Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 15 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Dian Pratiwi
"Kolonisasi SA merupakan salah satu faktor ekstrinsik yang berperan sebagai pencetus eksaserbasi dan menetapnya inflamasi kulit DA. Prevalensi kolonisasi SA pada pasien DA lebih tinggi dibandingkan dengan populasi umum, baik pada lesi kulit, kulit nonlesi, maupun nares anterior. Kolonisasi SA di nares anterior berperan sebagai reservoir dan merupakan faktor panting untuk kolonisasi kulit. Data tentang kolonisasi SA nasal pada pasien DA bayi dan anak di Indonesia belum ada. Belum diketahui apakah densitas koloni SA nasal berhubungan dengan derajat keparahan DA bayi dan anak.
Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan data perbandingan prevalensi kolonisasi SA nasal pasien DA bayi dan anak dengan bayi dan anak nonDA. Selain itu untuk mencari hubungan antara derajat densitas koloni SA nasal dengan derajat keparahan DA bayi dan anak. Penelitian ini adalah penelitian potong lintang dengan membandingkan antar kelompok (comparative cross sectional).
Penelitian dimulai pada bulan September 2004 sampai Januari 2005 di Poliklinik Divisi Dermatologi Anak Departemen IKKK RSCM, Jakarta. Pemeriksaan biakan untuk identifikasi dan hitung koloni SA dilakukan di Divisi Mikrobiologi Departemen Patologi Klinik RSCM, Jakarta.
Subyek penelitian terdiri atas 42 orang yang datang ke Poliklinik Divisi Dermatologi Anak Departemen IKKK RSCM dan memenuhi kriteria penerimaan serta penolakan. Subyek penelitian dibagi menjadi 2 kelompok, yaitu 21 orang sebagai kelompok pasien DA dan 21 orang nonDA sebagai kelompok kontrol.
Variabel bebas yang diteliti adalah kolonisasi dan densitas koloni SA nasal, sedangkan variabel tergantung adalah derajat keparahan DA. Diagnosis DA ditegakkan berdasarkan kriteria Hanifin dan Rajka (1989). Dilakukan pencatatan derajat keparahan DA dengan skor EASI.
Hasil penelitian adalah sebagai berikut:
1. Karakteristik subyek penelitian
Usia, jenis kelamin, riwayat atopi diri selain DA, dan riwayat atopi keluarga antara kedua kelompok sebanding. Usia termuda 6 bulan dan tertua 13 tahun 11 bulan. Subyek penelitian terbanyak berusia 5 -14 tahun, yaitu 52%.
Pada kelompok pasien DA, 80,8% merupakan pasien DA fase anak. Pasien DA laki-laki 1,3 kali lebih banyak daripada perempuan. Terdapat 3 (14,3%) pasien DA yang disertai riwayat RA dan 2 (9,5%) pasien dengan riwayat asma bronkial. Tidak ditemukan pasien DA yang memiliki 2 manifestasi atopi saluran papas.
Usia awitan DA bervariasi antara 1 bulan - 12 tahun, terbanyak pada kelompok usia 1-5 tahun yaitu 8 (38,1%) pasien. Saat penelitian, 14 (66,5%) pasien menderita episode DA kurang dari 2 minggu. Frekuensi kekambuhan penyakit terbanyak terjadi 3 - 6 kali/tahun, yaitu pada 7 (33,2%) pasien.
2.Prevalensi kolonisasi SA nasal
Kolonisasi SA nasal pada pasien DA didapat pada 16 (76,2%) kasus, sedangkan pada kelompok kontrol ditemukan pada 8 (38,1%). Dengan menggunakan uji Chi-square didapat perbedaan bermakna (p=0,029). Prevalensi kolonisasi SA nasal bayi dan anak DA lebih tinggi dibandingkan dengan kontrol.
3.Hubungan derajat keparahan DA dengan densitas koloni SN nasal dengan menggunakan uji Kruskal Wallis tidak terdapat hubungan bermakna antara derajat keparahan DA yang dihitung berdasarkan skor EASI dengan densitas koloni SA nasal (p=0.834)"
Depok: Universitas Indonesia, 2005
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Christine Lieana
"Latar Belakang: Methicillin resistant Staphylococcus aureus (MRSA) merupakan bakteri Staphylococcus aureus yang telah resisten terhadap antibiotik methicillin. Saat ini, MRSA masih merupakan ancaman di seluruh dunia. Infeksi MRSA dapat menimbulkan berbagai komplikasi. Oleh karena itu, diperlukan pengobatan yang mampu menangani MRSA di masa mendatang. Daun kelor atau Moringa oleifera dikenal memiliki banyak khasiat, salah satunya adalah sebagai antibakteri. Maka dari itu, peneliti mengusulkan untuk melakukan penelitian terkait potensi ekstrak etanol daun kelor (Moringa oleifera) sebagai antibakteri terhadap MRSA. Metode: Penelitian dilakukan dengan uji eksperimental melalui metode makrodilusi. Makrodilusi dilakukan baik pada ekstrak etanol daun kelor maupun vankomisin. Makrodilusi pada ekstrak etanol daun kelor dilakukan untuk mengetahui efek antibakteri ekstrak tersebut terhadap bakteri MRSA. Sedangkan makrodilusi pada vankomisin dilakukan sebagai pembanding. Hasil: Pada penelitian ini tidak ditemukan efek antibakteri ekstrak etanol daun kelor (Moringa oleifera) terhadap bakteri MRSA. Hal tersebut terbukti dengan tidak ditemukannya konsentrasi hambat minimun (KHM) maupun konsentrasi bunuh minimum (KBM) pada percobaan ini. Pembahasan: Hasil pada penelitian ini berbeda dengan beberapa penelitian yang sudah pernah dilakukan. Perbedaan tersebut dapat terjadi akibat beberapa faktor. Peran ekstrak etanol daun kelor (Moringa oleifera) sebagai antibakteri terhadap MRSA dapat diteliti lebih lanjut dengan metode yang berbeda ataupun konsentrasi yang lebih tinggi.

Background: Methicillin resistant Staphylococcus aureus (MRSA) is a group of bacteria (Staphylococcus aureus) which are found to be resistant against antibiotics called methicillin. Nowadays, MRSA is still becoming a threat across the globe. Infections caused by MRSA may cause various complications. Due to this fact, proper-management is needed to deal with MRSA in the future. Moringa oleifera has been popularly known for its benefits, one of which is the antibacterial effect. Therefore, the author proposed to do a research on the potential of Moringa oleifera ethanol extract as an antibacterial agent against MRSA. Method: The research done is an experimental test using macrodilution method. Macrodilution was done on both the ethanol extract and vancomycin. Macrodilution on the extract was done to discover its antibacterial effect against MRSA, while macrodilution on vancomycin was done as a comparison. Results: In this research, there is no antibacterial effect found from Moringa oleifera extract against MRSA. This result is supported by the absence of minimum inhibitory concentration (MIC) and minimum bactericidal concentration (MBC) in this experiment. Discussion: The result in this research was different from some previous research findings. The difference might be caused by several factors. The role of Moringa oleifera extract as antibacterial agent against should be further studied using different methods or higher concentration."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2019
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
R.A. Arya Abikara
"Infeksi methicillin-resistant Staphylococcus aureus atau MRSA merupakan salah satu ancaman bagi pelayanan orthopaedi dan traumatologi. Rancangan penelitian adalah potong lintang, dilaksanakan pada bulan Desember 2010 - Desember 2011. Analisis data dilakukan secara deskriptif dengan menghitung angka karier MRSA dan dilakukan uji Fisher untuk mencari faktor-faktor yang berhubungan. Didapatkan angka infeksi MRSA pada pasien pasca operasi 0,5%, angka karier pada pasien 50%, angka karier keluarga 25%, namun tidak ditemukan karier pada penyedia layanan kesehatan. Tidak terdapat hubungan yang bermakna antara status karier keluarga dan status karier penyedia layanan kesehatan dengan status karier MRSA pada pasien.

Methicillin-resistant Staphylococcus aureus (MRSA) infection has become a threat towards Orthopedic and Traumatology care. Cross-sectional study design was used as the methodology in this study. The time frame was from December 2010 until Desember 2011. Data analysis method used was descriptive method by calculating the MRSA carrier number. Afterwards, Fisher test was done to find out the relative factors. MRSA infection rate on post surgery patient was 0.5%,; carrier rate among patients, family, and healthcare providers were 50%, 25%, and 0% . There was no significant correlation between status of family carrier, and healtcare provider carrier with the status of patient carrier among after surgery MRSA infected patient ."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2012
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Riahna
"Methicillin Resistant Staphylococcus Aureus (MRSA) merupakan salah satu penyebab infeksi nosokomial. Meskipun telah terdeteksi sejak tahun 1961, angka kejadian MRSA di rumah sakit semakin meningkat sampai sekarang, sehingga tingkat pengetahuan perawat yang baik tentang MRSA menjadi sangat penting dalam upaya pencegahan terjadinya MRSA. Tujuan dari penelitian deskriptif ini adalah untuk mengetahui gambaran tingkat pengetahuan perawat tentang infeksi MRSA di RS. Awal Bros Bekasi. Tehnik pemilihan sampel adalah total sampling dan dianalisis dengan menggunakan analisis univariat. Hasil penelitian menunjukkan sebanyak 48,2% responden memiliki tingkat pengetahuan yang baik, dan sebanyak 15,7% memiliki tingkat pengetahuan berkategori kurang. Hasil penelitian ini merekomendasikan untuk dilakukan sosialisasi tentang MRSA sebagai upaya meningkatkan patient safety.

Methicillin Resistant Staphylococcus Aureus (MRSA) is one of the causes of nosocomial infection. Although it has been detected since 1961, the incidence of MRSA in hospitals is increasing until now, so a good level of nurse’s knowledge about MRSA become very important in the prevention of the occurrence of MRSA. The purpose of this descriptive research was to identify the level of nurse’s knowledge about MRSA infections at Awal Bros Hospital Bekasi. The sample selection technique was total sampling and the results were analyzed using univariate analysis. The results showed that 48.2% of respondents have a good level of knowledge, and 15.7% had less knowledge level category. Based on the research results, the researcher suggested that MRSA socialization should be done in order to enhanced patient safety and complete the support facilities."
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2013
S47659
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Mochamad Iqbal Hassarief Putra
"ABSTRAK
Latar Belakang: Infeksi kulit dan jaringan lunak (IKJL) oleh MRSA di ruang rawat inap merupakan masalah nosokomial yang meningkat prevalensinya setiap tahun. Hal tersebut akan meningkatkan angka mortalitas, biaya dan lama rawat bila tidak dikelola dengan baik. Faktor-faktor risiko terjadinya infeksi MRSA pada pasien IKJL di ruang rawat inap penting untuk diketahui agar dapat dilakukan upaya-upaya pencegahan dan pengendalian terhadap faktor-faktor risiko tersebut sehingga pada gilirannya diharapkan kejadian MRSA pada pasien IKJL dapat dicegah atau dikendalikan.
Tujuan: Mengetahui proporsi IKJL oleh MRSA dan mempelajari faktor-faktor yang berhubungan dengan risiko terinfeksi MRSA pada penderita IKJL di ruang rawat inap Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM).
Metode: Penelitian ini menggunakan studi kasus kontrol. Data dikumpulkan dari catatan rekam medis pasien rawat inap RSCM yang memiliki IKJL. Kelompok kasus adalah subjek dengan IKJL oleh MRSA, kelompok kontrol adalah subjek dengan IKJL oleh non-MRSA. Analisis bivariat dilakukan pada 9 variabel bebas yaitu pemakaian antibiotik sebelum kultur, infeksi HIV, IVDU, penggunaan kortikosteroid, prosedur medis invasif, DM, keganasan, riwayat hospitalisasi dan ruang rawat. Semua variabel yang mempunyai nilai p<0,25 pada analisis bivariat dimasukkan ke dalam analisis multivariat dengan regresi logistik.
Hasil: Selama periode penelitian, proporsi MRSA pada pasien IKJL yang dilakukan kultur di ruang rawat inap adalah 47% (IK 95% 42%- 52%). Terdapat 171 pasien yang memenuhi kriteria, 71 pasien terinfeksi MRSA (kasus) dan 100 pasien terinfeksi non-MRSA (kontrol). Berdasarkan hasil analisis multivariat terdapat tiga variabel yang memiliki kemaknaan secara statistik, yaitu keganasan (OR 6,139; IK 95% antara 1,81-20,86; p=0,004), antibiotik quinolone (OR 4,592; IK 95% antara 2,06-10,23; p<0,001), dan prosedur medis invasif (OR 2,871; IK 95% antara 1,31-6,32; p=0,009).

ABSTRACT
Background: Patients with skin and soft tissue infections (SSTI) caused by MRSA in the inpatient ward are nosocomial problem which its prevalence has increased every year. It will increase the mortality rates, costs and lenghts of stay for patients if it’s not well-managed. It’s important to know exactly the risk factors for MRSA infection among patients with SSTI in inpatient ward in order to prevent and control the risk factors, that in turn, it is expected that the incidence of MRSA among patients with SSTI can be prevented or controlled.
Aim: : To find out the proportion of MRSA-caused SSTI and studying the factors associated with the risk of MRSA infection on patients with SSTI in Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM) inpatient ward.
Method: This research used case-control design. The data were collected from inpatient ward medical records who have SSTI. The case group are Subjects who have MRSA caused SSTI, the control group are Subjects who have non MRSA caused SSTI. Bivariate analysis was performed in 9 independent variables which were pre-cultured antibiotic use, HIV infection, IVDU, corticosteroid use, invasive medical procedure, diabetes melitus, malignancy, hospitalization history and wards. All of variables, in the bivariate analysis, produced the p value <0.25 were entered in the multivariate analysis with logistic regression.
Result: During the study periode, the proportion of MRSA-caused SSTI which culture was performed in inpatient ward was 47% (95% CI 42%- 52%). There were 171 patients fulfilled the criteria which consist of 71 patients infected by MRSA (case group) and 100 patients infected by non-MRSA (control group). Based on the multivariate analysis, there were three variables statistically significance, which firstly was malignancy (OR 6.139; 95% CI 1,81-20,86; p=0.004), quinolone class of antibiotic (OR 4.592; 95% CI 2,06-10,23; p<0.001), and invasive medical procedure (OR 2.871; 95% CI 1,31-6,32; p=0.009).
"
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2013
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Maghfirah Anastamia Mariska
"Peningkatan insidensi infeksi S. aureus melatarbelakangi peningkatan penggunaan antibiotik yang melawan S. aureus, sehingga kejadian resistensi antibiotik semakin meningkat. Ekstrak tanaman M. oleifera Lamk. telah diteliti di berbagai negara dan didapatkan hasil berupa efek antibakteri terhadap S. aureus. Penelitian ini bertujuan mengetahui efek antibakteri ekstrak daun M. oleifera Lamk. terhadap bakteri S. aureus. Penelitian dikerjakan di laboratorium Departemen Mikrobiologi FKUI dengan rancangan eksperimental dan menggunakan metode makrodilusi tabung. Konsentrasi ekstrak yang diuji efek antibakterinya adalah 3.200 mg/mL, 1.600 mg/mL, 800 mg/mL, 400 mg/mL, dan 200 mg/mL. Selain kelompok uji, juga terdapat 6 kelompok kontrol, yaitu brain heart infusion (BHI); BHI dan bakteri; BHI, dimethyl sulfoxide (DMSO), dan bakteri; BHI dan esktrak; eritromisin; dan eritromisin dan bakteri. Hasil pertumbuhan bakteri setiap tabung dinilai sebagai Konsentrasi Hambat Minimum (KHM) dan pertumbuhan pada agar nutrisi dinilai sebagai Konsentrasi Bunuh Minimum (KBM). Setiap konsentrasi juga dihitung jumlah koloni yang tumbuh pada plate count agar (PCA) menggunakan colony counter. Percobaan dilakukan dengan enam kali pengulangan. Ekstrak daun M. oleifera Lamk. memiliki KHM 800 mg/mL dan KBM pada konsentrasi1.600 mg/mL terhadap S. aureus. Jumlah koloni bakteri pada KHM dari pengamatan PCA adalah 55,83±10,685 (rerata±SD) dan pada KBM adalah steril (0 CFU/mL). Hasil uji ANOVA dan Post Hoc Bonferroni adalah terdapat perbedaan bermakna (p<0,05) baik antarkelompok uji maupun antara kelompok uji dan kontrol, sementara tidak terdapat perbedaan bermakna (p>0,05) antarkelompok kontrol positif. Dapat disimpulkan bahwa ekstrak daun M. oleifera Lamk. memiliki potensi antibakteri terhadap S. aureus.

The increasing incidence of S. aureus infection is the background for the increasing use of antibiotics against S. aureus, so the occurrence of antibiotic resistance is increasing. M. oleifera Lamk. plant extract has been studied in several countries and the results revealed that there was an antibacterial effect againsts S. aureus. The aim of this research is to discover antibacterial effect of M. oleifera Lamk. leaves extract against S. aureus bacteria. Research conducted at Microbiology Department Laboratory of FKUI with an experimental study design and using tube macrodilution method. The extract concentrations tested for its antibacterial effect were 3.200 mg/mL, 1.600 mg/mL, 800 mg/mL, 400 mg/mL, and 200 mg/mL. There were also six control groups, i.e. brain heart infusion (BHI); BHI and bacteria; BHI, dimethyl sulfoxide (DMSO), and bacteria; BHI and extract; erythromycin; and erythromycin and bacteria. Result of bacterial growth of each tube was determined as Minimum Inhibitory Concentration (MIC) and on nutrient agar was determined as Minimum Bactericidal Concentration (MBC). Each concentration also planted on plate count agar (PCA), so the number of colonies were counted using colony counter. The experiment was repeated six times. The result revealed that MIC and MBC of M. oleifera leaves extract against S. aureus are 800 mg/mL and 1.600 mg/mL. The number of bacterial colonies of MIC through PCA observation was 55,83±10,685 (mean±SD) and on MBC was sterile. According to One-way ANOVA and Post Hoc Bonferroni test, there were statistical difference (p<0,05) between test and control groups, and between test groups, while there were no statistical difference between control groups itself. This research conclude that M. oleifera Lamk. leaves extract has an antibacterial effect against S. aureus.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2019
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Beladenta Amalia
"Methicillin-resistant Staphylococcus aureus (MRSA) adalah salah satu jenis Multidrug-resistant organism (MDRO) yang cukup endemik di banyak fasilitas kesehatan, terutama di rumah sakit bagian Intensive Care Unit (ICU). Riwayat rawat pasien sebelum masuk ICU dinilai telah menjadi salah satu faktor risiko terjadinya kolonisasi MRSA pada pasien. Permasalahan muncul ketika diketahui bahwa pasien ICU yang memiliki kolonisasi MRSA berisiko tinggi mengalami infeksi MRSA. Oleh karena itu, diperlukan data mengenai kejadian kolonisasi MRSA yang dihubungkan dengan riwayat rawat pasien sebelum masuk ICU. Dengan demikian, kejadian kolonisasi MRSA di rumah sakit Indonesia dapat diturunkan.
Penelitian ini merupakan studi cross sectional analitik dengan menggunakan data sekunder hasil pemeriksaan mikrobiologi swab (hidung, ketiak, dan rektum) dan rekam medik 109 pasien ICU Pusat RSCM dari bulan Januari 2011 sampai Agustus 2011. Pemilihan sampel dilakukan dengan consecutive sampling. Hasil pemeriksaan mikrobiologi yang dilihat adalah hasil uji resistensi MRSA baik pada pasien yang memiliki riwayat rawat di rumah sakit sebelum masuk ICU ataupun tidak. Data dianalisis dengan uji Chi-square.
Hasil perbandingan data antara proporsi pasien yang positif memiliki kolonisasi MRSA dan memiliki riwayat rawat di rumah sakit sebelumnya dengan proporsi pasien positif mengalami kolonisasi MRSA dan tidak dirawat di rumah sakit sebelumnya adalah RP=1,206 dengan nilai kemaknaan p=0,307 dan IK95% -3,087; 5,499. Hal ini menunjukkan bahwa tidak terdapat hubungan bermakna antara kolonisasi MRSA dengan riwayat rawat pasien sebelum masuk ICU.

Methicillin-resistant Staphylococcus aureus (MRSA) is one of the Multidrug-resistant organism (MDRO) which has been quite endemic in many healthcare facilities, especially in the Intensive Care Unite (ICU) of hospitals. History of patients’ hospitalization before ICU admission was considered to be one of risk factors for MRSA colonization in patients. Problems arised after known that ICU patients with MRSA colonization are at high risk of MRSA infection. Therefore, we need data of MRSA colonization associated with history of patients’ hospitalization before ICU admission. So that, the incidence of MRSA colonization in Indonesia hospitals can be reduced.
This is an analytic cross sectional study using secondary data results from microbiological examination of swabs (nose, armpit, and rectum) and medical records of 109 patients from the Central ICU RSCM on January 2011 until August 2011. Samples selection was done by consecutive sampling. Microbiological examination results which are used in this study were the results of MRSA resistance test both in patients who had history of hospitalization before ICU admission or those who had not. Data is analyzed with Chi-square.
The result of data comparison between proportion of patients with positive MRSA colonization and had history of hospitalization to the proportion of patients with positive MRSA colonization and had not history of hospitalization before is RP=1,206 with significance value p=0,307 and IK95% -3,087; 5,499. This suggests that there is no significant relationship between MRSA colonization and the history of patients’ hospitalization before ICU admission.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2012
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dayu Swasti Kharisma
"ABSTRAK
Infeksi oleh bakteri Staphylococcus aureus terutama Methicillin Resistant Staphylococcus aureus MRSA menjadi masalah kesehatan utama di seluruh dunia. Antibiotik pilihan untuk pengobatan MRSA sangat terbatas, salah satunya adalah vankomisin yang hanya tersedia dalam bentuk sediaan injeksi. Pengunaan yang terbatas hanya untuk infeksi sistemik dengan berbagai efek samping yang ditimbulkannya, menyebabkan perlu dipikirkan mencari antibiotik baru yang dapat digunakan sebagai alternatif pilihan. Produk antibiotik dari tanaman seperti belimbing wuluh merupakan salah satu pilihan yang menjanjikan. Tujuan penelitian ini untuk mendapatkan fraksi jamur endofit yang paling berpotensi untuk dikembangkan sebagai antibiotik untuk infeksi yang disebabkan oleh Staphylococcus aureus, termasuk MRSA. Jamur endofit diisolasi dari ranting belimbing wuluh yang diambil dari enam lokasi di Jabodetabek, menggunakan medium agar Sabouraud dengan kloramfenikol. Hasil uji dengan metode agar difusi didapatkan bahwa Aspergillus brunneoviolaceus merupakan isolat jamur endofit belimbing wuluh, yang paling berpotensi dikembangkan sebagai anti-stafilokokus Analisis selanjutnya dilakukan dengan metode ekstraksi dan fraksinasi. Crude ekstrak dan tiga fraksi dianalisis dengan Thin Layer Chromatography dan diuji kembali aktivitas anti-stafilokokus dengan metode agar difusi. Kandungan senyawa kimia dari crude extract dianalisis menggunakan uji Gas Chromatography Mass Spectrometry GC-MS . Hasil uji agar difusi memperlihatkan bahwa ketiga fraksi fraksi metanol, n-heksan dan etil asetat mempunyai daya hambat yang lebih baik dari crude extractnya terhadap Staphylococcus aureus, termasuk MRSA. Dibandingkan dengan vankomisin sebagai antibiotik pilihan MRSA, konsentrasi 5000 ppm ketiga fraksi memiliki aktivitas yang lebih baik, terutama fraksi n-heksan mempunyai daya hambat yang terbaik. Analisis senyawa kimia yang terkandung di dalam crude extract jamur Aspergillus brunneoviolaceus adalah asam lemak, yang beberapa dari senyawanya sudah pernah dilaporkan terbukti memiliki aktivitas antimikroba.

ABSTRACT
Infection caused by Staphylococcus aureus bacteria especially Methicillin Resistant Staphylococcus aureus MRSA become primary health concern around the world. Antibiotics option for MRSA treatment is very limited, one of it is Vancomycin which only available in injection form. Limited usage of systemic infection with a variety of side effects, causing a need to find a new alternative option of antibiotics. Antibiotic product extracted from plants such as star fruit become a promising choice. The purpose of this research is to obtain a fraction of endophytic fungi which has the best potential for antibiotics development to treat infection caused by Staphylococcus aureus, including MRSA. Endophytic fungi isolated from star fruit branch which was taken from six locations at Jabodetabek, using Sabouraud agar with chloramphenicol as a medium. Test result from agar diffusion method shown that Aspergillus brunneoviolaceus, endophytic fungi isolated from star fruit has the best potential to be developed as anti staphylococcus. Further analysis was done using extraction and fractionation method. Crude extract and three fractions were analyzed using Thin Layer Chromatography and then tested again for anti staphylococcus activities using agar diffusion method. Chemical compound content from crude extract was analyzed using Gas Chromatography Mass Spectrometry GC MS test. Agar diffusion test result shown that all three fractions methanol fraction, n hexane, and ethyl acetate have better resistance against Staphylococcus aureus, including MRSA, compared to its crude extract. Compared to Vancomycin as antibiotic for MRSA, 5000 ppm concentration of all three fractions have better activity, especially n hexane fraction has the best activity. Analysis of chemical compound from a crude extract of Aspergillus brunneoviolaceus fungi shown contains of fatty acid, which several of its compounds had reportedly proven to have antimicrobe activity."
2017
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nadira Afida Kalisya
"ABSTRAK
Latar Belakang. Bakteri Staphylococcus aureus merupakan bakteri komensal yang hidup pada manusia. Penggunaan antibiotika diikuti dengan resistensi terhadap antibiotika mengakibatkan munculnya infeksi lain, salah satunya ialah infeksi Staphylococcus aureus resisten Metisilin (MRSA). Bakteri MRSA merupakan bakteri yang resisten terhadap antibiotika metisilin, namun seiring berkembangnya waktu juga terjadi resistensi terhadap antibiotika lainnya. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbandingan kepekaan bakteri pada infeksi MSSA dan MRSA terhadap antibiotika golongan fluorokuionolon dan vankomisin. Metode. Penelitian retrospektif potong lintang (cross-sectional) ini dilaksanakan di Laboratorium Mikrobiologi Klinik Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia pada Januari 2018 sampai Juni 2019 dengan menggunakan data sekunder dari WHONET 5.6. Hasil. Pada tahun 2018, terdapat 45 spesimen klinik yang terinfeksi Staphylococcus aureus, dengan 43 spesimen merupakan infeksi MSSA dan 2 spesimen positif MRSA. Sementara itu, pada tahun 2019 (Januari sampai Juni 2019), terdapat 17 spesimen klinik yang terinfeksi Staphylococcus aureus, dengan 15 spesimen merupakan infeksi MSSA dan 2 spesimen positif MRSA. Berdasarkan hasil uji Kruskal Wallis, ditemukan tidak terdapat perbedaan signifikan sensitivitas MSSA terhadap antibiotika golongan fluorokuinolon dan vankomisin (p=0,34) dan tidak terdapat perbedaan sensitivitas MRSA terhadap antibiotika tersebut (p=0,39). Kesimpulan. Tidak terdapat perbedaan signifikan pada MRSA dan MSSA terhadap semua golongan antibiotika yang diujikan periode Januari 2018 hingga Juni 2019.

ABSTRACT
Background. Staphylococcus aureus are commensal bacteria that live in human body. Mass use of antibiotic followed by antibiotic resistance results in infections, such as Methicillin Resistant Staphylococcus aureus (MRSA). Like the name implies, MRSA develops resistance towards Methicillin. As time goes by, it also develops resistance towards other family of antibiotics. This research aims to compare the sensitivity of MRSA and MSSA to the family of fluoroquinolones and vancomycin. Method. This retrospective cross-sectional research was conducted in Clinical Microbiology Laboratory, Faculty of Medicine, Universitas Indonesia using secondary data from WHONET 5.6 on January 2018 until June 2019. Results. In 2018, there were 45 specimens of Staphylococcus aureus infection collected. 43 specimens were infected by MSSA and 2 specimens were MRSA positive. Meanwhile, in 2019 (January 2019 to June 2019) there were 17 specimens of Staphylococcus aureus infection collected, with 2 specimens were MRSA positive and 15 specimens were infected by MSSA. Based on Kruskal Wallis test, it was found that the sensitivity of MSSA towards fluoroquinolones and vancomycin was not significant (p=0,34) and the sensitivity of MRSA towards fluoroquinolones and vancomycin was also not significant (p=0,39). Conclusions. There is no significant difference towards fluoroquinolones and vancomycin antibiotics to MRSA and MSSA in LMK FKUI during Janury 2018 until June 2019."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia , 2019
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Amira Az Zahra
"ABSTRAK
Latar Belakang: Infeksi Staphylococcus aureus semakin meningkat dan diperumit oleh munculnya jenis yang resisten terhadap antibiotik methicillin. Perkembangan terakhir melaporkan penurunan kepekaan Methicillin-resistant Staphylococcus aureus (MRSA) terhadap terapi lini pertamanya yaitu antibiotik vankomisin. Daun kelor (Moringa oleifera) telah lama diketahui memiliki banyak manfaat bagi kesehatan dan berpotensi memiliki aktivitas antimikroba terhadap MRSA.
Tujuan: Mengetahui kemampuan antibakteri yang dimiliki oleh fraksi heksan daun kelor terhadap MRSA.
Metode: Penelitian dilakukan dengan uji Konsentrasi Hambat Minimum (KHM) dan Konsentrasi Bunuh Minimum (KBM) fraksi heksan daun kelor terhadap MRSA menggunakan metode makro dilusi. Konsentrasi yang digunakan adalah 0,078125 μg/mL hingga 1280 μg/mL. Uji makro dilusi antibiotik vankomisin terhadap MRSA dilakukan sebagai standar pembanding.
Hasil: Tidak ditemukan KHM dan KBM fraksi heksan daun kelor terhadap MRSA pada konsentrasi yang digunakan pada penelitian.
Kesimpulan: Fraksi heksan daun kelor tidak memiliki aktivitas antimikroba terhadap MRSA pada konsentrasi 0,078125 μg/mL hingga 1280 μg/mL.

ABSTRACT
Background: Staphylococcus aureus infection is increasing and becomes more complicated as a methicillin-resistant strain arises. Latest updates report decline in sensitivity of Methicillin-resistant Staphylococcus aureus (MRSA) to vancomycin as its first line therapy. Moringa oleifera leaves has long been known to possess many health benefits and potentially has antimicrobial properties against MRSA.
Aim: To find out antimicrobial activities possessed by hexane fraction of Moringa oleifera leaves against MRSA.
Methods: Minimum Inhibitory Concentration (MIC) and Minimum Bactericidal Concentration (MBC) test was carried out by macrodilution method. Concentration of hexane fraction used in the study was 0,078125 μg/mL to 1280 μg/mL. Macrodilution of vancomycin was done as a comparison standard.
Results: In MIC and MBC test of hexane fraction of Moringa oleifera leaves, there was no MIC nor MBC found in all concentration.
Conclusion: Hexane fraction of Moringa oleifera leaves in concentrations of 0,078125 μg/mL to 1280 μg/mL does not possess antimicrobial activities against MRSA.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2019
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2   >>