Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 3 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Oktrya Lidayya
"Pemberian konseling oleh apoteker dapat memperbaiki pengetahuan dan persepsi pasien yang mendapatkan terapi warfarin sehingga target nilai INR berhasil tercapai dan pasien dapat terhindar dari kejadian ESO warfarin. Warfarin adalah obat yang digunakan secara luas di dunia untuk terapi gangguan fungsi kardiovaskular. RS Jantung dan Pembuluh Darah Harapan Kita merupakan rumah sakit rujukan nasional kardiovaskular. Penelitian menggunakan rancangan kuasi eksperimen pre- dan post-test design dengan membandingkan penurunan nilai INR dan kemunculan Efek Samping Obat (ESO) pada pasien di kelompok uji yang memperoleh konseling disertai leaflet dan kelompok kontrol yang memperoleh leaflet saja. Tujuan penelitian ini untuk menilai pengaruh konseling dan pemberian leaflet terhadap nilai INR dan adanya ESO pada pasien rawat jalan yang menggunakan warfarin di poliklinik umum RS Jantung dan Pembuluh Darah Harapan Kita periode April-Oktober 2019. Sebesar 28 pasien kelompok kontrol dan 31 pasien kelompok uji dari hasil penelitian menunjukan pemberian leaflet dan konseling tidak berpengaruh terhadap penurunan nilai INR pasien rawat jalan yang menggunakan warfarin di RSJPDHK. Hasil analisis bivariat menggunakan uji T tidak berpasangan menunjukkan bahwa tingkat pendidikan pasien berpengaruh signifikan secara statistik terhadap penurunan nilai INR pasien rawat jalan yang menggunakan warfarin di RSJPDHK dengan nilai P sebesar 0,016 (p < 0,05).

Providing counseling by pharmacists can improve the knowledge andperceptions of patients who get warfarin therapy so that the target INR value is achieved and patients can avoid the warfarin adverse drug reaction (ADR). Warfarin is a drug that is widely used in the world for the treatment of cardiovascular disorders. Harapan Kita Cardiovascular Hospital is a national cardiovascular referral hospital. The research method used was pre- and post-test design by comparing the decrease in the value of INR and the appearance of patients ADR in the test group who received counseling accompanied by leaflets and control groups who received leaflets only. The study used a quasi-experimental design pre- and post-test design by comparing the decrease in the value of INR and the emergence of ADR in patients in the test group  who received counseling accompanied by leaflets and control groups who received leaflets only. The purpose of this study was to assess the effect of counseling and leaflets on the value of INR and the presence of ESO in outpatients using warfarin in the general polyclinic of Harapan Kita Cardiovascular Hospital period from April to October 2019. A total of 28 patients in the control group and 31 patients in the test group from the results of the study showed that giving leaflets and counseling had no effect statistically on the decrease in the INR value of outpatients warfarin users at RSJPDHK. The results of the bivariate analysis using the unpaired T-test showed that the level of education of patients had a  statistically significant effect on the decrease in the value of INR outpatients using warfarin in RSJPDHK with a P value of 0.016 (p < 0.05)."
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2020
T55035
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dwi Utomo Nusantara
"ABSTRAK
Hemolisis merupakan masalah yang umum dijumpai dalam praktik laboratorium dengan prevalensi 3,3 dari total spesimen yang diterima di laboratorium. Hemolisis memiliki pengaruh yang berbeda pada pemeriksaan PT dan APTT pada subyek sehat dan pasien Sysmex CS2100i merupakan alat koagulometer yang menggunakan prinsip deteksi koagulasi dengan transmisi cahaya foto-optikal yang dilengkapi dengan detektor hemolisis ikterik dan lipemik HIL dan multiple wavelength detector. Aspek terpenting dalam praktik laboratorium terkait hemolisis adalah mengetahui batasan indeks hemolisis yang dapat menimbulkan bias bermakna di dalam suatu pemeriksaan dalam hal ini PT dan APTT. Jumlah subyek penelitian sebesar 70 orang yang dibagi dua yaitu, kelompok sehat sebesar 35 orang dan kelompok sakit dengan warfarin sebesar 35 orang. Pembuatan hemolisat dilakukan dengan metode trauma mekanik menggunakan syringe insulin dengan jarum 30G. Pada hasil PT dan APTT subyek sehat didapatkan uji repeated measures ANOVA bermakna, p=0,001 dan subyek sakit dengan warfarin didapatkan uji Friedman bermakna, p=0,001. Uji post-hoc Dunnett subyek sehat untuk hasil PT didapatkan nilai bermakna pada konsentrasi hemolisis 150, 200, 250, 330 dan 500 mg/dL, sedangkan hasil APTT didapatkan hasil bermakna pada konsentrasi hemolisis 250, 330, dan 500 mg/dL. Uji post-hoc Wilcoxon subyek sakit untuk hasil PT didapatkan nilai bermakna pada konsentrasi hemolisis 100, 150, 200, 250, 330 dan 500 mg/dL, sedangkan hasil APTT didapatkan nilai bermakna pada konsentrasi hemolisis 250, 330 dan 500 mg/dL.Bias hemolisis maksimal yang masih dapat diterima dengan kriteria Ricos dkk untuk PT dan APTT subyek sehat masing-masing adalah 100 mg/dL, sedangkan subyek sakit dengan warfarin adalah 50 mg/dL dan 200 mg/dL. Batasan dengan kriteria CLIA untuk PT dan APTT subyek sehat adalah 330 mg/dL dan 250 mg/dL, sedangkan subyek sakit dengan warfarin adalah 330 mg/dL baik untuk PT maupun APTT. Dari grafik scatter didapatkan tren pemanjangan hasil PT dan APTT subyek sehat, sedangkan pada subyek sakit dengan warfarin didapatkan tren pemanjangan hasil PT dan pemendekan hasil APTT. Penerapan batasan bias hemolisis maksimal memungkinkan praktisi laboratorium untuk tetap menerima spesimen dengan interferensi hemolisis pada pemeriksaan PT dan APTT, memastikan hasil yang dikeluarkan tetap akurat, tanpa menunda penatalaksanaan terhadap pasien dan mengurangi biaya dan ketidaknyamanan yang timbul akibat pengambilan kembali spesimen.

ABSTRACT
Hemolysis is a common problem in laboratory practice with a prevalence of 3.3 of the total specimens received in the laboratory. Haemolysis have a different influence on the examination of the PT and APTT in healthy and patients subjects. Sysmex CS2100i is a coagulometer with the photo optical method, equipped with hemolysis, icteric and lipemic detector HIL and multiple wavelength. The most important aspect in laboratory practice is to know the limits associated with haemolysis that can cause significant bias in PT and APTT assay. The total number of research subjects are 70 people, divided into 35 healthy subjects and 35 patient subject undergoing warfarin therapy. Hemolysate was conducted using a mechanical trauma using insulin syringe with 30G needle.. Repeated measures ANOVA test of PT and APTT on healthy subjects obtained a significant statistical result, p 0.001. The warfarin users also had a significant statistical result with Friedman test, p 0.001. Post hoc Dunnett test on PT values of healthy subjects, obtained a statisticaly significant results in hemolysis concentration of 150, 200, 250, 330 and 500 mg dL, while the APTT results obtained significant statistical results in haemolysis concentration of 250, 330, and 500 mg dL. Wilcoxon post hoc test of PT on patient subjects obtained significant result in the haemolysis concentration of 100, 150, 200, 250, 330 and 500 mg dL, while the APTT values obtained significant results in hemolysis concentration 250, 330 and 500 mg dL. The maximum bias that still could acceptable by Ricos et al criteria for PT and APTT on healthy subjects for both were 100 mg dL, whereas patient subjects undergoing warfarin therapy was 50 mg dL and 330 mg dL. Using CLIA criteria for PT and APTT on healthy subjects resulted maximum bias was 330 mg dL and 250 mg dL, whereas warfarin users was 330 mg dL for PT and APTT. There was a trend of increase in the readings of PT and APTT on healthy subjects, while on patient subjects undergoing warfarin there was a trend of increase in PT and decrease of APTT results. The application of acceptable hemolysis bias limit, enable laboratory practitioners to process hemolysis specimens in PT and APTT assays, ensuring the results is still accurate without delaying clinical decision and to reduce the cost and inconvenience arising from the specimen recollection. "
2017
T55610
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Rizki
"Latar belakang: Warfarin merupakan antikoagulan yang rutin diberikan dalam 90 hari pertama pascabedah katup jantung. Salah satu komplikasi yang dapat timbul selama pemberian warfarin adalah perdarahan saluran cerna. Persentase periode intraterapeutik (PIT) dan periode supraterapeutik (PST) warfarin dikaitkan dengan kejadian perdarahan pada populasi fibrilasi atrium non-valvular, namun pengaruhnya pada perdarahan saluran cerna pascabedah katup masih belum diketahui.
Tujuan: Mengidentifikasi pengaruh PIT dan PST warfarin pada kejadian perdarahan saluran cerna pascabedah katup jantung.
Metode: Penelitian ini merupakan studi kohort retrospektif pada subjek yang telah menjalani bedah katup jantung di Rumah Sakit Jantung dan Pembuluh darah Harapan Kita. Subjek diikuti dalam 90 hari pertama untuk mengevaluasi insiden perdarahan saluran cerna. Pemeriksaan International Normalized Ratio (INR) yang dilakukan setelah tujuh hari setelah inisiasi warfarin hingga terjadi luaran klinis atau akhir masa pengamatan dicatat untuk perhitungan PIT dan PST.
Hasil: Dari 195 subjek penelitian, insiden perdarahan saluran cerna ditemukan pada 18 subjek. Median jumlah pemeriksaan INR adalah lima kali. Dalam periode pengamatan, 84% subjek tidak mencapai PIT >60%. Terdapat perbedaan bermakna untuk PST antara subjek dengan dan tanpa perdarahan p>18% (AUC 0,842; sensitivitas 72 dan spesifisitas 80%) dengan risiko relatif (RR) 14,2 (p<0,0001;IK 95% 4,06-49,71). Gangguan fungsi ginjal preoperatif merupakan faktor lainyang berhubungan dengan luaran klinis (p=0,007; RR 6,69 dengan IK 95% 1,67-2677).
Kesimpulan: Tidak terdapat hubungan antara PIT dengan insiden perdarahan saluran cerna, namun PST .18% secara independen berhubungan dengan peningkatan risiko terjadinya perdarahan saluran cerna pascabedah katup jantung pada pasien yang mendapat terapi warfarin.

Background: Warfarin is routinely given in the first 90 days after valvular surgery. One of the complications that may arise during warfarin administration is gastrointestinal bleeding. Time in Therapeutic Range (TTR) and Time Above Therapeutic Range (TATR) of warfarin is associated with bleeding occurrence in non-valvular atrial fibrillation populations, but its relationship with gastrointestinal GI bleeding on postoperative patients remains unknown.
Objective: To identify the role of warfarin's TTR and TATR in the incidence of GI bleeding post valvular surgery.
Methods: This is a retrospective cohort study on subjects who have undergone valvular surgery in National Cardiovascular Centre Harapan Kita and received warfarin. Subjects were followed in the first 90 days to evaluate the incidence of GI bleeding. All International Normalized Ratio (INR) examinations after seven days of initiation of warfarin until bleeding occurred or end of follow-up period were collected for TTR and TATR calculations.
Results: From 195 study subjects, the incidence of gastrointestinal bleeding were found in 18 subjects. The median amount of INR examination was five times. In the follow-up period, 84 of subjects did not achieve TTR> 60%. There was a significant difference for TATR values between subjects with and without bleeding (p<0.0001), but not for TTR (p=0.44). The incidence of GI bleeding was associated with TATR>18% (AUC 0.842, 72% sensitivity and 80% specificity) with relative risk (RR) 14.2 (p<0.0001; 95% CI 4.06-49.71). Preoperative renal insufficiency was another factor related with clinical outcome (p=0,007; RR 6,69 with 95% CI 1,67-26,77)
Conclusions: There were no association between TTR values and incidence of GI bleeding, however TATR>18% was independently associated with an increased risk of gastrointestinal bleeding after valvular surgery in patients receiving warfarin. "
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2018
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library