Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 63 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Imelda Masrin
Abstrak :
Karsinoma nasofaring (KNF) di Indonesia merupakan tumor ganas kepala dan leher terbanyak dan berada di peringkat ke empat dari seluruh keganasan pada tubuh manusia setelah tumor ganas serviks, tumor payudara dan tumor kulit. Kemajuan ilnmu pengetahuan dan teknologi dalam menegakkan diagnosis keganasan pada umumnya dan karsinoma nasofaring khususnya adalah dengan pemeriksaan histopatologik atau sitologik. Pemeriksaan penunjang lainnya, antara lain pemeriksaan radio diagnostik seperti Tomografi komputer (CT Scan), Pencitraan Resonansi Magnetik (MRI), pemeriksaan serologi, imunohistokimia dan patologi molekuler. Karsinoma nasofaring adalah suatu tumor yang berasal dari sel-sel epitel yang melapisi daerah nasofaring. Karsinoma nasofaring pertama-tama diperkenalkan oleh Regaud dan Schmineke pada tahun 1921. Karsinoma nasofaring adalah suatu tumor ganas yang relatif jarang ditemukan pada beberapa tempat seperti Amerika Utara dan Eropa dengan insidens penyakit 1 per 100.000 penduduk. Penyakit ini lebih sating terdapat di Asia Tenggara termasuk Cina, Hong Kong, Singapura, Malaysia dan Taiwan dengan insidens antara 10 - 53 kasus per 100.000 penduduk. Di daerah India Timur Laut, insidens pada daerah endemis antara 25 sampai 50 kasus per 100.000 penduduk. Penelitian terhadap penyakit karsinoma nasofaring ini mendapat banyak perhatian. Hal ini disebabkan oleh adanya interaksi yang cukup kompleks dari etiologi penyakit seperti faktor genetika, virus (Epstein-Barr) dan faktor lingkungan (nitrosamin di dalam ikan asin). Pada tahun 1985 Ho menyatakan sebuah hipotesis bahwa sebagai etiologi dari karsinoma nasofaring adalah infeksi dari virus Epstein-Barr. Virus Epstein-Barr (EBV) adalah virus yang dapat menginfeksi lebih dari 90% populasi manusia di seluruh dunia. Virus Epstein-Barr merupakan salah satu penyebab dari infeksi mononukieosis. Karsinoma nasofaring adalah neoplasma epitel nasofaring yang sangat konsisten dengan infeksi EBV. Infeksi primer pada umumnya terjadi pada anak-anak dan bersifat asimptomatik. Infeksi primer dapat menyebabkan virus persisten dimana virus memasuki periode laten di dalam Iimfosit B. Periode laten dapat mengalami reaktivasi spontan ke periode litik, yaitu terjadi replikasi DNA EBV, dilanjutkan dengan pembentukan virion baru dalam jumlah besar, sehingga sel pejamu menjadi lisis dan virion dilepaskan ke sirkulasi. Sel yang terinfeksi EBV mengekspresikan antigen virus yang spesifik . EBV mempunyai potensi onkogenik untuk mengubah sel yang terinfeksi menjadi sel gangs seperti KNF, retikulosis polimorfik dan limfoma Burkitt. Virus Epstein-Barr memegang peranan penting dalam terjadinya keganasan, tetapi virus ini bukan satu-satunya penyebab dari timbulnya karsinoma nasofaring. Transmisi dari virus Epstein-Barr membutuhkan kontak yang erat dengan saliva sesenrang yang terinfeksi dengan virus ini. Banyak orang sehat dapat membawa dan menyebarkan virus secara intermiten di dalam kehidupannya, sehingga transmisi virus ini pada sebagian manusia tidak mungkin untuk dicegah.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2006
T58780
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Iwan Djuanda
Abstrak :
ABSTRAK Ruang lingkup, bahan dan cara penelitian : Telah dilakukan penelitian retrospektif di Departemen Patologi Anatomik FKUI RRSUPN CM. Sampel diambil dari Arsip Departemen PatoIogi Anatomik dari tahun 1995 sampai dengan tahun 2003. Gambaran histologik melanoma malignum dinilai uang, yaitu tipe Nodular Melanoma, tipe Superficial Spreading Melanoma dan tipe Acral Lenligineous Melanoma. Dilakukan pewarnaan ulang HE dan imunoperoksidase dengan menggunakan antibodi Ki67. Penghitungan jumlah mitosis dilakukan dengan menghitung jumlah mitosis/kuadrat milimeter pada 10 LPB secara acak. Penilaian ketebalan tumor dilakukan menurut Breslow. Perkalian antara ketebalan tumor dan jumlah mitosis dilakukan untuk penentuan indeks prognosis. Penghitungan positifitas Ki67 pada inti sel yang berwarna coklat tua dilakukan pada 500 sel secara acak. Untuk mengetahui hubungan berbanding terbalik antara ekspresi Ki67 dengan indeks prognosis dilakukan uji korelasi non parametrik 2x2 dengan uji Pearson. Uji korelasi parametrik dilakukan dengan uji Tukey dan Duncan. Hasil dan kesimpulan: Dan 20 kasus MM (11 kasus NM, 5 kasus ALM dan 4 kasus SSM), didapatkan 17 kasus MM (10 kasus NM, 4 kasus ALM dan 3 kasus SSM) yang positif mengekspresikan Ki67, 3 kasus yang tidak mengekspresikan Ki67 terdiri atas 1 kasus NM, 1 kasus ALM dan I kasus SSM. Dua puluh kasus MM menunjukkan 12 kasus dengan Breslow > 4 mm (8 kasus NM dan 4 kasus ALM), sedangkan 8 kasus dengan Breslow < 4 mm (3 kasus NM , 1 kasus ALM dan 4 kasus SSM). Pada 4 kasus SSM 3 kasus mengekspresikan Ki67 positif 1 dan 1 kasus tidak mengekspresikan Ki67. Hasil uji korelasi menunjukkan adanya hubungan bermakna antara ketebalan tumor Breslow dengan indeks proliferasi Ki67. Dari hasil penelitian ini dapat disimpulkan, bahwa antibodi monoklonal Ki67 sebagai petanda proliferasi dapat digunakan sebagai indikator dalam memprediksi prognosis dan kemungkinan terjadinya early metastasis pada penderita MM yang mempunyai nilai ketebalan Breslow rendah, seperti pada jenis SSM.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2005
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Natalia Suzana
Abstrak :
Keselamatan pasien merupakan hal yang sangat mendasar dalam pelayanankepada pasien di rumah sakit. Sebagai langkah awal dalam upaya meningkatkankeselamatan pasien di rumah sakit adalah dengan mengukur budaya keselamatanpasien. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan kepemimpinantransformasional, kerjasama tim, dan kesadaran individual dengan budaya keselamatanpasien di Rumah Sakit Prima Medika RSPM Denpasar. Metode yang digunakanadalah metode campuran mix method. Pendekatan kuantitatif menggunakan jenispenelitian potong-lintang cross-sectional. Kuesioner dibagikan kepada sampelsebanyak 218 responden. Pada pendekatan kualitatif dilakukan penelusuran lebih lanjutterhadap hal-hal yang dirasa masih belum terjawab, untuk melengkapi penjelasan hasilpenelitian kuantitatif. Analisis statistik menggunakan Structural Equation Modelling SEM, dengan program STATA-SE 12.1. Wawancara mendalam dilakukan denganDireksi RSPM dan pegawai yang terkait, untuk konfirmasi hasil penelittian. Hasilanalisis menunjukkan variabel independen yang saling berhubungan yaituKepemimpinan Transformasional, Kesadaran Individual, dan Kerjasama Tim, danketiganya berhubungan secara bemakna dengan variabel dependen BudayaKeselamatan Pasien p. ......Patient safety is very basic in the service to patients in the hospital. As a firststep in improving patient safety in hospitals is by measuring the patient 39 s safety culture.The purpose of this research is to know the relationship of transformational leadership,teamwork, and individual awareness to patient safety culture at Prima Medika Hospital RSPM Denpasar. The method used is mix method. The quantitative approach usescross sectional research. Questionnaires were distributed to a sample of 218respondents. In a qualitative approach, further searches on things that remainunanswered, to complement the explanation of the results of quantitative research. Statistical analysis using Structural Equation Modeling SEM, with STATA SE 12.1program. In depth interviews were conducted with the RSPM Board of Directors andrelevant employees, to confirm the results of the study. The results of the analysis showthat the independent variables are Transformational Leadership, Individual Awareness,and Team Cooperation, and all three are related significantly to the dependent variableof Patient Safety Culture p.
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2018
T50985
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Widyo Ari Nugroho
Abstrak :
Latar Belakang : Stroke iskemi adalah penyebab kematian ketiga terbesar dan merupakan penyebab disablitias terbesar di Amerika Serikat dan negara negara industri. CT scan adalah modalitas pertama yang dapat digunakan untuk menilai terjadinya perubahan iskemik awal tersebut. ASPECTS dikembangkan untuk meningkatkan manfaat dari pemeriksaan CT dengan melakukan penggolongan yang dapat diulang untuk menilai perubahan iskemik awal (< 3 jam onset) pada pemeriksaan CT sebelum tata laksana dengan stroke iskemik akut dari sirkulasi anterior. Di RSUPN Cipto Mangunkusumo belum terdapat nilai kesesuaian inter obeserver terhadap nilai ASPECTS pada pasien stroke iskemi. Tujuan : Mengetahui tingkat kesesuaian inter observer penilaian Alberta Stroke Program Early CT score pada pasien stroke iskemi di RSUPN Citpto Mangunkusumo, Jakarta Metode : Penelitian ini merupakan studi analitik komparatif menggunakan desain potong lintang dengan data sekunder dari PACS. Sampel penelitian berjumlah 47 pasien penderita stroke iskemik yang menjalani pemeriksaan CT scan kepala di Departemen Radiologi RSUPN Cipto Mangunkusumo periode Januari 2012 hingga November 2018. Penelitian dilakukan sejak Februari hingga Maret 2019. Penilaian ASPECT score dilakukan pada 3 windowing WL 40 WW 7, WL 40 WW 40, WL 32 WW 8 oleh 3 observer yand dilakukan secara random. Hasil : Terdapat kesesuaian yang baik antara 3 observer pada wndowing WL 40 WW 70 dengan K > 0,9 (p < 0,001) dan WL 40 WW 40 dengan K 0,82 - 0,92 (p < 0,001). Sementara windowing dengan WL 32 WW 8 memiliki kesesuaian yang buruk antara 3 observer dengan K 0,02 (P = 0,849), K 0,22 (P < 0,01) dan K 0,23 (P = 0,01). Kesimpulan : Terdapat kesesuaian interobserver yang tinggi dengan windowing WL 40 WW 70 dan WL 40 WW 40 pada pasien stroke iskemi di RSUPN Cipto Mangunkusumo. Terdapat kesesuaian interobserver yang rendah pada penggunaan windowing WL 32 WW 8. ......Background : Ischemis stroke is third leading cause of death and disability in US and developed countries. CT scan is the first modality of choice that can be used to evaluate those ischemic changes. ASPECTS developed for increasing the benefit from CT scan examination by categorizing that can be repeated to evaluate early ischemic changes (< 3 hours of onset) in CT scan examination pre treatment of acute ischemic stroke from the anterior circulation. There have been no inter observer conformity for ASPECTS of ischemic stroke in Cipto Mangunkusumo Hospital. Purpose : To evaluate inter observer conformity of Alberta Stroke Program Early CT Score of ischemic stroke in Cipto Mangunkusumo Hospital. Method : This study used cross sectional design with secondary data from PACS. There are 47 samples of ischemic stroke patients that undergoes head CT scan in Radiology Department Cipto Mangunkusumo Hospital from periods of January 2012 to November 2018. This study conducted from February to March 2019. ASPECT score evaluated with 3 windowing WL 40 WW 7, WL 40 WW 40, WL 32 WW 8 by 3 observer at random. Result : There are good conformity between 3 observers in windowing WL 40 WW 70 with K > 0,9 (p < 0,001) and WL 40 WW 40 with K 0,82 -0,92 (p < 0,001). While windowing WL 32 WW 8 with poor conformity between 3 observers with K 0,02 (P = 0,849), K 0,22 (P < 0,01) and K 0,23 (P = 0,01). Conclusion : There are high inter observer conformity in windowing WL 40 WW 70 and WL 40 WW 40 on stroke ischemic patient in Cipto Mangunkusumo Hospital, while there are poor conformity in windowing WL 32 WW 8.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2019
T58886
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rama Garditya
Abstrak :
Latar Belakang ; Pelayanan medis di instalasi bedah sentral membutuhkan biaya yang besar dan melibatkan sumber daya manusia (SDM) dari berbagai bidang ilmu meliputi SDM medis maupun SDM non medis. Adanya keterlambatan akan mengakibatkan peningkatan biaya dan mempengaruhi keselamatan pasien. Metode : Penelitian ini bertujuan menganalisa waktu pelayanan menggunakan metode metode kuantitatif dan kualitatif dengan desain retrospektif. Data kuantitatif didapatkan dari telaah dokumen dengan jumlah sampel 547 kasus operasi bedah saraf (358 kasus operasi kranial, 189 kasus operasi spinal), sedangkan data kualitatif didapatkan melalui wawancara mendalam dengan delapan informan penelitian. Analisis data dilakukan secara kuantitatif dengan uji Mann Whitney. Hasil : Didapatkan adanya keterlambatan dalam pelayanan ruang operasi bedah saraf operasi kranial 54 menit dan operasi spinal 48 menit. Didapatkan perbedaan waktu klinis, waktu non klinis dan waktu keterlambatan non klinis antara operasi kranial dan spinal. Keterlambatan dalam pelayanan ruang operasi disebabkan oleh faktor SDM, sarana prasarana dan kebijakan. Simpulan : Keterlambatan dalam pelayanan ruang operasi IBS RSPON terjadi dalam tahap proses anestesi, pemasangan monitoring saraf intraoperasi, positioning pasien, draping pasien, dan pembedahan. Keterlambatan dalam pelayanan ruang operasi IBS RSPON disebabkan oleh faktor SDM, sarana prasarana, dan kebijakan ......Background : Medical services at a central surgical installation require a large amount of money and involve human resources (HR) from various fields of knowledge including medical and non-medical human resources. Delays in the operating room causes increased costs and impacts patient safety. Methods: This study aims to analyze the service time using quantitative and qualitative method with a retrospective design. Quantitative data was obtained from a document review with a sample of 547 cases of neurosurgery (358 cases of cranial surgery, 189 cases of spinal surgery), while qualitative data was obtained through in-depth interviews with eight research informants. Data analysis was carried out quantitatively with the Mann Whitney test. Result: Delays found in the neurosurgery operating room service for cranial surgery and spinal surgery was 54 minutes and 48 minutes respectively. There were differences in clinical time, non-clinical time, and non-clinical time delay between cranial and spinal surgery. Delays in the OR were caused by human resource factors, equipment, and hospital policies. Conclusion: Delays in RSPON IBS operating room services occur in the stages of the anesthesia process, installation of intraoperative nerve monitoring, patient positioning, patient draping, and surgery. Delays in RSPON IBS operating room services were caused by human resource factors, infrastructure, and policies
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Emytri
Abstrak :
Penilaian budaya keselamatan pasien adalah satu elemen dasar dalam meningkatkan upaya keselamatan pasien. Sangat penting untuk menilai bagaimana sikap, persepsi, kompetensi individu  dan perilaku orang / kelompok sehingga menentukan komitmen dalam meminimalkan insiden. Penelitian itu bertujuan  untuk mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan budaya keselamatan pasien. Jenis penelitian ini menggunakan metode crossectional pada populasi seluruh pegawai Rumah Sakit Pusat Otak Nasional (RSPON) berjumlah 649 orang. Pengambilan sampel menggunakan teknik simple random sampling dengan besar sampel 250 orang responden. Analisis data yang dilakukan adalah analisa regresi logistik .  Hasil penelitian menunjukkan bahwa budaya keselamatan pasien di RSPON memiliki respon positif 46,8%. dalam kategori budaya kurang kuat.  Faktor dominan yang  berhubugan dengan budaya keselamatanan pasien adalah faktor pekerjaan yaitu serah terima dan pergantian shift (p=0,03) dengan dikontrol  kerjasama antara unit kerja (p = 0,035), serta faktor organisasi yaitu : manajemen SDM/staffing (p = 0,04). Disarankan agar  RSPON memperbaiki budaya keselamatan pasien  (a) mengembangkan instrumen serah terima pasien atau pekerjaan untuk keselamatan pasien, (b) mengembangkan dan mengevaluasi prosedur informasi pada serah terima terutama  perintah lisan dan telepon, (c) mengoptimalkan pergantian kerja/shift ......Patient safety culture assessment are the basic component in the patient safety improvement program. It is important to assess how attitudes, perceptions, competencies and behaviors of individuals / groups that determine the commitment to minimize the incident. The study aims to determine patient safety culture and the factors that influence it. This research used cross sectional method on the entire population RSPON numbered 649 employees to response. Sampling with simple random sampling technique and the number of sample in this research is 250 respondents. Data analysis by logistic regression. The results showed that patient safety culture in the category of culture to response less well with the positive response of 46.8%. The dominant factor affecting patient safety culture are job factor that handoff or transition and shift (p = 0.03) and control by cooperation between working units (p = 0.035), as well as organizational factors, namely:  staffing (p = 004). It is recommended to response improve patient safety culture (a) develop instruments handover of patients or work for the safety of the patient, (b) development and evaluation procedure the information on the handover mainly verbal orders and telephones, (c) optimizing the turn of the job / shift through changes in work shifts a maximum of 3 days and establish effective communication as well as their supervision in patient safety,
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2016
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Indera
Abstrak :
Penelitian menggunakan desain sequential explanatory melalui analisis kuantitatif menggunakan kuesioner Survei Farmasi dalam Budaya Keselamatan Pasien dari AHRQ dilanjutkan focus group discussion untuk merumuskan strategi dan kebijakan dalam membangun budaya keselamatan pasien di Instalasi Farmasi RS Santa Elisabeth Batam Kota.
Analisis budaya keselamatan pasien menghasilkan 4 dimensi kategori budaya sedang yang memerlukan perbaikan keselamatan pasien serta 7 dimensi kategori budaya baik yang menjadi kekuatan dalam keselamatan pasien. Pengorganisasian ketenagaan, beban kerja dan pola kerja; konseling pasien; keterbukaan komunikasi; dan respons terhadap kesalahan menjadi kelemahan budaya keselamatan pasien yang menjadi prioritas perbaikan. Tingkat pelaporan kejadian masih rendah dan harus mendapat perbaikan. ......This research uses sequential explanatory design started from quantitative analysis using questionnaire The Pharmacy Survey on Patient Safety Culture (PSOPSC) from AHRQ followed by focus group discussion to formulate strategy to build patient safety culture.
Analysis of patient safety culture resulted in 4 dimensions of moderate cultural categories that require improvement and 7 dimensions of good cultural categories that be strength of the patient safety culture. Staffing, Work Pressure and Pace; Patient counseling; Communication openness; and Response to Mistakes is weakness of the patient safety culture that become priority improvement. Level of incident reporting is still low and need improvement.
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2017
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Anggika Yelzi Pratiwi
Abstrak :
Kejadian Insiden Keselamatan Pasien (IKP) yang terjadi di rumah sakit dapat menyebabkan kerugian kepada pasien dan rumah sakit. IKP merupakan beban kematian dan kecacatan yang tinggi di seluruh dunia. Salah satu upaya rumah sakit untuk mengelola dan mengidentifikasi potensi risiko IKP yaitu melalui manajemen risiko proaktif dengan metode Failure Mode and Effect Analysis(FMEA). FMEA telah digunakan rumah sakit di berbagai dunia dalam mengidentifikasi risiko pada layanan baru rumah sakit. RSUD Pasar Minggu saat ini sedang mengembangkan layanan baru yaitu layanan CAPD, dimana layanan ini merupakan layanan berisiko yang tidak hanya melibatkan petugas kesehatan di rumah sakit namun pasien sendiri. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi risiko IKP dengan metode FMEA pada layanan CAPD di RSUD Pasar Minggu dalam rangka mencegah risiko IKP terjadi. Penelitian secara kualitatif dengan pendekatan operational research. Data penelitian diperoleh dari data primer yaitu wawancara mendalam dan focus group discussion (FGD) serta data sekunder yaitu telaah dokumen. Hasil penelitian menunjukkan bahwa proses post-pemasangan akses peritoneal dan CAPD mandiri oleh pasien merupakan fokus proses penyusunan FMEA. Prioritas risiko yang ditemukan yaitu infeksi exit site/ tunnel, infeksi peritonitis, obstruksi kateter, dan leakage. Akar penyebab risiko terjadi yaitu regulasi layanan CAPD belum seluruhnya tersedia, rencana edukasi dan re-edukasi belum diterapkan, dan monitoring dan evaluasi perawatan CAPD belum ditentukan. Rekomendasi dalam pencegahan risiko tersebut yaitu melengkapi regulasi layanan CAPD pada panduan layanan CAPD, memaksimalkan rencana edukasi dan re-edukasi pasien dengan CAPD training plan matrix dan poster edukasi pasien, serta menetapkan prosedur monitoring dan evaluasi perawatan CAPD pasien. ......Patient safety incident occur in hospital can cause harm to both patients and hospital. Patient safety incident represent a significant burden of death and disability worldwide. One of the hospital’s effort to manage and identify potential risks of patient safety incident is through proactive risik management using the Failure Mode and Effect Analysis (FMEA) method. FMEA has been used by hospitals worldwide to identify risks in hospital new services. Pasar Minggu Regional General Hospital is currently developing CAPD as a new service, which is a high-risk service involving healthcare professionals and patients themselves. This research aim to identify the risk of patient safety incident using the FMEA method in CAPD at RSUD Pasar Minggu in order to prevent the incident risk. The research is qualitative research with an operational research approach. Data were obtained from primary sources through in-depth interview and focus group discussion (FGD) and secondary data through literature review. The result shows that the post insersion process of peritoneal access and patient self management in CAPD are the focus of the FMEA process. The identified priority risks found were exit site/ tunnel infection, peritonitis infection, catheter obstruction, and leakage. The root cause of the risks that occur are the incomplete of CAPD service regulatory, education and re-education plans have not been implemented, and monitoring and evaluation have not been determined. Recommendations for preventing these risks include completing CAPD regulations in the service guidelines, optimalizing patient education and re-education plans with CAPD training plan matrix and patient education poster, and establishing monitoring and evaluation procedures for CAPD patient care
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
I Putu Wirama
Abstrak :
Rumah sakit merupakan tempat pelayanan kesehatan yang komplek dan padat resiko, keselamatan pasien sangat penting untuk meningkatan mutu rumah sakit, salah satu caranya adalah dengan melaporkan Kejadian Tidak Diharapkan (KTD). Perawat memiliki kontak paling lama dengan pasien sehingga menjadi komponen terpenting dalam pelaporan KTD. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor yang mempengaruhi persepsi melaporan KTD di Rumah Sakit Prima Medika Denpasar tahun 2020. Rumah Sakit Prima Medika Denpasar merupakan rumah sakit swasta tipe C. Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif menggunakan desain penelitian cross sectional dengan sampel penelitian 140 perawat yang dilaksanakan pada bulan Juni tahun 2020. Didapatkan gambaran persepsi perawat yang tidak pernah melaporkan KTD sebesar 63.6% karena tidak pernah menemukan kejadian KTD atau mungkin pernah mendapat kejadian KTD tetapi tidak berani mealpor. Variabel yang berhubungan signifikan dengan persepsi melaporkan KTD oleh perawat adalah variabe sikap (p value = 0.002), pendidikan (p value = 0,046), porsi beban kerja berat (p value = 0,003 ) dan porsi beban kerja ringan (p value = 0,026 ). Variabel yang paling berpengaruh adalah sikap perawat ( OR 4,33 ). Saran antara lain adalah rumah sakit menumbuhkan sikap positif perawat dalam hal melaporkan KTD dengan memberikan penghargaan kepada yang melapor, rumah sakit melakukan pelatihan keselamatan pasien secara rutin dan regular, shif kerja malam selama 12 jam perlu di evaluasi. ......Hospital is complex and full of risk medical facility. Adverse events reporting is one part of the patient safety system that has an important roles to improve the hospital’s quality. Nurses have the longest contact’s time with patients so they become the most important component in reporting the Adverse Event reporting. This study aims to determine the factors that affects perception in adverse event reporting at Prima Medika Hospital Denpasar in 2020. Prima Medika Hospital is a type C private hospital. This study is quantitative study using a cross-sectional design with 140 nurses as samples and conducted in June 2020. The nurses’s perception who never report adverses event is 63.6%, assuming they never found any adverse event or maybe have found it but not have no courage to report it. The variable that significantly associated with perceptions on adverse event reporting by nurse are attitude (p value=0.002), education (p value=0.046), and workload ( heavy workload with p value= 0.003 and light workload with p value=0.026). The most affecting variable is the nurses attitude (OR 4.33). It is proposed for the hospital to build the nurses positive attitude to report adverse events one through giving appreciation to those who report the adverse event, hospital needs to give regular patient safety training to maintain the nurse knowledge, and to revisit the 12-hour nightshift which is regarded as unusual long hours..
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2020
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Payiz Zawahir Muntaha
Abstrak :
Masyarakat Baduy merupakan sebuah masyarakat yang seluruh sistem sosial, sistem nilai dan cara berfikirnya bersumber pada sistem kepercayaan, hukum adat dan ajaran dari para leluhurnya. Sistem sosial dan ajaran adat tersebut menjadikan masyarakat baduy mampu mewujudkan ketahanan sosial dan lingkungan dalam kehidupan mereka. Tujuan dilakukannya penelitian ini, yaitu: Pertama Untuk mengetahui dan menganalisis konsep kepemimpinan dalam pandangan masyarakat Baduy; Kedua, Untuk mengetahui dan menganalisis dinamika kepemimpinan pada masyarakat Baduy dan Ketiga, Untuk mengetahui dan menganalisis strategi yang diterapkan oleh masyarakat baduy dalam mewujudkan ketahanan sosial dan lingkungan. Penelitian ini menggunakan pendekatan Kualitatif dengan metode studi kasus. Hasil pengolahan data menyimpulkan. Pertama. Prinsip-prinsip yang harus dimiliki oleh seorang pemimpin dalam pikukuh dan pitutur baduy adalah sebagai berikut: (1). Seorang pemimpin harus berwawasan lingkungan (ecological consciousness leadership). (2). Prinsip yang mengatur etika seorang pemimpin menjadi pribadi yang baik.(3). Dimensi sosial seorang pemimpin. (4). Pemimpin di Baduy diharuskan juga menghormati dan mencintai negara. Kedua, terdapat tiga aspek yang menjadikan masyarakat baduy bisa menjaga keteraturan dan keberlangsungan kehidupan mereka. antara lain: sistem sosial dan budaya yang sangat kuat, pengaturan sistem ekonomi memprioritaskan pemenuhan kebutuhan primer serta pengelolaan lingkungan hidup yang tertata rapi. Ketiga, dalam tradisi masyarakat baduy sebagaimana diajarkan oleh leluhur mereka memilih pemimpin didasarkan pada dua faktor utama. Faktor pertama adalah garis keturunan yang kedua adalah “nuzum”. Keempat, sistem politik pada masyarakat baduy, dalam kehidupan masyarakat baduy terdapat dua sistem. Yakni sistem pemerintahan formal dibawah negara Indonesia dan sistem pemerintahan adat. Kelima, Ketahanan sosial dan lingkungan masyarakat baduy disandarkan pada sistem nilai dan ajaran yang bersumber dari pikukuh dan pitutur karuhun. Pembagian wilayah pemukiman di masyarakat baduy juga mampu mewujudkan ketahanan sosial dan lingkungan. ......The Baduy community is a society whose entire social system, value system, and way of thinking are rooted in the belief system, customary law, and teachings of their ancestors. The social system and traditional teachings make the Baduy community able to realize social and environmental resilience in their lives. These conditions are the objectives of this research, namely: The first to identify and analyze the concept of leadership in the view of the Baduy community; The second, to know and analyze the dynamics of leadership in the Baduy community and thirdly, to find out and analyze the strategies adopted by the Baduy community in realizing social and environmental resilience. To achieve the three research objectives using a qualitative approach with the case study method. The results of data processing concluded. Firstly, the principles that must be possessed by a leader in pikukuh and pitutur baduy are as follows: (1). A leader must have an environmental perspective (ecological consciousness leadership). (2). The principles that govern the ethics of a leader to be a good person (3). The social dimension of a leader. (4). Leaders in Baduy are also required to respect and love the country. Secondly, three aspects make the Baduy community able to maintain the order and continuity of their lives. among others: a very strong social and cultural system, the regulation of the economic system to prioritize the fulfillment of primary needs as well as orderly management of the environment. Thirdly, in the baduy community tradition as taught by their ancestors, choosing a leader is based on two main factors. The first factor is lineage the second is "Nuzum". Fourthly, the political system in the Baduy community, in the life of the Baduy community there are two systems. Namely the formal government system under the Indonesian state and the customary government system. Lastly, the social and environmental resilience of the Baduy community is based on a system of values and teachings that come from pikukuh and pitutur karuhun. The division of residential areas in the Baduy community is also able to create social and ecological resilience.
Depok: Sekolah Kajian Stratejik dan Global Universitas Indonesia, 2021
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7   >>