Search Result  ::  Save as CSV :: Back

Search Result

Found 7 Document(s) match with the query
cover
Yukti Nurani
"Penelitian ini bertujuan untuk menentukan kondisi optimum pengangkatan lantanida dari limbah tailing bauksit dengan adsorben terbaik yang dibuat. Seperti yang telah diketahui bahwa limbah tailing bauksit merupakan salah satu sumber lantanida. Kulit pisang mempunyai kandungan pektin dan lignoselulosik sebagai sumber karbon, karboksil, dan hidroksil. Kulit pisang dimodifikasi menjadi 3 jenis adsorben terdiri dari adsorben natural yang dibuat dengan perlakuan fisik yaitu grinding and sieving, adsorben pektin dibuat dengan esterifikasi adsorben natural, dan adsorben karbon aktif dibuat dengan aktivasi kimia - panas. Pemilihan adsorben terbaik berdasarkan uji daya serap iodin, dengan hasil bahwa adsorben karbon aktif mempunyai daya serap iodin tertinggi yaitu 572,17 mg/g. Kemudian, adsorben karbon aktif diujikan ke lantanida komersial dengan hasil kesetimbangan pada waktu kontak 2,5 jam, pH 4, dengan dosis adsorben tetap 100 mg. Dilanjutkan dengan adsorpsi lantanida dari limbah tailing bauksit menghasilkan R untuk Y, La, Ce, Nd, dan Sm yaitu 67.60, 71.00, 65.03, 62.93, dan 56.59.

The objective of this research was to determine the optimum condition of lanthanides removal from bauxite tailings waste with the best adsorbent made. As known, tailing bauxite waste is one of lanthanide source. Banana peels were modified into 3 types of adsorbent, that were natural adsorbent which is made by physical treatment i.e. grinding and sieving, pectin which was made by natural adsorbent esterification, and activated carbon adsorbent which was made by chemical activation. Selected the best adsorbent was done by iodine number method with the results was activated carbon has the highest iodine absorbance of 572.17 mg g. Then, the activated carbon adsorbent was tested onto a commercial lanthanides, producing optimum results at 2.5 hours contact time, pH 4 with adsorben dose of 100 mg. Followed by adsorption of lanthanides from bauxite tailing waste yield R for Y, La, Ce, Nd, and Sm were respectively 67.60, 71.00, 65.03, 62.93, dan 56.59.
"
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2017
S68916
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Djoko Hartoyo
"ABSTRAK
Nama : Djoko HartoyoProgram Studi : Ilmu LingkunganJudul : DINAMIKA EKOSISTEM PERAIRAN LAUT PASCA PENUTUPAN KEGIATAN PERTAMBANGAN Studi Pembuangan Tailing di Teluk Buyat, Minahasa Penelitian bertujuan mempelajari dinamika ekosistem perairan laut pasca penutupan aktivitas tambang di Teluk Buyat. Hasil penelitian menunjukkan adanya pengaruh faktor dinamika laut pada keberadaan tailing di dasar laut Teluk Buyat. Permodelan arus memperlihatkan kecepatan arus menuju pasang berkisar 0,04-0,08 m/detik, lebih tinggi dari kecepatan arus menuju surut yang berkisar 0,02-0,06 m/detik. Hasil studi memperlihatkan terjadinya dinamika ekosistem laut yang ditunjukkan oleh semakin meningkatnya kelimpahan, nilai indeks keanekaragaman H rsquo;>3 , dan nilai indeks keseragaman ?>6 biota bentos. Nilai ini menggambarkan tahapan suksesi ekosistem laut pasca pembuangan tailing serta mengindikasikan adanya keterkaitan kondisi lingkungan dengan kesempatan biota bentos untuk berstrategi dan mempertahankan kelangsungan hidupnya. Persepsi masyarakat di sekitar Teluk Buyat terhadap variabel sosial budaya dan kesehatan masyarakat menunjukkan kondisi yang semakin membaik. Hasil analisis keberlanjutan menunjukkan kondisi ekosistem Teluk Buyat ditinjau dari dimensi lingkungan dengan nilai indeks 72,53 dan sosial budaya dengan nilai indeks 51,03 , dikategorikan cukup berkelanjutan, sedangkan pada dimensi ekonomi adalah kurang berkelanjutan dengan nilai indeks 48,87 . Hasil keseluruhan tahapan analisis menunjukkan bahwa lingkungan dan perairan Teluk Buyat semakin membaik. Model konseptual pengelolaan ekosistem Teluk Buyat pasca penutupan aktivitas tambang akan mampu menurunkan tekanan dan meningkatkan kualitas ekosistem baik dari aspek lingkungan, sosial maupun ekonomi masyarakat. Kata kunci: Tailing, Submarine Tailing Disposal STD , Buyat, Bentos

ABSTRACT
Name : Djoko HartoyoStudy Programe : Environmental ScienceTitle : ECOSYSTEM DYNAMICS OF MARINE WATERS POST-CLOSURE OF MINING Study of Tailings Disposal in Buyat Bay, Minahasa The research aims to study the dynamics of marine ecosystems after the closure of mining activity in Buyat Bay. The results showed the influence of ocean dynamics in the presence of tailings in Buyat Bay. Modeling of current shows the current flow velocity toward the high tide, i.e. 0,04-0,08 m/s, is higher than the current speed towards low tide ranging from 0,02 to 0,06 m/s. This study shows the occurrence of marine ecosystem dynamics shown by the increasing abundance, diversity index value H rsquo;>3 , and the value of the uniformity index ?>6 benthos biota. This value represents the marine ecosystem succession stages of post-tailing and indicate their relationship with the environmental conditions of benthos opportunity, to have a strategy and maintain their life. Perception communities around Buyat Bay for the variable of social, cultural and public health, indicates that the condition of Buyat Bay is getting better. The results of the sustainability analysis show the condition of Buyat Bay ecosystem in terms of environmental 2,53 and socio-cultural dimensions 51,03 , is sustainable enough, while the economic dimension is less sustainable 48,87 . The overall results indicate that the environmental and waters of Buyat Bay is getting better. The conceptual model of the management of Buyat Bay ecosystems after the closure of mining activities will be able to reduce the pressure and improve the quality of the ecosystem from the environmental, social and economic community. Keywords: Tailing, Submarine Tailing Disposal STD , Buyat, Bentos "
2018
D2477
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
"Kondisi yang menyebabkan lambatnya kegiatan reklamasi dan rehabillitasi lahan bekas penambangan timah di Propinsi Bangka Belitung disebabkan cadangan hara yang rendah,iklim mikro yang kering dan kondisi air yang cenderung masam."
507 MANDIRI 9:3 (2006)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Fajri Fadhillah
"Skripsi ini membahas pokok permasalahan sebagai berikut: 1) Apakah pengertian dari asas kehati-hatian serta bagaimana kaitannya dengan asas tindakan pencegahan?; 2) Bagaimanakah perbandingan antara asas kehati-hatian dengan asas pertimbangan dan asas audi et alteram partem yang dikenal dalam Asas-asas Umum Pemerintahan yang Baik (AUPB)?; dan 3) Bagaimanakah kekuatan mengatur (normatif) dari asas kehati-hatian di Indonesia dan implementasinya dalam tindakan penempatan tailing di dasar laut? Bentuk penulisan skripsi ini adalah penulisan yuridis normatif dengan metode penelitian kepustakaan dan metode perbandingan. Analisis didasarkan pada studi literatur mengenai perkembangan teori dan pengaturan asas kehatihatian, dengan meninjau sumber hukum yang mengikat di Indonesia, baik yang merupakan regulasi nasional maupun internasional. Selain regulasi yang mengikat, putusan-putusan pengadilan juga dijadikan sumber penulisan. Berdasarkan sumber-sumber tersebut, penulis menganalisis perihal pengertian dan kekuatan mengatur dari asas kehati-hatian dalam hukum lingkungan Indonesia serta penerapannya di dalam tindakan penempatan tailing di dasar laut. Di dalam analisis, penulis menganalisis putusan PTUN Jakarta antara Walhi sebagai Penggugat dan Menteri Lingkungan Hidup Republik Indonesia sebagi Tergugat dalam sengketa izin penempatan tailing di Teluk Senunu. Terhadap putusan tersebut, terlihat dalam analisis penulis bahwa: 1) pandangan yang memandang asas kehati-hatian merupakan asas yang tidak bisa dijadikan alasan gugatan dan alat uji yuridis bagi hakim merupakan pandangan yang keliru; 2) asas kehati-hatian memiliki bobot atau kepentingan yang lebih besar dibandingkan dengan asas pertimbangan dan asas audi et alteram partem; 3) penempatan tailing di Teluk Senunu diliputi dengan ketidakpastian ilmiah, khususnya mengenai probabilitas terjadinya dampak kerusakan lingkungan di bagian laut dangkal dari Teluk Senunu. Selain itu, besaran dampak kerusakan lingkungan yang dapat terjadi di Teluk Senunu akan sulit untuk dikembalikan seperti semula dan juga dapat menjadi bencana yang besar bagi masyarakat sekitarnya; dan 4) asas kehati-hatian mengakui adanya unsur ketidakpastian ilmiah sehingga adanya partisipasi publik yang nyata dalam pengambilan keputusan merupakan tujuan dari asas kehati-hatian. Skripsi ini membahas pokok permasalahan sebagai berikut: 1) Apakah pengertian dari asas kehati-hatian serta bagaimana kaitannya dengan asas tindakan pencegahan?; 2) Bagaimanakah perbandingan antara asas kehati-hatian dengan asas pertimbangan dan asas audi et alteram partem yang dikenal dalam Asas-asas Umum Pemerintahan yang Baik (AUPB)?; dan 3) Bagaimanakah kekuatan mengatur (normatif) dari asas kehati-hatian di Indonesia dan implementasinya dalam tindakan penempatan tailing di dasar laut? Bentuk penulisan skripsi ini adalah penulisan yuridis normatif dengan metode penelitian kepustakaan dan metode perbandingan. Analisis didasarkan pada studi literatur mengenai perkembangan teori dan pengaturan asas kehatihatian, dengan meninjau sumber hukum yang mengikat di Indonesia, baik yang merupakan regulasi nasional maupun internasional. Selain regulasi yang mengikat, putusan-putusan pengadilan juga dijadikan sumber penulisan. Berdasarkan sumber-sumber tersebut, penulis menganalisis perihal pengertian dan kekuatan mengatur dari asas kehati-hatian dalam hukum lingkungan Indonesia serta penerapannya di dalam tindakan penempatan tailing di dasar laut. Di dalam analisis, penulis menganalisis putusan PTUN Jakarta antara Walhi sebagai Penggugat dan Menteri Lingkungan Hidup Republik Indonesia sebagi Tergugat dalam sengketa izin penempatan tailing di Teluk Senunu. Terhadap putusan tersebut, terlihat dalam analisis penulis bahwa: 1) pandangan yang memandang asas kehati-hatian merupakan asas yang tidak bisa dijadikan alasan gugatan dan alat uji yuridis bagi hakim merupakan pandangan yang keliru; 2) asas kehati-hatian memiliki bobot atau kepentingan yang lebih besar dibandingkan dengan asas pertimbangan dan asas audi et alteram partem; 3) penempatan tailing di Teluk Senunu diliputi dengan ketidakpastian ilmiah, khususnya mengenai probabilitas terjadinya dampak kerusakan lingkungan di bagian laut dangkal dari Teluk Senunu. Selain itu, besaran dampak kerusakan lingkungan yang dapat terjadi di Teluk Senunu akan sulit untuk dikembalikan seperti semula dan juga dapat menjadi bencana yang besar bagi masyarakat sekitarnya; dan 4) asas kehati-hatian mengakui adanya unsur ketidakpastian ilmiah sehingga adanya partisipasi publik yang nyata dalam pengambilan keputusan merupakan tujuan dari asas kehati-hatian.

This undergraduate thesis tries to answer this following questions: 1) What is definition of precautionary principle and how does the correlation between precautionary principle and peinciple of preventive action?; 2) How does the comparison between precautionary principle and consideration principle and audi et alteram partem principle?; and 3) How does the normativity level of precautionary principle in Indonesia and its implementation in submarine tailing disposal? This undergradute thesis. Analysis is based on literature study concerning development of theory and regulation on precautionary principle, considering enacted law in Indonesia, either national or international regulation. Beside the enacted law, case law is source of this writing. The author analyse normativity level of precautionary principle in Indonesian environmetal law and its implementation in submarine tailing disposal. The author analyses one case law, Walhi, et. al., vs Environmental Minister of RI, on a dispute of submarine tailing disposal in Senunu Bay permit given to PT. Newmont Nusa Tenggara. Based on that case, it is concluded that: 1) consideration from the judges that consider precautionary principle cannot become a reason of suit and legal test instrument is erroneous; 2) precautionary principle has a dimension of weight that is weightier than consideration principle and audi et alteram partem principle; 3) submarine tailing disposal in Senunu Bay is encompassed with scientific uncertainty, specifically in the aspect of probability of environmental impact in the shallow water of Senunu Bay. Beside that, the magnitude of harm that can happen in Senunu Bay is irreversible and catastrophic; and 4) precautionary principle recognizes the element of scientific uncertainty, so, the implementation of the principle requires a real public participation in decision making. In brief, the conclusion shows that the meaning of precautionary principle as a legal principle is understood in a wrong way by judges in PTUN Jakarta. Futhermore, the judges do not recognize the normativity element of precautionary principle in Indonesian environmental law. Whereas, submarine tailing disposal is an activity encompassed with scientific uncertainty, so precautionary principle is a suitable principle to become basis of consideration for judges.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2015
S58147
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Zakaria Jaka Bahari
"Penelitian ini merupakan studi tentang proses pemisahan lantanida dari limbah penambangan bijih bauksit yang diperlukan sebagai bahan dasar dalam proses pembuatan alumunium. Metode yang digunakan dalam studi ini adalah separasi magnetik dengan magnetic separator dan proses ekstraksi padat cair yang akan dilamjutkan dengan pengendapan menggunakan metode pengaturan pH 3,5 dan 9. Penelitian dilakukan dengan metode separasi magnetik dimana limbah tailing bauksit akan diperkecil ukuran partikelnya hingga mencapai ukuran 200 mesh menggunakan grinder, dan diberi perlakuan panas menggunakan furnace pada suhu 500oC yang kemudian akan melalui proses separasi magnetic menggunakan magnetic basah dengan intensitas 1400 gauss dengan tujuan untuk memisahkan logam lantanida dan non-lantanida berdasarkan sifat kemagnetannya. Proses ini dapat memisahkan sampel magnetic, low magnetik dan non-magnetic sebanyak 3,37, 12,97 dan 81,54 dengan loss sebesar 2,12. Sampel yang bersifat non-magnetic direaksikan dengan asam oksalat pada proses leaching dengan 5 variasi suhu 25, 40,60,75 85oC dan konsentrasi 0.5, 1, 2, 3, 5 mol/L. Selanjutnya, melalui proses pengendapan menggunakan natrium sulfat dan fosfat sebagai agen pengendap. pH pengendapan diatur dengan larutan ammonia dan natrium hidroksida dimana proses tersebut menghasilkan recovery lanthanum paling optimum sebesar 68,23, cerium 18,88, dan yttrium 7,84.

The present work describes the extraction of rare earth elements REE from tailing bauxite by mechanical and chemical processes with oxalic acid. The aim of this study to obtain the best condition for upgrading and extraction of REE from the tailing bauxite. The effects of magnetic separation, mechanical treatment and chemical process were studied in details. The tailing bauxite sample was pre treated by i reduce the particle size until 200 mesh 74 m, ii wet magnetic separation using below 1,400 gauss. After treated by mechanical process, then the sample was extracted by chemical process using 1.0 mol L oxalic acid solution at 75 C for 2 hours to reduce the content of iron oxides in the tailing bauxite. The rare earth oxalate was obtained and purified by the addition of sodium sulphate in order to obtain the precipitation of rare earth element REE sodium disulphate NaREE SO4 2. xH2O. To obtain the individual rare earth elements, the REE sulphate sample is converted into high soluble compound, namely REE hydroxide using sodium hydroxide NaOH solution. Magnetic separation efficient was 5 percent resulting 3 outputs. The most efficient leaching condition is 40 C with 1mol L oxalic acid solution concentration. The recovery shows 68,23 of lanthanum, 18,88 cerium and 7,84 yttrium.
"
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2017
S67157
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ricky
"Permintaan terhadap logam tanah jarang meningkat sangat cepat akibat pertumbuhan yang tajam pada bidang teknologi terkini. Penelitian mengenai teknik pengambilan senyawa logam tanah jarang dari limbah pertambangan telah banyak berkembang, salah satunya adalah menggunakan limbah tailing bauksit yang dilakukan oleh Aulia 2018. Salah satu tahapan pengambilan kembali dari penelitian tersebut adalah ekstraksi padat-cair. Ekstraksi padat cair ini dilakukan dengan menggunakan asam sulfat. Melihat betapa tingginya permintaan terhadap logam tanah jarang, peningkatan skala ekstraksi logam tanah jarang dari skala penelitian menjadi skala industri sangatlah penting. Untuk dapat meningkatkan skala ekstraksi, maka perlu didesain alat ekstraktor dengan skala yang lebih besar pula. Dalam mendesain ekstraktor, pemodelan terhadap bagaimana ekstraksi logam tanah jarang ini harus dilakukan. Dengan adanya model ekstraksi, memprediksi ukuran ekstraktor yang diperlukan lebih mudah dengan biaya dan waktu yang lebih sedikit.
Pada penelitian ini dilakukan pengembangan pemodelan ekstraksi logam tanah jarang dari limbah tailing bauksit di dalam ekstraktor unggun diam. Tujuannya adalah untuk mengetahui yield ekstraksi tertinggi dan mendapatkan model yang dijadikan dasar landasan terhadap perancangan ekstraktor dengan aplikasi. Pada penelitian ini model matematik dan simulasi dilakukan untuk mengetahui pengaruh kondisi operasi yaitu: ukuran partikel, laju alir fluida, dan konsentrasi asam terhadap yield yang didapatkan. Ekstraktor unggun diam dengan ukuran tinggi unggun 30 cm dan diameter unggun 3 cm menghasilkan total ekstrak logam tanah jarang sebesar 0,0065761 gram selama waktu ekstraksi 300 menit. Hasil ekstraksi meningkat apabila ukuran jari-jari partikel tailing bauksit yang digunakan semakin kecil, laju alir asam sulfat semakin kecil dan konsentrasi asam sulfat yang digunakan semakin besar. Berdasarkan studi kelayakan ekonomi maka ekstraksi menggunakan ekstraktor unggun diam pada penelitian ini dinilai tidak layak secara ekonomi karena mendapatkan nilai net present value yang negatif sebesar Rp465.094.967. Penelitian lebih lanjut dapat dilakukan dengan melakukan pemodelan untuk ukuran ekstraktor yang lebih besar dimana perlu memperhatikan koefisien dispersi secara angular dan tangensial. Ukuran ekstraktor yang lebih besar juga diharapkan memberikan hasil yang lebih optimum sehingga dapat lebih ekonomis.

Demand of rare earth elements is growing rapidly due to significant growth in advance information technology industry and other electronic appliances. Research about rare earth elements recovery from mining waste has been developed widely, one of them from bauxite tailing is done by Aulia 2018. Leaching is one of these recovery technology step. This leaching method uses sulfuric acid as solvent. Due to the high demand of rare earth element, scaling up extraction of rare earth element from laboratorium scale to industry scale has become very important. In order to scale extraction up, a larger extractor scale need to be designed. In designing extractor, model of how rare earth element extraction phenomeno happen has to be made. With this model, it will help to predict extractor size needed with less cost and time.
In this research, rare earth element extraction from bauxite tailing waste inside fixed bed extractor model is developed. Aim of this research are to know highest extraction yield and to obtain a model to be used in extractor designing. In this research, mathematics modelling and simulation are done to understand effect of operation condition such as particle size, fluid velocity, and acid concentration to yield obtained. Fixed bed extractor with size of 30 cm in height and 3 cm in diameter extracts 0.0065761 gram of rare earth element for 300 minutes of extraction. Extraction yield will increase if particle size is decreased, sulfuric acid flow rate is decreased and concentration of sulfuric acid is increased. Usage of this fixed bed extractor is not economically feasible with a negative net present value of Rp465.094.967. Research advancement could be done by creating model for bigger extractor size which consider angular and tangensial dispersion coefficient. Bigger extractor output is expected to have higher yield so that it will be more economic.
"
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Diara Dita Kenastiti
"Ekstraksi Logam tanah jarang dari limbah tailing bauksit menggunakan roasting dan ekstraksi padat cair di dalam ekstraktor unggun diam telah diteliti. Dalam studi ini, tailing bauksit digunakan sebagai bahan baku untuk mengekstraksi Logam tanah jarang dalam upaya mengurangi dampak negatifnya dan menghasilkan Logam tanah jarang yang dapat dimanfaatkan untuk industri. Beberapa penelitian telah berhasil dilakukan dalam ekstraksi Logam tanah jarang dengan menggunakan sistem batch namun studi lebih dalam mengenai ekstraksi Logam tanah jarang menggunakan sistem kontinu masih sangat terbatas. Untuk itu, pada penelitian ini dilakukan ekstraksi Logam tanah jarang menggunakan sistem kontinu didalam ekstraktor unggun diam.
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mendapatkan hasil tertinggi Logam tanah jarang yang terekstrak dari limbah tailing bauksit dengan menggunakan ekstraktor unggun diam dengan menggunakan pelarut asam sulfat. Proses ekstraksi Logam tanah jarang dari limbah tailing bauksit terdiri dari tiga tahap, yaitu perlakuan panas roasting, ekstraksi padat-cair tailing bauksit didalam ekstraktor unggun diam, dan proses pengendapan. Tailing bauksit diberi perlakuan panas roasting pada suhu 650oC selama 1 jam. Kemudian ekstraksi padat-cair leaching tailing bauksit dilakukan didalam ekstraktor unggun diam pada suhu 25oC selama 4 jam dengan laju alir 1 mL/menit dengan menggunakan variasi asam sulfat H2SO4 2 dan 3 M. Proses terakhir adalah pengendapan pada larutan hasil ekstraksi. Logam tanah jarang hasil proses leaching diendapkan dengan dua tahap proses pengendapan menggunakan natrium sulfat dan natrium fosfat sebagai agen pengendapan.
Hasil leaching dikarakterisasi dengan menggunakan ICP-OES untuk mengetahui kandungan Logam tanah jarang yang terkandung didalam larutan proses ekstraksi. Dari hasil penelitian didapatkan yield Logam tanah jarang maksimum sebesar 70,9660 dengan logam tertinggi yaitu noedimium sebesar 167,761 mg/L pada kondisi operasi suhu 25oC dengan waktu proses leaching selama 4 jam dengan menggunakan asam sulfat 3M dan dari proses pengendapan didapatkan padatan Logam tanah jarang hidroksida sebesar 2,6 gram.

he extracting rare earth elements from bauxite tailing effluents using roasting and solid liquid extraction in a fixbed extractor has been studied. In this study, bauxite tailings are used as raw materials for extracting rare earth elements in an effort to reduce their negative impacts and produce rare earth elements that can be utilized for industry. Several studies have been successful in the extraction of rare earth elements using a batch system but in depth study of rare earth elements extraction using continuous systems is still very limited. For that, in this study extraction of rare earth elements using a continuous system in the fixbed extractor.
The purpose of this study was to obtain the highest yield of rare earth elements extracted from bauxite tailings by using a fixbed extractor using sulfuric acid solvent. The process of extracting rare earth elements from bauxite tailings is comprised of three stages, namely the roasting, the solid liquid extraction of bauxite tailing in the fixbed extractor and the precipitation. The bauxite tailings were subjected to roasting at 650oC for 1 hour. Then bauxite tailing extraction was carried out in a fixbed exctractor at 25 C for 4 hours at a flowrate of 1 mL min using a variations of sulfuric acid H2SO4 2 and 3 M. The final process is the precipitation of the extraction solution. The rare earth elements of the leaching process are precipitated by two stages of the deposition process using sodium sulfate and sodium phosphate as precipitation agents.
The leaching results were characterized by using ICP OES to determine the rare earth metal content contained in the extraction process solution. The result of the research shows that the maximum rare earth metal yield was 70.9660 and the highest metal is neodymium 167,761 mg L at operating conditions 25 C with 4 hours leaching process using 3M sulfuric acid and from the precipitation process obtained a rare earth elements hydroxide solids of 2.6 grams.
"
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library