Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 2949 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Armawati Arbi
Abstrak :
Studi analisis isi majalah wanita Femina melihat kecenderungan isi artikelnya dalam jangka waktu 20 tahun time series tahun 197511976-an dan tahun 199511996-an berfokus pada stereotip tentang wanita dengan variabel sifat, peran dan hubungan komunikasi pria dan wanita. Ideologi patriarki menyebarkan nilai sexis Sistem nilai ini mempengaruhi sifat berdasarkan jenis kelamin yang kaku, yaitu feminin untuk wanita dan maskulin untuk pria. Peran berdasarkan jenis kelamin dan pembagian kerja yang sexis pula menyebabkan hubungan komunikasi pria dan wanita tidak simetris sehingga peran wanita dan kerjanya tidak dihargai karena sebagian menganggap sesuatu yang nature bukan nurture. Masyarakat telah berubah dan wanita telah banyak bergerak di sektor publik sehingga mereka menggugat hak istimewa pria yang mengurangi hak wanita. Masa akan datang nilai sexis yang kaku akan memudar seining kemajuan zaman, maka kemitrasejajaran pria dan wanita tebih mudah tercipta. Metode penelitian yang digunakan untuk melihat perhitungan perbedaan penampilan stereotip pada tahun 1970-an dan 1990-an secara univariat ( frekuensi ), secara bivariat (means) dengan perhitungan uji t - tes. Secara multivariat menggunakan persen stereotip negatif dan positif saja dan pengolahan data dengan analisis korespodensi teknik doubling. Secara multivariat tampak jelas perubahan ke arah mana berkembangnya stereotip tersebut apakah tetap negatif, tetap positif, dari negatif ke positif, atau sebaliknya. Diperoleh temuan bahwa Femina tahun 1975/1976-an dan 1995/1996-an telah mengurangi menampilkan sifat feminin dan sifat maskulin yang seksis secara kaku. Sifat tersebut sebaiknya dimiliki insan pria dan wanita. Namun, masih ada beberapa kategori pemisahan sifat berdasarkan jenis kelamin secara kaku.Sebaliknya ada beberapa kategori perubahan dari stereotip positif pada tahun 197511976-an justru berkembang menjadi negatif pada Femina tahun 199511996-an. Hal ini tergambar dari hasii perubahan peran pria dan wanita dan kecenderungan menampilkan hubungan komunikasi yang simetris dan juga tidak simetris. Pergeseran peran pria dan wanita pada tahun 1970-an adalah menampilkan lebih dominan peran tradisi, transisi dan peran ganda. Sedangkan Femina tahun 1990-an lebih dominan menampilkan peran kontemporer, ganda pria dan wanita dan multi peran pria dan wanita. Variabel hubungan komunikasi pria dan wanita ada yang ke arah negatif dan positif seimbang. Jadi berdasarkan basil penelitian, kecenderungan media adalah melihat situasi dan kondisi masyarakat. Di satu sisi media menjaga keseimbangan antara melakukan perubahan dan sisi lain menjaga kestabilitasan.( Denis, 1989 )
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 1998
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Faiqoh
Abstrak :
ABSTRAK
Penelitian ini berlatar belakang pertama, adanya kenyataan bahwa di dalam Islam perempuan mempunyai kedudukan setara dengan laki-laki, tetapi tidak demikian yang terjadi di masyarakat muslim. Kedua, adanya tradisi di Pesantren meuggunakan Kitab Kuning sebagai materi pokok dan buku pedoman yang dipakai para santri, tetapi di di dalam kitab itu banyak mengandung pandangan yang bias laki-laki. Ketiga, akhir-akhir ini ada gejala meningkatnya peranan perempuan di pesantren termasuk Nyai yang mempunyai kharisma dan menjadi tokoh yang mampu mengubah nilai-nilai masyarakat pesantren yang patriarkhi.

Penelitian ini menjawab beberapa permasalahan yaitu faktor-faktor yang melatarbelakangi berdirinya pesantren perempuan Al-Badi'iyyah; otonomi ekonomi dan sosial nyai dalam pesantren; materi pengajaran di Pesantren Maslakul Huda dan pesantren perempuan Al-Badi'iyyah; dan pandangan para tokoh dalam pesantren.

Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan gambaran tentang peran nyai sebagai agen perubahan di pesantren serta mengetahui hambatan-hambatan yang dihadapi.
Metode yang digunakan dalam metode penelitian ini adalah kualitatif dengan menggunakan Pondok Pesantren Maslakul Huda sebagai studi kasus.

Ada beberapa temuan dalam penelitian ini yang antara lain yaitu: nyai telah melakukan upaya perubahan dari keadaan tidak terdapat pesantren perempuan sampai lahirlah Pesantren Al-Badi'iyyah; yang semula masyarakat perempuan di Kajen tertutup akan perubahan dan hanya berada di sektor domestik berubah menjadi sangat terbuka akan perubahan; materi Kitab Kuning yang bias laki-laki di Pesantren berubah melalui berbagai upaya dari Nyai yaitu dengan mensosialisasikan perluasan wawasan santri terhadap kitab-kitab baru yang tidak bias jender, melakukan tradisi diskusi dengan lembaga-lembaga dari luar Pesantren maupun dari dalam Pesantreu sendiri; dalam pengajaran Nyai melakukan reinterpretasi Kitab Kuning berdasarkan hasil pengamatan Nyai dari kitab-kitab baru dan hasil diskusi para Nyai; pekerjaan-pekerjaan yang biasanya dikerjakan oleh perempuan seperti memasak, berbelanja sayuran telah berubah menjadi dikerjakan oleh laki-laki; yang semula tidak ada Osis pada sekolah perempuan berubah menjadi ada forum Ismawati sehingga siswi dapat menggerakkan berbagai macam kegiatan.

Berbagai visi yang dipergunakan di Pesantren Al-Badi'iyyah adalah konsep kesetaraan antara perempuan dan laki-laki sesuai dengan konsep kepemimpinan dan hak asasi dalam Islam. Dalam hal ini keberadaan (eksistensi) perempuan dilihat dari kemampuannya (capability) bukan pada keterkaitannya dengan status orang lain (sebagai isteri K.H. Sahal Mahfudh). Visi lain adalah peranan Nyai Nafisah sebagai pimpinan Pesantren sekaligus muballighah memiliki kapasitas sebagai subjek (orang) yang bertugas mengajarkan ajaran Islam dalam rangka mengubah pemahaman dan tingkah laku sosial masyarakat.
1998
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rahmita Budiartiningsih
Abstrak :
Transmigrasi merupakan salah satu program pemerintah yang dimaksudkan untuk menciptakan keseimbangan penduduk sekaligus untuk meningkatkan kesejahteraan penduduk dengan memberikan kesempatan kerja bagi penduduk yaitu berupa sebidang tanah pertanian yang diharapkan dapat mereka garap dan olah. Di daerah transmigrasi UPT II Sungai Pagar, misalnya, telah disediakan lahan pertanian untuk digarap dan diharapkan mereka bisa memperoleh pendapatan dan hasil lahan tersebut. Pada awalnya para transmigran masih mempunyai harapan atas hasil yang mereka terima dari ladang yang mereka usahakan meskipun hasil itu haru dapat memenuhi kebutuhan dasar mereka, yaitu kebutuhan akan makan.an. Namun, setelah lebih kurang empat tahun di lokasi, pendapatan rumah tangga dari hasil pertanian tidak lagi cukup untuk memenuhi kebutuhan yang paling mendasar tersebut. Hal ini disebabkan adanya gangguan alam, seperti berkurangnya kesuburan tanah akibat kekeringan yang berkepanjangan dan gangguan hama seperti babi hutan bahkan sampai perusakan tanaman oleh sekawanan gajah. Dalam keadaan serba tidak pasti. tersebut, apa peranan kaum perempuan dalam mempertahankan kelangsungan hidup rumah tangganya ditinjau dan kedudukannya sebagai istri dan ibu bagi keluarga transmigan? Dalam menghadapi gangguaan alam yang berakibat pada segala aspek kehidupan transinigran para transmigran khususnya perempuan harus bisa menyesuaikan diri atau beradaptasi terlebih dahulu pada lingkungannya. Adaptasi ini diperlukan agar kehidupan rumah tangga tetap tenang sehingga tercipta suasana kerasan bagi anggota rumah tangga yang pada akhirnya juga akan berguna untuk mengurangi rasa penyesalan karena harus meninggalkan daerah asalnya. Untuk tetap bertahan di daerah yang baru, kaum perempuan melakukan berbagai pekerjaan baik pekerjaan yang bernilai ekonomis maupun nonekonomis. Pekerjaan ekonomis mereka lakukan agar dapat membantu ekonomi keluarga yang jika diharapkan kepada pendapatan suami saja dirasakan tidak mencukupi, serentara pekerjaan yang tidak bernilai ekonomis dilakukan agar kehidupan rumah tangga tetap berlangsung. Kaum perempuan tidak lagi hanya mengerjakan pekerjaan domestik tetapi juga sudah masuk ke dalam pekerjaan yang produktif sementara kaum pria tetap bertahan dalam lingkungan publiknya. Di dalam mengerjakan pekerjaan rumah tangga, kaum perempuan pada umumnya bekerja sendiri, terlebih-lebih pada awal penempatan mereka karena sewaktu berangkat ke daerah transmigrasi sebahagian besar transmigran hanya membawa istri dan anak-anak atau balita. Salah satu alasan mereka berbuat seperti itu adalah karena anak-anak sedang dalam niasa sekolah sehingga dirasakan tidak mungkin untuk dipindahkan serta masih adanya perasaan ragu apakah di daerah yang baru nantinya mereka dapat membiayai kebutuhan keluarga jika mempunyai tanggungan yang lebih besar. Pekerjaan rumah tangga yang mereka lakukan adalah antara lain, mengasuh anak, memasak, mencuci, membersihkan rumah, mengambil air dan mencari kayu bakar. Di samping mengerjakan pekerjaan tumah tangga, perempuan juga membantu pekerjaan suami di ladang. Sebagai daerah baru tenaga perempuan sangat dihutuhkan untuk membantu pekerjaan di ladang,. Perempuan merupakan tenaga inti selain tenaga suami. Mereka melakukan pekerjaan hampir sama dengan yang dilakukan oleh suami, yaitu ikut membakar pohon yang sudah anti, mencangkul ladang, menanam, menyiang hingga memanen hasil. Pekerjaan di ladang ini dilakukan oleh perempuan setelah mereka menyelesaikan pekerjaan rumah tangga. Bahkan tidak jarang mereka melakukan lebih dari satu pekerjaan sekaligus seperti mengasuh anak sambil bertanam. Keadaan tersebut menunjukan bahwa di daerah transmigrasi perempuan berperan ganda. Keadaan seperti ini terus berlanjut hingga sekarang. Pada saat penghasilan dari lahan pertanian sudah semakin sedikit maka perempuan mulai mencari strategi lain untuk mencukupi kebutuhan rumah tangganya misalnya .dengan berjualan barang-barang kebutuhan sehari-hari, membuat kue dan membuat kerupuk. Peranan kaum perempuan dalam perekonomian rumah. tangga terbukti relatif besar. Meskipun dalam rumah tangga perempuan juga menyumbangkan penghasilan mereka tetap dianggap hanya membantu suami dalam mencari nafkah. Demikian pula halnya dengan pengambilan keputusan dalam rumah tangga masih didominasi oleh suami. Dominasi suami atas pengeluaran rumah tangga diperlihatkan dari kaum perempuan yang menyatakan bahwa mereka harus meminta izin terlebih dahulu jika akan mengeluarkan uang dalam jumlah relatif besar. Keadaan ini semakin dikuatkan dengan adanya anggapan bahwa keikutsertaan perempuan atau istri dalam bekerj hanyalah disebabkan oleh situasi pada saat itu yang memungkinkan perempuan untuk bekerja. Pada saat ini perempuan banyak yang bekerja sebagai buruh di perusahaan perkebunan kelapa sawit yang bernaung di bawah perusahaan PT Tasma Puja. Perempuan masuk dalam pekerjaan ini karena semakin menyempitnya peluang bagi mereka untuk dapat membantu ekonomi rumah tangganya. Sebagai buruh mereka di upah dengan sistem upah harian sebesar Rp 3.500 per hari Pembayaran upah dilalukan dua sebulan, pekerjaan rutin yang dilakukan oleh perempuan adalah sebagai berikut: mereka biasanya meninggalkan rumah pada pukul enam pagi setelah menyelesaikan pekerjaan rumah tangga dan kembali ke rumah pada pukul empat sore. Setelah pulang ke rumah mereka juga harus mengerjakan pekerjaan rumah tangga seperti memasak dan mengajar anak. Pendapatan yang relatif tetap dari pekerjaan ini menjadikan perempuan bertahan dengan kondisi yang demikian itu.Bekerja sebagai buruh dapat dilakuukan oleh perempuan sendiri maupun bersama-sama dengan, namun pekerjaan rumah tangga tetap dikerjakan oleh istri. Melihat kondisi di atas, ternyata peranan perempuan dalam rumah tangga dan dalam membantu suami mencukupi kebutuhan hidup keluarga relatif besar. Begitu pula curahan waktu kerja mereka relatif lebih besar dibandingkan dengan suami mereka. Bahkan, lebih dari itu. kaum perempuan juga harus memainkan peranan yang berhubungan dengan kegiatan social dilingkungan masyarakatnya. Mereka mengikuti kegiatan arisan, pengajian, PKK, posyandu dan kelompok tani serta kesenian. Kesemuanya ini dilakukan untuk menciptakan rasa kerasan berada di daerah baru karena secara psikologis mereka telah terlepas dan ikatan-ikatan tradisional yang biasanya mengikat mereka, yaitu jauh dari keluarga dan jauh dari sanak famili. Keberhasilan mereka di daerah transmigasi sangat ditentukan dari kesiapan mereka dalam menghadapi kehidupan di daerah baru tersebut. Namun, secara teknis sering kali dalam keberangkatan ke daerah yang baru perempuan belum dipersiapkan secara baik sebagaimana hal itu dilakukan terhadap laki-laki. Ketidaksiapan perempuan menghadapi situasi dan kondisi di daerah yang baru sering kali menjadi pemicu para transmigran itu untuk kembali ke daerah asalnya setelah mencoba untuk tetap bertahan selama beberapa waktu. Perempuan yang tidak siap akan merasa kecewa dan terasing, sehingga tidak mempunyai harapan untuk dapat terus bertahan. Peluang lain tidak dapat mereka temukan sementara pendapatan keluarga yang diupayakan oleh suami tidak mencukupi untuk memenuhi kebutuhan hidup keluarga. Namun, keadaan sebaliknya terjadi pada mereka yang dapat menyesuaikan diri dan beradaptasi dengan lingkungannya akan tetap bertahan. Salah satu pendorong bagi transmigran untuk tetap bertahan adalah karena di daerah yang baru mereka mempunyai tanah sementara di daerah asal hal itu sudah tidak memungkinkan lagi.
Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 1997
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Masngudin HMS
Abstrak :
Kebudayaan kemiskinan pada rumah tangga nelayan memberikan derajat yang seimbang antara suami dan istri. Namun kebudayaan yang telah mantap pada masyarakat membedakan derajat atau posisi suami dan istri, walaupun istri telah berusaha dengan segala kemampuan untuk kehidupan rumah tangganya. Asumsi inilah yang menjadi dasar dalam studi tentang Kehidupan Istri Nelayan Miskin di Desa Samudera Jaya, Kecamatan Taruma Jaya, Kabupaten Bekasi. Kemiskinan yang terjadi secara turun temurun, masih dirasakan oleh tiap rumah tangga yang menjadi kasus dalam studi ini. Dalam sosialisasi orang tuannya kepada anak-anaknya juga masih dijalankan seraca turun temurun. Sosialisasi dalam hal pekerjaan, masih terlihat Bapaknya mengarahkan anak laki-lakinya untuk tetap menjadi nelayan, dan lbunya mengarahkan anak perempuannya mengerjakan pekerjaan rumah tangga dan bekerja sebagai buruh tani. Kesemua ini dilakukan untuk memenuhi kebutuhan rumah tangganya. Upaya ini dilakukan dengan cara mengerahkan sumber daya tenaga kerja yang ada dalam rumah tangga melalui kegiatan sosial ekonomi. Dad pengerahan tenaga kerja anggota rumah tangga dalam menanggulangi kebutuhan ini, terlihat adanya keseimbangan derajat atau posisi suami dan istri atau laki-laki dan wanita dalam rumah tangga nelayan miskin. Dalam kebudayaan yang telah mengakar pada masyarakat, antara lain di dalam rumah tangga ada pembagian tugas yang jelas. Pekerjaan mencari nafkah adalah pekerjaan suami, sedangkan pekerjaan istri adalah pekerjaan rumah tangga. Akibat dari pengaruh kebudayaan tersebut, maka pola hubungan antara suami dan istri, berbeda tapi sama nilainya. Dalam pandangan ini ada pemisahan peranan istri dalam pekerjaan rumah tangga dan ada peluang untuk bekerja mencari nafkah diluar rumah tangga. Melalui solidaritas sosial dalam bentuk tolong menolong, saling memberi, atau saling menanggung beban secara bersama adalah merupakan upaya di antara rumah tangga nelayan dalam meningkatkan kesejahteraan mereka, yang dikenal dengan konsep sama rata sama rasa. Keadaan ini memeperlihatkan kehidupan sosial diantara sesama rumah tangga miskin di lokasi penelitian yang berorientasi pada kebutuhan ekonomi. Di lain pihak dalam kehidupan ekonomi istri bekerja mencari nafkah di berbagai lapangan kerja sesuai dengan kemampuan yang dimiliki akibat pengaruh kemiskinannya. Walaupun istri nelayan miskin dengan segala kemampuannya telah berusaha tanpa mengenal lelah, namun pengaruh kebudayaan yang telah mantap dalam masyarakat tetap membedakan derajat atau posisi antara suami dan istri. Dengan perbedaan ini pada dasarnya istri kurang menerimanya, yang diinginkannya adalah bukan secara kaku memegang kebudayaan tersebut, tetapi seharusnya lebih berorientasi pada pemenuhan kebutuhan rumah tangganya. Dengan orientasi ini, maka akan terdapat kerjasama yang baik antara suami dan istri dalam kehidupan rumah tangga dengan pola hubungan seimbang. Pola hubungan tersebut merupakan potensi yang sangat berarti dalam pengentasan kemiskinan yang di sandangnya.
Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 1997
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Yosep Bambang Margono S.
Abstrak :
ABSTRAK Kaum wanita Yahudi Amerika memiliki peran dan posisi yang berbeda dari kaum wanita Yahudi Eropa. Di Fropa, kaum wanita Yahudi sepenuhnya berada di bawah kekuasaan kaum laki-laki. Tetapi di Amerika mereka memiliki posisi yang lebih baik. Benar bahwa mereka belum sepenuhnya terbebas dari kekuasaan laki-laki, namun mereka telah mengalami perubahan-perubahan besar berkaitan dengan peran dan posisi mereka Perubahan-perubahan tersebut tidak otomatis terjadi, melainkan karena mereka perjuangkan. Proses Amerikanisasi dan gerakan feminisme kaum wanita kulit putih Amerika memiliki pengaruh yang besar terhadap perjuangan kaum wanita Yahudi Amerika untuk bisa memiliki peran dan posisi yang sejajar dengan kaum prianya. Perubahan-perubahan yang terjadi di kalangan kaum wanita Yahudi Amerika bisa dilihat dalam sikap mereka terhadap hubungan percintaan, terhadap orang tua, maupun terhadap agama. Perubahan-perubahan ini bisa kita lihat proyeksinya di dalam karya satra, yakni dalam karya Bernard Malamud ("The Magic Barrel" dan The Assistant) den Philip Roth ("Epstein" dan Goodbye, CoIumbus). Oleh karena itu tujuan penulisan tesis ini adalah untuk menunjukkan adanya perubahan sikap tokoh-tokoh wanita Yahudi Amerika terhadap hubungan percintaan, terhadap orangtua, dan terhadap agama di dalam karya-karya Bernard Malamud dan Philip Roth yang sudah di sebut di atas. Di dalam menganalisis keempat karya dari dua pengarang tersebut, penulis menggunakan tiga teori., yakni (1) teori hubungan antara pengarang, karya sastra dan realitas, (2) teori asimilasi, dan (3) teori gender. Ketiga teori ini merupakan landaaan pembicaraan atau analisis keempat karya di atas. Dari hasil analisis karya karya di atas, terjadi perubahan-perubahan sikap yang signifikan dari tokoh-tokoh wanita Yahudi Amerika yang merupakan proyeksi dari realitas kehidupan sehari-hari. Proses asimilasi dan gerakan feminisme kaum wanita kulit putih memberikan pengaruh yang besar di dalam perubahan-perubahan tersebut, sehingga Bernard Malamud dan Philip Roth menciptakan tokoh-tokoh wanita mereka sebagai pribadi yang kuat, yang berhak menentukan kehidupan mereka sendiri. Di dalam proses untuk menjadi wanita yang mendiri, tokoh-tokoh wanita Yahudi Amerika di dalam keempat karya tersebut terlibat di dalam konflik dengan orangtua mereka yang masih ingin mempertahankan nilai-nilai budaya Yahudi tradisional.
ABSTRACT American Jewish Women Characters In Bernard Malamud's "The Magic Barrel" And The Assistant And Philip Roth's "Epstein" And Goodbye, Columbus.American Jewish women have a different role and position from European Jewish women. In Europe, Jewish women were completely under the domination of the men. In the United States of America, however, they have a better position. It is true that they haven't completely freed from the men domination, but they have undergone significant changes in accordance with their role and position. Those changes do not automatically happen, but they struggle for them. The Americanization process and feminism movement of the American white women have great influence on the struggle of American Jewish women to be equal to men. Changes happening to the American Jewish women can be seen in their attitude toward romantic love, toward their parents, and toward religion. These changes are reflected in Bernard Malamud's "The Magic Barrel" and The Assistant and in Philip Roth's "Epstein" and Goodbye, Columbus. The purpose of the writing of this thesis, therefore, is to pinpoint the changes of attitude of the American Jewish women toward romantic love, toward their parents, and toward religion in Bernard Malamud's and Philip Roth's works mentioned above. In analyzing Bernard Malamud's and Philip Roth's works, the writer uses three theories, i.e. (1) the theory of relationship among the author, his work, and reality, (2) the theory of assimilation, and (3) the theory of gender. From the analysis of the previously mentioned works, the writer is able to prove that American Jewish women characters undergo significant changes in their attitude toward romantic love, toward their parents, and toward religion. More or less, these changes are closely related with the factual reality. In other words, their attitude changes in Malamud's and Philip Roth's works are the projection of the changes of the American Jewish women's attitude in general. The Americanization process and feminism movement of the American white women have great influence on them, so that Bernard Malamud and Philip Roth create their women characters as possessing strong personality and insisting on determining their own life. In process of becoming independent women, the American Jewish women characters in Bernard Malamud's and Philip Roth's works often conflict with their parents who still want to maintain traditional values of Jewish culture.
Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 1998
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Marny P. Nanjan
Abstrak :
Data statistik menginformasikan bahwa pedagang di Kota Madya Salatiga didominasi oleh kaum perempuan, juga kegiatan dagang beras. Hal tersebut didukung,oleh nilai-nilai sosial budaya Jawa seperti dikatakan oleh Susanto dan Geerts bahwa dialog tawar-menawar berkenaan dengan sejumlah uang dengan menggunakan budi bahasa yang lugas tanpa memperhitungkan hormat, malu dan rasa sungkan yang bagi laki-laki ,dianggap bertentangan dengan tatakrama Jawa. Keadaan ini memberi peluang bagi perempuan berkiprah di sektor publik. Perempuan yang menjadi informan ada yang termasuk kategori berhasil, menuju berhasil dan belum berhasil. Sehubungan dengan itu permasalahan yang ingin dijawab dalam penelitian ini meliputi: kiat yang dilakukan oleh perempuan pedagang beras yang dikategorikan berhasil (1). menuju berhasil (2) dan belum berhasil (3) dalam usaha dagangnya dan dalam memainkan perannya di dalam rumah tangga; berperan ganda dalam keberhasilan usaha para perempuan penjual beras dan kiat-kiat yang dipilih untuk mengatasi hambatan tersebut, dan kemungkinan adanya pengaruh peran istri sebagai penghasil pendapatan terhadap status sosial perempuan penjual beras yang menjadi informan di dalam rumah tangga. Metode yang dipakai dalam penelitian ini adalah metode survey dan wawancara mendalam. Temuan penelitian ini menunjukkan bahwa pedagang kategori 1 memanfaatkan tenaga kerja dari dalam dan dari luar, disiplin dan diberi insentif. Pedagang kategori 2 hanya memanfaatkan tenaga kerja dari dalam, disiplin tidak ketat tetapi diberi insentif. Pedagang kategori 3 melakukan hal yang sama dan tidak diberi insentif. Ketiga kategori di atas sama-sama memanfaatkan modal dari dalam dan dari luar. Namun pedagang kategori 1 dan 2 secara perlahan-lahan menghentikan sistem ngalap nyaur dengan meminjam dana dari pihak bank. Di pihak lain pedagang kategori belum berhasil tetap menerapkan tradisi lama karena posisi mereka lemah, terkecuali seorang informan. Pedagang kategori 1, 2 dan 3 membentuk modal dengan cara menabung di bank (terkecuali 2 orang informan kategori 3), arisan, membeli tanah dan emas. Membeli perhiasan emas sudah lazim dilakukan oleh para informan. Hal tersebut tampaknya tidak jauh dengan sifat-sifat perempuan yang tidak dapat melepaskan diri dari kebutuhan berhias khususnya pada saat hajatan, maupun sebagai lambang status. Pedagang kategori 1 ditopang oleh alat angkut (truk) sedangkan kategori 2 dan 3 tidak memiliki sarana perdagangan yang lengkap. Di samping itu mereka juga menerapkan siasat pemasaran yang terpadu (produk, harga, saluran distribusi dan promosi) agar pelanggan setia. Perempuan yang menjadi informan menunjukkan pula keuletan dalam berdagang di mana alokasi waktu mereka dalam menjalankan kegiatan dagang mencapai 8-10 jam, sedangkan alokasi waktu untuk kegiatan rumah tangga sekitar 3-4 jam. Walaupun mereka menggunakan strategi dalam usaha dagangnya, tidak lepas dari kendala seperti tunggakan kredit, gangguan kesehatan, pendidikan dan ketrampilan rendah dan lemahnya sistem informasi managemen sehingga, menyulitkan perolehan dana dari pihak bank dan tidak ada pemisahan harta pribadi dan kegiatan dagang. Peranan domestik seolah-olah dilemahkan oleh peran kewiraswastaan. Namun ketika kedua peran itu sama-sama membutuhkan perhatian timbul konflik. Untuk mengatasi konflik agar kegiatan kewiraswastaan tetap jalan mereka mempunyai persepsi tugas-tugas domestik harus didahulukan. Para informan mengaku walaupun mereka telah menjalankan banyak peran, tidak berarti suami dilecehkan. Di samping itu bagi yang mampu mereka mencari tenaga pengganti guna menyelesaikan pekerjaan rumah tangga, sedangkan. bagi yang tidak mampu pekerjaan rumah tangga dibantu oleh suami, anak-anak dan anggota kerabat yang lain. Andaikata suami lebih banyak berperan dalam rumah tangga, lebih mudah bagi para perempuan yang menjadi informan mengembangkan usahanya. Bagi informan peran ganda ini merupakan jembatan untuk memperoleh otonomi dan kemandirian mereka sebagai pribadi. Meskipun mereka memiliki aktivitas sebagai pedagang beras penuh waktu, tuntutan budaya Jawa tentang perempuan sebagai istri dan ibu dalam kegiatan rumahtangga tetap mereka usahakan untuk dijalankan dengan sebaik-baiknya.
Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 1998
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ace Sriati Rachman
Abstrak :
"Kesetaraan jender merupakan inti yang menentukan pencapaian Tujuan Pembangunan Millenium atau Millenium Development Goal (MOG)....". Demikian isi "jendela" Laporan Pembangunan Manusia atau Human Development Report (HDR) tahun 2003, yang diterbitkan oleh Program Perserikatan Bangsa-Bangsa untuk Pembangunan atau United Nations Development Program (UNDP). Pemyataan dari pihak yang sangat berkompeten di atas, menggambarkan betapa kesetaraan jender merupakan isu yang strategis dalam usaha pencapaian tujuan pembangunan suatu bangsa. Namun, kenyataan di Indonesia menunjukkan bahwa pemberdayaan dan kesetaraan perlakuan serta kesempatan terhadap perempuan masih jauh dari harapan. Di kehidupan sehari-hari, banyak terjadi ketidakadilan terhadap perempuan dalam mendapatkan pekerjaan dan di tempat kerja, kekerasan terhadap perempuan sering terjadi bahkan juga dalam rumah tangga, kesempatan mendapatkan pendidikan serta keikutsertaan dalam proses pengambilan keputusan di segala tingkatan sosial masyarakat juga masih menunjukkan ketimpangan bagi perempuan. Di tengah kurangnya perhatian terhadap kondisi seperti di atas, atensi harian umum Kompas terhadap isu-isu perempuan dan kesetaraan jender yang ditampilkan dalam rubrik Swara (terbit setiap hari Senin), tentu merupakan fenomena yang menarik untuk dikaji dan diteliti, mengingat Kompas merupakan satu-satunya harian umum berskala Nasional yang secara khusus dan rutin memuat atau menampilkan berbagai isu tentang perempuan dan kesetaraan jender. Berdasarkan latar belakang masalah tersebut, permasalahan yang dikaji adalah : "Bagaimanakah konstruksi realitas tentang isu-isu kesetaraan jender ditampilkan dalam rubrik Swara di harian umum KOMPAS sepanjang tahun 2003". Tujuan penelitiannya adalah : (1) Menganalisis bingkai pemberitaan tentang isu-isu kesetaraan jender yang ditampilkan dalam rubrik Swara, Kompas sepanjang tahun 2003; (2) Melihat kecenderungan pemberitaan isu-isu kesetaraan jender, dalam hal ini aspek yang dilihat adalah untuk mengungkapkan ideologi jender yang dominan ditampilkan para penulis dalam tulisan di rubrik Swara, Kompas. Metode penelitian yang digunakan adalah metode analisis kualitatif, sedangkan perspektif metodologi penelitian ini adalah perspektif konstruktivisme. Sementara itu, metode analisis penelitiannya adalah analisis bingkai (framing analisys) dengan model analisis framing dari Gamson dan Modigliani. Perangkat-perangkat framing yang dianalisis pada model ini meliputi perangkat pembingkai (Framing Devices) dan perangkat penalaran (Reasoning Devices). Perangkat pada Framing Devices terdiri dari metaphor, catchphrases, exemplar, depiction dan visual image. Sedangkan perangkat penalaran yang berfungsi untuk menunjang perangkat-perangkat framing yang dipakai dalam tulisan tersebut terdiri dari roots, appeals to principle dan consequences. Satuan analisisnya adalah artikel isu kesetaraan jender dalam Swara sepanjang tahun 2003, yang masing-masing berjudul ; (1) Merefleksikan Gerakan yang Sedang dan Terus Berproses; (2) Mengajarkan Kesetaraan Jender, (3) Ketidakadilan Jender, Kesetaraan Jender dan Pengarusutamaan Jender, (4) Membicarakan Feminisme; (5) Upaya yang Tak Kenal Lelah untuk Keadaan yang Lebih Adil; (6) Kesetaraan Jender Menentukan Pencapaian MDG; (7) Perempuan, Lingkungan dan Globalisasi; (8) Mempertanyakan RUU yang Bias Jender (9) Istri yang Kehilangan Nama. Teori yang dipergunakan dalam penelitian ini dipayungi oleh perspektif konstruktivisme. Teori kanstruksi sosial atas realitas dari Berger dan Luckmann , teori dari Shoemaker dan Reese yang menyatakan ada faktor-faktor yang bersifat eksternal dan internal yang mempengaruhi isi media (Hierarchy of Influence), teori Agenda Setting dan teori Feminis merupakan teori yang dipergunakan dalam penelitian ini. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa, pertama, keseluruhan artikel tentang kesetaraan jender yang berjumlah 9 buah yang ditampilkan Swara selama tahun 2003, dibingkai Swara sebagai; "Kesetaraan Jender - Perjuangan Panjang yang membutuhkan kesadaran Perempuan dan Masyarakat, serta Intervensi Negara". Kedua, Kecenderungan ideologi jender yang paling dominan adalah feminis liberal, meskipun ada beberapa artikel yang cenderung meyiratkan ideologi feminisme sosialis. Bagi studi mendatang, untuk melihat konstruksi realitas perempuan yang berkaitan dengan isu kesetaraan jender di media massa secara metodologis direkomendasaikan menggunakan analisis wacana kritis. Asumsinya adalah karena analisis wacana kritis dengan analisis yang holistik (bukan hanya pada level teks) diharapkan dapat mengungkap realitas perempuan beserta aspek-aspek yang tersembunyi yang mempengaruhi penyajian tulisan secara lebih tajam dan mendalam.
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2004
T13818
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Moerti Hadiati
Abstrak :
ABSTRAK
Hampir setiap hari berita-berita tentang terjadinya kriminalitas dimuat di media massa. Terutama di kota-kota, terlihat bahwa semakin "berani" orang melakukan pelanggaran terhadap hukum dan norma-norma yang ada. Kadang-kadang sifat kriminalitas yang dilakukan menjurus ke arah kebrutalan dan tindakan di luar perikemanusiaan. Di sisi lain kita lihat berbagai kemajuan di segala bidang, sehingga dapat diasumsikan bahwa di daerah perkotaan kriminalitas berkembang terus, sejalan dengan bertambahnya penduduk, pembangunan, modernisasi dan urbanisasi. Dengan demikian dapat pula dikatakan bahwa perkembangan kota selalu disertai dengan perkembangan kriminalitas.

Kriminalitas atau kejahatan tersebut meliputi kejahatan hanya pencurian, pencurian dengan kekerasan (perampokan), penipuan, penganiayaan dan pembunuhan. Namun dari semua tindak pidana (kejahatan) tersebut, kejahatan terhadap kesusilaanlah yan banyak menimbulkan reaksi di berbagai kalangan masyarakat, terutama kaum wanita. Hal ini tidak dapat dipungkiri, mengingat masalah kriminalitas sebagai suatu kenyataan sosial, tidak berdiri sendiri. Tetapi berkaitan dengan masalah sosial, ekonomi, politik, dan budaya, sebagai fenomena yang ada dalam masyarakat dan saling menpengaruhi satu sana lain.

Salah satu kejahatan terhadap kesusilaan yang pada akhir-akhir ini banyak mendapat sorotan, adalah tindak pidana perkosaan. Kejahatan ini sebetulnya bukan merupakan sesuatu yang baru untuk dibicarakan, karena sekitar tahun 1970, masyarakat pernah digemparkan oleh tindak pidana-perkosaan di Yogyakarta, yang terkenal dengan kasus "Sum Kuning". Kemudian penberitaan tentang kasus tersebut mereda, bahkan kemudian lenyap begitu aaja. Hamlin pada tahun-tahun berikutnya, masalah perkosaan telah menjadi bahan pembicaraan, baik di kalangan para ahli hukun maupun di dalam masyarakat atau di lingkungan para wanita.

Perhatian warga masyarakat tersebut, mungkin disebabkan karena tindak kejahatan tersebut dilakukan dengan cara-cara yang keji, di luar perikemanusiaan dan tidak berdiri sendiri.
1994
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Indrani Dewi A.
Abstrak :
Perkembangan pesat industri Amerika pada akhir abad ke-19 diikuti oleh perkembangan kota-kota industri seperti Chicago, Denver, Kansas City, Omaha (Grant, 1976 84). Selain itu, sarana transportasi juga mengalami kemajuan, sehingga orang-orang Amerika mudah bepergian dengan harga murah dari desa ke kota-kota industri dengan kereta api. Kehidupan kota-kota" industri yang gemerlapan menjadi faktor penarik para wanita desa untuk bekerja baik menjadi buruh pabrik atau penatu atau pramuwisma, walaupuh kondisi kerja dan upah yang tidak memadai. Wanita-wanita muda ini oleh Mary P. Ryan dalam bukunya Womanhood in America dijuluki "The Breadgiver", karena mereka bekerja mencari nafkah di luar rumah "not only to win their fortunes but to feed their families" (bukan hanya untuk keberuntungan dirinya saja, tetapi untuk memberikan makan keluarganya) (Ryan, 1979 : 119). Kemiskinan telah memaksa wanita-wanita lajang ini untuk mencari nafkah. Walaupun mereka dihargai sebagai penolong oleh keluarganya, masyarakat tidak menghargai mereka bekerja. Wanita tidak bertugas sebagai pencari nafkah. Hal ini sesuai dengan ideologi pengultusan terhadap nilai-nilai wanita sejati yang mendominasi wanita Amerika pada akhir abad ke 19 (Eisenstein, 1983 : 55). Menurut ideologi ini, wanita sejati adalah wanita yang saleh, suci, penurut dan domestik. Wanita harus mentaati ajaran agama, menjaga kesucian dirinya, menurut pada ayah, suami atau kakak laki-laki, serta tinggal di rumah. Tugas utama wanita adalah menjadi istri dan ibu rumah tangga. Pencari nafkah adalah kaum pria (ayah, kakak laki-laki atau suami). Sebaliknya, wanita tinggal di rumah dengan kegiatan-kegiatan ; melayani ayah atau suami, membesarkan dan mendidik anak, serta mengajarkan nilai-nilai budaya dan moral kepada para anggota keluarganya. Keadaan ideal seperti yang diharapkan oleh Kultus Wanita Sejati menjadi idaman bagi wanita kelas bawah. Mereka dapat menjadi wanita kelas menengah melalui pernikahan dengan pria kelas menengah atau atas. Seperti yang dijelaskan oleh Chase bahwa secara tradisional kaum wanita mengalami mobilitas sosial terutama melalui perkawinan (Chase, 1975 : 49).
Jakarta: Universitas Indonesia, 1994
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Pradewi Iedarwati
Abstrak :
Implikasi apa atas peningkatan peran ganda wanita terhadap kedudukan wanita dalam rumah tangga menjadi ide yang mendasari penulisan thesis ini. Dengan dimilikinya peran ganda berarti wanita memiliki dua fungsi yaitu reproduksi dan produksi. Bagaimana peran kontribusi yang diberikan istri terhadap posisinya dalam mengambil keputusan menjadi tujuan dalam penelitian ini. Teori pertukaran Blau digunakan untuk menjelaskan proses pertukaran yang terjadi pada tingkat mikro sehingga dapat mengungkap peran kontribusi pribadi dalam pengambilan keputusan. Pendekatan AGIL dari Parsons dipilih sebagai suatu upaya untuk menjelaskan bagaimana suatu mekanisme pertukaran berjalan dalam suatu sistim/struktur. Penelitian ini cenderung bersifat kualitatif yang didukung oleh pendekatan kuantitatif sederhana maka dipilih metode survei untuk memperoleh gambaran umum atas kelompok yang diteliti. Metode studi kasus dengan wawancara mendalam digunakan untuk memberikan penjelasan khusus atau untuk mengungkap ciri-ciri tertentu. Hasil penelitian mengungkap bahwa ternyata besar kecilnya sumber pribadi yang disumbangkan tidak mempengaruhi terhadap besar kecilnya pecan pengambilan keputusan, karena sumber pribadi bukanlah satu-satunya faktor yang melandasi pertukaran dan bukan satu-satunya faktor yang dipertukarkan. Faktor intrinsik yaitu dukungan.sosial sangat mewarnai terjadinya keseimbangan dalam proses pertukaran antara suami istri. Keseimbangan pertukaran dapat dilihat melalui pecan pengambilan keputusan dimana baik istri maupun suami dalam mengambil keputusan dilakukan atas dasar kesepakatan bersama. Hal ini dilakukan oleh hampir sebagian besar responden dalam membuat keputusan yang menyangkut masalah alokasi dana, reproduksi, kekerabatan. Untuk masalah aktualisasi diri dan pembagian atas penyelesaian tugas-tugas rumah tangga ternyata hampir separuh responden masih belum memiliki keseimbangan dalam proses pertukaran karena karir pribadi masih menjadi urutan yang terakhir dan porsi penyelesaian togas rumah tangga hampir seluruhnya masih diselesaikan oleh istri. Namun demikian secara rata-rata sebagian besar istri memperoleh keseimbangan dalam proses pembuatan keputusan sehingga dapat diartikan bahwa kelompok dosen wanita cukup memiliki otonomi yang diartikan memiliki pecan pengambilan keputusan yang menyangkut diri sendiri maupun keluarganya.
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 1993
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>