Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 48 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Hendri Tumbur
Abstrak :
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pelaksanaan penyidikan pajak di Direktorat Jenderal pajak. Dilatarbelakangi pemikiran bahwa rendahnya tingkat kepatuhan wajib pajak yang disebabkan oleh belum adanya deterent effect sebagai shock terapi dari pelaksanaan proses hukum atas pelaku penyelundupan pajak sebagai upaya penegakan hukum di bidang perpajakan. Penelitian dilakukan untuk mengkaji permasalahan yang ada di Direktorat Jenderal Pajak dan mencari solusi yang terbaik untuk menangani permasalahan tersebut. Dari hasil penelitian terungkap bahwa ternyata kinerja Direktorat Jenderal Pajak khususnya Sub Direktorat Penyidikan sangat rendah yang ditandai dengan tidak pernah dilakukannya penugasan penyidikan selama tahun 1999 dan 2000. Walau memiliki 349 orang tenaga Penyidik Pegawai Negeri Sipil, namun selama tahun 2000, rata-rata penugasan per penyidik hanya 1,3 penugasan, termasuk pemeriksaan khusus, pemeriksaan bukti permulaan dan pengamatan. Disamping itu, pengembangan temuan pemeriksaan belum mendapat perhatian sepenuhnya. Beberapa hal yang menjadi penyebabnya antara lain, rendahnya kualitas sumber daya manusia yang dimiliki, keengganan petugas untuk melaksanakan tugas penyidikan, sistem dan prosedur yang ada sangat rumit dan berbelit-belit dalam melakukan penyidikan, serta peraturan perundang-undangan yang belum mendukung terhadap pelaksanaan penugasan. Sehubungan dengan hal tersebut disarankan untuk memperbaiki kinerja Direktorat Jenderal Pajak dengan cara memberikan pelatihan profesional berkelanjutan, memberikan pendidikan berjenjang, memberikan kesempatan untuk langsung menyerahkan hasil penyidikan kepada Kejaksaan tanpa melalui kepolisian, menyusun ulang Juklak dan Juknis penyidikan agar lebih sederhana, menyusun standarisasi klasifikasi temuan pemeriksaan serta memberikan perhatian lebih besar terhadap pengembangan temuan pemeriksaan yang berindikasi tindak pidana perpajakan.
2001
T9206
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Agung Nana Permana
Abstrak :
ABSTRAK
Tujuan penelitian ini adalah mengetahui eksistensi Pengadilan Pajak dalam sistem peradilan di Indonesia dan independensi hakim Pengadilan Pajak terkait dengan eksistensi Pengadilan Pajak tersebut. Pertanyaan penelitian ini adalah bagaimanakah eksistensi Pengadilan Pajak dalam sistem peradilan di Indonesia dan bagaimanakah independensi hakim Pengadilan Pajak terkait dengan eksistensi tersebut. Jenis penelitian yang penulis lakukan adalah yuridis normatif dengan metode penelitian deskriptif kualitatif. Eksistensi Pengadilan Pajak tidak disebut tegas dalam Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak. Sesuai Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman dan Undang-Undang Nomor 51 Tahun 2009 tentang Peradilan Tata Usaha Negara, Pengadilan Pajak di Indonesia adalah pengadilan khusus di lingkungan peradilan tata usaha negara yang melaksanakan kekuasaan kehakiman bagi Wajib Pajak atau penanggung pajak yang mencari keadilan terhadap sengketa pajak. Pembinaan teknis oleh Mahkamah Agung sedangkan pembinaan organisasi, administrasi, dan keuangan oleh Kementerian Keuangan menimbulkan keraguan atas independensi hakim pengadilan pajak. Putusan Pengadilan Pajak 2011-2015 sebagian besar mengabulkan permohonan Wajib Pajak dan putusan Mahkamah Agung menguatkan putusan Pengadilan Pajak, mengindikasikan independensi hakim Pengadilan Pajak tetap dijaga walaupun pembinaan masih dua atap. Disarankan dilakukan revisi terhadap Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak agar sesuai dengan integrated justice system yang dianut Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009.
ABSTRACT
The purpose of this research was to determine the existence of the Tax Court in the Indonesian judicial system and the independence of the Tax Court judge related to the existence of the Tax Court. This research question is how the existence of the Tax Court in the judicial system in Indonesia and how the independence of judges Tax Court of existence. This type of research conducted by the author is normative with descriptive qualitative research methods. The existence of the Tax Court is not mentioned expressly in the Act No. 14 of 2002 concerning the Tax Court. According to Law Number 48 Year 2009 regarding Judicial Power and Law Number 51 Year 2009 on State Administrative Court, the Tax Court in Indonesia is a special court in the administrative courts exercising judicial power to the taxpayer or tax insurer seek fairness to tax disputes. Technical assistance by the Supreme Court while organizational development, administration, and finance by the Ministry of Finance raised doubts over the independence of the tax court judge. Tax Court Decisions 2011-2015 largely granted the taxpayer and the decision of Supreme Court upheld the Tax Court's decision, indicating the independence of the Tax Court judge kept although assistancing is still two roofs. Suggested revision of Law No. 14 of 2002 concerning the Tax Court to match the integrated justice system adopted Act No. 48 of 2009
2016
T46397
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sabian Hansel
Abstrak :
Dalam rangka mensimplifikasi proses administrasi dokumen sengketa pajak, sehingga dapat mewujudkan peradilan berdasarkan asas cepat, sederhana, dan berbiaya ringan, Pengadilan Pajak meluncurkan aplikasi e-Tax Court. Peluncuran aplikasi ini merupakan bagian dari penerapan e-government yang dilakukan oleh pemerintah untuk meningkatkan pelayanan kepada publik. E-Tax Court mereformasi proses administrasi dokumen sengketa manual menjadi elektronik. Akan tetapi, penerapan e-government di Indonesia kerap kali mengalami kendala seperti server, desain aplikasi yang kurang dapat diterima masyarakat, dan penggunaan aplikasi yang belum masif. Pasca peluncurannya, e-Tax Court juga dihadapi oleh masalah yang serupa, yaitu masih sedikitnya berkas sengketa yang masuk pasca peluncurannya. Maka dari itu, sebagai kebijakan baru diperlukan analisis dari segi kemudahan teknologi atas penerpan e-Tax Court. Teori yang dipakai sebagai alat analisis dalam penelitian ini adalah teori Technology Accpetance Model (TAM) yang digagas oleh Davis (1989). Terdapat enam konstruk dalam teori TAM, yaitu External Variables, Perceived Usefullness, Perceived Ease of Use, Attitude towards Using, Behavioural Intention to Use, dan Actual System Use, dengan Perceived Usefullness dan Perceived Ease of Use sebagai konstruk utama. Penelitian ini menggunakan pendekatan penelitian kualitatif dengan teknik analisis data kualitatif. Hasil penelitian menunjukkan penggunaan e-Tax Court mampu mempercepat proses administrasi dokumen sengketa pajak. Selain itu, desain dan fitur dari aplikasi e-Tax Court tidak kompleks sehingga, aplikasi e-Tax Court mudah digunakan. Kendala penerapan pasca peluncuran e-Tax Court terjadi karena adanya keraguan dari segi formalitas hukum acara dan keabsahan alat bukti. ......In order to simplify the tax dispute document administration process, so that justice can be realized based on the principles of fast, simple and low cost, the Indonesian Tax Court launched the e-Tax Court application. The launch of this application is part e-government implementation carried out by the government to improve services for public. E-Tax Court reforms the manual dispute document administration process to become electronic. However, the implementation of e-government in Indonesia often experiences obstacles such as servers, application designs that are less acceptable by public, and the usage of application that is not yet massive. After its launch, the e-Tax Court was also faced with a similar problem, namely that there were still very few dispute files submitted after its launch. Therefore, as a new policy, an analysis is needed in terms of technological convenience regarding the implementation of e-Tax Court. The theory used as an analytical tool in this research is the Technology Acceptance Model (TAM) theory which was initiated by Davis (1989). There are six constructs in TAM theory, namely External Variables, Perceived Usefulness, Perceived Ease of Use, Attitude towards Using, Behavioral Intention to Use, and Actual System Use, with Perceived Usefulness and Perceived Ease of Use as the main constructs. This research uses a qualitative research approach with qualitative data analysis techniques. The research results show that the use of e-Tax Court is able to speed up the tax dispute document administration process. Apart from that, the design and features of the e-Tax Court application are not complex, so the e-Tax Court application is easy to use. Obstacles in implementation after the launch of e-Tax Court occurred due to doubts regarding the formality of procedural law and the validity of document as evidence.
Depok: Fakultas Ilmu Administrasi Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Abdurrahman Adil Amrullah
Abstrak :
Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi penerapan asas peradilan sederhana, cepat dan berbiaya ringan pada persidangan secara elektronik di Pengadilan Pajak. Kerangka Evaluasi yang digunakan adalah asas peradilan sederhana, cepat dan berbiaya ringan berdasarkan Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman. Dalam melakukan evaluasi, data primer yang digunakan berupa wawancara kepada 4 (empat) kelompok narasumber, yaitu Pelaksana Sekretariat Pengadilan Pajak, Pemohon Banding, Terbanding serta Majelis Hakim Pengadilan Pajak. Hasil penelitian menunjukkan bahwa persidangan secara elektronik memenuhi asas peradilan sederhana, cepat dan berbiaya ringan, karena memenuhi kriteria sederhana, efektif, efisien dan biaya ringan. ......This research aims to assess the implementation of simple, fast, and cost-effective litigation principles in the Tax Court. The evaluation framework used in this research is simple, fast, and cost-effective litigation principles. In conducting this evaluation, primary data will be collected through interviews with four respondent groups: personnel from the Tax Court Secretariat, Taxpayers, the Director General of Taxation, and the Judges of the Tax Court. The research results show that electronic litigation fulfills the simple, fast, and cost-effective litigation principles because it meets the criteria of simple, effective, efficient, and low cost.
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Widaningsih Hulufi
Depok: Fakultas Ilmu Administrasi Universitas Indonesia, 2009
S10488
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Bimantoro Whisnu Aji
Depok: Fakultas Ilmu Administrasi Universitas Indonesia, 2009
S10465
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Rahadian Bramandito Widagdo
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2011
S10528
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Gesang Yulianto
Abstrak :
Salah satu hak Wajib Pajak adalah hak untuk mengajukan keberatan dan banding. Sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku Direktorat Jenderal Pajak diberi kewenangan untuk menangani keberatan sedangkan Pengadilan Pajak diberi kewenangan untuk menangani banding. Efisiensi dan efektifitas merupakan saiah satu tolok ukur kesuksesan organisasi termasuk bagi Direktorat Jendera! Pajak dan Pengadilan Pajak. Dari penelitian terhadap 123 putusan banding Pengadilan Pajak diketahui bahwa keberatan Wajib Pajak Kebanyakan diselesaikan dalam jangka waktu 11 dan 12 bulan. dan 92% keputusan keberatan yang diajukan banding memenangkan Wajib Pajak. Dengan demikian alokasi sumberdaya fiskus untuk menyelesaikan keberatan tidak imbang dengan hasil akhir yang dicapai, artinya tindakan fiskus menyelelesaikan keberatan dalam jangka waktu optimum tidak efisien. Bila telusuri lebih jauh alasan institusi peradilan memenangkan Wajib Pajak sebagian besar disebabkan Iemahnya daser koreksi pemeriksa dalam tahap pemeriksaan sehingga ketidakefisienan yang terjadi sebenarnya dimulai dari tahap ini. Sedangkan penyelesaian banding sebagian besar diselesaikan dalam jangka waklu 12 bulan jangka waktu ini lermasuk 3 bulan untuk permintaan Surai Uraian Banding dan 30 hari untuk kelengkapan Surat Bantahan. Walaupun Majelis Pengadilan tidak selalu menyidangkan semua kasus menunggu diterimanya dua dokumen tersebut dari segi pencapaian tujuan yakni memberikan perlindungan Kepada rakyat, kepuasan konstituen yakni Wajib Pajak yang mengajukan banding dapat dikatakan lembaga ini tergolong memenuhi unsur Efisiensi dan efektifitas, karena 92% perkara yang diajukan banding memenangkan Wajib Pajak akibat koreksi pemeriksa yang tidak berdasar.
One of the taxpayer rights is the right to apply an objection and an appeal. According to the tax regulation. Directorate General of Taxes has an authority to proceed taxpayer objection while Tax Court has and authority to proceed tax appeal. Efficiency and effectiveness are the criteria on measuring successfulness of organization including both Directorate General of Taxes and Tax Court. From research to 123 Tax Courts appeal decisions, it's known that Taxpayer objections mostly finished within 11 of 12 months and 92 percent of the appeal decision on tax objection was won by the taxpayer. Thereby allocation of the tax office's human resources to proceed taxpayer objection do not balance with the final decision, it means that tax official works inefficiently on tax objection within the optimum period. if it's traced to the reason on tax court institution to win Taxpayer. it's mostly caused by the weakness of tax auditor's corrective bases during audit phase so that inefficiency was started from this phase. While tax appeal completion mostly finished within 12 months. this period is including both 3 months for the request of Surat Uraian Banding, and 30 days to fulfill Surat Bantahan. Although Tax Court do not always hold meeting on all cases, await receiving both document, from the planed goal that is give protection to people, satisfaction of constituent taxpayer who submit tax appeal. this institute's pertained to fulfill both efficiency and effectiveness element, because 92% of cases won by Taxpayer on the effect of inappropriate tax audit.
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2006
T22256
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Mega Ayu Werdiningsih
Abstrak :
Pengawasan Hakim Pengadilan Pajak selama ini diatur Pasal 11 ayat 1 dan 2 UU Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak, yang pada pokoknya menegaskan pengawasan Hakim dilakukan oleh Ketua Pengadilan Pajak dan Mahkamah Agung. Hal ini tentu tidak sesuai dengan reformasi kekuasaan kehakiman di mana seharusnya pengawasan Hakim menjadi kewenangan Lembaga yang ditunjuk secara atributif oleh UUD NRI 1945. Dengan bentuk metode penelitian yuridis-normatif, penelitian ini mencari data dengan studi kepustakaan berupa peraturan perundang-undangan dan literatur-literatur terkait. Hasil penelitian menunjukkan bahwa sejak penandatanganan Nota Kesepahaman (MoU) pada 16 Juli 2010, pengawasan Hakim Pengadilan Pajak dilakukan oleh Kementerian Keuangan, Mahkamah Agung dan Komisi Yudisial, hal ini dikarenakan model pengawasan Hakim Pengadilan Pajak dipengaruhi oleh model pembinaan pada Pengadilan Pajak, yang masih melibatkan Kementerian Keuangan. Namun secara ideal, pengawasan Hakim Pengadilan Pajak dilakukan secara internal yang terpusat kepada Mahkamah Agung (baik pengawasan teknis peradilan, organisasi, administrasi, keuangan dan pengawasan tingkah laku Hakim secara internal) dan secara eksternal terkait tingkah laku Hakim dilakukan oleh Komisi Yudisial, yang berlandaskan pada Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim. ......The supervision of Tax Court Judges is currently regulated in Article 11 paragraphs 1 and 2 of Law Number 14 of 2002 concerning the Tax Court, which basically emphasizes that the supervision of Judges is carried out by the Head of the Tax Court and the Supreme Court. This is certainly not in accordance with the reform of judicial power so that the supervision of Judges should be the authority of an attributively appointed institution by the 1945 Constitution of the Republic of Indonesia. With the form of a juridical-normative research method, this research looks for data by studying literature in the form of legislation and related literature. The results show that since the signing of the Memorandum of Understanding (MoU) on July 16, 2010, the supervision of Tax Court Judges has been carried out by the Ministry of Finance, the Supreme Court and the Judicial Commission, this is because the Tax Court Judge's supervision model is influenced by the coaching model at the Tax Court, which still involves Ministry of Finance. However, ideally, the supervision of Tax Court Judges is carried out internally which is centered on the Supreme Court (both technical supervision of the judiciary, organization, administration, finance and supervision of Judge behaviour internally) and externally related to the behaviour of Judges is carried out by the Judicial Commission, which is based on the Judicial Commission. Code of Ethics and Code of Conduct for Judges
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Feny Alvita Piristina
Abstrak :
Sulitnya identifikasi khususnya dalam menentukan kondisi kewajaran pada transaksi know-how seringkali menimbulkan sengketa, hal tersebut terlihat pada tahun 2016 hingga tahun 2020 terdapat sembilan putusan banding sengketa pajak terkait pembayaran royalti atas pemanfaatan Know-How kepada pihak afiliasi, dengan permasalahan yang cenderung sama. Penelitian ini akan menganalisis permasalahan dan kendala yang terjadi atas transaksi pembayaran royalti atas pemanfaatan Know-How dan memberikan solusi untuk mencegah terjadinya sengketa di kemudian hari. Perbedaan penelitian ini dengan penelitian sebelumnya terletak pada pembahasan kendala yang dialami oleh para pihak. Objek penelitian adalah sembilan putusan banding terkait pembayaran royalti atas pemanfaatan Know-How kepada pihak afiliasi pada tahun 2016 hingga tahun 2020. Penelitian ini menggunakan metode studi kasus dengan pendekatan kualitatif. Teknik pengumpulan data yaitu dokumentasi dan wawancara, wawancara dilakukan kepada lima responden yang terdiri dari dua pihak konsultan pajak, satu pihak akademisi, dan dua pihak DJP pemilihan responden dilakukan untuk memperoleh sudut pandang yang sesuai dengan masing-masing pihak agar tidak condong pada pihak tertentu. Hasil penelitian menunjukan bahwa permasalahan utama dalam transaksi pembayaran royalti atas pemanfaatan Know-How adalah eksistensi atau manfaat dan eksistensi. Kendala yang menjadi penyebab permasalahan tersebut adalah sulitnya pembuktian eksistensi atas Know-How, metode penetapan harga wajar, terbatasnya data pembanding, perbedaan pendapat antara Wajib Pajak dan Fiskus, ketidakselarasan dasar hukum yang. Rekomendasi bagi Wajib Pajak antara lain menyusun dokumentasi yang mendukung eksistensi atas keberadaan intangible property khususnya Know-How, menggunakan analisis FAR sebagai dokumen pendukung dalam penentuan metode penetapan harga wajar, mengajukan Advance Pricing Agreement. Rekomendasi untuk DJP antara lain melakukan update regulasi yang mengatur tentang pedoman pemeriksaan, dan memasukan pertimbangan yurisprudensi pada setiap regulasi yang terkait dengan intangible property. ......The difficulty of identification, especially in determining the condition of reasonableness in know-how transactions, often leads to disputes. It can be seen that from 2016 to 2020, there were nine appeal decisions in tax disputes related to the payment of royalties for the use of Know-How to affiliated parties, with problems that tend to be the same. This study will analyze the problems and obstacles in royalty payment transactions using Know-How and provide solutions to prevent disputes in the future. The difference between this study and the previous research lies in discussing the obstacles the parties experienced. The object of the study was nine appeal rulings related to the payment of royalties for the use of Know-How to affiliates from 2016 to 2020. This research uses the case study method with a qualitative approach. The data collection technique, namely documentation and interviews, interviews were conducted with five respondents consisting of two tax consultant parties, one academic party, and two DGT parties, the selection of respondents was carried out to obtain an appropriate point of view with each party so as not to lean towards a certain party. The results showed that the main problem in royalty payment transactions for Know-How is existence or benefit and existence. The obstacles that cause these problems are the difficulty of proving the existence of Know-How, reasonable pricing methods, limited comparative data, differences of opinion between taxpayers and Fiscus, and misalignment of the legal basis. Recommendations for taxpayers include compiling documentation that supports the existence of the intangible property, especially Know-How, using FAR analysis as a supporting document in determining appropriate pricing methods, and submitting an Advance Pricing Agreement. Recommendations for the DGT include updating regulations governing examination guidelines and including jurisprudence considerations in every regulation related to intangible property
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5   >>