Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 8 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Ahmad Ramadhan
Abstrak :
Strategi penanggulangan TB melalui strategi DOTS (Directly Observed Trearmem Shorlcourse) memprioritaskan penemuan pasien melalui pemeriksaan mikroskopis, oleh karena itu mutu pemeriksaan mikroskopis perlu dipantau tems. Hasil pemeriksaan mikroskopis sputum BTA ,oleh 54 pemugas laboratorium puskesmas (Puskesmas Ruiukan Mikroskopis dan Puskesmas Pelaksana Mandiri) di Provinsi Jambi pada tahun 2004 ada 29 puskesmas yang hasil error rate 25%, sedangkan pada tahun 2005 mcnjndi 32 puskcsmas yang hasil error rare-nya 25%. Untuk itu pcrlu dilakukan penilaian terhadap faktor-faktor yang berhubungan dengan mutu pemeiiksaan mikroskopis sputum BTA. Penelitian ini bertuiuan untuk mengetahui gambaran dan faktor-faktor yang berhubungan dengan mutu pemeriksaan mikroskopis sputum BTA pada laboratorium puskesmas (PRM dan PPM) di Provinsi Jambi tahun 2006, dengan menggunakan metodologi kuantitatif yang bersifat deskriptif dengam desaiu” penelitian berupa pcndckatan cross sectional, terhadap 56 petugas laboratorium puskesmas di PRM dan PPM (total populasi). Hasil pemeriksaan mikroskopis sputum BTA yang bermutu baik masih rendah, hanya 35,7%. Adapun faktor yang berhubungan signiiikan dengan mutu pemeriksaan mikroskopis sputum BTA adalah pelatihan (tanpa dikontrol), dan faktor pengalaman kelfia, supervisi, kepuasan kerja, dan penerapan SOP (dengan dikontrol). Faktor yang paling dominan bcrhubungan dengan rnutu pemeriksaan mikroskopis sputum BTA aclalah pencmpan SOP. Disarankan kepada puskcsmas agar petugas laboratorium selalu menerapkan SOP, meqiaga keamanan bckclja di laboratorium, dan merawat mikroskop dcngan bai[c. Kepada Dinas Kesehatan K.abupatenfKota agar pembinaan petugas laboratodum dilakukan torus-mcncms melalui peiaksanaan supenkisi yang baik. Kepada Dinas Kesehatan Provinsi agar dapat rpelatih semua petugas laboratoriurn puskesmas, melaksanakan pertemuan untuk pembinaan dan pcrnbekalan pengetahuan terhadap petugas TB kabupatenfkota dan petugas laboratorium puskesmas, dan juga perlu bckcrjasama dengan Balai Laboratorium Kesehatan untuk melakukan pembinaan di puskesmas (PRM dan PPND. ......TB prevention strategy with DOTS (Directly Observed Treatment Short course) give priority to patient’s invention by microscopic examination, therefore we must always control the microscopic examination. The result of BTA sputum microscopic examination by 54 government clinic laboratory assistant (Microscopic Reconciliation Government Clinic/PRM and Autonomy Execution Government Clinic/PPM) in Province of Jamb in year 2004, there was 29 local govemment clinic with error rate 25%, whereas in 2005 became 32 local government clinic with error rate 25%. Because of that, we need to evaluate about factors which related with quality of BTA sputum microscopic examination. The purpose of the research is to get the description and factors that related with quality of BTA sputum microscopic control, at PRM and PPM laboratories in Province of Jambi, in year 2006, by using quantitative methodology, which have descriptive characteristic with cross sectional approaching research design, toward 56 laboratory assistant at PRM and PPM (total population). The result of BTA sputum microscopic examination with good quality is still low, that is only 35.7% The factors that have a significant relation with quality of BTA sputum microscopic examination are training (without controlling), and work experience factor, supervision, work satisfaction, and SOP implementation (without controlling). The most dominant factor which related with quality of BTA sputum microscopic examination is SOP examination. We suggest to government clinic is laboratory assistant must implement SOP, maintain the security of laboratory, take good care of microscope. For public service in Regency, they must train laboratory assistant continually with good supervision. For public service in Province, they must train all laboratory assistant of local government clinic by meeting for founded and provided knowledge towards TB Regency officer and laboratory assistant of public government clinic, and also good cooperate with Health Laboratory Center to make founding at local government clinic (PRM and PPM).
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2007
T32045
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Anisa Rahmadhany
Abstrak :
Latar Belakang : Diagnosis tuberkulosis pada anak tidak mudah sehingga sering terjadi under diagnosis atau over diagnosis. Uji tuberkulin sebagai penunjang untuk mengetahui infeksi tuberkulosis memiliki angka negatif palsu 10-25%. Mayoritas pasien tuberkulosis anak memiliki kadar seng plasma yang rendah dibanding anak sehat. Tujuan : Mengetahui efektivitas krim seng topikal untuk meningkatkan diameter indurasi uji tuberkulin pada pasien TB anak. Metode : Uji klinis tidak tersamar dengan subjek penelitian bertindak sebagai perlakuan dan kontrol (matching) yang berlangsung selama bulan Oktober 2012 hingga Desember 2012. Subjek penelitian merupakan pasien tuberkulosis usia 2- 18 tahun di Departemen IKA RSCM dan Bagian Anak RS Persahabatan yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi Analisis data penelitian dengan menggunakan uji non parametrik Wilcoxon signed rank test menggunakan SPSS versi 15. Hasil : Penelitian dilakukan pada 47 subjek. Mayoritas subjek penelitian memiliki status gizi baik (53%), median durasi pengobatan <6 bulan, median usia 72 bulan dan 47% merupakan kelompok usia <5 tahun. Sebanyak 16 subjek memiliki median selisih perbedaan indurasi uji tuberkulin lengan kanan dan kiri sebesar 1 mm (P<0,001) namun secara klinis tidak bermakna. Tiga puluh subjek lainnya tidak memiliki perbedaan indurasi uji tuberkulin lengan kanan dan kiri. Dua puluh subjek (43%) mengalami reaksi Koch setelah penambahan krim seng topikal. Pemberian krim plasebo tidak menyebabkan reaksi Koch. Simpulan : Pemberian krim seng topikal tidak terbukti bermakna secara klinis dalam meningkatkan indurasi uji tuberkulin dibandingkan krim plasebo. ...... Background : Diagnosis of tuberculosis in children is difficult, under diagnosis or over diagnosis is commonly happened. Tuberculin test as an important supporting examination for tuberculosis infection has false negative value 10-25%. Majority of children with tuberculosis have lower plasma zinc level than healthy children. Objective : To evaluate effectiveness of topical zinc cream in augmenting diameter of tuberculin induration among children with tuberculosis. Methods : Unblinded clinical trial involving subjects matched with themselves was performed between October 2012 until December 2012. Subjects were children with tuberculosis aged 2-18 years old in Child Health Departement Cipto Mangunkusumo Hospital dan Persahabatan Hospital, Jakarta. Data analysis was performed with Wilcoxon signed rank test using SPSS 15 version. Results : There were 47 subjects recruited in this study. Majority of subjects were well nourished (53%), underwent treatment <6 months (median), aged 72 months (median) and were under-five children (47%). Sixteen subjects showed 1 mm (median) difference of tuberculin induration between zinc arm and placebo arm (P<0,001). This difference is statistically significant but clinically insignificant. Twenty two subjects (43%) had Koch reaction after zinc cream application. Application of placebo cream didn't cause any Koch reaction. Conclusion: Application of topical zinc cream is clinically insignificant to augment tuberculin induration compared to placebo cream.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2013
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Kinanta Imanda
Abstrak :
Latar Belakang: Uji tuberkulin merupakan pemeriksaan penunjang utama yang membantu diagnosis tuberkulosis anak di Indonesia. Jenis TB yang diderita pasien ternyata dapat mempengaruhi hasil negatif palsu dari uji tuberkulin. Tujuan: Menganalisis hubungan antara hasil uji tuberkulin dan jenis tuberkulosis pasien TB paru dan ekstraparu pada pasien tuberkulosis anak. Metode: Penelitian potong lintang yang dilakukan di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo, Jakarta pada Januari-Oktober 2018 dengan melihat data usia, jenis kelamin, penyakit komorbid, hasil uji tuberkulin, dan jenis tuberkulosis dari formulir TB-01 dan rekam medis dari 230 pasien anak yang terdiagnosis tuberkulosis selama periode 2014-2018. Hasil: Tidak terdapat hubungan bermakna antara hasil uji tuberkulin dengan jenis tuberkulosis (nilai p = 0,607; RR = 0,937; IK95% = 0,729 sampai 1,203). Kesimpulan: Hasil uji tuberkulin tidak berhubungan dengan jenis tuberkulosis yang dimiliki pasien anak. Pada kasus yang diduga mengalami anergi, diagnosis tuberkulosis dapat ditegakkan dengan gambaran klinis pasien, pemeriksaan radiologis, dan hasil uji bakteriologis. ......Background: Tuberculin skin test is one of the primary diagnostic tools for diagnosing tuberculosis in children. Objective: This research analyse the association between the result of tuberculin skin test and the type of tuberculosis in children with pulmonary and extrapulmonary tuberculosis. Methods: This research is a cross-sectional study conducted in Cipto Mangunkusomo Hospital, Jakarta in January to October 2018 by reviewing 230 data of age, gender, comorbidities, result of tuberculin skin test, and type of tuberculosis from TB-01 form and medical records of children diagnosed with tuberculosis from 2014 until 2018. Result: There is no significant correlation between the result of tuberculin skin test and type of tuberculosis in children with pulmonary and extrapulmonary tuberculosis (p value = 0.607; RR = 0.937; CI 95% = 0.729 to 1.203). Discussion: The result of tuberculin skin test does not have significant correlation with the type of tuberculosis in children with pulmonary and extrapulmonary tuberculosis. In cases with suspected anergy, the diagnosis can be formed by patients clinical features, radiology examination and the result of biological testing.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Cempaka Nova Intani
Abstrak :
Latar Belakang: Petugas kesehatan adalah kelompok yang kontak dekat dengan pasien tuberkulosis TB . Infeksi tuberkulosis telah terdeteksi sejak lebih dari 100 tahun yang lalu dengan uji tuberkulin.Sebagai alternatif terhadap uji tuberkulin saat ini telah tersedia pemeriksaan in vitro berupa pemeriksaan interferon gamma release assay IGRA. Tujuan: Penelitian ini bertujuan untuk membandingkan uji tuberkulin dan IGRA dalam mendiagnosis dan uji tapis TB laten pada petugas kesehatan di Balai Besar Kesehatan Paru Masyarakat BBKPM Bandung. Metode: Penelitian dilakukan dengan disain potong lintang. Hasil uji tuberkulin ditetapkan untuk menunjukkan ITBL baru jika terdapat indurasi ge; 10 mm atau jika hasil uji tuberkulin ge; 15 mm bagi petugas kesehatan yang pernah menjalani uji tuberkulin sebelumnya.Seluruh subjek penelitian telah dilakukan anamnesis, pemeriksaan fisis, foto toraks dan cek sputum BTA untuk menyingkirkan diagnosis infeksi tuberkulosis aktif. Hasil: Penelitian ini dilakukan dari bulan Januari sampai April 2015 di 84 petugas kesehatan. Prevalens TB laten adalah sebesar 51,2 dengan IGRA dan 29,8 denganuji tuberkulin dengan kesesuaian yang cukup ? = 0,34 . Terdapat hubungan yang signifikan antara usia dan pendidikan yang rendah dengan hasil IGRA dan status merokok dengan uji tuberkulin. Kesimpulan: Proporsi ITBL lebih tinggi dengan IGRA dibandingkan dengan uji tuberkulin dengan kesesuaian yang cukup dan terdapat hubungan yang signifikan antara usia dan pendidikan rendah dengan hasil IGRA serta status merokok dengan TST. ......Introduction Haealthcare workers are groups that are close contact with tuberculosis TB patients. Tuberculosis infection had been detected since more than 100 years ago with the tuberculin test TST. As an alternative to the tuberculin test now is currently available in vitro examination of interferon gamma release assay IGRA. Objectives: to compare TST and IGRA in the diagnosing and screening of LTBI among healthcare workers in Balai Besar Kesehatan Paru Masyarakat BBKPM Bandung. Methods: This study is a cross sectional design. Tuberculin test results were set to show new LTBI if there was induration ge 10 mm or ge 15 mm in healthcare workers who had had a previous TST. The subjects have been done anamnesis, physical examination, chest X ray and sputum smear checks for excluding the diagnosis of active tuberculosis infection. The relationship with the characteristics of the subjects was calculated with p le 0.05. Results: This research was conducted from January to April 2015 in 84 healthcare workers. The prevalence of latent TB was 51,2 in IGRA and 29,8 in TST with sufficient agreement 0,34. There were significant correlation between age and low education with the results of IGRA and in smoking status with TST. Conclusion: Proportion of LTBI is higher with IGRA compared with TST, with sufficient agreement and there are significant correlation between age and low education with the results of IGRA and in smoking status with TST.Keywords Latent tuberculosis infection, tuberculin skin test, interferon gamma release assay
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2016
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Sri Dianova
Abstrak :
Latar Belakang : Infeksi TB laten didefinisikan sebagai kondisi individu yang terinfeksi Mycobacterium Tuberculosis M.tb tetapi saat ini individu tersebut tidak sakit, tidak ada gejala dan gambaran foto toraks normal. Tujuan : Mengetahui proporsi TB laten pada petugas kesehatan di RSUDZA Banda Aceh, Mengetahui karakteristik subjek dan hubungan antara usia, masa kerja, lokasi kerja dan status gizi dengan kejadian TB laten pada petugas kesehatan di RSUDZA Banda Aceh. Metode : Penelitian ini adalah penelitian potong lintang dan mengidentifikasi TB laten menggunkan pemeriksaan uji tuberkulin TST pada petugas kesehatan di RSUDZA serta faktor-faktor yang mempengaruhinya. Pada penelitian ini pengambilan sampel dilakukan pada bulan November 2015. Sampel terdiri dari petugas kesehatan di unit infeksi RS Zainoel Abidin yaitu : Poli DOTS, Poli Paru, Ruang Rawat Infeksi Paru PTT , Respiratory High Care Unit RHCU , Unit Bronkoskopi, Laboratorium Mikrobiologi dan Radiologi. Pengambilan sampel dilakukan dengan menggunakan tehnik consecutive sampling. Hasil : Enam puluh lima petugas kesehatan di RSUDZA Banda Aceh dilakukan uji TST. 35 53,8 TST positif dan 30 46,2 TST negatif. Proporsi TB laten pada petugas kesehatan di RSUDZA Banda Aceh adalah 53,8. Tidak terdapat hubungan bermakna antara usia dengan kejadian TB laten p=0.727. Terdapat hubungan bermakna antara masa kerja dengan kejadian TB laten p=0,0001. Tidak terdapat hubungan bermakna antara lokasi kerja dengan kejadian TB laten p=0,324 dan tidak didapatkan hubungan bermakna antara status gizi dengan kejadian TB laten p=0,522. Kesimpulan : Kejadian TB laten pada petugas kesehatan yang bekerja di tempat risiko tinggi TB di RSUDZA tidak dipengaruhi oleh usia, lokasi kerja, status gizi namun dipengaruhi masa kerja. Proporsi TB laten pada petugas kesehatan di RSUDZA Banda Aceh adalah 53,8. ......Background : Latent TB infection is defined as the condition of individuals who are infected with Mycobacterium tuberculosis M.tb but this time the individual is no sick, no symptoms and have normal chest X ray. Objective : To determine the proportion of latent TB among healthcare workers in RSUDZA Banda Aceh, knowing the characteristics of the subjects and the relationship between age, length of employment, work location and the nutritional status and the incidence of latent TB among healthcare workers at RSUDZA. Methods : This research is an analytic observational study using cross sectional design. Sampling was conducted at RSUDZA during November 2015. The sample consisted of healthcare workers at Directly Observed Short Course Therapy Clinic, Pulmonary Clinic, Integrated Tuberculosis Care PTT, Respiratory High Care Unit RHCU, Bronchoscopy Unit, Microbiology Laboratory and Radiology at RSUDZA. Results : The proportion of latent TB among healthcare workers in RSUDZA Banda Aceh was 53.8. There was no significant relationship between age and incidence of latent TB infection p 0.727. There is a significant relationship between length of employment incidence of latent TB infection p 0.0001. There was no significant relationship between work location and incidence of latent TB infection p 0.324 and there is no significant relationship between nutritional status and incidence of latent TB infection p 0.522. Conclusion : The incidence of latent TB infection in health care workers who work in a high risk of TB at RSUDZA is not affected by age, location of work, nutritional status but affected with length of employment. The Proportion of latent TB among healthcare workers in RSUDZA Banda Aceh was 53.8.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2017
SP-PDF
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Rr Irma Roosyana Lestyowati
Abstrak :
Latar Belakang: Instruksi penggunaan reagen PPD RT 23 2 TU yang dibuat oleh Statens Serum Institut Denmark yang menyatakan bahwa reagen PPD tidak boleh disimpan dan digunakan kembali setelah dibuka lebih dari 24 sampai 48 jam sulit untuk dipatuhi karena harga satu vial reagen yang mahal dan jumlah pasien yang tidak selalu ada untuk dilakukan tes tuberkulin. Tujuan: Untuk melihat apakah penggunaan reagen PPD RT 23 yang vialnya sudah dibuka lebih dari 24 jam mempengaruhi hasil tes tuberkulin dan aman digunakan. Metode: Studi potong lintang, non-inferiority study bulan Juni hingga bulan November 2017 pada 150 subjek. Dua tes tuberkulin dilakukan secara bersamaan pada tiap lengan pasien anak tersangka TB, satu tes tuberkulin menggunakan reagen yang vialnya dibuka <24 jam (kontrol) dan tes tuberkulin yang lainnya menggunakan reagen yang sudah dibuka 1 minggu (kelompok studi pertama) atau 1 bulan (kelompok studi kedua). Diameter indurasi masing-masing lengan diukur setelah 72 jam. Hasil: Jumlah subjek pada kelompok studi pertama sebanyak 64 anak, dengan rata-rata diameter indurasi 3,14 mm (SD 6,409) dan 3,41 mm (SD 6,732) untuk kontrol (p=0,364). Jumlah subjek pada kelompok studi kedua sebanyak 86 anak, dengan rata-rata diameter indurasi 3,33 mm (SD 5,491) pada perlakuan dan 3,41 mm (5,555) pada kontrol (p=0,559). Tidak ada perbedaan yang bermakna pada jumlah subjek dengan hasil tes tuberkulin positif (diameter indurasi ≥10 mm) dan tidak ada perbedaan selisih diameter yang bermakna (p=0,000). Tidak didapatkan efek samping maupun tanda infeksi pada lokasi tempat penyuntikan. Simpulan: Reagen PPD RT 23 2 TU tidak berkurang efektivitasnya walaupun sudah dibuka 1 minggu dan 1 bulan dan aman untuk digunakan.
Background: Recommendations that purified protein derivative (PPD) RT-23 tuberculin should not be kept and used more than 24 to 48 hours after opening are rarely complied with because of the high price of a vial PPD tuberculin and there are not always patients to administer the test to. Objective: To examine whether keeping opened vials of PPD RT-23 tuberculin for longer than 24 hours could affect the results of the test and safe. Methods: A cross-sectional study, non-inferiority study was conducted during June to November 2017 at 150 subjects. Two tuberculin tests were simultaneously administered one in each forearm, to pediatric patient with suspect tuberculosis, one test using a recently opened vial of tuberculin (control) and the other using tuberculin that had been opened a week before (first phase of study tuberculin) or a month before (second phase of study tuberculin) then we measure diameter of the induration of each forearm after 72 hours. Results: Total subject 64 patients in the first group (tuberculin opened 1 week), the mean (SD) diameter of the induration was 3.14 (6.409) mm and 3.41 (6.732) mm for the control (P=.3). Total subject 86 patients in the second group (tuberculin opened 1 month), the mean diameter of the induration was 3.33 (5.491) mm and 3.41 (5.555) mm for the control (P=.5). There were no differences between the number of positive tests (diameter of induration ≥10 mm) found and there were no significant differences of the difference of diameter of induration between the study tuberculin and control (P=.0). No adverse reaction and none sign of infection on the site of injection.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2018
T58958
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dini Wahyudini
Abstrak :

Tuberkulosis merupakan salah satu tantangan masalah kesehatan dunia dengan perkiraan sepertiga populasi dunia terinfeksi MTB. Anak usia 0-5 tahun dengan kontak TB BTA positif berisiko tinggi untuk terinfeksi TB. Pemeriksaan skrining pada anak dengan risiko terjadinya infeksi TB laten merupakan langkah penting dalam program eliminasi dan kontrol penyakit TB. Ketersediaan tuberkulin yang sangat terbatas memicu pencarian alternatif lain untuk mendiagnosis infeksi TB. Penggunaan IGRA telah direkomendasikan WHO untuk mendiagnosis TB laten, tetapi belum banyak penelitian yang membandingkan ketiga modalitas yang tersedia di lapangan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbandingan antara QFT-Plus, T-SPOT.TB dan uji tuberkulin dalam mendiagnosis infeksi TB laten pada anak usia 0-5 tahun dengan kontak TB BTA positif. Sebanyak 104 anak berusia 1-60 bulan dari 87 kasus index dihubungi untuk melakukan pemeriksaan QFT-Plus, T-SPOT.TB dan uji tuberkulin dengan hasil 51% merupakan infeksi TB laten. Perbandingan antara pemeriksaan QFT-Plus dan T-SPOT.TB menunjukkan kesesuaian baik dengan kappa 0,638. Perbandingan antara uji tuberkulin dengan kedua pemeriksaan QFT-Plus dan T-SPOT.TB menunjukkan kesesuaian cukup dengan hasil uji kappa hampir sama yaitu 0,528 dan 0,527. Berdasarkan hasil di atas, pemeriksaan QFT-Plus, T-SPOT.TB, dan uji tuberkulin mempunyai kesesuaian cukup baik dan dapat dijadikan pertimbangan untuk mendiagnosis infeksi TB laten pada anak 0-5 tahun.

 


Tuberculosis is one of the worlds health burden with an estimated one-third of the worlds population infected with MTB. Children aged 0-5 years with positive AFB contact has higher risk to get TB infected. Screening tests in children with risk of latent TB infections are an important step to eliminate and control TB disease. Availability of very limited tuberculin skin test triggers another alternative test to diagnose TB infections. WHO has recommended the use of IGRA to diagnose latent TB infection, but lack of research that compares all of three modalities. This study aimed to determine the comparison between QFT-Plus, T-SPOT.TB and tuberculin skin test in diagnosing latent TB infection in children aged 0-5 years with positive AFB contacts. A total of 104 children aged 1-60 months from 87 index cases was contacted to perform QFT-Plus, T-SPOT.TB and tuberculin skin test with 51% diagnosed with latent TB infections. The comparison between QFT-Plus and T-SPOT.TB has kappa 0.638 indicating substantial suitability. The comparison of tuberculin skin test with QFT-Plus and T-SPOT.TB showed moderate suitability with kappa 0.528 and 0.527, respectively. Based on the results, QFT-Plus, T-SPOT.TB, and tuberculin skin test  have good suitability and can be considerate to diagnose latent TB infections in children less than 5 years old.

Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2020
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Dini Wahyudini
Abstrak :

Tuberkulosis merupakan salah satu tantangan masalah kesehatan dunia dengan perkiraan sepertiga populasi dunia terinfeksi MTB. Anak usia 0-5 tahun dengan kontak TB BTA positif berisiko tinggi untuk terinfeksi TB. Pemeriksaan skrining pada anak dengan risiko terjadinya infeksi TB laten merupakan langkah penting dalam program eliminasi dan kontrol penyakit TB. Ketersediaan tuberkulin yang sangat terbatas memicu pencarian alternatif lain untuk mendiagnosis infeksi TB. Penggunaan IGRA telah direkomendasikan WHO untuk mendiagnosis TB laten, tetapi belum banyak penelitian yang membandingkan ketiga modalitas yang tersedia di lapangan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbandingan antara QFT-Plus, T-SPOT.TB dan uji tuberkulin dalam mendiagnosis infeksi TB laten pada anak usia 0-5 tahun dengan kontak TB BTA positif. Sebanyak 104 anak berusia 1-60 bulan dari 87 kasus index dihubungi untuk melakukan pemeriksaan QFT-Plus, T-SPOT.TB dan uji tuberkulin dengan hasil 51% merupakan infeksi TB laten. Perbandingan antara pemeriksaan QFT-Plus dan T-SPOT.TB menunjukkan kesesuaian baik dengan kappa 0,638. Perbandingan antara uji tuberkulin dengan kedua pemeriksaan QFT-Plus dan T-SPOT.TB menunjukkan kesesuaian cukup dengan hasil uji kappa hampir sama yaitu 0,528 dan 0,527. Berdasarkan hasil di atas, pemeriksaan QFT-Plus, T-SPOT.TB, dan uji tuberkulin mempunyai kesesuaian cukup baik dan dapat dijadikan pertimbangan untuk mendiagnosis infeksi TB laten pada anak 0-5 tahun.

 


Tuberculosis is one of the world's health burden with an estimated one-third of the world's population infected with MTB. Children aged 0-5 years with positive AFB contact has higher risk to get TB infected. Screening tests in children with risk of latent TB infections are an important step to eliminate and control TB disease. Availability of very limited tuberculin skin test triggers another alternative test to diagnose TB infections. WHO has recommended the use of IGRA to diagnose latent TB infection, but lack of research that compares all of three modalities. This study aimed to determine the comparison between QFT-Plus, T-SPOT.TB and tuberculin skin test in diagnosing latent TB infection in children aged 0-5 years with positive AFB contacts. A total of 104 children aged 1-60 months from 87 index cases was contacted to perform QFT-Plus, T-SPOT.TB and tuberculin skin test with 51% diagnosed with latent TB infections. The comparison between QFT-Plus and T-SPOT.TB has kappa 0.638 indicating substantial suitability. The comparison of tuberculin skin test with QFT-Plus and T-SPOT.TB showed moderate suitability with kappa 0.528 and 0.527, respectively. Based on the results, QFT-Plus, T-SPOT.TB, and tuberculin skin test  have good suitability and can be considerate to diagnose latent TB infections in children less than 5 years old.

 

Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2020
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library