Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 10 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Qusthalani
"Abstrak
Permasalahan yang sering muncul dalam pembelajaran fisika di daerah khusus (3T) yaitu minimnya sarana dan prasarana laboratorium. Solusi yang diberikan yaitu menggunakan Laboratorium Fisika Virtual atau maya dari portal rumah belajar, karena sekolah di daerah khusus (3T) minim jaringan internet maka rumah belajar versi offline menjadi pilihan utama. Peserta didik yang menggunakan laboratorium maya tersebut diberikan tantangan untuk menyelesaikan tugas yaitu one month one exsperimen (OMMEN). Tujuan penelitian ini yaitu meningkatkan kreativitas guru fisika dalam setiap proses belajar mengajar dan meningkatkan hasil belajar siswa melalui pemnafaatan laboratorium maya pada portal rumah belajar dalam pembelajaran fisika. Hasil penelitian yang didapatkan yaitu aktivitas guru dan siswa dalam kegiatan belajar mengajar mencerminkan keterlaksanaan model OMMEN, aktivitas guru paling dominan pada siklus pertama adalah menjawab pertanyaan yang diajukan siswa (skor 3), siklus kedua memberikan permasalahan yang berhubungan dengan materi yang akan diajarkan kepada siswa (skor 4), siklus ketiga memberikan permasalahan yang berhubungan dengan materi yang akan diajarkan kepada siswa (skor 5), sedangkan aktivitas siswa paling dominan pada siklus pertama, mengajukan pertanyaan (skor 3), siklus kedua memecahkan permasalahan yang diberikan guru (skor 4), dan siklus ketiga memecahkan masalah yang diberikan guru (skor 5). Peningkatan hasil belajar siswa dari siklus I sampai dengan siklus III. Pada siklus I hasil rata rata yang diperoleh adalah 71,2 meningkat menjadi 80,08 pada siklus II dan pada siklus III mengalami peningkatan lagi sebesar 89,24."
Jakarta: Pusat Teknologi Informasi dan Komunikasi Pendidikan, KEMENDIKBUD, 2019
371 TEKNODIK 23:2 (2019)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Ajeng Pribadi Salam
"Fenomena stunting masih menjadi salah satu masalah kesehatan di Indonesia. Anak-anak di daerah tertinggal (3T) sangat berisiko mengalami stunting karena berbagai macam faktor salah satunya adalah pola makan dan pola asuh yang kurang tepat selama 1000 HPK. Selama ini peran orang tua sering kali dianggap sebagai satu-satunya cara untuk menekan angka terjadinya kasus stunting pada anak. Padahal, penanganan masalah stunting ini memerlukan komitmen serta kerja sama dari masyarakat, termasuk peran kader. Kader diharapkan memiliki kemampuan serta pemahaman yang baik terkait pencegahan stunting sehingga informasi yang disampaikan dapat diterima dengan mudah oleh para ibu. Untuk dapat meningkatkan hal tersebut, maka diperlukan sebuah solusi yang dapat menunjang kinerja para kader serta memastikan informasi yang disampaikan oleh para kader sesuai dengan panduan yang diberikan oleh kementerian kesehatan. Oleh karena itu, penulisan karya tulis ilmiah ini dimaksudkan untuk merancang sebuah konsep inovasi terkait penggunaan aplikasi berbasis aplikasi digital bernama EPICS. EPICS merupakan sebuah aplikasi yang diharapkan mampu menjadi sarana bagi perawat dalam menyalurkan keilmuan mereka terkait pencegahan stunting utamanya kepada para kader untuk kemudian disebarluaskan kepada para ibu yang berada di daerah 3T.

The phenomenon of stunting is still one of the health problems in Indonesia. Children in disadvantaged areas (3T) are very at risk of stunting due to various factors, one of which is improper diet and parenting during 1000 HPK. So far, the role of parents is often considered as the only way to reduce the number of stunting cases in children. In fact, handling the stunting problem requires commitment and cooperation from the community, including the role of cadres. Cadres are expected to have the ability and good understanding of stunting prevention so that the information conveyed can be easily accepted by mothers. To be able to improve this, a solution is needed that can support the performance of the cadres and ensure that the information submitted by the cadres is in accordance with the guidelines provided by the ministry of health. Therefore, the writing of this scientific paper is to design an innovation concept related to the use of digital application-based applications called EPICs. EPICS is an application that is expected to be a means for nurses to connect their knowledge related to stunting prevention primarily to cadres and then disseminated to mothers in the 3T area."
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2022
TA-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Mizzart Al Fatih
"Artikel ini membahas evaluasi program gerakan pendidikan di daerah 3T (Tertinggal, Terluar, dan Terdepan) dengan menggunakan Model CIPP (Context, Input, Process, Product) untuk menilai keberhasilan program Gerakan Universitas Indonesia Mengajar Angkatan 9. Model gerakan pendidikan di setiap negara, dapat dibedakan berdasarkan konteks kultural dan spasial, dan berkaitan dengan kebutuhan atas pendidikan yang berbeda-beda, seperti kemampuan siswa, keterlibatan orang tua, dan kualitas guru. Model gerakan pendidikan di Indonesia umumnya disebabkan oleh konteks spasial, yaitu akses pendidikan tidak merata yang dapat terlihat dari kondisi kualitas pendidikan di daerah tertinggal, terluar, dan terdepan. Hasil studi menunjukkan adanya relevansi terkait rancangan program dan kebutuhan di titik aksi pada pihak penerima manfaat. Namun, program perlu melakukan aktivitas yang seimbang pada siswa, orang tua, dan guru. Dalam prosesnya, implementasi yang tidak optimal di titik aksi berkaitan dengan keterbatasan dari program dan pihak pemberi manfaat. Hasil evaluasi menunjukkan keberhasilan program pada siswa, orang tua, dan guru. Saran bagi program yang dapat dilakukan adalah: 1) menggali lebih dalam relevansi pada orang tua; 2) membuat program untuk masing-masing penerima manfaat; 3) mengkaji ulang kesesuaian pada proses penentuan titik aksi, aktivitas-aktivitas, dan implementasinya; dan 4) mengurangi titik aksi dalam upaya meningkatkan kuantitas dan kualitas program di titik aksi.

This article discusses the evaluation of education movement programs in the 3T area (Foremost, Outermost, and Underdeveloped) using the CIPP Model (Context, Input, Process, Product) to assess the success of the Universitas Indonesia Teaching Movement Program Batch 9. Educational movement models in each country can be differentiated based on cultural and spatial contexts, and related to different educational needs, such as student ability, parental involvement, and teacher quality. The model of the education movement in Indonesia is generally caused by the spatial context, namely unequal access to education which can be seen from the condition of the quality of education in underdeveloped, outermost, and frontier areas. The results of the study indicate the relevance of program design and the need for the point of actions on the part of the beneficiaries. However, the program needs to carry out balanced activities between students, parents, and teachers. In the process, the implementation is not optimal at the point of actions due to the limitations of the program and the beneficiaries. The evaluation results show the success of the program to students, parents, and teachers. Suggestions for programs that can be done are: 1) dig deeper into the relevance of parents; 2) create programs for each beneficiary; 3) reviewing the suitability of the process of determining the point of actions, activities, and their implementation; and 4) reducing the point of actions for increasing the quantity and quality of programs at the point of actions."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2021
TA-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Irwan Widya Sasongko
"Pemerintah melalui Kementerian Komunikasi dan Informatika terus menerus mengupayakan agar pembangunan digitalisasi di seluruh wilayah Indonesia, secara merata dapat diperoleh seluruh penduduknya, dengan membangun sarana telekomunikasi terutama internet di wilayah yang secara finansial tidak layak untuk dikembangkan oleh pihak swasta. Sebagai affirmative policy, Kementerian Komunikasi dan Informatika bertanggungjawab dalam memastikan pembangunan sektor telekomunikasi dapat dinikmati di seluruh wilayah Indonesia. Tujuan penelitian yaitu mengetahui faktor profil pengguna yang membedakan kemampuan membayar penggunaan layanan internet BTS BAKTI dan merumuskan strategi BAKTI dalam pengembangan penggunaan layanan internet BTS BAKTI di daerah 3T (Terdepan, Terluar dan Tertinggal). Metode penelitian diterapkan melalui analisis data kualitatif dan kuantitatif (mix method). Sampel (responden) yaitu masyarakat yang berada di daerah 3T, mengguna purposive sampling methode untuk mengetahui profil pengguna dan kemampuan membayar layanan internet. Narasumber dipergunakan pihak Kementerian Telekomunikasi dan Informatika melalui wawancara mendalam (indept interview) untuk keperluan perumusan strategi BAKTI. Hasil penelitian ini menemukan bahwa kemampuan membayar akses internet masyarakat pengguna layanan internet BTS BAKTI di daerah 3T sudah dapat disejajarkan dengan penggunaan internet selain di daerah 3T dan sudah cenderung termasuk menjadi kebutuhan primer keluarganya. Pengguna layanan internet BTS BAKTI diindikasikan menempatkan pengeluaran untuk akses internet sebagai kebutuhan primer. Rumusan strategi BAKTI dalam pengembangan penggunaan layanan internet BTS BAKTI di daerah 3T dilakukan melalui: 1) Strategi efektivitas dan efisiensi pemanfaatan suberdaya secara berkesinambungan melalui komunikasi dan koordinasi yang terintegrasi antara pihak swasta, pemerintah pusat dan pemerintah daerah, 2) Strategi sosialisasi dan pemberdayaan penggunaan TIK dalam meningkatkan produktivitas melalui pemahaman penggunaan internet, dan 3) Strategi peningkatan kapasitas teknologi telekomunikasi yang mampu menjangkau cakupan layanan lebih luas, kapasitas pengguna yang lebih besar dan teknologi terbaru, 4) Strategi kerjasama yang lebih menguntungkan dengan pemilihan operator seluler sesuai dengan kebutuhan masyarakat, dan 5) Strategi penguatan pembinaan terhadap SDM dengan melakukan alignment melalui permintaan dan kebutuhan di daerah.

The government through the Ministry of Communication and Information Technology continues to strive for the benefits of digitalization to be enjoyed by all residents of the Republic of Indonesia by building telecommunications networks in areas that are not financially attractive to be developed by the private sector. As an affirmative policy, the Ministry of Communication and Information Technology is here to ensure that development, especially in the telecommunications sector, reaches all regions of Indonesia. The purpose is to determine the user profile factors that differentiate the use of BAKTI BTS internet services and formulate BAKTI strategies in developing the use of BAKTI BTS services in 3T areas (Frontier, Outermost and Disadvantaged). The research method is carried out through quantitative and qualitative data analysis (mixed methods). Samples (respondents), namely people in the 3T area, use purposive sampling method to see user profiles and the ability to pay for internet services. Resource persons used by the Ministry of Telecommunications and Informatics in-depth interviews (in-depth interviews) for the purposes of BAKTI strategy formulation. The results found that the ability to pay for community internet services for BAKTI BTS internet users in 3T areas can be aligned with internet usage other than in 3T areas and tends to be the primary need of their families. Internet users of BTS BAKTI indicated spending on internet access as a primary need. The formulation of the BAKTI strategy in developing the use of BAKTI BTS internet services in 3T areas is carried out through: 1) Strategies for the effectiveness and sustainable utilization of resources through integrated communication and coordination between the private sector, central government and local governments, 2) Socialization and empowerment strategies for the use of ICT in increase productivity through understanding the use of the internet, and 3) a strategy to increase the capacity of telecommunications technology that is able to reach a wider range of services, greater user capacity and the latest technology, 4) More profitable cooperation strategies by selecting mobile operators according to community needs, and 5 ) The strategy for strengthening the development of the right human resources to make alignment with the demands/needs in the regions. "
Jakarta: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2021
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muchammad Abdun Nafik
"

Rasio elektrifikasi di Indonesia pada tahun 2019 mencapai 98.89% namun masih banyak daerah yang rasio elektrifikasinya tergolong rendah, bahkan beberapa daerah masih belum menikmati akses listrik. Elektrifikasi rendah terutama dirasakan oleh masyarakat Indonesia yang tinggal di daerah 3T (terdepan, terluar, dan tertinggal) atau di pulau-pulau kecil. Namun di sisi lain, Indonesia yang secara geografis adalah negara kepulauan dan berada di kawasan tropis memiliki potensi tinggi dalam pengembangan energi terbarukan (ET) sebagai sumber tenaga listrik, khususnya energi surya. Penelitian ini bertujuan untuk merancang model solar home & pumpung system (SHPS) dan menilai kelayakannya. Dalam konsep ini skema SHPS bertujuan memberikan akses listrik kepada masyarakat 3T untuk kebutuhan penerangan dan akses air bersih. Sebanyak 4 unit Lampu LED 3 watt yang dilengkapi baterai digunakan untuk penerangan setiap rumah tangga, sementara pompa air 600 watt dapat digunakan secara komunal untuk 150 rumah tangga. Baik lampu maupun pompa air mendapat pasokan energi listrik dari panel surya masing-masing. Terdapat 3 skenario dalam implementasi SHPS untuk total 150 rumah tangga dengan tingkat diskonto untuk investasi sebesar 10%. Skenario 1 adalah investasi penuh sebesar Rp 806 juta, NPV = Rp 2.8 juta, IRR = 10.05%, PI = 1.003, payback period dalam 9 tahun, masa manfaat 20 tahun. Skenario 2 adalah hibah penuh oleh pemerintah/swasta dengan anggaran 480.5 juta. Skenario 3 adalah hibah oleh pemerintah/swasta untuk lampu tenaga surya (program LTSHE) dan skema investasi untuk pompa air tenaga surya dengan biaya investasi Rp 56 juta, NPV = Rp 1.2 juta, IRR = 11.21%, PI = 1.021, payback period 3 tahun, dengan masa manfaat selama 20 tahun. Keunggulan lain dalam skema SHPS adalah potensi eleminasi emisi karbon dioksida sebesar 4.5 ton per tahun jika untuk kebutuhan yang sama digunakan genset berbahan bakar minyak diesel. Oleh karena itu, SHPS layak dikembangkan dalam mendukung peningkatan elektrifikasi di kawasan 3T.


The electrification ratio of Indonesia has achieved 98.89% in 2019, but there are still many regions where the electrification ratio is relatively low, even some still do not enjoy access to electricity. Low electrification is especially felt by Indonesians living in 3T areas (terdepan/ frontier, terluar/outermost, dan tertinggal/lagging) or on small islands. On the other side, Indonesia, that is geographically an archipelagic and located in the tropics, has high potential in the development of renewable energy for electrical power generation especially solar energy. This study aims to design a solar home & pumpung system (SHPS) model and assess its feasibility. In this concept the SHPS scheme is purposed to provide electricity access to 3T community for the needs of illumination and access to clean water. A total of 4 units of 3 watt LED lights integrated with batteries are used for lighting each household, while a 600 watt water pump can be used communally for 150 households. Both the lamp and the water pump are supplied with electrical energy from their respective solar panels. There are 3 scenarios in the implementation of SHPS for a total of 150 households with a discount rate for investments of 10%. Scenario 1 is a full investment of Rp 806 million, NPV = Rp 2.8 million, IRR = 10.05%, PI = 1,003, payback period in 9 years, with a lifetime of 20 years. Scenario 2 is a full grant by the government/private sector with a budget of Rp 480.5 million. Scenario 3 is a grant by the government/private sector for solar lights (LTSHE program) and an investment scheme for solar water pumps with an investment cost of Rp 56 million, NPV = Rp 1.2 million, IRR = 11.21%, PI = 1,021, payback period of 3 years, with a lifetime of 20 years. Another advantage in the SHPS scheme is the potential elimination of carbon dioxide emissions of 4.5 tons per year if for the same needs utilized diesel-fueled generators. Therefore, SHPS is feasible to be developed in support of increasing electrification in the 3T region.

"
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia , 2020
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Adinda Prawitasari
"Indonesia merupakan negara kepulauan yang harus dapat mengoptimalkan sumber daya energi sehingga tercapai kemandirian dan ketahanan energi untuk pemerataan dan percepatan pembangunan perekonomian daerah yang jauh dari pusat kota atau disebut daerah 3T (Terdepan, Terpencil, Tertinggal). Peningkatan keandalan listrik untuk daerah 3T di Indonesia yang lebih ekonomis dapat dilakukan dengan optimasi sistem manajemen energi terbarukan dengan energi fosil yang sudah digunakan sebelumnya. Oleh karena itu dilakukan optimasi kedua sumber energi tersebut dengan tiga rancangan optimasi yaitu (1) PV-Baterai; (2) PV-Baterai-Generator Diesel 24 jam; (3) PV-Baterai-Generator Diesel 12 jam;. Sumber energi dari rancangan optimasi yang dilakukan tanpa terhubung ke jaringan utama dikarenakan daerah 3T yang tidak dapat akses dari jaringan utama. Simulasi menggunakan profil beban harian pada 7 daerah di Indonesia dengan hasil rancangan optimasi 1 memerlukan kapasitas PV dan baterai yang lebih besar dibandingkan rancangan optimasi lain dimana besar kapasitas PV juga mempengaruhi besar kapasitas baterai tetapi jka dalam sistem terdapat generator diesel hal tersebut tidak terpengaruhi dikarenakan adanya sumber energi lainnya. Jika dilihat dari pembiayaan seluruh sistem pada ketiga rancangan optimasi, sistem pembangkit hibrida untuk daerah 3T yang paling optimal adalah skema Optimasi 2, dimana pemanfaatan energi terbarukan diatas 90% dari seluruh sistem juga total biaya bersih saat ini pada sistem dan biaya pokok produksinya yaitu NPC dan COE yang paling rendah. Sistem pembangkit hibrida dapat meningkatkan keandalan sistem untuk menyediakan akses listrik 24 jam yang akan meningkatkan kualitas hidup masyarakat di daerah 3T

Indonesia is an archipelagic country that must be able to optimize energy resources so that energy independence and security for equitable distribution and acceleration of regional economic development that are far from the city center or called 3T areas (Front, Remote, Disadvantaged). The use of electricity for 3T areas in Indonesia which is more economical can be done by optimizing the renewable energy management system with pre-existing fossil energy. Therefore, the optimization of the two energy sources was carried out with three optimization designs, namely (1) PV-Battery; (2) PV-Battery-Diesel Generator 24 hours; (3) PV-Battery-Diesel Generator 12 hours;. The energy source of the optimization design is carried out without being connected to the main network because the 3T area cannot access from the main network. The simulation of the use of loads in 7 regions in Indonesia with the results of daily design optimization 1 requires a larger PV and battery capacity than other optimization designs where the large PV capacity also affects the battery capacity but if in the system there is a diesel generator it is not affected because of the source other energy. When viewed from the financing of the entire system in the three optimization designs, the most optimal hybrid power generation system for the 3T area is the Optimization 2 scheme, where the use of renewable energy is above 90% of the entire system as well as the current total net cost of the system and its basic production costs, namely NPC and lowest COE. The hybrid generation system can improve the system to provide 24-hour electricity access which will improve the quality of life of the people in the 3T area."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rakhmad Hidayat
"Background: COVID-19 infection is caused by a novel coronavirus. One of the most used strategies that can be used to control the spread of COVID-19 is the 3T (test, trace, and treatment) strategy. This study aimed to evaluate the 3T strategy to control COVID-19 infection in a COVID-19 Referral Hospital in Depok, West Java, Indonesia. Methods: this is a cross-sectional study conducted at the University of Indonesia Hospital. The study was conducted in June 2020 with 742 participants (staff members) using secondary data from polymerase chain reaction (PCR) test results. We presented data in the descriptive form and performed bivariate analysis using the chi-square/Fischer test for categorical data. Results: the PCR test results were positive in 83 (11.1%) participants, with a case-per-tracing ratio of 1:24 and 1:2 in the first and third phases of tracing, respectively. The COVID-19 case graph for the participants decreased along with the implementation of the 3T strategy. The positivity rate in the first phase of tracing was 20% and decreased to 5% in the third phase of tracing. Staff with confirmed positive test results were advised to isolate themselves (hospital or self-isolation). Hospital isolation was found to be associated with the duration of PCR test conversion (p<0.001). Conclusion: the 3T strategy is effective for controlling the spread of COVID-19. The strategy should be implemented simultaneously with other health precautions to reduce the risk of spreading infection."
Jakarta: University of Indonesia. Faculty of Medicine, 2020
610 UI-IJIM 52:3 (2020)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Ariq Rahadianto
"Dunia sedang menghadapi wabah COVID-19 yang membuat seluruh proses pembelajaran dan perkuliahan dilakukan secara daring. Namun saat ini kasus COVID-19, khususnya di Indonesia sudah menunjukkan penurunan sehingga pembelajaran sudah mulai dilakukan secara luring. Adanya perubahan metode perkuliahan dari daring ke perkuliahan luring akibat kasus COVID-19 yang sudah mulai menurun ini membuat mahasiswa harus menyesuaikan diri. Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan secara mendalam mengenai proses penyesuaian diri mahasiswa tingkat 2 yang tinggal di daerah 3T dalam menghadapi perubahan metode perkuliahan dari daring ke luring. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan pendekatan fenomenologi. Hasil dari penelitian merupakan gambaran penyesuaian diri mahasiswa tingkat 2 dari daerah 3T yang berisi pengalaman, perasaan, cara menyesuaikan diri terhadap perubahan metode perkuliahan dari daring ke luring.

The world is facing COVID-19 which has made the entire learning and lecture process carried out online. However, currently the cases of COVID-19, especially in Indonesia, have shown a decrease, so learning has begun to be carried out offline. There has been a change in lecture methods from online to offline lectures due to the COVID-19 case which has started to decrease, forcing students to adapt. This study aims to describe in depth the adjustment process of level 2 students living in the 3T area in dealing with changes in lecture methods from online to offline. This study uses a qualitative method with a phenomenological approach. The results of the study are a description of the adjustment of level 2 students from the 3T area which contains experiences, feelings, how to adjust to changes in lecture methods from online to offline."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
"Tulisan ini akan membahas upaya kearah pembelajaran terintegrasi TIK untuk pembelajaran di SDN Marore dan SMPN 3 Tabukan Utara, Pulau Marore, Kabupaten Sangihe, Sulawesi Utara. Kedua sekolah ini termasuk ke dalam kategori daerah 3T (terdepan, tertinggal, dan terpencil). Penentuan sekolah dan daerah dilakukan melalui studi kelayakan. Kedua sekolah ini tidak hanya dilengkapi Pusat Teknologi Informasi dan Komunikasi Pendidikan (Pustekkom) dengan fasilitas/perangkat TIK, berbagai sumber belajar digital, tetapi juga guru dan teknisinya dilatih di bidang pengoperasian dan pemeliharaan perangkat TIK, perancangan dan pengembangan bahan belajar. Tulisan ini bertujuan untuk mengkaji berbagai upaya kearah pembelajaran terintegrasi TIK. Untuk mencapai tujuan ini penulis menggunakan pedoman wawancara dan angket serta melaksanakan focus group discussion (FGD) dan hasilnya disajikan secara deskriptif. Responden menyatakan bahwa dengan diperkenalkannya pembelajaran terintegrasi TIK, sangat bermanfaat terhadap upaya peningkatan kualitas pembelajaran. Oleh karena itu, direkomendasikan agar dilakukan pelatihan secara berkelanjutan dan intensif, tidak hanya tentang merancang dan mengembangkan bahan-bahan belajar digital tetapi juga mengenai penerapan strategi dalam pembelajaran terintegrasi TIK."
TEKNODIK 19:1 (2015)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Andre Laksono Putro
"Elektrifikasi 1723 desa 3T yang belum teraliri listrik menggunakan energi terbarukan sejalan dengan program Pemerintah Indonesia untuk menurunkan emisi GRK sebesar 29% pada tahun 2030 dan mencapai SDG’s point 7. Tantangan elektrifikasi desa 3T adalah letak desa yang tersebar, potensi energi terbarukan bervariasi dan nilai keekonomian yang rendah. Untuk menjawab tantangan tersebut, penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan gambaran tarif microgrid desa 3T berdasarkan insentif yang tepat dan desain teknis yang optimal. Metodologi penelitian adalah klasterisai menggunakan Clara dan pemodelan optimasi untuk mendapatkan kapasitas microgrid. Ada 4 pusat cluster: Sari Tani (Gorontalo), Kubang Kondang (Banten), Tuno Jaya (Maluku), dan Sungai Pisau (Kalimantan Barat). Dari optimasi pemodelan diperoleh konfigurasi microgrid PLTS kapasitas 173 - 607 kWp, PLTB kapasitas 12 kW, dan BESS kapasitas 254 - 946 kWh. Untuk semua desa pusat klaster, tarif dasar untuk model bisnis EPC PLN adalah 3066 - 4115 Rp/kWh, model bisnis PPP adalah 3362 - 4525 Rp/kWh, dan model bisnis Wilus Resco adalah 4051 - 5478 Rp/kWh. Skenario insentif yang paling efektif adalah kombinasi tax allowance, pengurangan emisi karbon, dan subsidi bunga minimal 3% atau hibah capex 25% yang dapat menurunkan tarif dasar sebesar 51-59% sehingga menjadi dibawah 85% biaya pokok penyediaan pembangkit setempat.

Electrification of 1723 underdeveloped, frontier, and outermost villages (3T villages) using renewable energy-based microgrid is vital role in improving electricity access and socio-economic activities in the regions. This development strategy in line with the government of Indonesia's program to reduce Green House Gas (GHG) emissions by 29% in 2030 and to achieve Sustainable Development Goals (SDG’s) point 7. The challenges of 3T villages electrification are the location of villages that are spread out, varied renewable energy potential and low economic value. To answer those challenges, this study aims to cluster the villages based on renewable energy resource and electricity demand and to assess techno-economic viability of microgrid. The clustering the villages using Clara method and design the microgrid system by optimization model of Homer Pro, and also financial analysis is carried out using several incentive scenarios. The result shows that there are 4 cluster centers: Sari Tani (Gorontalo), Kubang Kondang (Banten), Tuno Jaya (Maluku), and Sungai Pisau (Kalimantan Barat) with microgrid configurations PV capacity 173 - 607 kWp, WTG capacity 12 kW, and BESS capacity 254 - 946 kWh kWh. For 4 cluster villages, the base-case tariff of EPC business model is 3066 - 4115 Rp/kWh, Public Private Patnership (PPP) business model is 3362 - 4525 Rp/kWh, and Resco business model is 4051 - 5478 Rp/kWh. The most effective incentive scenario is the combination of tax allowances, carbon emissions reduction, and interest subsidy minimum 3% or grant 25% capex which can reduce base-case tariffs by 51-59 %. Hence it becomes below 85% regional cost of generation.
"
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2021
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library