Ditemukan 3 dokumen yang sesuai dengan query
Terrando Lim
"Ship arrest merupakan mekanisme dengan mana pihak yang mempunyai klaim pelayaran mengamankan jaminan atas kapal tanpa melalui gugatan ke pengadilan. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2008 telah mengatur mekanisme penahanan kapal tanpa melalui gugatan, namun peraturan pelaksananya tidak kunjung terbit. Di sisi lain, sektor pelayaran yang kegiatannya lintas negara akan banyak berhadapan dengan unsur asing. Penyelesaian perkara dengan unsur asing membutuhkan analisis tersendiri menurut ilmu hukum perdata internasional. Singapura telah mempunyai ketentuan ship arrest yang diatur secara khusus. Terlebih, posisi Singapura dalam jajaran pelabuhan tersibuk di dunia menyebabkan sistem hukum Singapura telah terbiasa berhadapan dengan unsur asing. Untuk itu, penelitian ini akan mengadakan perbandingan pengaturan antara hukum Singapura dengan hukum Indonesia. Studi kasus turut diadakan untuk mengetahui penyelesaian perkara ship arrest yang melibatkan unsur asing. Hasil analisis akan memperlihatkan kondisi hukum Indonesia sekaligus menunjukkan apakah terdapat kebutuhan akan pengaturan yang lebih komprehensif. Penelitian menggunakan metode yuridis-normatif dengan bahan pustaka untuk mengkaji ketentuan hukum dan putusan pengadilan masing-masing negara. Penelitian berpendapat bahwa ketentuan hukum Indonesia membutuhkan pembaharuan untuk menopang praktik menahan kapal tanpa melalui gugatan yang melibatkan unsur asing.
Ship arrest provides a mechanism with which a party could apply for arrest of vessel to secure a maritime claim without being preceded by a lawsuit. Law Number 17 of 2008 on Shipping has regulated a similar mechanism. However, implementing regulation of the provision has yet to be enacted. International shipping activities will inevitably encounter foreign element. Settlement of dispute involving foreign element requires analysis of private international law. Singapore currently has a specific legislation on ship arrest. Moreover, Singapore’s reputation as one of the world’s busiest ports indicating that Singapore’s legal system has been familiar with foreign element. Therefore, this research seeks to compare regulations under Singaporean and Indonesian law. The case studies afterwards will depict the settlement process of ship arrest disputes relating to foreign element. The analysis aims to show the status quo of Indonesian law and whether further regulation is needed. This research is conducted with juridical-normative method utilizing documents and library materials to study the existing regulations and court judgments from each country. It argues that there is a need to renew the Indonesian law regarding mechanism to arrest a ship without going through a lawsuit which concurrently involves a foreign element."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership Universitas Indonesia Library
Priskila Widyananda
"Selain dikenal dalam lembaga jaminan gadai, bentuk jaminan dengan benda bergerak juga dikenal dan diakui dalam lembaga jaminan fidusia yang mengenai aturannya ditentukan di dalam Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia, dimana salah satu objek jaminan yang dapat dibebankan dengan fidusia adalah barang-barang persediaan. Jaminan fidusia dirasa tepat diberlakukan karena kebutuhan akan adanya suatu bentuk jaminan utang yang objeknya masih tergolong benda bergerak tetapi tanpa menyerahkan kekuasaan atas benda tersebut, yang beralih adalah hak kepemilikan suatu benda atas dasar kepercayaan sedangkan benda tetap dalam penguasaan pemilik benda. Kemudian timbul permasalahan apabila pemberi jaminan fidusia dengan objek jaminan berupa barang persediaan yang mudah beralih dan beralih wujud sehingga menurut sifatnya tidak lagi dapat dikatakan sebagai benda bergerak yang dapat dijaminkan dengan fidusia. Seperti kapal laut, dimana sifat kebendaan dari kapal laut ketika telah didaftarkan, akan menjadi benda tidak bergerak, oleh karenanya dibebankan dengan hipotik. Sehingga pemberi jaminan memiliki kewajiban untuk memberikan bentuk jaminan yang baru kepada Kreditur yang merupakan penerima jaminan.
Apart from being known in the pledge guarantee institution, a form of guarantee with movable objects is also known and recognized in the fiduciary guarantee institution of which the rules are stipulated in Law Number 42 of 1999 concerning Fiduciary Guarantees, where one of the guarantee objects that can be imposed with a fiduciary is inventory items. Fiduciary guarantees are deemed appropriate because of the need for a form of debt guarantee where the object is still classified as a movable object but without transferring power over the object, therefore, what is transferred is the ownership right of an object on the basis of trust while the object remains in the control of the object owner. In that case, a problem arises if the fiduciary guarantor with the collateral object is in the form of inventory items that can easily switch and change form so that by their nature they can no longer be said to be movable objects that can be guaranteed by fiduciary. For example: a ship, where the material nature of a ship when it has been registered will become an immovable object, therefore it shall be imposed with mortgage. In the end, the guarantor has an obligation to provide a new form of guarantee to the creditor as the recipient of the guarantee."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership Universitas Indonesia Library
Early Wulandari
"Pada tanggal 17 September 2021, Australia, Inggris dan Amerika Serikat menandatangani perjanjian AUKUS yang meletigimasi kepemilikan dan pengembangan kapal selam bertenaga nuklir oleh Australia. Hal ini berimplikasi langsung pada Indonesia yang memiliki kedudukan strategis sebagai jalur perdagangan. Menanggapi hal tersebut, Indonesia telah melaksanakan beberapa langkah politik di tingkat regional maupun di forum multilateral. Penelitian ini dimaksudkan untuk menganalisa langkah hukum yang dapat ditempuh Indonesia untuk meregulasi navigasi dan keselamatan kapal selam bertenaga nuklir mengingat instrumen hukum laut internasional belum mengakomodasi hal tersebut. Melalui pendekatan hukum normatif, dengan menggunakan teori Critical Legal Studies dan Konsep Politik Hukum, penelitian ini menemukan bahwa Indonesia perlu meregulasi ketentuan navigasi dan keselamatan kapal selam bertenaga nuklir di tingkat nasional.
On 17th of September 2021, Australia, the United Kingdom and the United States signed the AUKUS agreement which legitimises Australia's ownership and development of nuclear powered submarines. This has direct implications for Indonesia, which has a strategic position as a trade route. In response to this, Indonesia has carried out several political steps at the regional level as well as in multilateral forums This research is intended to analyse legal steps that can be taken by Indonesia to regulate the navigation and safety of nuclear-powered submarines considering that international maritime law instruments do not accommodate the concern. Through a normative legal approach, using the theory of Critical Legal Studies and the Concept of Legal Politics, this research finds that Indonesia needs to regulate provisions for the navigation and safety of nuclear-powered submarines at the national level."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2023
T-Pdf
UI - Tesis Membership Universitas Indonesia Library