Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 897 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Rakhmat Soebekti
Abstrak :
"Kesehatan adalah keadaan sejahtera dan badan, jiwa dan sosial yang memungkinkan setiap orang hidup produktif secara sosial dan ekonomis" (UU Kesehatan no.23/1992). Definisi ini menempatkan manusia harus selalu dipandang sebagai satu kesatuan yang utuh (holistik) dari unsur "raga" (organobiologi), "jiwa" (psiko-edukatif), dan "sosial" (sosio-kultural), yang tidak dapat dipisah-pisahkan antara satu unsur dengan unsur lainnya dalam upaya peningkatan "kualitas hidup" manusia yang terdiri dari kesejahteraan raga, jiwa, dan sosial. Kesehatan jiwa mempunyai sifat yang harmonis (serasi), memperhatikan semua segi kehidupan manusia dalam hubungannya dengan manusia lain. Oleh karena itu, kesehatan jiwa mempunyai kedudukan yang penting di dalam pemahaman kesehatan, sehingga tidak mungkin kita membicarakan tentang kesehatan tanpa melibatkan kesehatan jiwa. Seseorang yang sehat raga dan jiwanya, tentunya diharapkan akan lebih baik kualitas hidupnya serta lebih produktif. Salah satu aspek dari kesehatan jiwa adalah adanya bahaya psikososial kerja yang merupakan bagian dari bahaya-bahaya yang berhubungan dengan karyawan dan ruang lingkup kerjanya. Bahaya psikososial kerja dapat meliputi beban kerja, rutinitas kerja, masalah organisasi, konflik antara pekerja maupun antara pekerja dengan pimpinan, suasana kerja yang buruk, dan lain-lain. Bahaya-bahaya ini secara langsung atau tidak akan berpengaruh terhadap kondisi raga dan jiwa karyawan sehari-hari. Jika seorang karyawan tidak dapat mengatasi beban bahaya ini dengan baik, maka karyawan tersebut akan jatuh dalam kondisi stres, dan lambat laun akan mengalami gangguan serta keluhan-keluhan penyakit secara raga pula. Situasi ini jika dibiarkan dan tidak diperhatikan dengan baik, bukan tidak mungkin produktifitas kerja karyawan akan menurun. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh bahaya psikososial kerja terhadap tingkat stres karyawan nasional BP Indonesia tingkat manajer dan superintendent yang bekerja dan ditempatkan di Indonesia, dengan pendekatan cross-sectional, menggunakan metode pengukuran self report measure dan tehnik life event scale melalui kuesioner. Cara penelitian ini digunakan untuk memperoleh gambaran tingkat stres kerja dan aspek bahaya psikososial kerja sebagai stresor. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh manajer dan superintendent yang berjumlah 92 orang. Analisa penelitian ini menggunakan analisa statistik univariat, bivariat dengan uji Chi-square, kemudian analisa multivariat dengan menggunakan uji regress logistik. Hasil penelitian menunjukkan ada 37 % karyawan mengalami stres kerja tingkat sedang, dan 63 % karyawan mengalami stres kerja tingkat ringan, dan tidak ditemukan karyawan yang mengalami stres kerja tingkat berat. Sedangkan faktor bahaya psikososial kerja yang bermakna secara statistik dan dominan terhadap tingkat sties adalah jenis kelamin dan tingkat jabatan karyawan. Peneliti berharap penelitian ini dapat memberikan masukan dan rekomendasi kepada perusahaan BP Indonesia untuk membuat program manajemen stres kerja dengan mengacu kepada aspek-aspek bahaya psikososial kerja yang dialami oleh karyawan, sehingga tujuan dan hasil program yang diharapkan lebih terarah dan terpadu.
Psychosocial Hazards in the Workplace that Influence BP Indonesia Employees Stress Levels"Health is a welfare condition that is physical, mental and social. Everyone lives in order to be productive both socially and economically" (W. Kesehatan no.23/1992). This definition of human health should be viewed from a holistic point of view. The physical (biology-physic), mental (psycho-educative), and social (socio-culture) are essential components in improving the quality of life. Mental health has harmonizing characteristics and is concerned with all human relationships with other humans. In this respect, mental health also has an important position as part of the health sciences. We cannot discuss health without involving mental health. Someone who has both physical and mental healthy is assured of having a better and more productive life. One factor that influences mental health is the psychosocial hazards that exist in the workplace that are associated with all the other risks to employees and their jobs. These hazards include workloads (over load as well as under load), routine work, organizational problems, interpersonal relationship conflicts, poor work conditions, poor work environment and others. These hazards can directly or indirectly influence the physical and mental health of employees in their daily occupations. If employees are unable to manage these psychosocial hazards, they may become vulnerable to occupational stress problems, and, further more in chronic conditions may develop many symptoms of physical health problems and suffering from several diseases. These conditions can consequently lead to a decrease the employees productivity. The purpose of this research is to better understand the psychosocial hazards that exist in the workplace and how to manage the occupational stress levels of BP Indonesia national employees, especially the managers and superintendents who work in Indonesia. This research has been conducted from a cross-sectional approach, with life self-reporting measurements and life event scale technique carried out through questionnaires that are distributed to the responders. This method is used to gain an overview of the occupational stress levels and psychosocial hazards that constitute the main factors of stress in the workplace. The sample of this research are all managers and superintendents. There were 92 responders, and the research statistics analyze data using the techniques of univariate and bivariate through the Chi-square test, together with the multivariate through the logistic regression test. The results of this research showed that 37% of the employees have experienced moderate levels of occupational stress and 63% of the employees have experienced mild levels of occupational stress. Gender and job levels are statistically significant value and dominating influence on the stress level related psychosocial hazards in the workplace. This research can hopefully lead to recommendations that will help the company in developing management stress programs in the workplace in order to reduce stress levels.
Depok: Universitas Indonesia, 2004
T12821
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Misbahul Munir
Abstrak :
ABSTRAK Suhu di area hot pres dalam kisaran 1650 C-185 0 C. Tingkat beban kerja ringan sampai dengan sedang, lama kerja 8 jam per hari. Upaya perlindungan tidak selalu bisa dicapai akibat faktor alam, teknis maupun faktor individu. Efek tekanan panas terhadap tubuh memberikan reaksi vasodilatasi pembuluh darah dan efek berkeringat. Belum ada data yang memberikan gambaran efek tekanan panas dalam jangka panjang terhadap fungsi ginjal. Diperlukan upaya deteksi secara dini untuk menghindari efek kerusakan ginjal yang bersifat permanen. Metode : Penelitian ini dilakukan secara potong lintang. Responden dipilih secara rendom. Tekanan panas diukur dengan alat Quest temp 34. Kadar cystatin C serum dianalisa dengan metode PENIA yang dijabarkan dalam estimasi laju filtrasi glomerolus dengan metode CKD EPI. Berat jenis urin diukur pada awal kerja dan akhir shift kerja. Variabel lainnya diperoleh melalui pemeriksaan fisik dan wawancara. Outcome didefiniskan sebagai gangguan ginjal yaitu kenaikan atau penurunan estimasi laju filtrasi glomerulus dibadingkan dengan nilai rerata sesuai usia dengan standar deviasi sebesar 15 ml/menit. Faktor dominan yang mempengaruhi gangguan ginjal diperoleh dari analisa multivariat dengan regresi logistik menggunakan SPSS 17,5. Hasil : Penelitian ini dilakukan terhadap 101 responen di area dengan tekanan panas antara 28,50 C-31,50 C (ISBB). Prevalensi gangguan ginjal sebesar 17,9%(hyperfiltrasi sebesar 16% dan hipofiltrasi 1,9%). Lama terpajan >15343 jam memiliki risiko terjadinya gangguan ginjal sebesar 7 kali lipat (OR 7,919) dibandingakan dengan lama terpajan ≤15343 jam dengan nilai p 0,001. Pada uji multivariat diperoleh faktor usia >29 tahun merupakan faktor risiko. Terjadi peningkatan risiko 16 kali lipat (OR16,39) pada pekerja dengan usia > 29 tahun dengan nilai p 0,000. Kesimpulan : Prevalensi gangguan ginjal (abnormal eLFG) pada pekerja hot press sebesar 17,9% (hyperfiltrasi sebesar 16% dan hipofiltrasi 1,9%). Usia merupakan faktor dominan gangguan ginjal. Usia >29 dan memiliki risiko 16 kali lipat lebih tinggi sedangkan lama terpajan >15343 jam memiliki risiko 7 kali lipat (OR 7,919).
ABSTRACT Background: Temperature in hot press area in the range 1650 C-185 0 C. Workers performed of activity with mild to medium load for 8 hours per day. Protective measures can not always be achieved due to natural factors, technical and individual factors. The effects of heat stress on the body to react vasodilatation and sweating effect. No data that gives an explanation of the effects of heat stress in the long term on kidney function. Early detection efforts are needed to avoid the effects of permanent kidney damage. Metode: The motode of this study is a cross-sectional basis. Respondents were selected rendom. Heat stress was measured by Quest temp 34. Cystatin C serum level was analyzed by the method PENIA which described into glomerular filtration rate estimate by the method of CKD EPI. While the urine specific gravity was measured at the beginning and end of the work shift work. Other variables obtained through physical examination and interviews. Outcome of renal disorder is defined as an increase or decrease in filtration rate estimation glomerular which is compared to an average value according to age with a standard deviation of 15 ml / min. Dominant factor affecting kidney disorders derived from multivariate logistic regression analysis using SPSS 17,5. Result: The study was conducted on 101 responen who work in areas with hot pressure between 28.50 C to 31.50 C (WBGT). The prevalence of renal disorder was 17.9%(16% classified as hyperfiltration and 1,9% as hypofiltration). Period of long term exposure > 15343 hours had a risk of kidney disorder by 7-fold (OR 7.919 with p value of 0.001. In multivariate analysis obtained risk >29 years of age is the dominant factor of risk to kidney disorders. Occurred 16-fold increased risk (OR16,39) in workers with age> 29 years with p value of 0.000. Conclusion: The prevalence of kidney disorder to hotpress workers at 17.9% (16% classified as hyperfiltration and 1,9% as hypofiltration). Period of long term exposure > 15343 hours had a risk of kidney disorder by 7-fold (OR 7.919). Dominant factor related to kidney disorder is age.>29 years. Occurred 16-fold increased risk (OR16,39) in workers with age> 29 years.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2014
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Hasna Azzahra Mamoen
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Edward Andriyanto S.
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2004
S2777
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sumaryadi
Abstrak :
Sebagai seorang prajurit TNI AL khususnya Korps Marinir yang sedang mendapat tugas di daerah konflik di Nanggroe Aceh Darussalam, banyak sekali konsekuensi yang harus dihadapi. Konsekuensi negatif yang mereka hadapi selama bertugas di daerah konflik berpotensi menimbulkan stres, sehubungan dengan tugas mereka dalam menjaga stabilitas dan keamanan Negara Kesatuan Republik Indonesi dari ancaman Gerombolan Sparatis Aceh. Tugas dan tanggungjawab mereka sebagai seorang prajurit dituntut untuk selalu sigap dan tanggap terhadap segala kemungkinan yang terjadi di lapangan. Tugas dan tanggungjawab yang berat di tambah lagi dengan medan tugas yang rawan dan cukup silit membuat para prajuri cukup rentan terhadap terjadinya stres, Penelitian ini lebih difokuskan pada kondisi yang dapat menimbulkan stres atau penyebab timbulnya stres (stressor). Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui sumber stres anggota prajurit Korps Marinir selama bertugas di daerah konflik di NAD. Penelitian ini dilakukan di Brigede 2 Marinir Cilandak dengan sampel anggota Maririr yang baru pulang dari penugasan di NAD. Pada penelitian ini jenis sumber stres yang digunakan sebagai dasar dalam pembuatan alat ukur adalah pembagian jenis sumber stres menurut Sarafino (1994). Sumber stres menurut Sarafino tersebut terbagi atas tigas jenis, yakni sumber stres yang berasal dari diri sendiri, keluarga dan komunitas dan masyarakat (lingkungan). Hasil yang diperoleh dari penelitian ini menunjukkan bahwa ternyata sumber stres yang berasal dari diri sendiri dan keluarga yang potensial menimbulkan stres dibandingkan dengan sumber stres yang berasal lingkungan. Perbedaan yang signifikan terjadi pada l.o.s. 0.05 pada anggota Marinir yang sudah menikah dan pada mereka yang bertempat tinggal di luar kesatuan (kontrak) dan yang tinggal di rumah dinas. Sumber stres dari keluarga pada anggota yang sudah menikah lebih besar dibandingkan dengan anggota yang belum menikah. Hal ini disebabkan karena beban keluarga yang ditanggung oleh mereka yang sudah menikah lebih besar. Dari penelitian ini juga ditemukan perbedaan yang signifikan pada anggota yang bertempat tinggal di rumah dinas dan yang tinggal di luar kesatuan (kontrak). Sumber stres yang terjadi pada kedua kelompok ini lebih potensial terjadi dibandingkan dengan anggota Marinir yang belum menikah (tidur dalam) dan anggota yang bertempat tinggal di rumah sendiri. Hal ini dikarenakan anggota yang tinggal di rumah dinas dan yang kontrak mempunyai beban yang lebih besar dibandingkan dengan anggota yang tidur dalam dan yang tinggal dirumah sendiri.
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2004
S3293
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Feera Agustina Handiyani
Abstrak :
ABSTRAK
Sampai saat ini kontradiksi mengenai status pernikahan dan kaitannya dengan stres kerja masih berlanjut. Begitu banyak penelitian yang menyatakan bahwa mereka yang telah menikah dinilai lebih baik secara fisik maupun psikologis, namun begitu banyak pula penelitian yang menyakana bahwa mereka yang telah menikah cenderung mengalami beberapa keadaan yang malah dapat memacu timbulnya stres kerja. Sementara itu penelitian mengenai individu yang masih melajang juga mengalami kontradiksi. Contohnya Hurlock (1980) yang menyatakan bahwa mereka yang melajang cenderung lebih konsentrasi terhadap pekerjaan dan berhasil dalam jenjang karir. Sementara kontradiksi datang dari beberapa peneliti diantaranya Newman & Newman (1990) yang menyatakan bahwa mereka yang melajang kurang sukses dibandingkan mereka yang telah menikah dan Gove (dalam Cooper & Payne, 1981) yang mengatakan bahwa mereka yang melajang memiliki kecenderungan yang lebih tinggi untuk mengalami gangguan mental. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui gambaran stres keija pada anggota Sat I / Gegana, dengan cara melihat sumber-sumber stres keija, penghayatan, dan skor stres keija pada anggota yang sudah menikah dan anggota yang belum menikah. Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif. Pengambilan sampel pada penelitian ini dilakukan secara incidental sampling. Subyek penelitian ini adalah para anggota Sat I / Gegana yang bertugas di markas Kelapa-Dua Depok dan berada di sana pada saat penelitian berlangsung, serta tercatat aktif dalam menjalankan tugas di lapangan. Subyek penelitian dibagi ke dalam dua kelompok yaitu menikah dan belum menikah. Untuk pengambilan data dilakukan dengan pemberian kuesioner berskala 1-6. Penyusunan item kuesioner didasarkan pada teori Abelson (dalam Everly, Dusek, & Girdano, 1993). Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa tidak semua sub stressor dalam dimensi stressor organisasi dialami atau dianggap sebagai sumber stres oleh para anggota Sat I / Gegana. Sementara itu dalam penghayatannya, terdapat perbedaan skor yang signifikan pada stressor organisasi. Penelitian juga menunjukkan adanya perbedaan skor stres keija yang signifikan pada kedua kelompok subyek. Penelitian ini masih memerlukan penelitian lanjutan dengan memperbaiki alat ukur, yaitu menambah jumlah item kuesioner sehingga jumlah item pada tiap dimensi stressor seimbang. Selain itu akan lebih baik bila jumlah subyek penelitian diperbanyak dan dilakukan wawancara kepada beberapa subyek penelitian untuk memperoleh data kualitatif yang cukup mendalam dan mendukung hasil penelitian yang lebih baik.
2003
S3312
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Annisa Dwi M.
Abstrak :
Kualitas tidur yang buruk dipercaya dapat mempengaruhi kondisi fisik, psikologis, dan kognitif. Penelitian ini membahas tentang hubungan kualitas tidur mahasiswa dengan tingkat stres, kecemasan, dan depresi. Desain yang digunakan adalah analitik dengan pendekatan potong lintang. Penelitian ini melibatkan 220 mahasiswa keperawatan sebagai responden yang dipilih dengan teknik stratified random sampling. Instrumen yang digunakan adalah Pittsburgh Sleep Quality Index (PSQI) dan Depression, Anxiety, and Stress Scale-21 (DASS-21). Hasil penelitian menunjukkan adanya hubungan antara kualitas tidur dengan tingkat kecemasan (p<0.001), tetapi tidak ada hubungan kualitas tidur dengan stres dan depresi (p=0,12; p=0,086). Akan tetapi, ditemukan bahwa mahasiswa berkualitas tidur buruk memiliki tingkat stres dan depresi yang lebih tinggi. Kegiatan untuk menurunkan tingkat kecemasan, stres, dan depresi yang tepat perlu diprogramkan secara terstruktur di program studi, dan perlu penelitian lebih lanjut tentang terapi yang tepat untuk meningkatkan kualitas tidur. ...... Poor sleep quality is believed can affect the physical, psychological, and cognition. This study aimed to determine the correlation between sleep quality and levels of stress, anxiety, and depression. Design of this study was analytical with cross sectional approach. This study used Pittsburgh Sleep Quality Index (PSQI) and Depression, Anxiety, and Stress Scale-21 (DASS-21) as instruments. There were 220 nursing students who participated and chosen by stratified random sampling technique. The results showed there were an association between sleep quality with levels of anxiety (p<0,001). Although, there were no correlation between sleep quality with stress and depression (p=0.12 and p=0.086), it was found that students which have bad sleep quality also have the higher level in stress and depression. The structured activities to reduce levels of anxiety, stress, and depression should be programmed by study program. Researcher suggested for next research to explore how to improve sleep quality.
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2014
S56475
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rahmadani Yandika Fitri
Abstrak :
Banyaknya stressor di Lembaga Pemasyarakatan memunculkan tingkat stres serta penggunaan strategi koping yang beragam. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi tingkat stres dan strategi koping yang digunakan pada anak didik pidana di Lapas Anak Pria Tangerang. Desain penelitian yang digunakan yaitu deskriptif sederhana dengan pendekatan cross sectional dan menggunakan teknik accidental sampling. Instrumen penelitian tingkat stres yang digunakan diadaptasi dari Hamdiana (2009), sedangkan instrumen strategi koping merupakan modifikasi dari Ways of Coping Questionnaire (Lazarus & Folkman, 1986). Responden dalam penelitian ini sebanyak 81 orang. Hasil penelitian menunjukkan bahwa mayoritas anak didik pidana berada pada tingkat stres sedang (53,1%). Adapun jenis strategi koping yang paling sering digunakan oleh anak didik pidana yaitu emotion focused coping (54,49%). Hasil penelitian ini memberikan rekomendasi bagi perawat untuk bekerja sama dengan pihak Lapas Anak Pria Tangerang dalam meminimalisir stres yang dirasakan anak didik serta untuk memfasilitasi anak didik dalam menerapkan kopingnya. ...... The number of stressors in prison led to different stress levels and coping strategies. This study aimed to identify the level of stress and coping strategies that young male inmates used in Young Male Prison of Tangerang. Simple descriptive research design used in this research with descriptive cross sectional approach and using accidental sampling technique. Stress level research instrument was adapted from Hamdiana (2009), while coping strategy reasearch instrument was a modification of Ways of Coping Questionnaire (Lazarus & Folkman, 1986). Respondents in this study were 81 young male inmates. The results showed that the majority of the young male inmate having an intermediate stress level (53,1%). The coping strategies most often used by young male inmates is emotion focused coping (54,49%). The results of this study provides recommendation for nurses to cooperate with Young Male Prison of Tangerang to minimize the stress felt by young male inmates and to facilitate young male inmates in applying their coping.
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2014
S56233
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muhamad Arista Akbar
Abstrak :
Orang tua dengan anak tunaganda memiliki peran dan tugas yang lebih berat dibandingkan orang tua dengan anak normal. Mereka harus menerima realita memiliki anak tunaganda, mereka harus bisa membela hak anaknya dan masih banyak lagi peran yang berpotensi menjadi sumber stres untuk orang tua. Bagaimana orang tua berespon terhadap kondisi yang sulit tersebut menjadi penentu berhasil atau tidaknya anak berkembang secara maksimal. Penelitian ini berusaha untuk melihat gambaran stres dan juga stretegi coping orang tua dengan anak tunaganda. Penelitian ini dilakukan dengan pendekatan kualitatif dimana pengambilan datanya dilakukan dengan metode wawancara. Partisipan yang terlibat dalam penelitian ini adalah tiga orang tua yang memiliki anak tunaganda yang berdomisili di Jakarta. Dari hasil penelitian ini, dapat disimpulkan bahwa sumber stres yang ada dalam setiap diri subyek dan juga mereka anggap paling berat berkaitan dengan kondisi anak mereka yang menyandang tunaganda. Setiap subyek mengkhawatirkan masa depan anak-anaknya terutama berkaitan dengan hal kemandirian. Dari berbagai sumber stres yang mereka alami, cara coping yang paling banyak digunakan adalah planful problem-solving yang merupakan bagian dari problem-focused coping. ...... Parents with multiple disabilities children have more responsibility for their children than other parents whose children are normal. As parents, They must have to face the reality, they must fight about their children's rights and many other tasks that potentially become some stressors for the parents. How parents react with any difficult conditions will give a big influence for their children to be able to grow up. This research tried to see the description of stress and coping strategy of parents with multiple disabilities children. This research use qualitative method with interviewing method to take the data . Participants whose involved in this research were three parents with multiple disabilities children in Jakarta. The result of this research, was found that the most difficult stressor for parents are about their children?s condition. Participant have worried about the future of their children, especially about their independency. From all stressors have been around, the most coping strategy that has been used was planful problem-solving. This coping strategy is a part of problem-focused coping.
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2008
S-Pdf
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Adelviana Febi Christyanti
Abstrak :
Penelitian ini bertujuan mendeskripsikan stres dan coping yang dialami oleh ibu setelah anaknya coming out tentang orientasi seksualnya sebagai seorang gay. Teori stres dan coping yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori stres dari Lazarus dan Folkman. Lazarus (1976) mengatakan bahwa apabila suatu keadaan atau situasi yang rumit tersebut pada akhirnya dirasakan sebagai keadaan yang menekan dan mengancam serta melampaui sumber daya yang dimiliki individu untuk mengatasinya, maka situasi ini dinamakan stres. Menurut Lazarus dan Folkman (dalam Auberbach, 1998), strategi coping terbagi menjadi dua kategori yaitu coping terpusat masalah (problem-focused coping) dan coping terpusat emosi (emotion-focused coping). Masing-masing strategi coping dibedakan dalam 5 variasi. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif. Pengambilan data dilakukan dengan menggunakan metode wawancara dan observasi. Adapun karakteristik partisipan dalam penelitian ini adalah seorang ibu yang memiliki anak kandung gay yang telah coming out. Partisipan dalam penelitian ini sebanyak tiga orang. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa ketiga subjek, yang memiliki anak gay yang sudah coming out, menghadapi beberapa kondisi dan situasi yang dinilai sebagai sumber stres. Ketiga subjek menampilkan kedua strategi coping, yaitu coping terpusat masalah (problem-focused coping) dilakukan bila menghadapi situasi yang dapat dicari pemecahannya atau dapat diubah, dan coping terpusat emosi (emotion-focused coping) yang ditampilkan dalam menghadapi emosi negati. This research aims to describe stress and coping among mothers whose son openly admits (to his mother) that he is a homosexual. The theoretical orientation of this research is based on Lazarus and Folkman?s theory. According to this theory, when a stressful event occurs, people usually evaluate how much it threatens their well-being and judge their ability to deal with the consequences (Lazarus, 1976). There are two strategies of coping, problem-focused coping and emotion-focused coping (Lazarus & Folkman, on Auberbach, 1998). Those two major coping strategies further differentiate into ten minor coping styles, five minor styles for each major style. This investigation is conducted using qualitative approach. Interviews and observations are used to gather the data. There are three participants in this study, and each of them fit the characteristic of participants, which is they have a gay son that already coming out. Result shows that every participants experience stress. Further, in their coping, they using both of the major coping strategies. Problem-focused coping consists of efforts to alter, deflect, or in some way manage the stressor itself through direct action, while emotion-focused coping was used to deal with negative emotions.
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2008
S-Pdf
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>