Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 2 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Samingun
Abstrak :
Program Penyelesaian Kewajiban Pemegang Saham (PKPS) merupakan program BPPN dalam menuntut pertanggungjawaban para pemegang saham lama BDP atas kerugian bank mereka akibat praktek perbankan yang tidak wajar serta pelanggaran BMPK. Program PKPS dilaksanakan dengan tujuan untuk memaksimalkan pengembalian uang negara yang telah disalurkan kepada BDP dengan mengalokasikan kerugian bank kepada pemegang saham. Kewajiban eks-pemegang saham tersebut diharapkan untuk diselesaikan dalam bentuk tunai. Namun, apabila tidak memiliki uang tunai yang cukup, pemegang saham dapat menyerahkan aset-aset likuid dan perusahaan-perusahaan yang berorientasi ekspor, produk konsumen atau aset lainnya dengan penilaian yang disetujui bersama. Untuk menampung dan mengelola aset-aset yang diserahkan dibentuk perusahaan induk (holding company). Salah satu holding yang dibentuk adalah PT Holdiko Perkasa yang menampung aset yang diserahkan oleh Keluarga Salim kepada BPPN guna melunasi kewajiban Keluarga Salim sebesar Rp 52, 63 trilyun. Transaksi yang terjadi dalam pelaksanaan program PKPS merupakan transaksi ekonomi sehingga dalam pelaksanaan program PKPS terdapat aspek perpajakan. Aspek perpajakan yang terjadi dalam pelaksanaan program PKPS adalah sebagai berikut : a. BPPN Tidak ada aspek PPh WP Badan yang timbul bagi BPPN dalam pelaksanaan program PKPS karena sesuai dengan Keputusan Menteri Keuangan nomor 86/KMK.01/2000 tanggal 22 Maret 2000 dan kemudian dipertegas dengan Surat Dirjen Pajak nomor S-339/PJ.332/2002, BPPN bukan merupakan Subjek Pajak PPh WP Badan. b. Bank Dalam Penyehatan (BDP) Tidak ada kewajiban perpajakan yang timbul bagi BDP, karena yang terjadi hanyalah perubahan debitur dari semula perusahaan afiliasi, kemudian diganti pemegang saham pengendali dan akhirnya dialihkan ke BPPN. c. Perusahaan Afiliasi Tidak ada aspek PPh WP Badan yang timbul bagi perusahaan afiliasi karena pengalihan hutang kepada BDP menjadi hutang kepada Pemegang Saham Pengendali hanya merubah kreditor, tidak merubah nilai nominal hutang. Aspek perpajakan yang timbul hanya menyangkut masalah kewajiban PPh Pasal 23 atas bunga hutang. d. Pemegang Saham Pengendali Pemegang saham mengakui adanya keuntungan/kerugian yang timbul dari pengalihan aset ke BPPN. Keuntungan/kerugian pengalihan aset merupakan penghasilan/biaya dari sudut PPh WP Badan. Tidak ada PPN yang terutang pada saat pengalihan aset ke BPPN sesuai dengan Keputusan Menteri Keuangan nomor 180/KMK.04/1999 tanggal 27 Mei 1999. e. PT Holdiko Perkasa Tidak ada kewajiban perpajakan yang timbul pada saat PT Holdiko Perkasa menerima aset berupa saham, obligasi dan advances dari Keluarga Salim dan menerbitkan Promissory Notes. Tidak ada kewajiban perpajakan yang timbul pada saat PT Holdiko Perkassa mengganti Promissory Notes dengan Convertible Right Issues (CRI). Atas pembayaran bunga CRI kepada BPPN tidak terutang PPh Pasal 23 karena BPPN bukan Subjek Pajak PPh WP Badan. Secara fiskal, tidak semua biaya bunga CRI dapat dibiayakan karena adanya ketidaksesuaian antara biaya bunga CRI yang timbul dengan penghasilan berupa deviden/capital gain (loss) dari saham yang diterima PT Holdiko Perkasa dan kecilnya pendapatan bunga dari obligasi dan advances yang diterima. Terdapat potensi timbulnya hutang pajak dari adanya hutang CRI yang tidak dapat dilunasi pada saat likuidasi PT Holdiko Perkasa. Hutang pajak tersebut pada akhirnya tidak dapat dibayar karena PT Holdiko Perkasa sudah tidak mempunyai dana lagi. Atas penjualan aset berupa saham dan obligasi kepada investor tidak terutang PPN karena aset yang dijual adalah surat berharga dimana sesuai dengan Pasal 4A UU PPN, surat berharga bukan Barang Kena Pajak.
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2004
T14745
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Suhendra
Abstrak :
Tesis ini membahas tentang pengenaan Pajak Penghasilan terhadap perusahaan over the top asing yang melakukan kegiatan usaha di Indonesia. Penelitian ini menggunakan pendekatan penelitian kualitatif dengan desain deskriptif, dengan data yang bersumber dari laporan keuangan X, Pte.Ltd dan proses bisnis yang dilakukan oleh X, Pte.Ltd. Aturan perpajakan yang ada saat ini sangat sulit dijadikan sebagai dasar hukum untuk mengenakan pajak penghasilan kepada perusahaan over the top asing, karena Persetujuan Penghindaran Pajak Berganda (P3B) mengatur, untuk pendirian Bentuk Usaha Tetap mensyaratkan harus terdapat tempat yang bersifat tetap (Fixed Place) dilokasi usaha tempat Wajib Pajak melakukan kegiatan usaha (negara sumber), supaya negara sumber dapat mengenakan pajak penghasilan atas keuntungan yang diperoleh di negara sumber (Indonesia), dan kegiatan yang dilakukan bukan merupakan kegiatan yang bersifat persiapan (preparatory) ataupun penunjang (auxiliary). Sedangkan proses bisnis dari perusahaan over the top tidak memerlukan tempat tetap, tetapi melalui jaringan internet (over the top). Sehingga sangat besar potensi pajak yang tidak bisa dipungut dan menimbulkan kerugian besar bagi penerimaan negara. Hasil penelitian ini menyimpulkan bahwa walaupun terkendala dengan adanya Persetujuan Penghindaran Pajak Berganda (P3B), namun Indonesia dapat mengenakan pajak penghasilan kepada perusahaan over the top, namun untuk jangka panjang perlu dilakukan penyempurnaan aturan. Penelitian ini diharapkan dapat menjadi salah satu masukan bagi Otoritas Pajak dalam membuat kebijakan dan aturan dalam mengenakan pajak penghasilan kepada perusahaan over the top yang melakukan kegiatan usaha di Indonesia ......This thesis discusses about Income Tax on foreign over the top companies that doing business activities in Indonesia. This study uses a qualitative research approach with descriptive design, with data sourced from the financial statements X, Pte. Ltd and business processes carried out by X, Pte.Ltd. The current tax rules are very difficult to serve as a legal basis for imposing income tax on foreign over the top companies, because the Double Tax Avoidance Agreement (P3B) set that to be a Permanent Establishment (PE) need a fixed place in the Taxpayers location that they doing business activities (source country), and activities that carried out in the source country are not preparatory or auxiliary activities, so that the source country can collect income tax on the profits earned in the source country (Indonesia). Whereas the business process of an over the top company does not require a fixed place, but through an internet network. So that there is a huge potential for taxes that cannot be collected and incur large losses for state revenues. The results of this study conclude that although constrained by the existence of the Double Tax Avoidance Agreement (P3B), Indonesia can impose income tax on over the top companies, so it is hoped that this research can be one of the inputs for the Tax Authority in making income tax policies and rules to over the top companies that doing business in Indonesia
Depok: Fakultas Eknonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2019
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library