Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 39 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Aris Sudyanto Arnadi
"Thesis ini menyajikan studi medan aliran di dalam model tabung vortex. Model yang dipergunakan mempunyai diameter kecil 16mm, diameter besar 32mm dan panjang seluruh tabung L = 200mm. tabung dengan diameter kecil mempunyai panjang 15mm. Aliran tersebut diberi gangguan berupa katup pada ujung yang mempunyai diameter besar. Dari satu inlet di dinding tabung yang mempunyai kecepatan ke arah radial dan tangensial akan keluar dua aliran melalui dua ujung tabung.
Studi numeris dilakukan dengan menggunakan persamaan Navier-Stokes sebagai persamaan atur. Dengan menggunakan model K-Epsilon sebagai model turbulensi, persamaan atur diselesaikan secara eksplisit dengan methode kombinasi volume atur dan elemen hingga. Suku-suku difusi dalam persamaan atur diselesaikan dengan methode variational Galerkin menggunakan skema upwinding, sedangkan suku konvektif diperlakukan sebagai persoalan Riemann dan diselesaikan dengan methode matrix dari Rhoe dengan akurasi sampai orde ke tiga.
Untuk mengakomodasi efek kompresibilitas akibat dilatasi tekanan dan dilatasi volume, dalam persamaan energi dan persamaan energi kinetik turbulen dimasukkan tambahan suku kompresibilitas. Model efek kompresibilitas yang dipergunakan adalah model yang dikembangkan oleh Ristorcelli.
Hasil studi menunjukkan adanya pengaruh efek kompresibilitas yang berperilaku sebagai sumber dalam persamaan energi total dan dan energi kinetik turbulen. Pada daerah yang mempunyai energi kinetik tinggi, model kompresibilitas ternyata berprilaku sebagai suku yang mentransfer energi kinetik menjadi energi dalam. Perilaku ini ditunjukkan dengan turunnya nilai dissipasi energi kinetik. Pengaruh efek kompresibilitas terutama terjadi pada jarak r/R> 0.5. Pada daerah tersebut energi total, temperatur, dan tekanan mempunyai nilai yang lebih tinggi dibanding daerah r/L<0.5.

This thesis investigated field of flow in the vortex tube model. Vortex tube model have 16mm and 32mm small diameter & large diameter and 200mm total tube length. Smaller tube have 1 5 mm length. A disturbance present in the vortex tube as a small valve in the end with larger diameter. Flow to be injected into vortex tube from the wall of largest diameter tube. Injected flow contain radial and tangensial velocity, without axial velocity.
Numerical study will solve Navier-Stokes equation as a governing equation. Solution used K-epsilon as a turbulence model, explicit scheme and combination of finite-volume and finite element with upwinding technique. Viscous part are treated using Galerkin Methode and convectiv are treated as Riemann problem and be solved by Rhoe Methode.
Compressibility effect as a result of pressure and volume dilatation will be accomodated as additional term in turbulence kinetic energy and energy equation. Ristorcelli model for compressibility effect will be used in this study.
This study shown that compressibility effect behave like source term in internal energy and turbulence kinetic energy equation. In high kinetic energy location, a part of these energy will be dissipased and the other part will be transfer to be internal energy. This study shown. on position r/R > 0.5, influence of compressibility effect have increased total energy, pressure and temperature. On this area, total energy, temperature and pressure have larger value than area on r/R <0.5.
"
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2001
T657
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Siahaan, Samuel Dominggus Chandra
"Latar Belakang: Otitis media supuratif kronik (OMSK) adalah kondisi infeksi telinga tengah dan mastoid kronik yang disebabkan oleh berbagai faktor, salah satunya adalah struktur tuba Eustachius. Morfometri tuba Eustachius dengan bidang referensi pada modalitas CT-scan memberikan pilihan non-invasif penilaian struktur tuba. Bidang Ku-Copson adalah bidang referensi baru morfometri tuba yang sebelumnya lebih umum menggunakan bidang Reid. Tujuan: Menilai pengaruh besar sudut kemiringan tuba Eustachius berdasarkan bidang Ku-Copson terhadap kejadian OMSK. Metode: Sebanyak 128 sampel telinga, 64 telinga kelompok normal dan 64 telinga kelompok OMSK diinklusi dalam penelitian ini. Pengelompokkan dilakukan berdasarkan diagnosis akhir berdasarkan rekam medis. Pengukuran sudut dilakukan dengan multiplanar reconstruction (MPR) pada HRCT kepala-leher. Analisis bivariat dengan menggunakan uji student T dilakukan untuk menilai perbedaan rerata kedua kelompok dengan Interval Kepercayaan (IK) 95%. Hasil: Terdapat perbedaan rerata yang bermakna secara statistik antara kedua kelompok (p = 0,005). Rerata besar sudut pada kelompok telinga normal sebesar 27,20 ± 4,8 (SD) dan pada kelompok telinga OMSK sebesar 29,20 ± 3,2 (SD). Nilai AUC dari ROC besar sudut tuba Eustachius dalam diferensiasi kelompok telinga normal dan OMSK sebesar 0,62 (0,523 – 0,718), dengan nilai sensitivitas dan spesifisitas pada nilai titik potong 28,50 adalah 56,3% dan 56,3%. Kesimpulan: Besar sudut kemiringan tuba Eustachius berdasarkan bidang referensi Ku-Copson pada kelompok telinga normal lebih besar dibandingkan pada kelompok telinga OMSK, dengan perbedaan sekitar 2 derajat antara kedua kelompok.

Background: Chronic suppurative otitis media (CSOM) is a chronic infection of middle ear and mastoid caused by various factors, one of which is the Eustachian tube. Eustachian tube morphometry based on reference plane on CT-scan provides a non-invasive option for assessing tube structure. The Ku-Copson plane is a new reference plane for tubal morphometry which previously used the Reid plane more commonly. Objective: To assess the influence of Eustachian tube angle based on the Ku-Copson plane on the presence of CSOM. Methods: A total of 128 ear samples, 64 ears on normal group and 64 ears on CSOM group, were included in this study. Grouping was based on the final diagnosis according to medical records. Angle measurements were carried out with multiplanar reconstruction (MPR) on head and neck HRCT. Student T test was used to analyse the mean difference of the two groups with a 95% Confidence Interval (CI). Results: There was a statistically significant mean difference between the two groups (p = 0.005). Mean tube angle in the normal ear group was 27.2 ± 4.8 (SD) and in the CSOM ear group was 29.2 ± 3.2 (SD). The AUC value of the of Eustachian tube angle ROC in discriminating normal ear and CSOM groups was 0.62 (0.523 – 0.718), with sensitivity and specificity at cutoff of 28.5 being 56.3% and 56.3%. Conclusion: The Eustachian tube angle based on the Ku-Copson plane in the normal ear group is greater than in the CSOM ear group, with a difference of around 20."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2024
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Rudi Suardi
"Vortex tube adalah sebuah ala( yang mampu memisahkan panes dari sebuah aliran udara bertekanan menjadi dua buah aliran, dimana temperatur aliran yang pertama menjadi Iebih panas sedangkan aliran yang lainnya menjadi febih dingin daripada ternperatur udara masuk.
Salah satu faktor terpenting n yang mempengaruhi karakterisfik dari vortex tube, adalah sisi inlet. Untuk mengetahui pengaruh sisi inlet terhadap perubahan temperatur udara panas dan udara dingin serta kapasitas pendinginan yang dihasilkan maka difakukan ` penelitian secara eksperimental, dengan menggunakan termokope! sebagai pengukur temperatur, manometer raksa untuk mengukur tekanan dan rotameter untuk mengukur flow ratenya.
Berdasarkan hasil penelitian pada setiap ni!ai tekanan udara masuk, didapatkan temperatur udara dingin akan minimum pada 0,5-0,6 nilai fraksi massa dingin sekitar temperatur udara panas akan maksimum pada nilai fraksi massa dingin sekitar 0,7 dan 0,8 kapasitas pendinginan akan maksimum pada nifai fraksi massa dingin sekitar 0,8. Kapasitas pendinginan yang akan dihasilkan akan terus meningkat seiring dengan peningkatan udara masuk. Pada tekanan udara masuk 10 bar dengan temperatur 29,4°C dan nilaf fraksi massa dingin aktual 0,41, vortex tube ini akan mampu menghasiH

Vortex tube is a device that can separate (heat from pressured air How) into 2 air How, where the temperature of lirst air tlow is hotter than the second air How compared to temperature of inlet How.
One important thing can effect the characteristics of vortex tube is inlet section. To tind how it effect the change of temperature of hot water and cold water and cooling capacity, then it must be done by done by doing research experimentally. This research utilites thennocouple to measure temperature, manorneter to measure pressure and rotameter to measure rate of air flow.
According to result of this research, for each value of inlet pressure, the temperature of cold air will be minimum cold mass fraction value 0,5-0,6 around the hot air temperature and will be max at cold mass fraction value 0, 7 and 0,8, and cooling capcity will be max at cold mass fraction value 0, 8. From the data, it is look like that the cooling capacity will keep increasing along with inlet air pressure. Vortex tube can produce hot air at 44,5°C and cold air at 9, 5°C when inlet air pressure 10 ban temperature 29,4°C and cold mass fraction value 0,41.
"
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2000
S37180
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Ikhwan
"ABSTRAK
Latar belakang: Fungsi dari tuba Eustachius (TE) adalah ventilasi, proteksi, dan pembersihan telinga tengah. Disfungsi TE berperan penting pada patogenesis terjadinya kasus otitis media, sehingga hasil pengobatan dan prognosis kasus ini sangat bergantung pada fungsi TE yang adekuat yang pada akhirnya dapat mempengaruhi angka keberhasilan rekonstruksi telinga tengah. Data penelitian mengenai fungsi ventilasi TE masih sangat diperlukan untuk menunjang keberhasilan terapi dan operasi pada kasus OMSK. Tujuan : Mendapatkan gambaran fungsional ventilasi TE pada pasien OMSK tipe aman dan subjek non otitis media serta mendapatkan modalitas lain untuk mengukur fungsi ventilasi TE pada pasien dengan membran timpani utuh maupun perforasi. Metode: Penelitian comparative cross sectional pada 36 subjek telinga OMSK tipe aman dan 80 telinga subjek non otitis media dengan sonotubometri dan dinilai parameter jumlah frekuensi pembukaan, peningkatan amplitudo, dan durasi pembukaan. Hasil : Gangguan fungsi ventilasi TE lebih banyak didapatkan pada kelompok OMSK tipe aman (47%) dibandingkan kelompok non otitis media (18,75%). Terdapat perbedaan bermakna (p=0,002) antara fungsi ventilasi TE subjek OMSK tipe aman dengan subjek non otitis media, dimana subjek OMSK tipe aman dapat mengalami gangguan fungsi ventilasi TE 3,88 kali lebih besar dibandingkan dengan subjek non otitis media. Kesimpulan : Pasien OMSK tipe aman lebih berpotensi mengalami gangguan fungsi ventilasi TE dibandingkan subjek non otitis media

ABSTRACT
Background : The function of the Eustachian tube (ET) is ventilation, protection and cleaning of the middle ear. TE dysfunction plays an important role in the pathogenesis of otitis media cases, so that the treatment and prognosis of these cases is very dependent on adequate TE function that can ultimately affect the success rate of middle ear reconstruction. Data research on ventilation ET function is needed for the success of the therapy and surgery in the case of chronic suppurative otitis media (CSOM) Objective : To determine ventilation ET function on benign type chronic suppurative otitis media and non otitis media subject and get another modality to measure ventilation function TE in patients with intact and perforated tympanic membrane. Methods : Comparative Cross-sectional study in 36 subjects benign type CSOM and 80 non otitis media subjects with sonotubometry and rated parameter number of frequencies opening, increasing the amplitude and duration of the opening ET. Results : Malfunctioning ventilation ET function more obtained at benign type CSOM (47%) than among non otitis media subjects (18.75%). There is a significant difference (p = 0.002) ventilation ET function between benign type CSOM subject and non otitis media subject, where the benign type CSOM subject may be malfunctioning ventilation ET function 3.88 times larger than the non otitis media subjects. Conclusion : Patients with benign type potentially have malfunctioning ventilation ET function than non otitis media subjects."
2016
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Liliana Mangkuwerdojo
"Kemudahan Pemasangan Pipa Nasogastrik pada Pasien Terintubasi : Perbandingan antara Metode Digiti dengan Manuver Reverse SellickLiliana Mangkuwerdojo, Aida Rosita Tantri, RahendraDepartemen Anestesiologi dan Terapi Intensif, Fakultas Kedokteran, Universitas Indonesia, Jakarta, Indonesiae-mail: drliliana2012@gmail.comLatar Belakang:Pemasangan pipa nasogastrik pada pasien tidak sadar yang terintubasi memiliki kesulitan tersendiri. Berbagai teknik pemasangan pipa nasogastrik dilakukan untuk memudahkan pemasangan pipa nasogastrik pada pasien terintubasi. Salah satu teknik yang sudah dikenal untuk memudahkan pemasangan pipa nasogastrik pada pasien terintubasi adalah manuver reverse Sellick. Akan tetapi manuver reverse Sellick masih memiliki angka kegagalan yang cukup tinggi. Metode digiti merupakan teknik baru yang mudah dan memiliki angka keberhasilan yang tinggi serta angka komplikasi yang minimal. Kemudahan pemasangan dinilai dari angka keberhasilan pemasangan pada upaya pertama, lama upaya pemasangan yang lebih singkat pada upaya pertama, serta angka komplikasi berupa bercak darah yang lebih minimal.Metode:Penelitian ini merupakan uji klinis acak tersamar tunggal untuk membandingkan kemudahan pemasangan pipa nasogastrik pada pasien terintubasi. Setelah mendapat izin komite etik dan informed consent sebanyak 210 subyek dengan consecutive sampling, subyekdirandomisasi menjadi dua kelompok yaitu kelompok subyek yang mendapatkan perlakuan dengan metode digiti dan kelompok subyek yang mendapat perlakuan dengan manuver reverse Sellick. Dilakukan pencatatan keberhasilan pipa nasogastrik pada upaya pertama, lama upaya pemasangan yang diperlukan, serta angka komplikasi pemasangan pipa nasogastrik berupa bercak darah. Uji Chi-square dan Mann-Whitneydilakukan untuk menganalisis data.Hasil:Angka keberhasilan pada upaya pemasangan pertama dengan metode digiti adalah sebesar 81,6 dibandingkan denganmanuver reverse Sellick sebesar 60,7 p 0,002 . Nilai median lama upaya pertama pemasangan pipa nasogastrik dengan metode digiti adalah 13 detik sedangkan dengan manuver reverse Sellick 12 detik p.

Feasibility of Nasogastric Tube Insertion in Intubated Patient Comparison between DigitiMethod and Reverse Sellick Manuver Anesthesiology and Intensive Care Department, Faculty of Medicine, Universitas Indonesia, Jakarta, Indonesiae mail drliliana2012 gmail.comBackground Nasogastric tube insertion in an intubated unconscious patient has its own challenge. Various techniques are performed to improve the success rate. Reverse Sellick rsquo smanuver, well known technique facilitating the nasogastric tube insertion in intubated patient. However, reverse Sellick 39 s manuver has a high failure rate. Digiti rsquo s method, a new technique which is feasible, has a high success rate and minimal complication. Feasibility of nasogastric insertion is determined bythe success rate at first attempt, duration of first attempt insertion procedure and the occurrence of complication blood spot .Methods Single blinded randomized clinical trial were conducted to compare the feasibility of nasogastric tube insertion in intubated patient. Two hundred and ten patients were enrolled into the study with consecutive sampling. Subjects were randomized into two groups subject treated withdigiti rsquo s method and subject treated with reverse Sellick rsquo s manuver. The successful of first attempt nasogastric tube insertion, duration of first attempt insertion procedure and complication rate of nasogastric tube blood spots were recorded.Chi square and Mann Whitney analysis were used to analyze the data.Results Success rate was significantlyhigher indigiti rsquo sgroup 81,6 compared to reverse Sellick rsquo s manuver group 60,7 p 0,002 . The median value of first attempt duration with digiti rsquo s method was 13s, while the reverse Sellick rsquo s manuver was 12s p."
Depok: Universitas Indonesia, 2017
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Shofiah Sari
"Tuba Eustachius berfungsi mengatur dan memodulasi status pneumatik dari telinga tengah dan mastoid untuk menjaga lingkungan yang sesuai untuk transmisi suara optimal oleh membran timpani dan rantai tulang pendengaran. Fungsi TE merupakan faktor penting dalam patogenensis otitis media dan pembersihan ruang telinga tengah serta penting dalam keberhasilan operasi telinga tengah. Otitis media supuratif kronik OMSK adalah inflamasi kronik telinga tengah dan kavum mastoid dengan gambaran klinis adanya keluar cairan telinga berulang atau otorea melalui perforasi membran timpani yang berlangsung lebih dari 3 bulan. Penelitian ini ingin mengetahui sebaran dan kesesuaian hasil pemeriksaan fungsi ventilasi TE menggunakan sonotubometri dan audiometri impedans dengan automatic Toynbee pada subjek OMSK tipe aman. Penelitian ini adalah penelitian deskriptif potong lintang pada 51 subyek yang diambil secara consecutive sampling. Hasil penelitian ini didapatkan proporsi hasil pemeriksaan ventilasi TE dengan sonotubometri normal sebanyak 35,5 dan audiometri impedans dengan automatic Toynbee normal sebesar 5,9 . Uji kesesuaian dengan Kappa antara kedua alat didapatkan kesesuaian yang lemah namun secara statistik bermakna. Perhitungan kesesuaian dengan proporsi confounding didapatkan hasil yang sesuai antara kedua alat sebesar 70,6 .

Eustachian Tube ET function is to regulate and modulate pneumatic status of middle ear and mastoid cavity for maintenance of appropiate environment for optimal noise transmision by the tympanic membrane and ossicular chain. ET function is the important factor in otitis media pathogenesis and clereance of middle ear cavity also for middle ear surgery prognosis. Chronic suppurative otitis media CSOM is chronic inflamation of middle ear and mastoid cavity with reccurent ear discharge or otorrhoea through tympanic membrane perforation which occurs more than 3 months.This study is intended to investigate the proportion and association of examination on ET ventilation function with sonotubometry and impedance audiometry using automatic Toynbee on CSOM benign type subject. This study is a cross sectional descriptive research in 51 subjecst which were taken by consecutive sampling. The results is that the normal proportion of ET ventilation function with sonotubometry is 35,5 and with impedance audiometri using automatic Toynbee is 5,9 . The correlation test with Kappa from the two devices is weak but is statistically significant. Another correlation test with confounding proportion indicates that the two devices match at 70,6 ."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2017
T55688
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Ivana Supit
"Latar belakang: Botol susu saat ini sudah rutin digunakan, terutama pada ibu yang aktif dan bekerja. Penggunaan botol susu secara global mencapai 56%, sedangkan di Indonesia mencapai 37,9%. Penggunaan botol susu yang tidak tepat dapat mengakibatkan locking phenomenonkarena peningkatan tekanan negatif secara berlebih pada rongga nasofaring, yang berujung pada kejadian disfungsi tuba Eustachius. Penelitian ini menilai faktor yang berkaitan dan pengaruhnya terhadap disfungsi tuba Eustachius pada anak-anak yang menggunakan botol susu.Tujuan : mengetahui pengaruh dan hubungan faktor yang dapat menyebabkan disfungsi tuba Eustachius pada penggunaan botol susu. Metode :Penelitian ini melibatkan 160 subjek berusia 24 – 48 bulan yang menggunakan botol susu. Fungsi tuba Eustachius setiap subjek dievaluasi menggunakan alat sonotubometer untuk menentukan ada tidaknya disfungsi tuba Eustachius. Pengolahan data dilakukan dengan uji chi square, menggunakan Pvalue <0,25 untuk melihat hubungan antar faktor dengan kejadian disfungsi tuba Eustachius. Faktor yang memiliki hubungan signifikan dengan kejadian disfungsi tuba Eustachius dianalisis dengan uji regresi logistik untuk menentukan faktor determinan terhadap kejadian disfungsi tuba Eustachius.Hasil : Penelitian ini mendapatkan gambaran penggunaan botol susu yang baik dapat mencegah kejadian disfungsi TE hingga 6,8 kali. Hipertrofi adenoid memiliki pengaruh terhadap kejadian disfungsi TE hingga 10,5 kali. Jenis susu memiliki pengaruh terhadap kejadian disfungsi TE 4,1 kali. Kesimpulan : Cara penggunaan botol susu, hipertrofi adenoid dan jenis susu sebagai faktor determinan terhadap disfungsi tuba Eustachius.

Backgroud: Bottle feeding has been considered normal and widely used, preferably by active and working mother. Numbers of bottle feeding globally reach 56% of total population, while the Indonesian use of bottle feeding up to 37,9%. Improper use of bottle feeding may lead to locking phenomenon due to excessive pressure changes in nasopharynx area. This study aims to evaluate factors and their contribution in the development of Eustachian tube dysfunction in bottle feeding children. Aims : to evaluate factors and their contribution in the development of Eustachian tube dysfunction in bottle feeding children. Methods : This study involved 160 subjects 24 – 48 months old children with bottle feeding. We evaluated their Eustachian tube using a sonotubometer to determine the presence of Eustachian tube dysfunction. Data analysis was done using chi square method to determine the significant factors with Pvalue<0,25. Significant factors then analyzed by logistic regretion in order to determine determinan factors. Result : This study found that proper used of bottle feeding protect children from Eustachian tube dysfunction up to 6,8 times. Adenoid hypertrophy 10,5 times effected the Eustachian Tube, Type of milk consumed contributed up 4,1 times toward Eustachian tube dysfunction.Conclusion : Proper used of bottle feeding, adenoid hypertrophy and milk type are the determinant factors on Eustachian tube dysfunction."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2023
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Asmadi
"Penelitian ini dilakukan untuk mencari penyebab kegagalan pada tube superheater. Tube superheater adalah alat bantu Boiler yang berfungsi untuk menghasilkan uap superheat dengan temperatur 462 ºC yang selanjutnya digunakan untuk penggerak turbin uap. Tube menerima panas dari gas alam dengan temperatur 919 ºC.
Material tube superheater adalah Baja Karbon Molybdenum (15 Mo3) yang direncanakan untuk beroperasi selama 12 tahun. Tetapi baru beroperasi 2 tahun, 4 bulan telah mengalami kegagalan.
Setelah dilakukan pemeriksaan fraktografi mikro dengan menggunakan SEM (Scanning Electron Microscope) pada daerah pecah ditemukan retak mikro di permukaan pecah. Retak mikro ini terbentuk diperkirakan ketika dilakukan proses pengerolan panas sewaktu tube dibuat. Selanjutnya dilakukan pemeriksaan EDS (Energy Dispersive Spectroscopy) ditemukan unsur S (sulphur) hanya di daerah pecah saja. Penambahan retak mikro ini dipicu oleh proses dan kondisi overheating yang mengakibatkan terjadinya peristiwa kegagalan."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 1996
T649
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ediwan
"Pendahuluan
Untuk mendapatkan tingkat kehandalan (reliability) yang tinggi, diperlukan pengontrolan kualitas yang memadai dimulai dari pemilihan bahan yang dipergunakan, dalam proses pengerjaan dan perakitan hingga suatu sistem yang siap dipergunakan. Konstruksi dalam teknologi antariksa sering mempergunakan struktur yang kuat dan ringan serta persaratan-persaratan tinggi yang menuntut studi dan penelitian yang cermat dalam pemilihan bahan konstruksi dan proses pengerjaan serta prosedur-prosedur pengujian dan pemeriksaan.
Perancang konstruksi selalu meramalkan kondisi yang bakal dihadapi yang meliputi kondisi pembebanan atau gaya-gaya yang akan diterima. Sedangkan pada kondisi yang sebenarnya bukanlah suatu hal yang mudah, dari ketidak pastian akan kesempurnaan material maka timbul apa yang disebut faktor keamanan.
Pemilihan faktor keamanan yang terlalu tinggi berakibat terlalu berat dan boros penggunaan material, sebaliknya pemilihan faktor keamanan yang terlalu kecil berarti bermain untung-untungan dan mengundang bahaya. Langkah yang lebih baik adalah menguji sub-sub bagian serta menganalisis hasil rancangan yang telah terlanjur gagal dengan analisis kegagalan."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 1996
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ahmad Sanusar
"Primary saturator coil dipasang pada Pusri 11 berfungsi untuk meningkatkan temperatur uap-air pada sisi masuk ± 195 °C dan sisi keluar t 205 °C dengan tekan cat operasi 140 kg/cm, naiknya temperatur tersebut didapat dengan memanfaatkan panas sisa gas buang pada sisi masuk f 215 °C dan sisi keluar t 208 ' yang didapatkan dari pembakaran dapur primary reformer. Primary saturator coil 101-B P-PP difabrikasi oleh SEB dengan desain aleh FOSTER WHEELER UK London Inggris tahun 1990. Bahan saturator coil Austeniti c stainless steel sesuai ASTM SA 312 IF 304.
Primary saturator coil P-II yang telah beroperasi selama 2 tahun, diketahui bocor pada saat paneriksaan rutin tahun 1995. Kebocoran tersebut ditenuci pada baris ke-3 dari arah brava dan kolom ke-3 dari samping kanan, yang berjarak f 50 an. dari carter line hider, yang dilakukan saat test hydrostatis dengan tekanan t 75 kg/an, selama 45 menit.
Analisis kegagalan yang dilakukan pada saturator coil 101-B P-11 dengan memotong 125 an pada tube yang mengalami kebocoron. Disarming pemeriksaan visual pada tube saturator coil yang bocor, diambil sampel pada posisi melintang dan menumjang Untuk pengamataa metalograffi, perneriksaan yang lain adalah naicrohardness serta Energi Dispersi Spektrometer (EDS), untuk mengamati pengaruh proses High Frequency Resitance Welding (IIFRW) pads tube dan,in, dari tube saturator coil.
Dari hasil analisis dapat diduga bahwa penyebab kegagalan adalah Stress Corrosion Craciding (SCC), karena adanya residual stress, sensitasi akibat pengelasan dan adanya unsur dorida (Cl)."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 1996
T8932
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4   >>