Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 53 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Jakarta: Harvarindo, 1998
342.083 PER
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Jakarta: Departemen Kehakiman, 1972
348.02 IND h
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Jakarta: Sekretariat Jenderal DPR RI, 2016
R 348.02 IND p
Buku Referensi  Universitas Indonesia Library
cover
Abstrak :
Pemahaman yang baik dan benar tentang landasan formil dan materiil konstitusional peraturan perundang-undangan merupakan conditio sine quanon bagi Perancang agar peraturan perundang-undangan yang dibuatnya tidak mudah dibatalkan melalui pengujian ke Mahkamah Konstitusi (UU) atau ke Mahkamah Agung (peraturan perundang-undangan di bawah UU).
JLI 6:4 (2009)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Amin Putra
Abstrak :
ABSTRAK
Berdasarkan ketentuan dalam Pasal 8 ayat (1) Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan, lembaga-lembaga yang diberi kewenangan diantaranya MPR, DPR, DPD, Mahkamah Agung (MA), Mahkamah Konstitusi (MK), Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), Komisi Yudisial (KY), Bank Indonesia (BI), Menteri, Badan, Lembaga/Komisi yang dibentuk dengan undang-undang/Perppu, DPRD Provinisi, Gubernur, DPRD Kabupaten/Kota, Bupati/Walikota, dan Kepala Desa/Setingkat. Sedangkan secara teoritis dan pendapat para ahli bahwa peraturan perundang-undangan adalah norma yang mengikat umum atau dapat disebut norma yang bersifat abstrak, umum dan berlaku keluar. Kewenangan lembaga-lembaga yang disebutkan dalam Pasal 8 ayat (1) Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan dijelaskan lebih lanjut dalam Pasal 8 ayat (2), yang menguraikan dua sumber kewenangan, yaitu diperintahkan oleh peraturan yang lebih tinggi maupun berdasarkan kewenangan. Penelahaan atas sumber kewenangan atas lembaga-lembaga yang disebutkan dalam Pasal 8 ayat (1), diketahui bahwa semua lembaga-lembaga tersebut memiliki kewenangan pembentukan peraturan baik berdasarkan atribusi maupun delegasi kewenangan. Kewenangan pembentukan peraturan tersebut diberikan baik secara langsung maupun secara tidak langsung dari undang-undang. Namun, berdasarkan kewenangan lembaga-lembaga yang disebutkan dalam Pasal 8 ayat (1) tersebut dapat ketahui bahwa produk hukum yang dibentuk oleh lembaga-lembaga tersebut tidak dapat dikategorikan sebagai peraturan peundang-undangan. Peraturan yang dibentuk oleh MPR, DPR, MA, KY, MK, DPD, dan DPRD tidak dapat digolongkan sebagai peraturan perundang-undangan. Sedangkan peraturan yang dibentuk oleh BPK, BI, Menteri (Permen), Badan, Komisi dan Lembaga Bupati, Gubernur, Walikota dan Pemerintah Desa dapat digolongkan peraturan perundang-undangan. Selain itu dalam praktik masih terdapat peraturan yang ditetapkan oleh MA, KY, Menteri (selain Permen), Badan, Komisi dan Lembaga digolongkan sebagai peraturan perundang-undangan.
ABSTRACT
Under the terms of Article 8 (1) of Law Number 12 Year 2011 on the Establishment of legislation, institutions given the authority including MPR, DPR, DPD, the Supreme Court (MA), the Constitutional Court (MK), the State Audit Agency (BPK), the Judicial Commission (KY), Bank Indonesia (BI), the Minister, the Agency, Organization / commission established by legislation / regulation has, DPRD province ranked, Governor, District / City, Regent / Mayor and the Village Head / Level. While theoretically and expert opinion that the legislation is a common binding norm or can be called a norm that is abstract, general and apply it out. The authority of the institutions mentioned in Article 8 (1) of Law Number 12 Year 2011 on the Establishment of Legislation further described in Article 8 (2), which describes two sources of authority, which was ordered by higher regulations and by the authority. Review of the top sources of authority over the institutions mentioned in Article 8 (1), it is known that all these institutions have the authority either by the establishment rules of attribution and delegation of authority. The establishment of regulatory authority granted either directly or indirectly from the legislation. However, based on the authority of the institutions mentioned in Article 8 paragraph (1) may know that the laws are established by these institutions can?t be categorized as peundang rules and regulations. Regulations established by MPR, DPR, MA, KY, MK, DPD and DPRD can?t be classified as legislation. While the rules established by the BPK, BI, the Minister (ministerial regulation), the Agency, the Commission and the Institute of Regents, Governors, Mayors and the village government could be classed legislation. In addition, in practice there are regulations set by the Supreme Court, KY, Minister (other than ministerial regulation), the Agency, the Commission and the Institute classed as legislation.
2016
T46025
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Abstrak :
Penelitian ini pertama bertujuan untuk mengetahui dan menganalisis : dinamika perkembangan hukum islam dalam perundang-undangan di Indonesia ; Dekrit Presiden RI 5 Juli 1959 dapat menjadi pegangan dalam penerapan hukum islam dan mengetahui upaya pemerintah daerah Kabupaten Tasikmalaya, Cianjur dan Kabupaten Garut Jawa barat membrantas penyakit sosial masyarakat.....
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Damanik, Gabriel Stevent
Abstrak :
ABSTRACT
Penelitian dilakukan untuk dapat menjawab mengenai kewenangan pembentukan Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Permenkumham) No. 32 Tahun 2017 tentang Tata Cara Penyelesaian Sengketa Peraturan Perundang-undangan Melalui Jalur Nonlitigasi berdasarkan asas-asas pembentukan peraturan perundang-undangan, penyelesaian sengketa peraturan perundang-undangan non-litigasi berdasarkan konsep pengujian peraturan perundang-undangan maupun penilaian penerapan peraturan perundang-undangan, serta kekuatan hukum mengikat hasil penyelesaian sengketa peraturan perundang-undangan non-litigasi. Penelitian yuridis normatif dilakukan dengan menggunakan metode studi pustaka. Permenkumham No. 32 Tahun 2017 yang memberikan kewenangan Direktur Jenderal Peraturan Perundang-undangan untuk memeriksa dan menyelenggarakan penyelesaian sengketa peraturan perundang-undangan non-litigasi dibentuk dengan tidak memenuhi asas-asas pembentukan peraturan perundang-undangan, karena tidak dibentuk berdasarkan kewenangan pembentukan peraturan perundang-undangan, tidak memenuhi asas kesesuaian antara jenis dan hierarki peraturan perundang-undangan, tidak memenuhi asas subsidiaritas, proporsionalitas, efektivitas, dan efisiensi peraturan. Penyelesaian sengketa non-litigasi hanya dilakukan dalam ranah penilaian penerapan peraturan perundang-undangan, dan hasilnya tidak memiliki kekuatan hukum mengikat.
ABSTRACT
This research is done to answer some problems, such as the Minister of Law and Human Rights Authority to make Law and Human Right Ministerial Regulation Number 32 of 2017 about Non-Litigation Regulation Dispute Resolution Mechanism based on the basic principle of good regulation, analysis of non-litigation regulation dispute resolution based on regulation-review and the assessment of law-enactment concepts, and about the binding force of the output of non-litigation regulation dispute resolution. This thesis is based on a normative legal study with bibliography method research. This thesis concludes that the enactment of Law and Human Right Ministerial Regulation Number 32 of 2017 that give the authority to General Director of Regulation to inspect and organize the non-litigation regulation dispute resolution is not based on the basic principles of good regulation, such as regulation-making authority principle, the principle of suitability of type and hierarchy, subsidiarity, proportionality, effective and efficient regulation principle. Non-litigation dispute resolution is obtained in regulation-review concept, not in the assessment of law-enactment concept, and the output of non-litigation dispute resolution has no binding force.
2019
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Denden Imadudin Soleh
Abstrak :
ABSTRAK
Tesis ini membahas Eksistensi dan Kekuatan Mengikat dari Peraturan Bersama Menteri Hukum Dan HAM Nomor 14 Tahun 2015 Dan Menteri Komunikasi Dan Informatika Nomor 16 Tahun 2015 yang menurut Direktur Jenderal Peraturan Perundang-undangan Kementerian Hukum dan HAM dalam Surat Nomor: PPE.PP.03.01-603 Peraturan Bersama ini tidak diundangkan dalam Lembaran Negara atau Berita Negara karena tidak termasuk jenis dan hierarki peraturan perundang-undangan sebagaimana diatur dalam Pasal 7 Dan 8 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011. Penelitian ini adalah penelitian kualitatif dengan desain preskriptif analitis.

Berdasarkan hasil penelitian diperoleh bahwa Peraturan Bersama Menteri Hukum Dan HAM Nomor 14 Tahun 2015 Dan Menteri Komunikasi Dan Informatika Nomor 16 Tahun 2015 diperintahkan oleh Undang-Undang Nomor 28 tahun 2014 tentang Hak Cipta sehingga eksistensinya harus diakui sebagai peraturan perundang-undangan dan diundangkan dalam Berita Negara sehingga mempunyai kekuatan hukum mengikat karena sesuai dengan Pasal 8 Undang- Undang Nomor 12 Tahun 2011 Peraturan yang ditetapkan oleh Menteri diakui sebagai peraturan perundang-undangan dan mempunyai kekuatan hukum mengikat sepanjang diperintahkan oleh peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi atau dibentuk berdasarkan kewenangan. Dalam penelitian ini menyarankan Pendelegasian Peraturan perundang-undangan sebaiknya konsisten, jika pembentuk undang-undang tidak mengakui keberadaan peraturan bersama, maka sebaiknya pembentuk undang-undang tidak mendelegasikan pengaturan lebih lanjut kepada peraturan bersama dan jika ingin menyatakan peraturan bersama tidak masuk dalam Jenis dan hierarki peraturan perundang-undangan seharusnya tidak ditetapkan dalam Surat Direktur Jenderal Peraturan Perundang-undangan Kementerian Hukum dan HAM Nomor PPE.PP.03.01-603, tetapi ditetapkan dalam Undang-Undang dengan tegas sehingga tidak lagi multitafsir.
ABSTRACT
This thesis discusses the existence and force of binding of the Joint Regulation of Law and Human Rights Minister No. 14 of 2015 and the Minister of Communication and Information Technology Number 16 Year 2015 by the Director General of Legislation Ministry of Justice and Human Rights in a letter Number PPE.PP.03.01-603 this Regulation shall not be promulgated in the State Gazette or the Official Gazette for not including the types and hierarchy of legislation as provided for in Article 7 and 8 of the Act No. 12 of 2011 this study is a qualitative research design analytical prescriptive.

The result showed that the Joint Regulation of the Minister of Law and Human Rights No. 14 of 2015 and the Minister of Communication and Information Technology Number 16 Year 2015 was ordered by Law No. 28 of 2014 on Copyrights so that its existence must be recognized as legislation and promulgated in the State Gazette so as to have binding legal force because according to Article 8 of Law No. 12 Year 2011 Regulation stipulated by the Ministry recognized as legislation and have binding legal force throughout ordered by legislation that is higher or established by the authority. In this study suggest Delegation of legislation should be consistent, if the legislators do not recognize the existence of joint regulation, then you should legislators do not delegate further adjustment to the joint regulation and if you want to declare the Joint regulation are not included in type and hierarchy rules legislation should not set out in the Letter of the Director General of legislation Ministry of Law and human rights No. PPE.PP.03.01-603, but defined in the Act expressly so it is no longer open to multiple interpretations
2016
T45998
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nurfahmi Islami Kaffah
Abstrak :
Tingginya intensitas pembangunan infrastruktur nasional saat ini belum diimbangi dengan pemerataan pembangunan daerah dan cenderung mengandalkan pendekatan pinjaman luar negeri. Implementasi Surat Berharga Syariah Negara (SBSN) sebagai salah satu sumber strategis pembiayaan infrastruktur negara kenyataannya belum optimal berkontribusi pada distribusi pembangunan di daerah. Tuntutan pembangunan daerah pasca reformasi dan otonomi melahirkan sebuah gagasan bahwa sukuk juga dapat diterbitkan oleh pemerintah daerah guna menjangkau investasi masyarakat daerah. Penelitian ini menggunakan metode penelitian yuridis normatif dengan pendekatan perundang-undangan. Rumusan masalah penelitian ini adalah: (1) Bagaimana kedudukan sukuk daerah ditinjau dari hukum ekonomi Islam (2) Bagaimana pengaturan sukuk daerah dan mekanisme pelaksanaan sukuk daerah di Indonesia? (3) Bagaimana upaya positivisasi pengaturan sukuk daerah di Indonesia? adapun analisis terhadap penelitian ini dilakukan terhadap dua teori yakni maslahah mursalah dan Positivisasi hukum Islam. Hasilnya, Sukuk daerah merupakan salah satu instrumen ekonomi Islam di bidang muamalah dalam skema pasar modal syariah. Sukuk daerah dilandasi oleh underlying assets, keuntungan berasal dari nisbah terhadap margin dan bagi hasil terhadap akad yang digunakan, sedangkan Obligasi Daerah mengandalkan keuntungan dari bunga/ riba. Secara pengaturan, sukuk daerah saat ini belum diatur secara khusus dalam suatu undang-undang tersendiri yang mengatur mengenai sukuk daerah sehingga implementasinya masih mengacu pada ketentuan obligasi dan pasar modal secara umum. Penelitian ini menyarankan, diperlukan adanya upaya strategis dari semua pihak baik Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah, Akademisi dan Ulama dalam rangka mendorong positivisasi peraturan perundangundangan sukuk daerah di Indonesia yaitu melalui gagasan pembentukan Undang-Undang Surat Berharga Syariah Daerah (SBSD) dan Peraturan Daerah tentang sukuk daerah.
The current high intensity of national infrastructure development has not been matched by equitable regional development and tends to still depend on foreign loan approaches. The implementation, Surat Berharga Syariah Negara (SBSN) as one of the strategic sources of state infrastructure financing is not optimally contribute to the progress of equitable distribution of infrastructure in the regions. The demand for regional development after reform and autonomy brings up the idea that Sukuk can also be issued by local governments that can reach local community investment. This research uses a normative juridical research method with a statutory approach. The research problem formulation is: (1) How is the legal posisition of municipal Islamic bonds in terms of Islamic economic law? (2) What are the arrangements for municipal Islamic bonds and the mechanism for implementing municipal Islamic bonds in Indonesia? (3) What is the analysis of constitutional effort related to the legalize of municipal Islamic bonds policy in Indonesia The analysis of this research was carried out on two theories maslahah mursalah and the Islamic law Positivism. The result, regional sukuk is one of the instruments of Islamic economics in the field of muamalah in the Islamic capital market scheme. Islamic municipal bonds is based on underlying assets, the profit comes from the ratio of the margin and profit-sharing base on the syariah contract used. While the regional bonds rely on profits from interest/riba. In terms of regulation, the implementation of regional Sukuk has not been regulated in a positive legal framework, so that its implementation still refers to the provisions of bonds and the capital market in general. This research suggests, it is necessary to have a strategic effort from all parties, both the Central Government, Regional Government, Academics and Ulama to encourage the legal positivism of regional Sukuk laws and regulations in Indonesia through the idea of establishing the Surat Berharga Syariah Daerah (SBSD) and Regional Regulations about regional sukuk.
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2020
T54793
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6   >>