Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 2 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Adila Nurul Ilma
"Asia Tenggara secara statistik merupakan wilayah yang paling rawan bencana di dunia, menyumbang lebih dari 50% kematian akibat bencana global. Dengan latar belakang ini, the ASEAN Agreement on Disaster Management and Emergency Response (AADMER) berdiri sebagai instrumen terkait manajemen risiko bencana yang mengikat secara hukum pertama di dunia yang telah diratifikasi oleh semua negara anggota ASEAN dan mulai berlaku pada tahun 2009. Menggunakan metode penelitian hukum kualitatif dan normatif, skripsi ini bertujuan untuk menganalisis implementasi AADMER sebagai kerangka kerja yang mengikat secara hukum di ASEAN dengan menggali, pertama, kekuatan mengikat perjanjian tersebut terhadap negara-negara anggotanya; kedua, mekanisme kerja AADMER, khususnya melalui mesin operasionalnya AHA Centre; dan ketiga, implementasinya dalam rezim manajemen risiko bencana domestik masing-masing negara anggota. Kemudian, skripsi ini akan mengevaluasi implementasi AADMER pada kasus Topan Haiyan yang melanda Filipina pada tahun 2013. Disimpulkan bahwa, pertama, kekuatan mengikat AADMER sebagai kerangka manajemen risiko bencana regional pada negara-negara anggota ASEAN bertumpu pada kewajiban bagi negara-negara anggota untuk menerjemahkan ketentuan AADMER ke dalam hukum domestik, dan meskipun negara-negara anggota secara umum sudah menerapkan ketentuan AADMER, hukum domestik mereka belum memperjelas peran AADMER atau AHA Centre; kedua, bahwa mekanisme kerja AADMER sangat bergantung pada Negara Terdampak, sehingga diperlukan persetujuan dan permintaan Negara Terdampak untuk memobilisasi AHA Centre; dan ketiga, implementasi AADMER pada saat Topan Haiyan 2013 belum memadai karena kurangnya koordinasi selama fase tanggap darurat bencana dan kurangnya sumber daya manusia dan finansial.
......Southeast Asia is statistically the most disaster-prone region in the world, contributing to more than 50% of global disaster mortalities. Against this backdrop, The ASEAN Agreement on Disaster Management and Emergency Response (AADMER) stands as the world’s first legally binding disaster risk management-related instrument that was ratified by all ASEAN member states and entered into force in 2009. Using qualitative and normative legal research, this thesis aims to analyze the implementation of AADMER as a legally binding framework in ASEAN by delving into, first, the treaty’s binding force upon its member states; second, the working mechanism of AADMER, particularly through its operational engine AHA Centre; and third, its implementation in each member state’s domestic disaster risk management regime. Then, this thesis will evaluate AADMER’s implementation during Haiyan Typhoon that hit the Philippines in 2013. From the analysis, it was concluded that, first, AADMER’s binding force as a regional disaster risk management framework upon ASEAN member states rests in the obligation for member states to translate AADMER provisions into domestic law, and while member states have generally applied AADMER provisions, none of their municipal law acknowledge AADMER or AHA Centre; second, that the working mechanism of AADMER is heavily reliant on the Affected State, so the Affected State’s consent and request is required to mobilize AHA Centre; and third, the implementation of AADMER during Haiyan Typhoon 2013 was inadequate due to the lack of coordination during the disaster response phase and the lack of financial and human resources.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Galih Prakasa
"Sabun digunakan sebagai kosmetik pembersih kulit, memiliki keunggulan diantaranya daya pembersih yang kuat terutama dalam air, kurang berbahaya, dan harganya murah. Sabun mengandung zat berkhasiat salah satunya adalah senyawa asam alfa hidroksi (AHA). AHA berfungsi sebagai pelembab, exfoliant dan chemical peeling. Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan metode analisis asam glikolat dan asam laktat yang valid menggunakan kromatografi gas (KG), dan untuk mengetahui kadar asam glikolat dan asam laktat dalam sabun cair. Sebelum disuntikkan pada KG, derivatisasi metilasi dilakukan terhadap sabun cair menggunakan metanol dan asam sulfat. Kondisi optimal untuk analisis menggunakan detektor ionisasi nyala, kolom kapiler VB-Wax, suhu injektor 200°C, suhu detektor 200°C, suhu kolom terprogram dengan suhu awal kolom 100°C dengan kenaikan suhu 2°C/menit sampai 150°C dan dipertahankan selama 5 menit, dan laju alir gas pembawa (He) 0,8 mL/menit. Waktu retensi asam laktat pada menit ke 6,4 dan waktu retensi asam glikolat pada menit ke 7,1. Hasil validasi metode analisis asam laktat memiliki linearitas(r) sebesar 0,9997 dengan batas deteksi (LOD) sebesar 24,09 μg/mL dan batas kuantitasi (LOQ) sebesar 80,29 μg/mL. Hasil uji keterulangan asam laktat memberikan nilai koefisien variasi di bawah 2% dan hasil uji perolehan kembali asam laktat sebesar 99,76 ± 1,17%. Untuk asam glikolat memiliki linearitas (r) sebesar 0,9993 dengan batas deteksi (LOD) sebesar 27,01 μg/mL dan batas kuantitasi (LOQ) sebesar 90,04 μg/mL. Hasil uji keterulangan asam glikolat memberikan nilai koefisien variasi di bawah 2%. Kadar asam laktat dalam sampel A (0,09 ± 0,00%)%; sampel B (0,39 ± 0,01)%; dan sampel C (2,93 ± 0,14)%."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2010
S32942
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library