitas karir pada siswa SMA kelas 12. Pengukuran peer attachment dilakukan dengan alat ukur Inventory of Parental and Peer Attachment (IPPA) ? Revised Peer Version (Armsden & Greenberg, 2009). Untuk pengukuran adaptabilitas karir menggunakan modifikasi alat ukur Skala Adaptabilitas Karir oleh Indianti (2015). Partisipan berjumlah 272 dari siswa kelas 12 SMA Negeri dan Swasta di Jakarta. Hasil penelitian ini menunjukkan terdapat hubungan positif antara peer attachment dan adaptabilitas karir pada siswa SMA kelas 12 (r=0,225 dan p=0,000, signifikan pada LoS 0.01). Artinya, semakin tinggi peer attachment seseorang semakin tinggi pula adaptabilitas karirnya. Berdasarkan hasil penelitian ini, penting bagi siswa SMA kelas 12 untuk memiliki adaptabilitas karir yang baik dalam memilih jurusan kuliah, dan bagaimana hubungan peer attachment dapat berpengaruh pada adaptabilitas karir siswa SMA kelas 12. ...... This research aimed to find the correlation between peer attachment and career adaptability among 12th grader senior high school students. Peer attachment was measured using the Inventory of Parental and Peer Attachment (IPPA) - Revised Peer Version, Armsden & Greenberg (2009). Career Adaptability was measured using modification from the Career Adaptability Scale by Indianti (2015). The participants of this research are 272 senior high school student grade 12th, both state and private school in Jakarta. The result of this research found that positive correlation between peer attachment and career adaptability among 12th grader senior high school student (r=0,225 and p=0,000, significant at LoS 0.01). The higher peer attachment of student, the more career adaptability they had. Based on this result, its important for 12th grader senior high school student to have a good career adaptability in order to choose and preparing the next level education, and how peer attachment relationship among students can effect career adaptability for 12th grader senior high school student.
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2016
S64211
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Khairunisa Damayanti
Abstrak :
Penelitian ini bertujuan untuk mengembangkan alat ukur inteligensi yang digunakan untuk peminatan siswa SMA, yang khusus pada kemampuan quantitative reasoning QR. Alat ukur ini terdiri dari dua subtes, yakni subtes yang mengukur penalaran kuantitatif deduktif QR-VA dan subtes yang mengukur penalaran kuantitatif induktif QR-DA. QR-VA terdiri dari 25 soal berbentuk soal cerita dan QR-DA terdiri dari 30 soal berbentuk deret angka. Sebelum dilakukan pengambilan data lapangan, kedua subtes terlebih dahulu diujikan melalui proses expert judgement, uji keterbacaan dan uji coba. Kedua alat ukur QR diujikan pada siswa SMA kelas X di Jakarta, baik QR-VA n = 98 dan QR-DA n = 101. Pengujian reliabilitas dilakukan dengan menggunakan Cronbach Alpha untuk mengetahui konsistensi internal dan diperoleh bahwa QR-VA belum memiliki konsistensi internal yang baik 0,644, sementara QR-DA sudah dapat dikatakan memiliki konsistensi internal yang baik 0,732. Pengujian validitas konstruk dilakukan dengan menggunakan teknik correlation with other test. Hasil korelasi validitas yang diperoleh untuk QR-VA sebesar 0,388 p < 0,01 menandakan bahwa QR-VA valid untuk mengukur kemampuan quantitative reasoning berdasarkan korelasi dengan TKD 5-R. Hasil korelasi yang diperoleh untuk QR-DA sebesar 0,565 p < 0,01 menandakan bahwa QR-DA valid untuk mengukur kemampuan quantitative reasoning berdasarkan korelasi dengan TKD 6-R. Pengujian analisis item dilakukan dengan menggunakan indeks item difficulty dan item discrimination. Kedua subtes quantitative reasoning memiliki derajat kesulitan yang bervariasi dari mudah hingga sulit dan kemampuan untuk mendiskriminasi siswa SMA dengan kemampuan quantitative reasoning tinggi dan rendah CrIT > 0,2. Dari hasil analisis item integratif maka diperoleh 15 item terpilih untuk QR-VA dan 20 item terpilih untuk QR-DA yang memiliki kemampuan diskriminasi yang baik dan tingkat kesulitan yang sesuai. Norma yang digunakan pada alat ukur QR adalah within group norms dengan standard score M=10, SD=3. ......This study is intended to develop intelligence test used for specialization of high school students, which is specific to quantitative reasoning QR. This test consists of two subtests, which are deductive quantitative reasoning QR VA and inductive quantitative reasoning inductive QR DA. QR VA consists of 25 verbal arithmetic questions and QR DA consists of 30 number series questions. Before field, the two subtests were first tested through the expert judgment process, the legality and trial test. Both QR measurements were tested in high school class X students in Jakarta, both QR VA n 98 and QR DA n 101. Reliability testing performed using Cronbach Alpha to see internal consistency and QR VA does not have good internal consistency 0,644, while QR DA can have good internal consistency 0,732. Validity testing is done by using correlation with other test technique. The correlation obtained for QR VA is 0.388 p 0.01 which means QR VA is valid for measuring quantitative reasoning abilities based on correlation with TKD 5 R, meanwhile the correlation for QR DA is 0.565 p 0.01 which means QR DA is valid for measuring quantitative reasoning abilities based on correlation with TKD 6 R. Item analysis was done by using item difficulty and item discrimination. Both subtests of quantitative reasoning have varying degrees of difficulty from easy to difficult and the ability to discriminate high school students with high and low quantitative reasoning abilities CrIT 0,2. From the integrative item analysis result, 15 items were selected for QR VA and 20 items were selected for QR DA with a good and appropriate degree of difficulty. The norm used in the QR is in the norm group with the standard score of M 10, SD 3.
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2017
S68190
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library