Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 3 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Anggis Laras Damayanti
"ABSTRAK
Anak-anak di Indonesia cenderung memiliki tingkat kesejahteraan obyektif yang rendah, tetapi kesejahteraan subyektif yang menarik dari anak-anak Indonesia cukup tinggi. Sejumlah penelitian sebelumnya menemukan bahwa struktur sosial ekonomi dan keluarga sebagai faktor yang berkontribusi pada tingkat kesejahteraan subjektif anak-anak yang tinggi. Untuk memperkaya studi sebelumnya, peneliti menggunakan faktor lain untuk menjelaskan tingginya tingkat kesejahteraan subjektif anak-anak, yaitu dukungan sosial dari orang tua, guru, dan teman. Dalam penelitian ini, jenis kelamin dan tingkat sekolah digunakan sebagai variabel kontrol dalam melihat hubungan antara dukungan sosial dan kesejahteraan subjektif anak-anak. Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan survei terhadap 340 anak-anak dari SMP Negeri 2 dan SMA Negeri 3 Depok yang dipilih melalui multistage stratified random sampling. Hasilnya menunjukkan bahwa anak-anak memiliki tingkat kesejahteraan subjektif dan dukungan sosial yang tinggi. Dukungan sosial dari orang tua, guru, dan teman berkorelasi positif dengan kesejahteraan subjektif anak-anak. Selanjutnya, hasil menunjukkan bahwa jenis kelamin mempengaruhi hubungan antara dukungan sosial dan kesejahteraan subyektif anak-anak dengan model elaborasi dari pola spesifikasi, sedangkan tingkat sekolah mempengaruhi hubungan antara dua variabel dengan model elaborasi dari pola penjelasan.

ABSTRACT
Children in Indonesia tend to have low levels of objective well-being, but attractive subjective well-being of Indonesian children is quite high. A number of previous studies have found that socioeconomic and family structures are factors that contribute to the high level of subjective well-being of children. To enrich previous studies, researchers used other factors to explain the high level of subjective well-being of children, namely social support from parents, teachers, and friends. In this study, gender and school level were used as control variables in seeing the relationship between social support and children's subjective well-being. This research was conducted using a survey of 340 children from SMP Negeri 2 and SMA Negeri 3 Depok selected through multistage stratified random sampling. The results show that children have a high level of subjective well-being and social support. Social support from parents, teachers and friends is positively correlated with children's subjective well-being. Furthermore, the results show that gender influences the relationship between social support and subjective well-being of children with the elaboration model of the specification pattern, while the school level influences the relationship between the two variables with the elaboration model of the explanation pattern."
2019
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ribka
"Perubahan psikososial dan psikologi yang terjadi pada masa remaja membuat remaja rentan mengalami masalah kesehatan. Resiliensi dianggap sangat menentukan bagaimana remaja menghadapi setiap stresor dan kesulitan hidup. Faktor-faktor yang berkontribusi pada tingkat resiliensi merupakan kunci dalam perkembangan dan kesejahteraan remaja. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi pengaruh dari kelekatan orang tua dan teman sebaya, stres, koping proaktif, regulasi emosi, dukungan sekolah, spiritualitas, dan kondisi ekonomi terhadap resiliensi remaja. Penelitian menggunakan desain cross sectional kepada 269 responden SMP dan SMA di Kota Depok yang diambil berdasarkan cluster random sampling. Penelitian menggunakan kuesioner Connor-Davidson Resilience Scale dalam mengukur resiliensi responden. Hasil penelitian menunjukkan bahwa parent attachment (p=0,001;CI 95%), peer attachment (p=0,001;CI 95%), regulasi emosi (p=0,001; CI95%), spiritualitas (p=0,018;CI 95%), dukungan sekolah (p=0,001;CI 95%), koping proaktif (p=0,001;CI 95%), dan stres (p=0,001;CI 95%) mempengaruhi resiliensi remaja. Penelitian ini merekomendasikan sekolah untuk dapat memaksimalkan upaya membangun resiliensi dengan mengadakan 

Psychosocial and psychological changes during adolescence make adolescents vulnerable to health problems. Resilience is considered to determine how adolescents deal with each stressor and difficulties. Factors that contribute to resilience are considered as the key in the development dan well-being. This study is aimed to identify the effects of parent and peer attachment, stress, proactive coping, emotional regulation, school support, spirituality, and economic status on adolescent resilience. Research was conducted using cross sectional design to 269 junior and senior high school respondents in Depok approached with cluster random sampling. The study used the Connor-Davidson Resilience Scale questionnaire to measure resilience. The results showed parent attachment (p=0,000;CI 95%), peer attachment (p=0,000;CI 95%), emotion regulation (p=0,000;CI 95%), spirituality (p=0.018;CI 95%), school support (p=0,000;CI 95%), proactive coping (p=0,000;CI 95%), and stress (p=0,000;CI 95%) affect adolescent resilience. This study recommends that schools can maximize efforts to build resilience by holding regular counseling related to factors that increase resilience."
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia , 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Tiara Prameswari Sekar Pembayun
"Dimensi pendidikan krusial dalam mewujudkan kesejahteraan anak, khususnya bagi anak usia remaja, namun aksesnya masih terbatas bagi anak keluarga prasejahtera karena keterbatasan finansial. Keterbatasan sekolah formal untuk menyediakan pendidikan yang memadai untuk anak prasejahtera membuat Sekolah Master bergerak menjadi lembaga yang memfasilitasi pendidikan nonformal bagi anak dan remaja prasejahtera, menyediakan kesempatan baru untuk mereka mengenyam pendidikan. Skripsi ini bertujuan untuk mendeskripsikan dan menganalisis pelaksanaan pendidikan nonformal oleh Sekolah Master serta kebutuhan kesejahteraan anak yang terpenuhi dari pelaksanaannya. Penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif deskriptif dengan teknik pengumpulan data wawancara, observasi, dan studi literatur. Pengambilan data dalam penelitian ini berlangsung dari bulan Februari hingga bulan Juni 2024. Hasil menunjukkan bahwa pelaksanaan pendidikan nonformal di Sekolah Master memenuhi kebutuhan pendidikan untuk mengembangkan pengetahuan kognitif dan keterampilan yang bermanfaat bagi kehidupan pascasekolah, khususnya pada remaja. Program pendidikan kesetaraan, keterampilan, dan berbagai pelatihan membantu memenuhi kebutuhan fisik, sosial, dan emosional remaja. Interaksi dengan guru dan teman, bimbingan konseling, serta apresiasi yang diberikan guru, juga memenuhi kebutuhan kesejahteraan anak seperti kebutuhan akan pertemanan, kebutuhan emosional, kebutuhan pembentukan identitas remaja. Dengan demikian, pelaksanaan pendidikan nonformal di Sekolah Master membuktikan efektivitasnya dalam memenuhi berbagai kebutuhan kesejahteraan anak, termasuk kebutuhan akan pendidikan, fisik, sosial, emosional, dan pengembangan diri.

The dimension of education is crucial in realizing child wellbeing, especially for teenagers, but access is limited for children from underprivileged families due to financial constraints. Formal school’s limitation to provide adequate education for underprivileged children has led Sekolah Master to facilitate non-formal education for these children and adolescents, providing new opportunities. This thesis aims to describe and analyze the implementation of non-formal education by Sekolah Master and the child wellbeing needs met from its implementation. This research uses descriptive qualitative methods with data collection techniques of interviews, observation, and literature study. Data collection took place from February to June 2024. The results show that the implementation of non-formal education at Sekolah Master fulfills educational needs to develop cognitive knowledge and skills useful for post-school life, especially in adolescents. Equality education programs, skills, and various training help meet the physical, social, and emotional needs of adolescents. Interaction with teachers and friends, counseling guidance, and appreciation given by teachers also meet children's wellbeing needs such as friendship, emotional needs, and adolescent identity formation. Thus, the implementation of non-formal education at Sekolah Master proves its effectiveness in meeting the various wellbeing needs of children, including educational, physical, social, emotional, and self-development needs."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library