Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 37 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Zalbi Ikhsan
Abstrak :
Pertemuan antar kelompok etnis yang berlainan dapat menimbulkan berbagai masalah, seperti ; adaptasi, integrasi, konflik sosial dan sebagainya. Desa Sidorahayu sebagai desa pemukiman transmigran yang berasal dan Jawa ( Jawa Barat, Jawa tengah, dan Jawa Timur ), maupun transmigran lokal yang berasal dari Sumatera Selatan sendiri, mengalami juga masalah integrasi. Karena itu masalah yang akan dijawab antara lain; bagaimana proses integrasi sosial bisa terwujud /tercapai diantara kelompok etnis yang ada, hal-hal apa yang berhubungan langsung ataupun tidak langsung dengan proses tersebut. Teori - teori integrasi yang dikemukakan oleh para sosiolog banyak dipakai dan digunakan sebagai acuan utama untuk menjelaskan atau menggambarkan proses integrasi yang terjadi pada kelompok - kelompok yang berbeda latar belakang sosial budaya dan asal usul daerah dalam studi ini. Metode penelitian yang digunakan adalah kombinasi antara metode deskripsi dan eksplanasi dengan memilih masyarakat desa Sidorahayu , Kecamatan Babat Toman- Musi Banyu Asin-Sumatera Selatan, sebagai lokasi penelitian. Pengumpulan data dilakukan dengan; wawancara berstruktur dengan responden sampel, wawancara bebas dengan sejumlah informan, pengamatan langsung terhadap kehidupan masyarakat, dan penelaahan dokumen. Data yang diperoleh dianalisa secara kuantitatif dengan bantuan tabel-tabel. Kenyataan menunjukkan, bahwa penempatan transmigran di desa Sidorahayu dilaksanakan dari bulan juli 1981 sampai dengan bulan September 1982, telah berhasil memukimkan sebayak 707 KK ( 3.044 jiwa ) dengan perbandingan asal usul daerah atau etnis: Etnis Sunda 1.047 jiwa ( 34.39 % ), Jawa sebayak 1.162 jiwa (37.32%) dan Melayu sebanyak 861 jiwa (28.29 % ). Dalam sejarah perkembangan masyarakat desa Sidorahayu dari tahun 1981 / 1982 sampai saat penelitian ini berlangsung, temuan penelitian menunjukkan bahwa: Pertama, telah terjadi perkembangan penduduk desa dikarenakan adanya perpindahan, sehingga penduduk desa yang dulunya berjumlah 3.044 jiwa ( 707 KK ) sekarang berjumlah 2.639 jiwa ( 646 KK ). Kedua kebijaksanaan pemukiman penduduk yang diterapkan dengan sistem ?integrated pluralism ? yang tidak memisahkan secara geografis asal usul, telah mendorong mereka untuk membiasakan diri melihat sesuatu dalam perspektif yang lebih luas. Sejalan dengan kebijakan tersebut, maka telah banyak terjadi perkawinan campuran antara Melayu - Jawa, Melayu - Sunda, Jawa - Sunda dan sebaliknya. Sebab itulah hubungan interaksional sesama mereka dan diantara mereka tidak hanya terbatas pada kesamaan asal usul daerah/kelompok etnis, tetapi mulai terjalin hubungan yang lebih luas dengan sesama warga desa, dan ini bermakna bahwa telah terjadi kultural struktural didalamnya, yang dengan kekuatan itu konflik sosial dapat dihindari. Hal ini didukung pula oleh lamanya kurun waktu kehidupan bersama dengan pola pemukiman yang membaur diantara mereka, memungkinkan pola interaksi yang ditampilkan dalam kehidupan sehari - hari mencerminkan status ketetanggaan yang ada pada seseorang. Dalam hubungan interaksional yang lebih luas yakni antar kelompok, nilai-nilai etika agama yang mereka anut dan budaya masing -masing kelompok dapat diterapkan sepenuhnya. Rendahnya tingkat pengetahuan timbal balik tentang nilai, norma dan adat kebiasaan ternyata tidak diartikan secara kaku, karenanya interaksi dan partisipasi timbal balik nyata lebih intensif. Tidak diketemukan sikap antipati antara satu sama lain, sekalipun individu maupun salah satu kelompok berada pada posisi pengambil prakarsa. Kesediaan seperti itu mencakup berbagai derajat pemahaman simpatik terhadap sesama warga desa, sebagai tetangga, sebagai teman seperkumpulan, sebagai teman kerja sama dalam mengatasi masalah ekonomi rumah tangga. Karenanya identitas diri mereka berkembang dan muncul kembali dalam peranan sosial yang ditampilkan. Sampai saat penelitian ini berlangsung, kenyataan menunjukkan, bahwa dengan adanya motivasi agama dan budaya diantara mereka sekaligus menjadi potensi positif untuk mendorong proses integrasi sosial. Mereka mampu secara tepat dapat menempatkan perbedaan asal usul daerah dan paham aliran agama yang dianut, ataupun bidang usaha dan pekerjaan yang berbeda, tidak sebagai dikotomi yang harus dipertentangkan, melainkan sebagai suatu dualisme yang berjalan sejajar dan beriringan untuk saling melengkapi dalam sisi kelebihan dan kekurangannya. Karena itu kekuatan - kekuatan integratif yang ada dalam masyarakat dapat berfungsi sebagai media, sarana dan wahana sosialisasi guna mencapai derajat integrasi sosial yang diinginkan, yakni kehidupan berdampingan secara damai dan harmonis. Kesimpulan dari studi ini adalah integrasi sosial diantara kelompok etnis yang ada kini telah tercapai, yakni telah terbina dan terciptanya kehidupan berdampingan dan bertetangga secara rukun, damai dan harmonis. Namun sekalipun tercapainya integrasi sosial tersebut, tidak sekaligus berarti tidak adanya benih-benih konflik atau potensi konflik. Benih-benih konflik atau potensi konflik, terutama dikarenakan perbedaan dalam mata pencaharian, bidang usaha dan penguasaan lahan pertanian yang mencolok, cukup potensial dan masih perlu diwaspadai dimasa-masa mendatang.
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2000
T3035
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sikoway, Anthon
Abstrak :
Fungsi Haima dalam perspektif orang Papua (Warga Kayu Pulo dan Papua Nugini) merupakan faktor utama menuju kelanjutan hidup bertetangga yang dibina, baik itu menyangkut manusianya ataupun media yang menjadi primadona saling berkunjung. Pusat perhatian dalam tesis ini sebenarnya menyoroti ketika semakin terdegradasi esensi budaya masyarakat itu namun tidak mengurangi keterikatan mereka menyangkut aspek kekerabatan, ekonomi, agama dan kepercayaan yang ternyata dari hasil penelitian menunjukkan gejala keseimbangan antar aspek kehidupan manusia dalam arti memenuhi kebutuhan hidupnya yang pada akhirnya melahirkan konsep kebutuhan manusia dengan temuan-temuan karakteristik masyarakat, dalam penelitian berjudul "Haima" Suatu Kajian Tentang Integrasi Masyarakat Desa di Irian Jaya dan Papua Nugini. Beberapa pegangan masyarakat ini adalah : Pertama, kedua masyarakat ini selalu dikaitkan dengan latar belakang kekerabatan yang menghasilkan produk saling berkunjung yang didalamnya terjadi aktivitas-aktivitas yang mengandung muatan ekonomi, sosial, dan agama. Dengan kata lain bahwa kekerabatan merupakan hal yang sangat pokok dalam melakukan kegiatan Haima tersebut. Kedua, kenyataan bahwa nilai kelanjutan hidup manusia adalah nilai ekonomi. Walaupun aktivitas kehidupan lain semakin baik, tetapi peran perantara transaksi ekonomi dari tukar menukar sampai pada jual beli pada akhirnya menjadi patokan stratifikasi sosial seseorang dalam cakupan adat berkunjung. Ketiga, upaya untuk meningkatkan peran agama dan kepercayaan adalah penentu sosok kepribadian yang integral dalam menghadapi proses pembangunannya. Hipotesis ini adalah semakin berkembangnya masyarakat atau lebih luas lagi disebut bangsa menuju globalisasi tetapi yang terjadi ternyata adanya "Keseimbangan" dalam tanda kutip antara nilai-nilai kekerabatan, ekonomi maupun agama dan kepercayaan selalu dapat hidup berdampingan mengikuti proses-proses pembangunan.
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2000
T9739
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Eduard
Abstrak :
Didalam negara yang masyarakatnya bercorak plural society, yang terdiri dari berbagai jenis suku bangsa atau etnis dengan pola kebudayaan, adat istiadat, agama, ras, yang beraneka ragam, pengetahuan tentang integrasi sosial yang terjadi antar kelompok masyarakat sangat panting artinya, karena dengan mengetahui prihal kondisi yang dapat menimbulkan serta mempengaruhi bentuk atau tipe integrasi tertentu, pengetahuan tersebut dapat disumbangkan bagi usaha pembinaan persatuan bangsa. Terlebih dengan adanya fenomena yang terjadi diakhir abad ke 20 ini, yakni kecenderungan munculnya gejala disintegrasi yang melanda negara-negara bangsa. Pengalaman bangsa-bangsa di dunia yang memiliki masyarakat yang majemuk menunjukan, tidaklah mudah menjamin terpeliharanya integrasi nasional. Sering kali bangsa-bangsa tersebut larut dalam berbagai konflik antar kelompok ( suku, agama, ras) yang menyebabkan goyahnya persatuan dan kesatuan bangsa, bahkan sampai mengakibatkan,pecahnya suatu bangsa seperti yang dialami negara Republik Federasi Yugoslavia, Republik Sosialis Uni Soviet, Ceko dan Slovakia, Irak dengan suku Kurdinya, serta kekacauan-kekacauan yang hingga kini sedang melanda bangsa-bangsa yang memiliki masyarakat yang majemuk.
Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 1998
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Hyun Sook Kim
Abstrak :
ABSTRAK
In the past, women migrated as part of a family and for family reunification, but recently they have been migrating according to their own independent purposes. As the quantity of womens immigration increases, the feminization of migration has emerged as one prominent feature in international migration. In international migration, the migrant network is a major resource, and it is one major factor that greatly influences migrants settlement, stabilization, and successful migration in the host country. Therefore, the present study in- vestigated the role of migrant networks in international migration and exam- ined how migrant network policies are implemented in Koreas social in- tegration policy for foreigners. The researcher analyzed the status of migrant womens networks in Korea, which have been neglected in Koreas policy implementation. The results showed that migrant women in Korea have been excluded from the formation of a network that could enable them to acquire resources in their settlement due to their vulnerable social status. The policy was mostly focused on marriage migrant women and their families due to Koreans putting emphasis on the bloodline based on patriarchal thinking. It was also found that women who migrated with the purpose of securing a job by joining the formal market area had more difficulties in accessing the mi- grant network because of the lack of time and economic burden. More prac- tical policies need to be established to facilitate network formation and access for all migrant women, through which they can acquire resources.
Seoul: OMNES, 2018
350 OMNES 8:3 (2018)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Soumokil, Tontji
Abstrak :
Pertemuan antar kelompok etnis yang berlainan dapat menimbulkan sejumlah masalah, seperti: adaptasi, integrasi, konflik sosial dan sebagainya. Desa Waimital sebagai desa yang dihuni para transmigran asal Jawa dan penduduk setempat, mengalami banyak masalah integrasi. Karena itu, pertanyaan yang akan dijawab antara lain: bagaimana proses integrasi sosial bisa terwujud di antara mereka; hal-hal apa yang berhubungan langsung maupun tidak langsung dengan proses tersebut. Teori-teori integrasi dalam sosiologi yang dikemukakan oleh para sosiolog (seperti, Landecker, Durkheim, Parson, Angell dan sebagainya) dapat dipakai untuk menjelaskan atau menggambarkan proses integrasi yang terjadi pada kelompok-kelompok yang berbeda latar belakang sosial-budaya dalam studi ini. Metode penelitian yang digunakan adalah kombinasi antara metode deskriptif dan eksplanasi dengan memilih masyarakat desa Waimital kecamatan Kairatu Propinsi Maluku sebagai lokasi penelitian. Pengumpulan data dilakukan dengan menerapkan empat cara, yaitu: wawancara berstruktur dengan responden sampel, wawancara bebas dengan sejumlah informan, pengamatan langsung terhadap berbagai aspek kehidupan masyarakat, penelaahan dokumen. Data yang diperoleh dianalisa secara kualitatif dengan bantuan tabel-tabel silang. Kenyataan menunjukkan bahwa penempatan para transmigran asal Jawa di desa Waimintal dilakukan secara bertahap. Pada tahun 1954/1955 berhasil dikumimkan transmigran gelombang I asal Jawa Timur dan Tengah sebanyak 257 KK {880 Jiwa); tahun 1970/1971 transmigran gelombang ke-II asal Daerah Khusus Yogyakarta sebanyak 50 KK (233 Jiwa); dan pada tahun 1972/1973 gelombang ke-III(terakhir) asal Jawa Timur sebanyak 100 KK (479 Jiwa) ditempatkan di desa ini. Sampai dengan saat penelitian ini berlangsung diketahui bahwa dari jumlah penduduk desa sebanyak 3280 orang ternyata 2974 orang adalah etnis Jawa ; 243 orang adalah etnis Ambon, dan 63 orang lain adalah etnis Sulawesi, Flores dan Timor. Dalam perjalanan sejarah perkambangan masyarakat Waimintal dari tahun 1954 sampai saat penelitian ini dilaksanakan, temuan penelitian lapangan menunjukkan bahwa kebijaksanaan pemukiman penduduk yang diterapkan pemerintah dengan sistem 'integrated pluralism' (dimana orang Ambon dan Jawa tidak dipisahkan secara geografis berdasarkan asal-usul) mendorong mereka untuk membiasakan dirinya melihat sesuatu dalam perspektif yang lebih luas. Sejalan dengan kebijaksanaan politik tersebut itu, orang Ambon sudah menjalin hubungan perkawinan campuran dengan orang Jawa. Karena itu, hubungan interaksional dengan mereka dan di antara mereka tidak hanya terbatas pada kesamaan asal-usul semata-mata, tetapi mulai terjalin hubungan yang lebih luas dengan sesama warga desa, lama kelamaan diberi makna kultural struktural di dakamnya sehingga dengan kekuatan itu konflik sosial dapat dihindari. Di samping itu, kurun waktu lamanya kehidupan bersama dengan pola pemukiman yang membaur di antara mereka memungkinkan pola interaksi yang ditampilkan dalam kehidupan sehari-hari mencerminkan status 'ketetanggan' yang ada pada seseorang. Dalam hubungan interaksional yang lebih luas yakni antar kelompok, nilai-nilai etika agama dan budaya yang dianut masing-masing kelompok dapat diterapkan seluruhnya. Sebab itu, rendahnya tingkat pengetahuan timbal-balik tentang nilai, norma dan adat kebiasaan ternyata tidak ditafsirkan secara kaku dan sempit, karenanya interaksi dan partisipasi timbal-balik nyata lebih intensif. Tidak ditemukan sikap anti pati antara satu terhadap yang lain, sekalipun individu maupun salah satu kelompok berada pada posisi pengambil prakarsa. Kesediaan seperti itu mencakup berbagai derajat pemahaman simpatik terhadap sesama warga desa sebagai tetangga, sebagai teman seperkumpulan maupun sebagai teman kerja sama dalam mengatasi masalah ekonomi rumah-tangga. Karena itu, identitas diri mereka berkembang dan kembali muncul dalam peranan-peranan sosial yang ditampilkannya. Kenyataan menunjukkan bahwa dengan adanya motivasi agama budaya yang berada di antara mereka sekaligus menjadi potensi positif untuk mendorong proses integrasi sosial. Karena mereka mampu secara tepat dapat menempatkan kepelbagaian agama dan budaya tidak sebagai dikotomi yang mesti dipertentangkannya melainkan suatu dualisme yang berjalan sejajar untuk saling melengkapi dalam sisi kelebihan dan kekurangannya. Karena itu, kekuatan-kekuatan integratif yang ada di dalam masyarakat dapat berfungsi sebagai sarana-sarana sosialisasi guna mencapai derajat integrasi sosial yang diinginkan, yakni kehidupan berdampingan secara harmonis. Kesimpulan dari studi ini adalah integrasi sosial di antara mereka telah tercapai, sekalipun kenyataan-kenyataan lain mungkin saja bisa melahirkan konflik konflik insidental yang bersifat personal di dalam masyarakat desa yang diteliti ini.
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 1992
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Aris Djazuli
Abstrak :
Kota-kota di negara-negara sedang berkembang atau lebih dikenal dengan Dunia Ketiga berkembang dengan sangat pesat. Setiap tahun berjuta-juta orang pindah dari desa ke kota, sekalipun banyak kota besar dalam kenyataannya sudah tidak mampu menyediakan pelayanan pendidikan, kesehatan, lapangan kerja, transportasi, perumahan, dan sebagainya lebih dari minimal kepada penduduknya yang sangat padat itu. Sekalipun kota-kota besar yang ada sekarang ini sudah tergolong sangat besar, namun diperkirakan akan berkembang meniadi kota-kota yang lebih besar lagi dalam tahun-tahun mendatang. Pada tahun 1950 diperkirakan 38 persen penduduk kota tinggal di negara-negara sedang berkembang. Namum dalam tahun 1975 sekitar 51 persen atau 750 juta penduduk negara-negara sedang berkembang berada di kota, jumlah yang sama dengan jumlah penduduk kota di negara-negara lain. Pada tahun 2000 nanti, diperkirakan jumlah penduduk kota di negara-negara sedang berkembang akan meningkat lebih dari dua setengah kali, sedang penduduk kota di negara-negara industri hanya akan bertambah kurang dari 50 persen. Proses urbanisasi yang terjadi di negara-negara sedang berkembang tersebut menimbulkan dampak yang sangat luas. Salah satu masalah yang timbul sebagai akibat dari perkembangan urbanisasi yang cepat itu adalah berupa kenyataan bahwa kota-kota di negara-negara sedang berkembang pada tingkat sekarang ini belum mampu untuk menyediakan lapangan kerja, menyediakan prasarana dan sarana umum kota yang dibutuhkan, menyediakan sistem transportasi, perumahan, sampah, dan sebagainya. Dalam keadaan demikian kota-kota akhirnya akan tampil sebagai kumpulan sistem yang keberatan beban, termasuk di dalamnya juga sistem-sistem nilai yang akhirnya berkembang dalam tata kehidupan kota. Salah satu akibat lebih lanjut dari kenyataan ini adalah masalah-masalah yang ditimbulkan akibat merosotnya kualitas lingkungan hidup dalam anti luas, institusi-institusi sosial menjadi goyah, keseimbangan ekosistem terganggu dan siklus materi tidak dapat berjalan sebagaimana mestinya. Seperti diketahui pada tingkat pertama alam dikenal mempunyai daya penyerap secara alami pengaruh-pengaruh yang diakibatkan oleh kegiatan manusia. Kemampuan tersebut akan terganggu karena adanya berbagai sistem keberatan beban seperti diuraikan di atas. Akibatnya kualitas lingkungan hidup dari hari ke hari semakin memburuk. Kenyataan ini dapat dilihat sehari haridalam kehidupan kota-kota besar seperti Jakarta ini betapa sampah yang bertebaran, sanitasi yang buruk dan saluran air yang mampat, air sungai dalam kota yang hitam dan penuh sampah, septic udara yang kotor oleh emisi kendaraan bermotor maupun industri, kebisingan, sistem lalu lintas yang macet, penyerobotan tanah secara liar, kandisi perumahan penduduk yang padat dan buruk, dan lain sebagainya. Secara sosial akibat dari adanya sistem keberatan beban ini dapat dilihat berupa melebarnya perbedaan antara golongan penduduk yang kaya. dan yang miskin, tingkat penganggaran yang tinggi, munculnya gelandangan, tingkat pendidikan yang rendah, kenakalan anak dan remaja yang makin meningkat, angka kejahatan yang tinggi, dan sebagainya.
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 1988
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rr. Endah Noorwidayati
Abstrak :
ABSTRAK Tesis ini membahas tentang integrasi sosial waria di masyarakat. Penelitian ini mengambil lokasi di wilayah Jakarta Timur. Metode penelitian ini adalah kualitatif, dengan fokus penelitian proses integrasi sosial waria di masyarakat serta faktor-faktor yang mempengaruhi proses integrasi sosial waria di masyarakat. Hasil penelitian menunjukkan bahwa proses integrasi sosial yang dilakukan waria di masyarakat berjalan tidak cukup baik. Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi proses integrasi sosial waria di masyarakat antara lain jarak sosial, baik objektif maupun subjektif; adanya prasangka dan diskriminasi; adanya sistem sanksi di masyarakat; heterogenitas kelompok; mobilitas geografis; dan lamanya waria bertempat tinggal dalam suatu wilayah.
ABSTRACT This thesis to study about the social integration of transgender in society This research was located in East Jakarta area. The method used for this research is qualitative method, which focusing on transgender and its influenced factors in the social integration process into society. The result shows its social integration process for transgender has not done well, through the following influenced factors social distance either it is objectively or subjectively; prejudice and discriminative; commmunity sanctions; group?s heterogeneity; geographical mobility; and transgender?s duration to stay in an area.
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2015
T45132
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Inkiriwang, Justus
Abstrak :
Orang-orang Tihimu dan Amian itu yang pada mulanya masih memperlihatkan suatu keseragaman hidup dalam arti pendidikan mereka, kehidupan ekonomi, adat kebiasaan mereka, dan sebagainya hampir tidak ada perbedaannya. Dengan melalui proses perkembangan yang bertahun-tahun lamanya, telah memperlihatkan perbedaan-perbedaan yang mencolok dinatara kedua belah pihak, terutama dibidang pendidikan dan ekonomi.
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 1971
S12780
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Aditya Herlangga
Abstrak :
Selama ini telah dikenal sistem pembelajaran dengan metode konvensional dimana siswa belajar dan mengerjakan tugas secara individual. Akibatnya perkembangan dan penguasaan materi dari masing-masing siswa menjadi tidak sama. Namun, dimulai pada era 1970-an tercetuslah sebuah metode pembelajaran secara berkelompok, dimana kelas dibagi menjadi beberapa kelompok dengan jumlah peserta masing-masing kelompok antara 2 hingga 6 orang. Terbukti bahwa metode pembelajaran berkelompok ini dapat lebih meningkatkan efektifitas dan efisiensi dalam proses pembelajaran bila dibandingkan dengan metode pembelajaran konvensional. Saat ini sistem pendidikan telah mulai mengimplementasikan proses pembelajaran melalui media internet. Akibatnya adalah tercipta banyak komunitas pendidikan secara virtual atau e-learning. Bardasarkan fakta itulah sistem pembelajaran berkelompok coba diterapkan dalam dunia e-learning, dan menghasilkan sistem collaborative elearmng. Penerapan sistem collaborative elearmng membutuhkan adanya fitur-fitur pendukung untuk mengoptimalkan dan menyempumakan kinerja sistem secara keseluruhan. Fitur yang menjadi awal berjalannya sistem collaborative elearmng tentunya adalah fitur grouping untuk pembagian kelompok. Fitur pretest yang ditujukan untuk mengukur sejauh mana penguasaan materi mahasiswa sebelum proses pembelajaran dimulai. Kemudian fitur diskusi yang dibuat untuk mempermudah anggota kelompok dalam berdiskusi dengan kelompoknya guna menyelesaikan tugas yang diberikan oleh dosen untuk masing-masing kelompok. Setelah dilakukan beberapa pengujian dengan memvariasikan jumlah pertanyaan untuk fitur pretest dan memvariasikan jumlah peserta untuk fitur grouping. Didapatkan bahwa kecepatan akses sistem akan bertambah sebesar 0.0228 detik untuk setiap penambahan 1 soal pretest dalam proses input soal kedalam database dan berkurang sebesar 0.0062 detik dalam proses submit jawaban pretest, sedangkan pertambahan 1 orang peserta akan menambah waktu akses proses grouping sebesar 0.0005 detik.
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2006
S40272
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Andrew Imanuel Ramschie
Abstrak :
Manusia sebagai makhluk sosial cenderung akan berkelompok dengan manusia lain yang sepaham dan sejalan dengan dirinya lalu membentuk organisasi. Begitu juga dengan Abang dan None Jakarta yang memiliki kesadaran dan kebutuhan akan suatu wadah mereka bernaung dalam sebuah organisasi yang diberi nama Ikatan Abang None Jakarta. Kehadiran organisasi ini sebagai tempat bertemunya para Abang dan None Jakarta dari berbagai wilayah dan angkatan agar potensi yang mereka punya bisa disalurkan. Keinginan mereka untuk membentuk organisasi ini dilandasi pada keinginan untuk mencapai tujuan yang ingin mereka raih sesuai kesepakatan bersama. Untuk mencapai itu semua, dibutuhkan suatu organisasi dengan budaya organisasi di dalamnya untuk menyatukan mereka yang datang dari latar belakang yang beragam. Karya ilmiah ini bertujuan untuk menggambarkan fungsi budaya organisasi di Ikatan Abang None Jakarta dalam proses integrasi anggotanya. Penelitian ini adalah pendekatan kualitatif yang dilakukan dengan pengamatan terlibat dan wawancara mendalam. Budaya organisasi ini dibentuk untuk menjadi panduan dalam proses adaptasi dan integrasi anggotanya. Dalam pelaksanaannya, organisasi ini sering mendapatkan hambatan baik dari dalam dan luar. Apabila budaya organisasi sudah dijalankan dengan baik untuk menguatkan organisasi serta meredam hambatan-hambatan yang ada, maka tujuan organisasinya bisa tercapai dan kesempatan-kesempatan yang didapat Ikatan Abang None Jakarta bisa maksimal. ...... Humans as social creatures tend to be grouped with other human beings who are in line with himself and then formed an organization. It is also happened with Abang and None Jakarta who have the awareness and the need to grouped and formed an organization named Ikatan Abang None Jakarta. The presence of this organization as a meeting place of Abang and None Jakarta from various regions and batches to channel their passion and express their talents. Their desire to form this organization based on the desire to achieve goals they want to achieve according to mutual agreement. To achieve that, it takes an organizational culture to bring together those who come from diverse backgrounds. The purpose of this writing is to illustrates the function of organizational culture at Ikatan Abang None Jakarta in the integration process of its members. This study was carried out based on qualitative research methods and also applying techniques of participant observation and depth interviews. This organizational culture is formed to guide the adaptation and integration process of its members. In practice, the organization often faces both internal and external barriers. If the organizational culture is well executed to strengthen the organization and reduce the existing barriers, then the organizational goals can be achieved and the opportunities obtained by Ikatan Abang None Jakarta can be maximized.
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2017
S68608
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4   >>