Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 4 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Daddi Heryono Gunawan
Abstrak :
Sejak awal pertumbuhannya, industri gula di Indonesia tidak pernah Iepas dan campur tangan kepentingan negara. Ini karena peran khusus yang dimiliki oleh industri gula, yaitu sebagai salah satu sumber pendapatan negara. Disamping komoditi gula kemudian menjadi salah satu komoditi pertanian yang strategis yang tingkat ketersediaan dan harganya mempengaruhi kondisi sosial-ekonomi dan politik negara. Di sisi lain keberadaan industri gula di Jawa sangat tergantung pada keberadaan petani, khususnya dalam hal penyediaan tanah untuk penanaman tebu dan tenaga kerja untuk pengelolaan perkebunan tebu dan pabrik gula.

Namun ketergantungan itu tidak menyebabkan kedudukan petani dalam hubungannya dengan produksi gula menjadl kuat. Sebaliknya petani Iebih sering menjadi obyek eksploitasi pabrik gula yang praktiknya ditopang oleh kebijakan negara. Tesis ini berusaha mendeskripsikan proses dan bentuk eksploitasi petani tebu serta peranan kebijakan negara, sejak periode tanam paksa hingga masa sekarang.

Untuk itu dilakukan suatu penelitian yang bersifat deskriptif; Iewal suatu pendekatan atau metoda analisa komparatif sejarah (historical comparative analysis). Metoda analisa komparatif sejarah digunakan untuk mengungkapkan realitas sejarah eksploitasi petani tebu sejak awal pertumbuhan perkebunan tebu di Indonesia. Seiain itu, untuk mengungkapkan keadaan kontemporer perkembangan industri gula di Jawa, digunakan matoda pengamatan lapangan (field research).

Hasil penelitian menunjukkan bahwa kebijakan pergulaan di Indonesia sejak awal pertumbuhannya pada masa kolonial, ditandai oleh adanya kontinyuitas kebijakan yang praktiknya Iebih banyak memihak kepentingan pabrik gula ketimbang petani. Kontinyuitas itu terjadi karena dalam sejarahnya, negara memiliki kepemingan ekonomi-politik terhadap produksi gula yang dihasilkan oleh pabrik-pabrik gula. Ini berlangsung kelika pabrik gula dikuasai oleh negara (jaman tanam paksa) atau ketika dikuasai oleh pihak swasta (masa liberal dan politik etis). Keadaan yang sama juga terjadi ketika negara nasional, lewat program nasionalisasi tahun 1957, mengambil alih kepemilikan dari tanah para pengusaha swasta asing (Belanda). Yang hal itu terus berlanjut sampai sekarang.

Sifat eksploitatif dari kebijakan negara terwujud melalui eksploitasi tanah dan tenaga kerja pada petani oleh pabrik gula dan kekuatan "atas petani" lainnya. Semuanya itu dilakukan atas nama produksi gula. Di pihak lain, karakter pola hubungan produksi antara petani dengan pabrik gula menepis kemungkinan timbulnya suatu bentuk perlawanan yang bersifat radikal. Ini pada gilirannya mendorong kelangsungan keadaan dan nasib para petani yang selalu terpinggirkan dari jaman ke jaman.

Oleh karena itu hanya melalui suatu kebijakan sosial-ekonomi dan politik yang berskala Iuas, Iangsung menyentuh serta berpihak pada kepentingan para petani maka nasib petani tebu di Jawa yang Iebih dari satu setengah abad terpinggirkan, bisa dirobah. Salah satu bentuk kebijakan itu adalah menjalankan privatisasi pabrik gula yang mengarah pada transformasi kepemilikan pabrik gula secara bertahap kepada para petani dan penduduk desa Iainnya.
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2003
T12458
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rahmania Eridaputri
Abstrak :
Gula merupakan salah satu komoditas strategis selain beras yang masih belum bisa dipenuhi kebutuhannya oleh produksi dalam negeri. Kebutuhan yang terus meningkat mendorong pemerintah untuk mencapai target swasembada di tahun 2017. Swasembada dikatakan tercapai ketika produksi dalam negeri mampu menutupi 90 persen kebutuhan. Dengan menggunakan metode ordinary least square dan data pada tahun 1975-2014, didapatkan hasil bahwa variabel luas lahan tebu, produktivitas, rendemen tebu dan dummy kebijakan proteksi memberikan pengaruh yang signifikan terhadap kuantitas produksi gula nasional. Sedangkan variabel bebas lainnya tidak signifikan. ......Sugar is one of the strategic commodity other than hulled rice which the domestic production can not fulfill the demand The increasing of demand for sugar in every year encourages the governSugar is one of the strategic commodity other than hulled rice which the domestic production can not fulfill the demand. The increasing of demand for sugar in every year encourage the government to reach self-sufficiency in 2017. Self-sufficiency is a success when the domestic production can fulfill at least 90 percent of the quantity demanded. This paper is using ordinary least square method with data set from 1975-2014, the result shows that land, productivity of land, sucrose content of sugar cane and import tariff are significantly affecting the production of white sugar while the other variables are not significantly affecting it.
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2016
S61864
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fikri Muhammad
Abstrak :
[Presiden Joko Widodo menargetkan untuk mencapai ketahanan pangan di era kepemimpinannya. Salah satu cara untuk memenuhi target tersebut adalah dengan swasembada pangan untuk lima komoditas, yaitu beras, jagung, kedelai, daging, dan gula. Tiga diantaranya, yaitu beras, jagung dan kedelai, memiliki kemungkinan yang tinggi untuk tercapai. Sementara itu, swasembada daging kemungkinan besar tidak akan tercapai sesuai target. Di lain sisi, swasembada gula sulit untuk tercapai, akan tetapi tidak sepenuhnya mustahil untuk tercapai melihat kinerja Indonesia di zaman dahulu. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis kemungkinan swasembada gula di tahun 2017 menggunakan rencana realistis pemerintah. Dalam analisis ini, penulis mengestimasi produksi dan konsumsi gula di tahun 2017. Dua metode digunakan dalam penelitian ini, yaitu model stokastik untuk proyeksi produksi dan model deterministik untuk proyeksi konsumsi. Hasilnya kemudian ditampilkan dalam rasio produksi terhadap konsumsi. Hasil menunjukan bahwa, di tahun 2017, konsumsi gula langsung dapat mencapai tiga juta ton dan konsumsi gula tidak langsung dapat mencapai 3.5 juta ton. Secara total, konsumsi gula Indonesia mencapai 6.5 juta ton di tahun 2017. Di lain sisi,produksi gula Indonesia di tahun 2017 hanya mencapai sekitar 2.7 ton. Dari hasil perhitungan tersebut, dapat diketahui bahwa swasembada gula di tahun 2017 tidak akan tercapai, baik dari konsumsi gula langsung maupun konsumsi gula total. Dengan demikian, pemerintah perlu berusaha lebih keras agar rencana-rencana strategis yang sudah dibentuk dapat terlaksana dengan baik sehingga target dapat tercapai. ......President Joko Widodo aims to reach food security in its era. One of the mean to reach the target is by achieving self sufficiency in 5 commodities rice corn soybean meat and sugar. Three of them rice corn and soybean is likely to be achieved meanwhile meat will be unlikely to be achieved. Sugar is hard to be achieved yet it is not impossible seeing the track record of Indonesia. This research is aimed to see the possibility of sugar self sufficiency in 2017 based on the government 39's realistic planning. To analyze writer estimates production and consumption of sugar in 2017 Two methods are employed 1 stochastic model for production projection and 2 deterministic model for consumption projection. The result is then presented using production to consumption ratio The result shows that in 2017 the direct sugar consumption may reach 3 million ton and the indirect sugar consumption may reach 3 5 million ton totaling to 6,5 million ton. In other side the production may only reach 2,7 million ton Based on the calculation it is found that Indonesia may not reach sugar self sufficiency both in only direct sugar consumption and total sugar consumption. Given this government needs to take extra action so that the target may be achieved., President Joko Widodo aims to reach food security in its era One of the mean to reach the target is by achieving self sufficiency in 5 commodities rice corn soybean meat and sugar Three of them rice corn and soybean is likely to be achieved meanwhile meat will be unlikely to be achieved Sugar is hard to be achieved yet it is not impossible seeing the track record of Indonesia This research is aimed to see the possibility of sugar self sufficiency in 2017 based on the government 39 s realistic planning To analyze writer estimates production and consumption of sugar in 2017 Two methods are employed 1 stochastic model for production projection and 2 deterministic model for consumption projection The result is then presented using production to consumption ratio The result shows that in 2017 the direct sugar consumption may reach 3 million ton and the indirect sugar consumption may reach 3 5 million ton totaling to 6 5 million ton In other side the production may only reach 2 7 million ton Based on the calculation it is found that Indonesia may not reach sugar self sufficiency both in only direct sugar consumption and total sugar consumption Given this government needs to take extra action so that the target may be achieved ]
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2016
S61826
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Priyono
Abstrak :
Gula dalam perekonomian Indonesia memiliki peranan yang sangat penting dan strategis, karena gula merupakan kebutuhan pokok masyarakat Indonesia. Gula sebagai sebagai salah satu salah satu dari sembilan bahan pokok (sembako) yang banyak digunakan. Seperti halnya komoditas beras, gula pasir merupakan komoditas yang keberadaannya selama ini sangat dipengaruhi oleh kebijakan pemerintah. Banyak persoalan yang mengharuskan pemerintah ikut campur tangan dalam hal pergulaan nasional, mulai dari produktivitas industri gula yang cenderung merosot, tingkat konsumsi gula pasir nasional yang besar, dan juga keberadaan gula impor yang Iebih murah. Produksi gula dari tahun ke tahun terus mengalami kemerosotan karena penurunan Iuas areal tebu dan produktivitasnya yang juga menurun. Akhir-akhir ini marak demonstrasi petani tebu atau karyawan pabrik gula menentang adanya berbagai kebijakan pergulaan nasional yang diterapkan pemerintah. Dilihat dari aspek makro ekonomi industri gula memerlukan penanganan secara cermat agar efisiensi dan produktivitas Pabrik Gula (PG) tersebut dapat ditingkatkan, sehingga daya saingnya bisa meningkat. Sayangnya, sampai sekarang harga gula produksi lokal belum mampu bersaing dengan harga gula impor. Dalam beberapa tahun terakhir ini produksi gula merosot akibat persaingan ketat dengan komoditi Iain terutama beras. Kebijakan pemerintah yang menetapkan harga beras cukup tinggi Serta bunga pinjaman yang rendah menjadikan tanaman tebu kurang menarik, terutama di Jawa. Sementara itu, krisis ekonomi telah menghambat rencana pernerintah untuk mengalihkan industri gula ke Iuar Jawa. Salah Satu masalah mendasar yang dihadapi industri gula nasional adalah inefisiensi di tingkat usaha tani dan pabrik gula (PG). Inefisiensi industri gula tersebut yang pertama adalah pabrik-pabrik gula sudah mengalami masa yang aus dan mesin-mesinnya sudah tua. Kedua, kinerja dari pabrik itu juga relatif rendah dan tidak cukup baik. Ketiga, kondisi pertanian tebu. Benin-benih tebu makin Iama-makin menurun produktivitasnya. Rendemen hasil gula dari tebu makin lama makin turun, karena tingkat produktivitas yang makin menurun juga. Inefisiensi lain juga datang dari ongkos produksi. Berdasarkan latar belakang masalah tersebut, maka penelitian ini dilakukan untuk mencari akar permasalahan dan merumuskan beberapa alternatif kebijakan pemerintah yang efektif dan komprehensif dalam rangka meningkatkan kinerja industri pergulaan nasional yaitu produksi gula nasional, konsumsi gula nasional dan kebijakan impor gula.
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2006
T17063
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library