Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 6 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Dahlan
"Pendahuluan
A. Latar Belakang Masalah
Pada tanggal 30 Nopember 1957, Presiden Soekarno mengunjungi Perguruan Cikini di Jalan Cikini no. 76 Jakarta Pusat. Di perguruan yang jenjang pendidikan dasar dan menengah itu banyak pejabat tinggi negara yang memasukkan putra-putrinya untuk belajar.1
Kunjungan Presiden Soekarno untuk memenuhi undangan Johan Sirie ( Direktur Percetakan Gunung Sari) dan Sumadji Muhammad Sulaimani (Kepala Perguruan Cikini) sebagai panitia penyelenggara,2 sehubungan dengan putra-putrinya (Muhammad Guntur Soekarnoputra dan Megawati Soekarno Putri) yang belajar di sekolah tersebut, untuk menyaksikan Lustrum III , yaitu perayaan 15 tahun berdirinya Perguruan Cikini. Dalam perayaan tersebut, selain sebagai anggota panitia penyelenggara, juga Megawati sebagai penjaga stand.3"
Depok: Universitas Indonesia, 1997
T1607
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rinaldy Amrullah
"ABSTRAK
Pekerja/buruh dan pengusaha adalah para pelaku utama di tingkat perusahaan. Di satu sisi, para pengusaha dan pekerja mempunyai kepentingan yang sama yaitu kelangsungan hidup dan kemajuan perusahaan, namun disisi lain tidak dipungkiri diantara keduanya terdapat perbedaan bahkan potensi konflik. Konflik tersebut berkaitan dengan persepsi atau interpretasi yang tidak sama tentang kepentingan masing-masing pihak yang pada dasarnya memang ada perbedaan
Sebelum th 2004, penyelesaian perselisihan hubungan industrial masih didasarkan pada peraturan yang lama yaitu UU No. 22 Th 1957 ttg Penyelesaian Perselisihan Perburuhan. Undang-undang No. 22 Th 1957 tersebut membagi perselisihan hubungan industrial menjadi perselisihan hak dan perselisihan kepentingan. Dikenal pula Iembaga P4D (Panitia Penyelesaian Perburuhan Daerah) dan P4P (Panitia Penyelesaian Perselisihan Perburuhan Pusat)
Pada tanggal 14 Januari 2004 disahkanlah Undang-undang No. 2 Th 2004 Tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial yang mulai berlaku efektif pada tanggal 14 Januari 2004. Berkaitan dengan disahkannya UU No. Th 2004 adalah menyangkut eksistensi Pengadilan Hubungan Industrial yang berakibat dihilangkannya lembaga yang selama ini ada dan dikenal untuk menyelesaikan perselisihan hubungan industrial yaitu P4D dan P4P.
Dalam UU No. 2 Th 2004, perselisihan hubungan industrial tidak hanya dipandang sebagai perselisihan hak dan perselisihan kepentingan, tetapi juga menyangkut perselisihan PHK dan perselisihan antar serikat pekerja dan serikat pekerja hanya dalam satu perusahaan. UU No. 22 Th 1957 hanya mengatur penyelesaian perselisihan hak dan perselisihan secara kolektif saja, sedangkan dalam perspektif lain penyelesaian perselisihan hubungan industrial pekerja secara perorangan belum terakomodasi.
Apabila dikaji dari soal efisiensi waktu penyelesaiannya, maka dapat dilihat bahwa proses penyelesaian perselisihan hubungan industrial menurut UU No. 22 Th 1957 sangat bertele-tele. Dan proses bipartit hingga panitia penyelesaian perselisihan perburuhan Pusat. Dan hasil tersebut, ternyata masih berkepanjangan karena hasil dan P4P itu masuk dalam kualifikasi Beschikking, sehingga dapat dimajukan upaya hukum PTUN sampai Mahkamah Agung.
Dalam UU No. 2 Th 2004 mempunyai semangat bahwa penyelesaian sengketa dari awal hingga akhir tidak akan melebihi waktu 140 hari, namun bukan berarti pula undangundang ini lebih baik dan UU No. 22 Th 1957 Ttg Penyelesaian Perselisihan Perburuhan karena tidak konsekuensi sanksi terhadap tingkatan pengadilan apabila melewati batas waktu yang telah ditentukan untuk memberikan putusan yang final terhadap permasalahan sengketa hubungan industrial
"
Depok: Universitas Indonesia Fakultas Hukum, 2007
T 02209
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rinaldy Amrullah
"ABSTRAK
Pekerja/buruh dan pengusaha adalah para pelaku utama di tingkat perusahaan. Di satu sisi, para pengusaha dan pekerja mempunyai kepentingan yang sama yaitu kelangsungan hidup dan kemajuan perusahaan, namun disisi lain tidak dipungkiri diantara keduanya terdapat perbedaan bahkan potensi konflik. Konflik tersebut berkaitan dengan persepsi atau interpretasi yang tidak sama tentang kepentingan masing-masing pihak yang pada dasarnya memang ada perbedaan
Sebelum th 2004, penyelesaian perselisihan hubungan industrial masih didasarkan pada peraturan yang lama yaitu UU No. 22 Th 1957 ttg Penyelesaian Perselisihan Perburuhan. Undang-undang No. 22 Th 1957 tersebut membagi perselisihan hubungan industrial menjadi perselisihan hak dan perselisihan kepentingan. Dikenal pula Iembaga P4D (Panitia Penyelesaian Perburuhan Daerah) dan P4P (Panitia Penyelesaian Perselisihan Perburuhan Pusat)
Pada tanggal 14 Januari 2004 disahkanlah Undang-undang No. 2 Th 2004 Tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial yang mulai berlaku efektif pada tanggal 14 Januari 2004. Berkaitan dengan disahkannya UU No. Th 2004 adalah menyangkut eksistensi Pengadilan Hubungan Industrial yang berakibat dihilangkannya lembaga yang selama ini ada dan dikenal untuk menyelesaikan perselisihan hubungan industrial yaitu P4D dan P4P.
Dalam UU No. 2 Th 2004, perselisihan hubungan industrial tidak hanya dipandang sebagai perselisihan hak dan perselisihan kepentingan, tetapi juga menyangkut perselisihan PHK dan perselisihan antar serikat pekerja dan serikat pekerja hanya dalam satu perusahaan. UU No. 22 Th 1957 hanya mengatur penyelesaian perselisihan hak dan perselisihan secara kolektif saja, sedangkan dalam perspektif lain penyelesaian perselisihan hubungan industrial pekerja secara perorangan belum terakomodasi.
Apabila dikaji dari soal efisiensi waktu penyelesaiannya, maka dapat dilihat bahwa proses penyelesaian perselisihan hubungan industrial menurut UU No. 22 Th 1957 sangat bertele-tele. Dan proses bipartit hingga panitia penyelesaian perselisihan perburuhan Pusat. Dan hasil tersebut, ternyata masih berkepanjangan karena hasil dan P4P itu masuk dalam kualifikasi Beschikking, sehingga dapat dimajukan upaya hukum PTUN sampai Mahkamah Agung.
Dalam UU No. 2 Th 2004 mempunyai semangat bahwa penyelesaian sengketa dari awal hingga akhir tidak akan melebihi waktu 140 hari, namun bukan berarti pula undangundang ini lebih baik dan UU No. 22 Th 1957 Ttg Penyelesaian Perselisihan Perburuhan karena tidak konsekuensi sanksi terhadap tingkatan pengadilan apabila melewati batas waktu yang telah ditentukan untuk memberikan putusan yang final terhadap permasalahan sengketa hubungan industrial
"
Depok: Universitas Indonesia Fakultas Hukum, 2007
T19895
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Syarif Thoyib
"ABSTRAK
Suasana revolusi kemerdekaan 1945-1949 cukup efektif dalam proses pembentukan suatu etos pejuang di kalangan Tentara Nasional Indonesia (TNI) pada saat itu. Dalam suasana kepejuangan tersebut, relatif tidak memungkinkan bagi tumbuhnya suatu dikhotomi yang secara tegas membagi fungsi militer dan nonmiliter. Yang ada justru kekaburan fungsi di antara keduanya, sehingga TNI sejak lahirnya sudah terbiasa dengan kancah kehidupan di mana fungsi hankam dan fungsi kekuatan sosial-politik berpadu sekaligus.
Tetapi selepas perang kemerdekaan itu selesai, pengalaman berharga kalangan TNI selama perang kemerdekaan tersebut tidak bisa dijadikan sebagai sumber legitimasi baginya untuk terjun dalam bidang politik seterusnya. Keinginan dari para politisi sipil untuk menegakkan secara tegas sistem demokrasi liberal bagi negara Indonesia (sejak RIS pada 1949) membawa akibat terhadap kebijaksa_naan ketentaraan yang ada. Hal ini berarti hilangnya kesempatan bagi TNI untuk terjun dalam kancah politik, sebab sistem Liberal menghendaki adanya suatu supremasi sipil atas militer, di mana kedudukan militer tidak lebih hanyalah sebagai alat negara. Kondisi demikian meskipun menimbulkan rasa ketidakpuasan bagi sebagian kalangan TNI, tetapi banyak pula didukung oleh sebagian para perwiranya, terutama yang berasal dari unsur KNIL.
Dalam realisasinya, sistem tersebut di atas tidak berjalan seacara mulus. Konflik antar perwira militer dengan kalangan politisi sipil (partai-partai politik) sering muncul ke permukaan. Rasa kecurigaan di antara keduanya sering menjadi penyebab konflik-konflik tersebut, di mana manuver-manuver politik yang sering dilakukan oleh kalangan politisi sipil dianggap sebagai intervensi yang melewati batas hak istimewa dan wewenang intern militer. Tekanan-tekanan yang dianggap merugikan TNI tersebut ternyata semakin menumbuhkan semangat korps di antara mereka, termasuk para perwira yang sebelumnya menerima sistem supremasi sipil. Keberanian dari kalangan TNI untuk mulai mengutarakan kepentingan dan keinginan politiknya mulai muncul perlahan ke permukaan.
Sementara itu di kalangan intern politisi sipil sendiri justru semakin terjebak dalam polarisasi yang tajam. Dengan membawa ideologi partainya masing-masing, mereka bersaing keras dan saling bertikai dalam upayanya menancapkan pengaruh dalam kehidupan kenegaraan. Pemerin_tahan tidak pernah bertahan lama dan terus berganti-ganti, sehingga penyelenggaraan roda pemerintahan tidak berjalan efektif dan menuju kepada krisis. Dampak akhirnya adalah timbulnya krisis legitimasi bagi pemerintahan partai_-partai itu sendiri. Hal ini mengakibatkan di beberapa daerah wilayah Indonesia, muncul ungkapan-ungkapan ketidakpuasan yang menjurus kepada regionalisme untuk memisahkan diri dari pemerintahan pusat.
Dalam suasana yang semakin khaos, dimana eksistensi negara Republik Indonesia sedang dipertaruhkan inilah akhirnya muncul kebijakan untuk mempermaklumkan keadaan darurat perang bagi seluruh wilayah RI pada tahun 1957. Momentum inilah yang menjadi peluang bagi militer untuk mulai menancapkan diri terjun dalam bidang politik. Undang-undang Keadaan Darurat (Bahaya) telah menjadi semacam charta politik yang memberikan legitimasi bagi TNI untuk terjun mengemban fungsi kekuatan hankam dan sosial politik sekaligus. Selama berlangsungnya rasa keadaan darurat perang tersebut (1957-1563), TNI telah berhasil memanfaatkan kesempatan sehingga tercipta basis-basis yang kuat, yang nemungkinkan kesinambungannya untuk tetap berdwifungsi dalam sistem kenegaraan Republik Indonesia hingga saat ini.

"
1990
S12664
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rotterdam: NAi Publishers, 2002
720.92 BEN
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Chairijah
"Kegiatan pengangkutan barang melalui laut mengandung resiko cukup besar baik bagi pemilik barang maupun bagi pemilik kapal / pengangkut. Resiko yang mungkin dihadapi adalah penurunan nilai barang secara ekonomis, kualitas dan kuantitas. Oleh karena itu Para pihak berupaya mengurangi resiko dengan membuat perjanjian pengangkutan,antara pemilik barang dan pengangkut. Yang penting dalam perjanjian adalah hubungan sebab - akibat antara timbulnya kerugian dengan kewajiban yang harus dipenuhi pengangkut. Ketentuan tentang ganti rugi yang diberikan oleh pengangkut terhadap pemilik barang, di setiap negra berbeda. Perbedaan tersebut berkaitan erat dengan taraf perekonomian suatu negara. Indonesia memberikan ganti rugi sebesar Rp.600,-/potong barang atau Rp.500,-permeter kubik(PS470 & 474 KUHD) Eropa menggunakan The Hague Rules dengan ganti rugi 100.Poundsterling/koli, disempurnakan dengan The Hague Visby Rules sebesar 1000.F.F. , Hamburg Rules 835 Unit S.D.R. Perkembangan selanjutnya dikenal dengan sistem slices tonage/sesuai dengan bobot mati kapal, ketentuan yang mengaturnya adalah Brussel Convention 1957 sebesar 3100.Francs/tonasi untuk kapal dengan bobot mati 300 ton,
London Convention 1976 333.000 SDR.Indonesia belum meratifikasi semua konvensi internasional, namun dalam praktek telah tunduk secara diam-diam kemungkinan alasannya adalah kondisi pelayaran nasional masih memprihatinkan, disamping sumber daya manusia, permodalan, peraturan, belum mendukung, dan kapal yang digunakan bukan kapal baru yang rentan terhadap kecelakaan. Jika konvensi tersebut tetap dilaksanakan apakah kita mampu?, di sisi lain Indonesia harus segera meratifikasi sebagai upaya harmonisasi ketentuan nasional terhadap ketentuan internasional dalam menghadapi kemajuan ekonomi, transportasi dimasa yang akan datang."
Depok: Universitas Indonesia, 1997
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library