Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 12 dokumen yang sesuai dengan query
cover
cover
Hutabarat, Leonard Felix
Abstrak :
Tantangan besar yang kini dihadapi oleh kawasan Asia Pasifik adalah bagaimana mengatur situasi yang masih penuh ketidakpastian di kawasan pasca Perang Dingin. Dalam menghadapi situasi dan lingkungan semacam itu, berbagai cara ditempuh oleh negara-negara di kawasan Asia Pasifik untuk menjamin keamanan mereka, misalnya memanfaatkan kemajuan ekonomi untuk memodernisir kapabilitas pertahanan mereka atau mengembangkan kebiasaan dialog. Cara yang disebut terakhir ini kelihatannya menjadi Cara yang paling banyak ditempuh oleh negara-negara di kawasan, meskipun dialog itu sendiri tidak menjamin penyelesaian akhir suatu masalah. Sasaran utama dari proses dialog ini adalah mencari pola terbaik untuk menata kembali lingkungan politik dan keamanan di kawasan Asia Pasifik pasca Perang Dingin, sehingga stabilitas yang berkelanjutan dapat dipertahankan. Tesis ini mencoba memahami lebih lanjut prospek pengaturan keamanan multilateral di kawasan Asia Pasifik dengan studi kasus ASEAN Regional Forum (ARF) Seberapa jauh prinsip Asean Way dapat dikatakan akan efektif dan bisa diterapkan pada forum yang lebih luas seperti dalam kerja sama keamanan Asia Pasifik. Apakah multilateralisme dan prinsip keamanan kooperatif yang melandasi proses ARF dapat memberikan jaminan jangka panjang bagi negara-negara di kawasan Asia Pasifik. Berdasarkan pertanyaan di atas, tesis ini bertujuan untuk mendapatkan gambaran yang jelas apakah pendekatan cooperative security dalam ARF efektif untuk menyelesaikan konflik di Asia Pasifik dan mengetahui prospek ARF sebagai instrumen penyelesaian konflik di kawasan Asia Pasifik pada masa yang akan datang. Multilateralisme dan prinsip-prinsip yang ada dalam konsep keamanan kooperatif yang melandasi proses ARF tidak dapat memberikan jaminan keamanan jangka panjang. Hal ini terbukti dari pendekatan bilateral lebih diutamakan daripada pendekatan multilateral oleh banyak negara di kawasan Asia Pasifik, terutama untuk mencad perimbangan kekuatan (balance of power}. Kawasan Asia Pasifik secara alamiah merupakan suatu kompleks keamanan (security complex) yang memiliki beberapa kondisi yang dapat menghambat terwujudnya suatu wadah pengaturan keamanan multilateral. Kesimpulan yang diperoleh dalam penelitian ini menunjukkan bahwa prospek ARF sebagai wadah pengaturan keamanan multilateral pada masa yang akan datang masih harus melalui proses evolusi yang lama dan gradual dan bahkan fluktuadf dalam perkembangannya. Setidaknya diperiukan prasyarat-prasyarat institusi formal agar ARF dapat menyelesaikan konflik yang terjadi di kawasan Asia Pasifik secara lebih efektif. Namun ARF sebagai suatu institusi yang masih embrionik, melalui tahapan confidence building dan preventive diplomacy, jelas menunjukkan suatu upaya meletakkan landasan kebersamaan (common understanding) menuju pembentukan suatu model rejim keamanan regional di kawasan Asia Pasifik.
Jakarta: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 1999
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Maria Ulfah
Abstrak :
Para pemimpin Negara-negara ASEAN dan 6 negara mitra FTA ASEAN (Australia, Cina, India, Japan, Korea dan Selandia Baru) meluncurkan negosisasi Regional Economic Comprehensive Partnership (RCEP) pada Akhir November 2012 dengan tujuan untuk mencapai kesepakatan kemitraan ekonomi yang modern, komprehensif, bermutu tinggi, dan saling menguntungkan antara Negara-negara Anggota ASEAN dan mitra FTA ASEAN. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis daya saing dan prediksi dampak keikutsertaan Indonesia dalam RCEP. Dengan menggunakan analisis Revelead Comparative Advantage (RCA), penelitian ini fokus menganalisis daya saing produk ekspor di antara anggota RCEP termasuk Indonesia. Hasil penelitian ini menunjukkan daya saing produk Indonesia masih termasuk lemah dibandingkan dengan sebagian besar Negara-negara anggota RCEP lainnya. Di sisi makro, hasil simulasi menggunakan aplikasi Global Trade Analysis Project (GTAP)  dengan agregasi 17 negara/ regional dan 43 produk menunjukkan  bahwa dengan diberlakukannya kesepakatan RCEP, diperkirakan akan meningkatkan kinerja perdagangan, GDP dan kesejahtaraan sebagian besar Negara-negara anggota RCEP termasuk Indonesia. ......The leaders of ASEAN countries and the six partner countries of the ASEAN FTA (Australia, China, India, Japan, Republic of Korea and New Zealand) launched the Regional Comprehensive Economic Partnership (RCEP) negotiations in November 2012 with the aim of reaching a modern, comprehensive, high-quality, beneficial among ASEAN Member States and ASEAN FTA partners. This study aims to analyze the competitiveness and impact prediction of Indonesia's participation in the RCEP. Using Revealed Comparative Advantage (RCA) analysis, this study focused on analyzing of competitiveness of the export products among RCEP members including Indonesia. The results of this study show that the competitiveness of Indonesian products is still weak compared to most other RCEP member countries. Therefore, the Government of Indonesia should enhance the competitiveness of products in order to compete and take advantage of its participation in the RCEP. Furthermore, impact prediction analysis uses Global Trade Analysis Project (GTAP) application, with 17 countries/regional and 43 products aggregations. The simulation results show that with the enforcement of the RCEP agreement, it is predicted to increase trade performance, GDP and the welfare of most Member States including Indonesia.
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2017
T52627
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 1999
S8038
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Abstrak :
Tulisan ini membahas kebijakan unilateral Amerika Serikat (AS) di bawah George W. Bush dan kemungkinan implikasinya terhadap kerja sama politik dan keamanan di kawasan Asia Pasifik. Secara khusus tulisan ini menyoroti posisi dan peran ASEAN Regional Forum (ARF) dalam kerangka unilateralisme AS. Tesis artikel ini adalah bahwa kredibilitas dan efektivitas peran ARF akan sangat tergantung pada kemauan dan kebijakan-kebijakan politik para anggotanya. Kebijakan unilateral Bush dapat membuat ARF tidak beranjak dari tahapan CBM dan preventive diplomacy. Tetapi kebijakan AS tersebut juga dapat menjadi semacam stimulus agar ARF bergerak lebih cepat dalam menangani masalah-masalah keamanan regional, termasuk terorisme internasional.
350 ANC 31:1 (2002)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Anggun Puspitasari
Abstrak :
[ABSTRAK
Tesis ini berfokus pada eksistensi ASEAN Regional Forum (ARF) di tengah tren bilateralisme kawasan Asia Tenggara. Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis strategi yang digunakan pemerintah negara-negara di kawasan Asia Tenggara dan negara-negara ekstra-regional khususnya Tiongkok dan Amerika Serikat di ASEAN Regional Forum (ARF). Aktor-aktor tersebut saling menjaga satu sama lain untuk terlibat secara konstruktif di kawasan berbasis norma-norma kooperatif yang dapat membantu mereka untuk mencapai kepentingan nasional dan mencegah munculnya hegemoni intramural di wilayah Asia Pasifik. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif. Selain itu, penelitian ini menggunakan kerangka Teori Balance of Influence yang diwujudkan kedalam strategi Hedging untuk menganalisis fenomena yang terjadi. Penelitian ini menemukan bahwa meskipun berada di tengah-tengah tren bilateralisme, aktor-aktor yang terlibat didalam ARF tetap mempertahankan forum ini karena model dialog dan penyelesaian ARF telah berhasil menjaga perimbangan kekuatan-kekuatan ekstra-regional di kawasan.
ABSTRACT
This research focuses on the existence of ASEAN Regional Forum (ARF) within the Bilateralism Trend in Southeast Asia. The purpose of this study was to analyze the strategy of Southeast Asian governments and extra-regional powers used (especially China and US) to keep each other constructively and cooperatively engaged in the region and to promote rule and norm-based arrangements and principles that help them to achieve their national interest and deny intramural hegemony in the Asia Pacific region. This study used qualitative approach. In addition, this study uses the framework of Balance of Influence Theory that embodied into Hedging Strategy to analyze the phenomenon that occurs. This study found that despite the bilateralism trends, the actors that involved in the ASEAN Regional Forum (ARF) decided to retain this forum because its dialogue and settlement models have managed to maintain the balance of extra-regional state power in Southeast Asia., This research focuses on the existence of ASEAN Regional Forum (ARF) within the Bilateralism Trend in Southeast Asia. The purpose of this study was to analyze the strategy of Southeast Asian governments and extra-regional powers used (especially China and US) to keep each other constructively and cooperatively engaged in the region and to promote rule and norm-based arrangements and principles that help them to achieve their national interest and deny intramural hegemony in the Asia Pacific region. This study used qualitative approach. In addition, this study uses the framework of Balance of Influence Theory that embodied into Hedging Strategy to analyze the phenomenon that occurs. This study found that despite the bilateralism trends, the actors that involved in the ASEAN Regional Forum (ARF) decided to retain this forum because its dialogue and settlement models have managed to maintain the balance of extra-regional state power in Southeast Asia.]
2015
T43989
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Oktavia Maludin
Abstrak :
Tesis ini akan memfokuskan pada e-diplomasi sebagai bagian dari diplomasi publik sebagai suatu cara bagi negara dalam menjalankan diplomasinya dan mensosialisasikan kebijakan-kebijakan luar negerinya kepada masyarakat domestik negara itu sendiri. E-diplomasi sendiri merupakan salah satu kesempatan yang diberikan sebagai hasil dari kemajuan teknologi komunikasi global yaitu internet. Dalam diplomasi internet telah berhasil mendemokratisasikan diplomasi dalam bentuknya yang unik. Diplomasi dengan menggunakan internet sendiri merupakan salah satu cara dalam melakukan diplomasi yang pada gilirannya akan memberikan akses yang sangat luas kepada aktor-aktor lain selain negara yang sangat banyak untuk menyuarakan aspirasi mereka agar dikenal. Permasalahan dalam tesis ini adalah mengapa dan bagaimana Australia melaksanakan e-diplomasinya yang proaktif melalui internet. Negara-negara juga berusaha memanfatkan akses-akses tersebut dalam melakukan diplomasi sebagai cara untuk melaksanakan kebijakan luar negerinya melalui kemudahan-kenudahan yang ada pada internet, tidak terkecuali Australia dalam Asean Regional Forum. Sebagaimana yang dijelaskan dalam Image Theory M. Tehranian bahwa setengah dari politik kekuatan adalah berkisar pada masalah kesan yang ditimbulkan negara. Setiap aktor berusaha untuk menciptakan kesan yang menguntungkan bagi semua pihak termasuk lawan, kawan, atau pihak-pihak yang netral. Keaktifan diplomasi Australia sangat terasa ketika berbicara mengenai ARF tersebut. Dalam dunia Cyber, Australia berusaha menunjukan komitmennya kepada ARF melalui informasi-informasi yang tidak didapatkan dari home page negara Asean. Sebagaimana tujuan aktor-aktor non negara dalam melakukan diplomasinya melalui internet, begitu juga tujuan yang ingin dicapai Australia dalam ARF. Sosialisasi ARF yang diiakukan Australia melalui internet, begitu juga tujuan yang ingin dicapai Australia dalam ARF. Sosialisasi ARF yang dilakukan Australia melalui internet ini sebenarnya lebih ditujukan kepada pemirsa di dalam negeri Australia selain juga ditujukan kepada pemrisa di luar Australia. Keaktifan Australia dalam ARF melalui intemet hanyalah salah satu tindakan yang dapat menunjukan pentingnya kawasan Asia bagi negara itu. Letak geografis Australia yang sedemikian menjadikannya Asia sebagai tetangga abadi terdekat yang sangat strategis dan mau tidak mau harus menjadi pilar utama kebijakan luar negerinya. Peran e-diplomasi Australia sangatah penting untuk menunjukan citra/kesan yang baik dan simpatik mengenai Asia. Citra yang baik akan menguntungkan Australia dalam mencapai kebijakan luar negerinya. Untuk publik domestik Australia sendiri, sosialisasi ARF penting untuk menunjukan bahwa pemerintah Australua benar-benar serius dalam menjaga keamanan dalam negerinya melalui ARF ini dari segala ancaman multidimensional sebagai realitas yang harus dihadapi oleh negara seperti Australia sebagai kecenderungan pasca perang dingin. Hal ini penting dilakukan oleh pemerintah mengingat publik domestik Australia yang kritis dan selalu mempertanyakan upaya-upaya yang dilakukan pemerintahnya dalam mengatasi permasalahan keamanan yang semakin kompleks melalui kerjasama strategis dengan salah satu forum yang dapat menjembatani dengan kawasan yang sangat berpengaruh bagi keamanan dalam negeri Australia yaitu kawasan Asia. E-diplomasi Australia adalah pedang bermata dua yang bermuara pada satu tujuan yaitu pembentukan kesan yang positif yang akan menunjang kebijakan-kebijakan yang diambil pemerintah Australia. Untuk pemirsa global, e-diplomasi Australia akan membentuk citra yang positif dan simpatik di mata Asia yang diharapkan berguna dalam perannya untuk mempengaruhi sasaran dan substansi ARF.
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2001
T4229
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Tety Mudrika Hayati
Abstrak :
ABSTRAK
Kajian ini berusaha mengemukakan kebijakan yang dilakukan ASEAN dan kepentingan negara-negara besar di bawah Asia Pasifik dalam upaya membangun masalah-masalah keamanan di kawasan tersebut.

Kajian ini untuk menjelaskan bagaimana ARF pada saat ini sebagai realisasi yang paling dekat dalam konsep keamanan kooperatif. Dengan menjelaskan konsep itu sendiri dan usulan Australia tentang keamanan kooperatif dengan menjelaskan bagaimana ARF dibangun berdasarkan pengalaman ASEAN sebagaimana ASEAN mengadopsi usulan Australia tentang keamanan kooperatif begitu juga upaya-upaya yang telah di lakukan ARF. Kajian ini melihat bahwa situasi keamanan pasca perang dingin di negara-negara besar, yang menimbulkan ketakutan dan ketidakpastian dan hal ini membuktikan bahwa kawasan Asia Pasifik masih kurang mempunyai kerangka multilateral, adanya perlombaan senjata serta isu-isu teritorial dan kedaulatan. ASEAN menyadari perlu mempraktekkan sejumlah elemen dari keamanan kooperatif dalam hubungan antar negara. Australia dengan didukung oleh negara-negara besar telah sepakat untuk menjadikan PMC dalam mempromosikan usulan-usulan mereka. Oleh karena itu ARF memberikan bobot politis untuk merealisasikan pemikiran keamanan kooperatif.

Kajian ini menyimpulkan bahwa ARF merupakan realisasi dari konsep keamanan kooperatif. Keamanan kooperatif menjadi konsep yang paling baik bagi isu-isu keamanan di kawasan Asia Pasifik dan ARF sebagai wahana terbaik untuk membahas isu-isu tersebut. Kajian ini juga merekomendasikan bahwa ARF harus mengembangkan peranannya melalui dialog-dialog yang tidak resmi serta pertukaran informasi untuk mencapai ketahanan dan keamanan di kawasan. Hal yang terpenting adalah apabila ARF mampu mencapai hasil yang nyata.
2002
T2467
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Napitupulu, Elvis
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2004
S8353
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Huy︎, Ha Trieu
Abstrak :
This article aims to review the evolution of the Republic of Vietnam (RVN)’s involvement in the Association of Southeast Asian Nations (ASEAN), which was founded in 1967 by Thailand, Malaysia, Singapore, the Philippines, and Indonesia. South Vietnamese leaders and diplomats designed a new foreign policy under the administration of Nguyen Van Thieu (1967–75) that shifted focus to Southeast Asia alongside the RVN’s long-standing camaraderie with the United States. This demonstrated Thieu’s keenness to engage with regional states for the purpose of nation-building and an anti-Communist future. The RVN’s engagement with ASEAN reflected its efforts to foster a regionalization process along with peace, stability, and development in Southeast Asia, particularly after the withdrawal of the US and its allies. This study uses a qualitative approach, employing a wide range of archival collections housed at the National Archives Center II, Ho Chi Minh City and a handful of desk-research papers. The relationship is periodized into two phases. During the first phase (1967–72), the RVN embraced ASEAN’s values and, despite its observer status, expected help in achieving its security and economic goals. After the 1973 Paris Peace Accords, ASEAN increasingly distanced itself from the RVN as members changed their stances, particularly as attacks by the Democratic Republic of Vietnam escalated in RVN territories. This paper aims to bridge a gap in scholarship by examining the positioning of the RVN in international and regional relations during the Cold War.
Kyoto : Nakanishi Printing Company, 2023
050 SEAS 12:3 (2023)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
<<   1 2   >>