Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 5 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Simatupang, Augus Hendra
Abstrak :
Implementasi Kebijakan UU PPN melalui Faktur Pajak berdampak pada Kejahatan PPN berupa pengkreditan Faktur Pajak Bermasalah dalam mekanisme Pengkreditan Pajak Masukan, sehingga pengawasan multak diperlukan agar tujuan pembuatan kebijakan dapat tercapai. Pengawasan faktur pajak dapat dilakukan, baik secara administratif yakni pengawasan yang tercipta dalam suatu sistem, secara otomatis (build in control), maupun secara represif berupa penjatuhan sanksi atas pelanggaran yang dilakukan. bentuk-bentuk pengawasan represif berupa pemeriksaan ataupun penyidikan pajak. Pokok permasalahan dalam tesis ini adalah studi atas pendapat stakeholder's (Aparat Pajak dan Wajib Pajak) tentang : pertama Implementasi UU PPN melalui Faktur Pajak, kedua imptementasi pengawasan administratif Faktur Pajak, dan ketiga implementasi pengawasan represif sebagai upaya pencegahan kejahatan PPN. Sedangkan kerangka teori yang penulis ajukan adalah teori tentang pembuatan suatu kebijakan, dan implementasi dari kebijakan, serta pemahaman akan konsep Nilai Tambah ( Value Added) yang menjadi dasar pelaksanaan Pajak Pertambahan Nilai serta pengertian akan Faktur Pajak yang merupakan implementasi kebijakan UU PPN. Metodologi penelitian yang dilakukan adalah deskriptif kuantitatif dengan frekuensi prosentase. Responden Wajib Pajak yang diteliti adalah yang pernah di periksa di Kantor Pemeriksaan dan Penyidikan Pajak Bogor, dan dipilih secara purposive, serta semua Aparat Pajak yang bekerja di Seksi PPN Kantor Pelayanan Pajak Bogor, Sukabumi, Cibinong, Depok Berta Pemeriksa di Kantor Pemeriksaan dan Penyidikan Pajak Bogor. Hasil penelitian menunjukkan Sistem Informasi Perpajakan sebagai implementasi pengawasan administratif masih memiliki kelemahan-kelemahan yang mendasar. Pemeriksaan sebagai implementasi pengawasan represif diyakini tidak mampu mendeteksi adanya Faktur Pajak Bermasalah yang coba dikreditkan oleh para pelaku. Penyidikan pajak sebagai implementasi pengawasan represif merupakan upaya terakhir yang harus dilakukan bila sanksi administratif tidak mampu menghalangi terjadinya kejahatan PPN. Namun, sanksi administratif yang ada saat ini tidak mampu untuk menghalangi terjadinya kejahatan PPN. Untuk lebih mengoptimalkan Sistem Infornasi Perpajakan sebagai implementasi pengawasan administratif disarankan agar dilakukan protek terhadap system untuk tidak dapat dicopy dan di print out diluar piranti keras yang telah disediakan Direktorat Jenderal Pajak. Pengawasan represif pemeriksaan disarankan agar dilakukan melalui pemeriksaan lengkap untuk marrpu mendeteksi adanya Faktur Pajak Bermasalah yang ikut dikreditkan. Sanksi administratif yang diberikan sebagai hasil bentuk pengawasan represif pemeriksaan agar dibuat khusus dan diperberat kepada pelaku yang mencoba mengkreditkan Faktur Pajak Bermasalah, berupa Sanksi Kenaikan sebesar 100% dari Nilai Faktur Pajak Bermasalah. Penyidikan sebagai bentuk pengawasan represif membutuhkan dukungan kebijakan yang kuat, oleh karena itu disarankan agar unsur kerugian negara dapat ditempatkan sebagai unsur yang memberatkan, bukan sebagai unsur yang harus dibuktikan. Selain itu, disarankan Pula agar dilakukan penghapusan pasal-pasal yang menghambat proses penyidikan dan menambahkan pasal-pasal yang mempermudah pelaksanaan penyidikan sebagai upaya pencegahan kejahatan PPN.
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2003
T12030
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Achmad Zamroni
Abstrak :
Pajak Pertambahan Nilai Dan Pajak Penjualan Barang Mewah (PPN/PPnBM) memberikan kontribusi yang besar terhadap penerimaan pajak. Kontribusi ini juga selalu meningkat dari tahun ke tahun seiring dengan naiknya target penerimaan pajak secara keseluruhan. Mengingat pentingnya kontribusi PPN/PPnBM terhadap keseluruhan penerimaan negara, maka perlu dikaji perkembangan PPN/PPnBM. Berdasarkan permasalahan tersebut penulis merasa perlu untuk mengadakan penelitian dengan judul : "Kinerja Pajak Pertambahan Nilai Dan Pajak Penjualan Barang Mewah (PPN/PPnBM) Periode Tahun 1984 sampai dengan tahun 2003". Dalam membahas permasalahan akan dilakukan analisis peneriman PPN/PPnBM dengan menggunakan indikator-indikator kinerja penerimaan perpajakan antara lain : Tax ratio , Tax elasticity, penerimaan dalam angka nominal dan ril dan Index of Tax Effort serta dengan membandingkan dengan Negara-negara ASEAN. Dari hasil analisis menunjukkan bahwa kinerja penerimaan Indonesia Pajak Pertambahan Nilai termasuk dalam kategori baik, ini terlihat bahwa dalam periode yang diperbandingkan (1994-2003) , tax ratio PPN terhadap PDB Indonesia tertinggi setelah Thailand. Index of Tax effort Indonesia bahkan berada di urutan paling tinggi Negara-negara yang diperbadingkan. Elastisitas penerimaan PPN terhadap PDB juga menunjukkan tingkat yang tinggi, bahkan pada tahun 2003 elastisitas penerimaan pajak menunjukkan tertinggi dalam periode yang di analisis (1984-2003), ini merupakan keberhasilan Reformasi perpajakan yang merupakan rangkaian dari tahap I pada tahun 1984 sampai dengan Reformasi perpajakan tahun 2000. Laju perkembangan nominal dan rill juga menunjukkan penerimaan yang terus meningkiat secara signifikan dari tahun ke tahun. Indikator-indikator kinerja tersebut telah cukup untuk menyimpulkan bahwa kinerja penerimaan Pajak Pertambahan Nilai masuk dalam kategori baik bahkan dari hasil perbandingan dengan Negara-negara ASEAN. Di balik keberhasilan kinerja penerimaan PPN dan PPnBM Indonesia, sejumlah masalah masih sarat menghadang. Optimalisasi penerimaan pajak secara keseluruhan masih jauh di bawah Negara-negara yang yang tingkat pemajakannya sudah baik seperti Malaysia dan Singapura yang telah mencapai kisaran 18%-20%, bahkan tax ratio secara keseluruhan jenis pajak masih di bawah Thailand. Dari kajian yang penulis lakukan dapat.disimpulkan bahwa pemerintah Indonesia harus mengkonsentrasikan kebijakan ekstensifikasi dan intensifikasi di bidang Pajak Penghasilan untuk mengejar ketertinggalan tersebut. Kebijakan perpajakan di bidang PPN yang terlalu ketat dapat berkibat tidak baik bagi dunia usaha yang pada gilirannya akan merugikan perekonomian secara keseluruhan.
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2004
T13221
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Gathot Subroto
Abstrak :
Dalam penjelasan Pasal 16C Undang-undang PPN 1984 dijelaskan mengenai latar belakang dan tujuan diberlakukannya kebijakan tersebut, bahwa kegiatan membangun sendiri yang dilakukan tidak dalam lingkungan perusahaan atau pekerjaan, dikenakan PPN dengan pertimbangan : sebagai upaya untuk mencegah terjadinya penghindaran pengenaan PPN; dan yang kedua untuk memberikan perlakuan yang sama dan untuk memenuhi rasa keadilan antara pihak yang membeli bangunan dari Pengusaha Real Estat atau yang menyerahkan pembangunan gedung kepada pemborong dengan pihak yang membangun sendiri. Dari penjelasan tersebut, jelas diketahui bahwa rasa 'keadilan' dan 'perlakuan yang sama' menjadi salah satu alasan untuk memberlakukan pasal tersebut. Pengertian keadilan dalam penjelasan tersebut perlu dikaji lebih lanjut, apakah keadilan yang dimaksud dalam penjelasan tersebut sudah sesuai dengan prinsip keadilan (the equality principle) seperti yang di kemukakan oleh Adam Smith atau hanya sebatas keadilan (fairness) saja. Penelitian ini dilakukan dengan studi kepustakaan dengan pokok permasalahan yang pertama, apakah pengenaan PPN terhadap kegiatan membangun sendiri dengan menggunakan nilai lain sebagai tax base sudah memenuhi azas keadilan pajak bagi orang pribadi atau badan yang melakukan kegiatan tersebut? Yang kedua adalah Apakah ada alternatif lain mengenai cara penghitungan untuk menetapkan dasar pengenaan pajak yang lebih memenuhi kriteria keadilan dengan tetap menjaga kesederhanaan administrasinya? Mengacu kepada teori kebijakan publik khususnya dalam mendesain suatu kebijakan perpajakan, kebijakan yang diberlakukan seharusnya memenuhi kriteria struktur pajak yang baik, memenuli unsur keadilan pajak, distribusi beban pajak yang adil, penentuan base pajak yang tepat, kemudahan dalam administrasinya, dan biaya pemungutan yang efisien. Kesimpulan yang didapat dari hasil penelitian ini antara lain yang pertama adalah, bahwa untuk menjangkau kegiatan tersebut dari pengenaan PPN, maka dapat saja diupayakan untuk membuat suatu ketentuan yang bersifat pengecualian dari sistem pengenaan pajaknya, mengingat bahwa memajaki pengeluaran konsumsi adalah tujuan dari pengenaan pajak tersebut, sedangkan sistem PPN itu sendiri semata hanyalah sebagai alai atau teknik untuk memajaki pengeluaran konsumsi. Kemudian dari definisi kegiatan membangun sendiri, masih terdapat kelemahan-kelemahan pada pendefinisian kegiatan membangun sendiri dalam peraturan pelaksanaan PPN Pasal 16C Undang-undang PPN 1984. Dihubungkan dengan maksud pemberlakuan Pasal 16C Undang-undang PPN 1984 salah satunya untuk menghindari adanya hole yang tercipta, yang dapat dimanfaatkan untuk menghindari pengenaan PPN, dari analisis yang dilakukan ternyata masih ada kegiatan membangun yang masih belum ter-cover oleh Pasal 16C tersebut. Untuk memenuhi kriteria perlu dibuat definisi kegiatan membangun sendiri yang lebih sesuai dengan kaidah bahasa dan mampu mengcover hole yang masih terdapat pada definisi lama. Selanjutnya mengenai pengenaan PPN Pasal 16 C yang berlaku, schedutar rate yang diterapkan pada PPN atas kegiatan membangun sendiri mengakibatkan adanya titik yang tidak dapat lagi dikendalikan oleh mekanisme PPN. Sehingga potensi terjadinya cascading effect sangat dimungkinkan terjadi. Akibat dari scheduIar rate tersebut akan dapat menimbulkan ketidakadilan terhadap pihak wajib pajak yaitu membayar lebih dari yang seharusnya (utang pajak yang seharusnya terjadi) sementara pihak lain justru terutang PPN lebih kecil (dari yang seharusnya ) dari nilai tambah yang sebenarnya tercipta. Sesuai dengan karakteristik kegiatannya, untuk menghitung nilai tambah dalam kegiatan membangun sendiri lebih cocok untuk digunakan addition method. Untuk menguji atau menentukan nilai bangunan, Direktorat PBB dan BPHTB telah mengembangkan Sistem Daftar Biaya Komponen Bangunan (Sistem DBKB), metode ini dapat dipakai untuk membantu pemeriksa pajak dalam menentukan nilai bangunan yang akan dijadikan dasar pengenaan pajak atas PPN Pasal 16C Undang-undang PPN 1984, mengingat belum adanya standar dan cara pemeriksaan untuk jenis pajak PPN Pasal 16C ini. Hasil simulasi terhadap 40 data objek pajak di KP PBB Jakarta Barat Dua, khususnya untuk bangunan perumahan dengan luas bangunan 200 m2 ke atas, dan dibangun setelah tahun 2002, disimpulkan bahwa pengenaan PPN dengan dasar pengenaan pajak nilai lain yaitu 40% x jumlah biaya yang dikeluarkan untuk membangun, menghasilkan penerimaan PPN Pasal 16C yang lebih sedikit dibandingkan dengan apabila dasar pengenaan pajak yang digunakan adalah nilai tambah yang tercipta, atau apabila PPN dihitung dengan menggunakan addition method.
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2004
T13867
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Haryana Romdhony
Abstrak :
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis kelayakan bagi hasil Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dalam mengoreksi ketimpangan fiskal antar pemerintah daerah (APBD provinsi) di Indonesia. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif kuantitatif yaitu rnelalui analisis dokumen yang dieksplorasi dari data sekunder yang berasal dari Departemen Keuangan dan Biro Pusat Statistik. Metode bagi hasil PPN menggunakan metode ESNA (Equity and Specific Need Approach) pendekatan pemeratan dan kebutuhan khusus, yaitu pertumbuhan ekonorni), ENA (Equity and Need Approach) pendekatan pemerataan dan kebutuhan umum, yaitu jumlah penduduk dan luas wilayah, dan ERA (Equity and Revenue Approach) pendekatan pemerataan dan penerimaan, yaitu konsumsi) masing masing dengan porsi bagi hasil 20%, 25%, dan 30%. Kemudian, untuk mengukur dampak masing-masing metode dan porsi bagi hasil terhadap pemerataan fiskal (penerimaan APBD provinsi, konsolidasi provinsi, dan perkapita provinsi) menggunakan Koevisien Variasi (KV) dan Indeks Williamson (IW) serta Indeks Theil (IT). Dengan ketiga metode ini semakin besar/kecil porsi bagi hasil maka akan semakin besar/kecil dampak pemerataannya kecuali pada penerimaan kosolidasi provinsi sebaliknya, makin besar porsi bagi hasil makin tidak merata penerimaan antar provinsi. Dan ketiga metode bagi hasil tersebut yang mampu mengoreksi KV, IW, dan IT terbesar dari sebelum bagi hasil PPN adalah metode ESNA. Metode ini mampu mengoreksi (menurunkan) 33% ketimpangan rata-rata (dari KV, IW, dan IT dengan porsi 30%) pada penerimaan provinsi dan menurunkan 5,8% ketimpangan pada konsolidasi provinsi serta menurunkan 3,9% pada ketimpangan penerimaan perkapita provinsi. Dengan demikian bagi hasil PPN dapat diaplikasikan untuk mengoreksi ketimpangan fiskal antar provinsi di Indonesia. Bila akan dibagihasilkan Pajak Pertambahan Nilai sebaiknya menggunakan metode ESNA dan diukur berdasarkan penerimaan perkapita provinsi sehingga pemerataan fiskal atar provinsi lebih baik. Adapun besarnya porsi untuk bagi hasil PPN tergantung kemampuan pemerintah pusat (misalnya berdasarkan tingkat pertumbuhan PPN), semakin tinggi pertumbuhan PPN; semakin besar porsi PPN yang dapat dibagihasilkan serta semakin merata penerimaan APBD antar provinsi di Indonesia.
Depok: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2006
T17152
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Andy Yulianto
Abstrak :
Pemakaian Sendiri dan Pemberian cuma-cuma Barang Kena Pajak (BKP) dan atau Jasa Kena Pajak (JKP) termasuk dalam penyerahan Barang Kena Pajak yang dikenakan atau terutang Pajak Pertambahan Nilai, ketentuan tersebut diatur dalam Undang-undang Nomor 7 tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 18 tahun 2000,walaupun dalam perubahan ketentuan tersebut diatur dalam pasal yang berbeda, tetapi secara materiil ketentuan pengenaan Pajak Pertambahan Niiai atas pemakaian sendiri dan pemberian cuma-cuma tidak mengalami perubahan. Sebagai petunjuk pelaksanaan dari ketentuan tersebut oleh Direktur Jenderal Pajak diterbitkan Surat Edaran Nomor SE-091PJ.0311985 tanggal 30 Januari 1985 tentang Pemakaian Sendiri dan Pemberian Cuma-cuma. Lebih lanjut pada tanggal 4 Januari 1991 diterbitkan Surat Edaran Nomor SE-011PJ.11991 tentang Pajak Masukan yang tidak dapat dikreditkan dan pembebanannya sebagai biaya perusahaan. Selanjutnya pada tanggal 18 Pebruari 2002diterbitkan Keputusan direktur Jenderal Pajak Nomor KEP-871PJ.12002 dan Surat Edaran Nomor SE-04IPJ.5112002 tentang Pengenaan Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah atas Pemakaian Sendiri dan atau Pemberian Cuma-cuma Barang Kena Pajak dan atau jasa Kena Pajak. Dalam Keeentuan baru tersebut terdapat beberapa perubahan aturan yang mengandung unsur kontroversial, diantaranya tidak dikenakannya Pajak Pertambahan. Nilai dan atau Pajak Penjualan Barang Mewah (PPnBM) atas pemakaian sendiri untuk tujuan produktif Barang Kena Pajak karena belum merupakan penyerahan Barang Kena Pajak, dan pengenaan Pajak Pertambahan Nilai dan atau Pajak PenjuaIan Barang Mewah (PPnBM) atas pemberian cuma-cuma Barang Kena Pajak baik yang dilakukan secara tersendiri atau menyatu dengan barang yang dijual. Aturan pelaksanaan tersebut menimbulkan permasalahan terhadap netralitas Pajak Pertambahan Nilai sebagai pajak atas konsumsi dan perhitungan pajak terhutang. Permasalahan Pemakaian sendiri dan pemberian cuma-cuma atas Barang Kena Pajak dalam pengertian barang berwujud dianalisa menggunakan metode penelitian diskriptif analisis. Dengan berpedoman pada Peraturan yang lebih tinggi yaitu Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai 1984 dan landasan teori tentang Pajak Pertambahan Nilai dan pengenaan Pajak penjualan atas Barang Mewah terdapat beberapa temuan bahwa ketentuan bare (KEP-871PJ.12002) tesebut bertujuan untuk memperbaiki ketentuan lama (SE-O IIPJ.11991), yang dalam pelaksanaannya menimbulkan dampak negative bagi penerimaan Negara, terutama pada pengenaan PPN atas pemakaian sendiri untuk tujuan produktif. Barang Kena Pajak yang tidak tergolong Barang Mewah. Ketentuan baru tersebut juga berusaha untuk mengenakan PPN dan PPnBM atas pemberian cuma-cuma Barang Kena Pajak yang diserahkan menyatu dengan barang yang dijual dan berpotensi terjadinya pengenaan pajak berganda. Perbaikan dalam ketentuan baru tersebut selain menimbulkan distorsi terhadap Netralitas Pajak Pertambahan Nilai sebagai pajak atas konsumsi, apabila ditinjau dari landasan yuridis formal dan material ketentuan baru tersebut juga bertentangan dengan Undang-undang PPN 1984. Perhitungan Pajak terhutang untuk pemakaian sendiri tujuan produktif atas Barang Kena Pajak basil produksi sendiri yang tergolong mewah, dalam ketentuan baru sangat merugikan penerimaan Negara karena tidak dikenakannya PPN dan PPnBM dan dari kebijakan baru tersebut menimbulkan potensi pengenaan pajak berganda (cascading) baik untuk pemakaian sendiri maupun pemberian cuma-cuma dan ketidakadilan pengenaan pajak atas pemberian cuma-cuma berupa sumbangan yang bersifat sosial. Kesimpulan dari analisis permasalahan tersebut bahwa upaya perbaikan mekanisme pengenaan pajak dalam ketentuan baru terhadap ketentuan lama tidak mencapai sasaran sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang PPN dan filosofi pengenaan PPN sebagai Pajak atas konsumsi, pengenaan pajak atas pemakaian sendiri dan pemberian cuma-cuma menjadi tidak netral dan pengaruhnya terhadap Wajib Pajak dalam perhitungan pajak terhutang dapat menimbulkan dampak positif dan negatif yang akan berpengaruh pula terhadap penerimaan Negara. Diusulkan upaya perbaikan dengan mengganti aturan pelaksanaan yang secara yuridis formal dan material tidak bertentangan dengan undang-undang PPN dan sejalan dengan filosofi PPN sebagai Pajak atas konsumsi, walaupun pengenaan PPN atas pemakaian sendiri dan pemberian cuma-cuma lebih terfokus pada mekanisme pengkreditan pajak masukan, namun perbaikan sistem tersebut diupayakan sedapat mungkin tidak menimbulkan kerugian bagi Negara.
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2003
T12028
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library