Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 6 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Balkis Khan
"ABSTRAK
Tugas akhir akademik pascasarjana yang berupa karangan ilmiah ini berjudul "Keragaman Nisan dan Jirat Kompleks Makam Raja Kutai Abad 18-20 (Ditinjau dari Aspek Hiasan). Inti yang hendak disampaikan adalah pengungkapan ragam-ragam hias kompleks makam Raja Kutai yang kemudian ragam hiasnya yang menyerap unsur budaya Bugis, Makassar, Dayak dan yang baru muncul pada masa Kutai Islam.
Tinggalan arkeologi berupa kompleks makam Raja Kutai ini, secara administratif berada di Tenggarong, ibukota Kabupaten Kutai, Kalimantan Timur, tepatnya sebelah utara gedung Museum Mulawatman (dahulu Istana Kerajaan Kutai).
Kompleks ini mempunyai 142 makam. Dari 142 itu hanya 20 bush yang dijadikan sampel. Kompleks ini mempunyai ragam-ragam bias yang raya dan beragam. Menurut Ambary, tipe nisan di kompleks ini adalah tipe Bugis - Makassar dan terpengaruh tradisi ragam bias Dayak. Dan berdasarkan data sejarah telah ada hubungan antara Kerajaan Kutai bercorak Islam dengan Bugis, Makassar dan Dayak.
Dari isu ini, masalah yang hendak dikaji adalah hubungan antara nisan dan jirat di kompleks makam Raja Kutai dengan tradisi hiasan pada nisan dan jirat Bugis, Makassar dan tradisi hiasan pada blonrang dan hmgun Dayak berdasarkan ragam hias. Dengan demikian, penelitian ini bertujuan untuk mengungkap ragam-ragam hias pada nisan dan jirat di kompleks makam Raja Kutai dan dengan mengadakan perbandingan ragam-ragam hias Bugis, Makassar dan Dayak dengan ragam-ragam hias Kutai tersebut dapat diketahui seberapa banyak ragam hias pada nisan dan jirat terpengaruh ragam bias tradisi Bugis, Makassar dan Dayak.
Dari isu ini, masalah yang muncul berupa hipotesis, yaitu, "bahwa ragam-ragam hias di kompleks makam Raja Kutai ini diduga menyerap budaya Bugis, Makassar dan Dayak dan ada sejumlah ragam bias yang baru muncul pada masa Kutai Islam".
Oleh sebab itu, dilaksanakan pengkajian terhadap 7 lokasi, yaitu ragam bias kompleks-kompleks makam budaya Bugis (2 lokasi), Makassar (3 lokasi) dan Dayak yang kemudian dibandingkan dengan kompleks makam Raja Kutai. Menilik objek kajian ini, maka pendekatan yang paling sesuai diterapkan adalah pendekatan Identifikasi yang dianggap dapat menjawab atau membuktikan hipotesis yang diajukan.
Berdasarkan hasil pengamatan dengan pendekatan Identifikasi diperoleh kelompok ragam bias pada masing-masing lokasi. Untuk melihat seberapa jauh ragam-ragam bias di kompleks makam Raja Kutai, maka ragam-ragam hiasnya dibandingkan dengan ragam-ragam bias keenam lokasi tersebut (kompleks makam Gowa, Tallo, Binamu, Watan Lamuru, Jere LompoE dan Dayak).
Dari perbandingan hasil pendekatan klasifikasi, tampak, bahwa dalam keragaman hiasan pada nisan dan jirat kompleks maka Raja Kutai menyerap unsur budaya lain. Unsur-unsur ragam bias yang lain itu dapat dikelompokan menurut tradisi asalnya, adalah:
1. Ragam hias Bugis: helai mawar, belah ketupat, bintang, tumpal dan gada
2. Ragam hias Makassar: helai mawar, bonggol bunga, mawar, swastika, belah ketupat, lingkaran, tumpal dan ular.
3. Ragam hias Dayak: mawar, pelipit, gada (blontang) dan ular.
4. Ragam hias yang baru muncul pada masa Islam adalah: keligrafi kufi, bingkai cermin, swastika banji dan stilir ekor, kepala dan badan ular.
Faktor-faktor pendukung tentang kemungkinan adanya ragam hias kompleks makam Raja Kutai menyerap budaya ragam hias Bugis-Makassar karena adanya pembauran mereka dengan sifat sirinya dalam masyarakat dan peranannya dalam Pemerintahan Kutai (salah satu turunannya ada yang merjadi Raja Kutai). Begitu pula dalam hal penyerapannya terhadap ragam bias budaya Dayak karena adanya kebijakasanaan Pemerintah Kutai kepada suku Dayak yang tampak dalam Undangundang Kerajaan "Panji Selaten" dan mereka hidup berbaur dalam masyarakat Kutai. Penyerapan terhadap budaya Bugis, Makassar dan Dayak menyebabkan difusi kebudayaan yang terjadi dalam keragaman hiasan nisan dan jirat kompleks makam Raja Kutai.

The Ornamentation on Nisans and Jirats at Complex of Grave for Kings of Kutai at 18-20 of the CenturyThis study concentrates on the archaeology of The Complex of Grave for Kings of Kutai, especially, the ornamentation on the nisans and the jirats. By administrative, the complex is located in Tenggarong, the capital regent for Kutai Regent, East Kalimantan, The location is exactly at the north or at the right of Mulawarman Museum (it was a palace of Kutai kingdom). The complex has 142 graves but they are only 20 graves of them to be as samples. The nisans and the jirats of graves have many beautiful of forms of ornamentation. A nisan and a jirat are elements of grave. A nisan is a sign which also mentioned a tomb stone and a jirat is a subbasement of grave. According to Ambary that nisans in complex of grave for kings of Kutai are typical of Bugis-Makassar influenced by the Dayak tradition. As far as he said, it doesn't seem if forms of ornamentation are derived from Bugis, Makassar and Dayak tradition in detail or not.
Because of that reason, the study formulated is the relationship among nisans and jirats at the complex of graves for king of Kutai and the ornamentation of Bugis, Makssar and Dayak based on the aspect of ornamentation.
The objective of this study are to identify the ornamentation on nisans and jirats in the complex of grave for kings of Kutai, and to identify the ornament influenced by Bugis, Makassar and Dayak's ornamentation into nisans and jirats in that complex of graves for king of Kutai.
To this case, the classification approach will be relevance to resolve the hypotheses above and also to the objective is. Technically, the writer must classify all ornament of all traditions into groups and types. The all types are compared to get the background characters.
At the end of this scientific work is shown, that results are that ornamentation on nisans and jirats in the complex of grave for Kings of Kutai are influenced by Bugis, Makassar and Dayak tradition. The forms of ornamentation are derived from i.e.: 1. Tradition of Bugis: sheets of rose, stars, hitters, triangles and escutcheons. 2. Tradition of Makassar: sheets of rose, buds of flower, rosettes, lattice (swastikas), escutcheons, circles, triangles, snakes and hitters. 3. Tradition of Dayak: sheets of flower, roses, hitters (blontang), pelipits (smallish of folds) and snakes. 3. Tradition of the Islam age of Kutai: Kufi of calligraphy, lattice-works (swastikas of banji), tails and heads of snake stylized by flora and snake body stylized by pelipit (smallish of folds) and frames of mirror.
That's for the abstract of the study for ending the duty to the mastery degree. The hoping, it will contribute to all researchers. To all professors contributed the knowledge, thank them very much.
"
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 1998
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Thoha Idris
"ABSTRAK
Situs Garisul - Jasinga terletak di sebelah Utara Kecamatan Jasinga Kabupaten Bogor memiliki bentuk-bentuk nisan yang menarik. Nisan-nisan tersebut tersebar di Lima Komplek makam antara lain :
a. Komplek makam di bukit kampung Garisul,
b. Komplek makam di bawah bukit kampung Garisul,
c. Komplek makam di bukit pinggir jalan raya kampung Garisul,
d. Komplek makam di bukit pinggir jalan raya kampung Parungsari dan,
e. Komplek makam di bukit kampung Parungsari.
Oleh Uka Tjandrasasmita diuraikan bahwa bentuk-bentuk nisan tersebut menunjukkan kubur laki-laki dengan delapan sisi (oktagonal) berangka tahun 1200 H = 1822 M dan kubur wanita mempunyai ukiran-ukiran saja, tetapi hingga saat ini secara tegas belum dapat diuraikan keseluruhan bentuk-bentuk nisan tersebut.
Penelitian yang dilakukan oleh penulis saat ini berbeda dengan penelitian yang pernah diteliti sebelumnya. Penelitian ini mencakup keseluruhan bentuk-bentuk nisan di lima komplek makam tersebut diatas, selain itu diperbandingkan dengan bentuk-bentuk nisan di situs Banten Lama dan di daerah-daerah lainnya.
Dari hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa situs Garisul - Jasinga banyak memiliki kesamaan bentuk pada nisannisan di situs Banten Lama yang diklasifikasikan dengan tipe Aceh dan tipe Demak - Troloyo, baik bentuk Silindrik maupun bentuk pipih. Disamping itu pula diuraikan aspek sejarahnya sesuai yang terpahat pada nisan-nisan tersebut yaitu abed 19, salah satu keunikan dari nisan-nisan itu memuat inskripsi Arab dengan gaya kaligrafi Naskhi dan kufi, berbahasa Jawa yang berada di lingkungan orang-orang berbahasa Sunda. Hasil penelitian tentang Hubungan antara Gerakan-gerakan masyarakat Muslim Banten dengan situs Garisul - Jasinga Kabupaten Bogor : Kajian tipologi nisan dapat memberikan khazanah ilmu Kepurbakalaan Islam di Indonesia.

ABSTRACT
Garisul-Jasinga Site is located in northern part of Bogor Regency, West Java, with interesting form of tomb-stones. The tombstones scattered in five grave complexes, namely:
The complex in a hill of Garisul village;
The complex in lower part of the hill in Garisul village;
The complex in a hill beside the road of Garisul village;
The complex in a hill beside the road of Parungsari village; and
The complex in a hill of Parungsari village.
Oka Tjandrasasmita describes that the forms of concerned tombstones related with the gender where the graves of men characterized by octagonal forms while women graves by en-graved forms; but up to now, there has not been explained distinctly the complete forms of the whole tombstones found in these complexes.
The study carried out by the writer is differ with those carried out previously. This study covers the whole forms of tombstones found in the five complexes mentioned above, and they are also compared with those found in Ban-ten Lama Site and other sites in different regions.
Based on this study it could be concluded that the form of tombstones found in this Garisul-Jasinga Site has many similarities with those found in Banten Lama Site, which all are classified as Aceh and Demak-Troloyo types, which both are in cylindric and slab. In addition, there are also described historical aspects which were engraved on concerned tombstones dated in 19th century. One of the unique things, there found Arabic inscription on the tombstones with Naskhi and Kufi style of calligraphy, written in Javanese language while they are located in Sundanese area.
The study on relationship between the movement of Moslem community in Banten with Garisul-Jasinga Site; and study on typology of tombstones could provide a valuable source for Islamic archaeology in Indonesia.
"
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 1995
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
cover
Lukmannul Hakim
"Islam di Indonesia berdasarkan bukti arkeologi diperkirakan telah muncul sejak abad sebelas masehi (M). Penemuan makam tertua di Indonesia ditemukan di Leran, Gresik yang berangka tahun 475 Hijriah (I-1) (1082 M). Makam atau kuburan adalah tempat dikuburkannya jasad manusia yang telah meninggal dunia. Makam Islam di Indonesia biasanya berbentuk persegi panjang dengan arah lintang utara_ selatan dan terdiri dari bangunan bawah dengan nama kijing atau jirat dan bangunan atas dengan nama nisan. Bentuk nisan bermacam-macam sesuai dengan agama dan kepercayaan, jenis kelamin, kedudukan, atau sistem klasifikasi sosial yang berlaku di masyarakat pembuatnya. Nisan dianggap penting karena sering mencantumkan jati diri orang yang dimakamkan, seperti: nama, hari, tanggal , informasi kelahiran dan kematian. Nisan di Indonesia, mendapat pengaruh lokal seperti masa prasejarah, Hindu-Buddha, juga pengaruh dan luar, seperti Gujarat, Cambay dan Persia, bahkan tidak mungkin ada nisan yang diirnpor dilihat dari bahan dan gaya. Nisan kubur sebuah makam dapat dijadikan data untuk mengetahui keberadaan Islam di suatu daerah. Penelitian nisan di Situs Kulantung-Jasinga, Bogor bertujuan untuk mengidentifikasi ciri-ciri bentuk dan motif bisa serta mengetahui kronologi penanggalan. Hasil berupa tipologi akan diketahui bentuk seperti apa yang dominan digunakan masyarakat sekitar Situs Kulantung pada waktu itu dan menunjukkan waktu keberadaan Islam di situs tersebut. Tujuan tersebut dicapai dengan pengumpulan data kepustakaan, dengan cara menelusuri sumber-sumber tertulis tentang penelitian nisan. Dilanjutkan pengumpulan data di lapangan, dilakukan dengan cara mengukur, menggambar dan memfoto nisan-nisan. Data-data tersebut kemudian diolah dengan melakukan klasifikasi taksonomi dan perbandingan dengan situs Islam terdekat. klasifikasi yang dilakukan dihasilkan bahwa Situs Kulantung terdapat 11 tipe nisan, yaitu Tkl, A1B1C1D1 berjumlah 4 nisan; Tk2, A1B1C1D2 berjumlah 1 nisan; Tk3, AlB2C1D1 berjumlah 13 nisan; Tk4, A1B2C1D2 berjumlah 1 nisan; Tk 5, A1B2C1D3 berjumlah 1 nisan; Tk6, A1B3C1D1 berjumlah 1 nisan; Tk7, A1B3C1D2 berjumlah 1 nisan; Tk8, A2B4C2D2 berjumlah 3 nisan; Tk9, A2B4C3D2 berjumlah 8 nisan; Tk10, A2B5C2D2 berjumlah 1 nisan; T1C11, A2B5C3D2 berjumlah 9 nisan. Hasil perbandingan angka tahun menunjukkan di situs Kulantung menggunakan dua sistem penanggalan, yaitu masehi (M) dan hijriah (H). Penanggalan masehi terlihat pada nisan dengan angka tahun 1886 dan 1893, sementara nisan dengan angka tahun 1242, 1264, 1332 menggunakan penanggalan hijriah."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2004
S11750
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Guillot, Claude
Jakarta-Paris: Kepustakaan Populer Gramedia, 2008
930.1 GUI i
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library