Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 14 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Rachmat Taufiq
"Setiap orang selalu menginginkan sukses dalam kehidupannya. Dalam mencapai sukses seseorang selalu dihadapkan dengan hambatan dan kesulitan. Hal ini juga terjadi dalam pendidikan di perguruan tinggi, dimana indikasi sukses mahasiswa dilihat dari prestasi akademiknya. Sebagai Fakultas Psikologi pertama di Indonesia dan paling diminati, mahasiswa Fakultas Psikologi Universitas Indonesia (UI) memiliki kesulitan tersendiri dalam menjalani pendidikannya, seperti perbedaan sifat pendidikan di SLTA-perguruan tinggi yang mencakup kurikulum, disiplin, hubungan dosen-mahasiswa, masalah hubungan sosial, ekonomi dan pemilihan bidang studi-jurusan (Gunarsa & Gunarsa, 2004).
Adversity quotient (AQ) adalah kemampuan seseorang dalam bereaksi terhadap kesulitan yang dihadapinya (Stoltz, 1997). Berdasarkan AQ seseorang dapat digolongkan sebagai quitter, camper, dan climber. Seseorang yang memiliki AQ tinggi (climber) akan bereaksi dengan tepat dan dapat mengatasi kesulitan yang dihadapinya. Sebaliknya, orang yang memiliki skor AQ rendah (quitter) tidak bereaksi dengan baik dalam mengatasi kesulitan yang dihadapinya. Dweck (dalam Stoltz, 1997) berpendapat bahwa laki-laki memiliki AQ lebih tinggi dari perempuan. Pendapat Dweck ternyata berbeda dengan kondisi di Fakultas Psikologi UI. Prestasi yang menjadi indikasi suksesnya mahasiswa lebih banyak diperoleh oleh mahasiswi. Bintari (2000) berpendapat perempuan memiliki AQ yang lebih tinggi dibandingkan laki-laki pada mahasiswa Fakultas Psikologi UI. Pada penelitiannya Bintari (2000) mengakui bahwa sampel yang ditelitinya tidak representatif berdasarkan perbandingan jenis kelamin sampel dan pengambilan sampel hanya dari satu angkatan tertentu. Permasalahan yang diajukan dalam penelitian ini adalah ?Apakah ada perbedaan AQ berdasarkan jenis kelamin pada mahasiswa Fakultas Psikologi UI?
Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif dengan menggunakan alat ukur adaptasi berupa kuesioner dengan skala sikap. Subyek penelitian berjumlah 170 orang mahasiswa Fakultas Psikologi UI program reguler dan ekstensi dari semester awal hingga akhir (69 laki-laki dan 101 perempuan). Hasil uji validitas dan reliabilitas alat ukur adalah 0,8835 dengan koefisien alpha cronbach. Data yang diperoleh dianalisis dengan menggunakan t test untuk membandingkan mean kedua kelompok jenis kelamin.
Hasil analisis penelitian menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan skor AQ yang signifikan berdasarkan jenis kelamin pada mahasiswa Fakultas Psikologi UI (t = -0,009, sig.= 0,993). Hasil penelitian ini tidak mendukung penelitian dari Dweck (dalam Stoltz, 1997) maupun Bintari (2000). Skor rata-rata AQ mahasiswa Fakultas Psikologi UI adalah 272,38 yang berarti termasuk dalam kategori sedang (camper), sesuai dengan hasil penelitian Bintari (2000).

Every person basically is eager to reach ever the success in life. On the other hand, the difficulties and obstacles may have to be faced by the people every single step of their time. This phenomenon also happen in the field of college, where the academic achievement required. Faculty of psychology University of Indonesia, as the first faculty in Indonesia has been searched by many college students. There for they have to struggle along their education with the difference aspect of educational nature when they were in high school?university curriculum, disciplinary, the relation between lecturer and college students, social relationship, economic factors and the selection of majority field study (Gunarsa & Gunarsa, 2004).
According to Stolz (1997) AQ is the capability to react for certain difficulty. There are three categories of AQ: quitter, camper, and climber. Someone who has a high AQ considers to be able to adapt well (climber). Conversely a lower AQ considers as quitter, incapable of adapting the difficulty. The research of Dweck (in Stoltz, 1997) resumed that males have a higher AQ than females. The result confirmed quite different from the fact in the Psychology Faculty of University of Indonesia. The academic achievement indicates this fact from mostly female college student. More over, Bintari?s research (2000) was acquired that female college students have a higher AQ than the males. Bintari (2000) admitted the sample of her research wasn?t representative. The sample required only on specific sex which is females and in the same year of educational level. The problem of this research ?is there a difference of AQ based on sex to college students in faculty of psychology University of Indonesia?
This research used quantitative approach. The questionnaire was adopted by likert scale. The subjects contained of 170 college students from the faculty of psychology (69 males and 101 females). Reliability and validity 0.8835 coeficient cronbach alpha.The data elicited from t test to compare mean score of both sex.
Finally, the result showed that there are no differences score of AQ significantly based on sex to college students Faculty of Psychology University of Indonesia (t = -0,009, sig.= 0,993). It doesn?t support the Dweck?s research and Bintari as well. Mean score of the college students faculty of psychology University of Indonesia 272,38. It means that they are in middle category (camper) and the Bintari?s research (2000) fits in this result.
"
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2007
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Cut Rizka Aliana
"ABSTRACT
This study aimed to take a look at how far Adversity Quotient and Patience on firm single mother in facing difficulties in life.The method of data collection used in-depth interview and observation. There are six single mothers involved as the subjects of this study (divorcee and widow single mother). The result of this study shows that Adversity Quotient and Patience give positive contribution toward toughness single mother in facing difficulties in life. As for distinguishing adversity quotient between divorcee single mother and widow single mother is the endurance dimension, in which, divorcee single mother has better endurance than widow single mother does. Conversely, on patience, the self-control of widow single mother is better than divorcee single mother does."
Jakarta: Program Studi Kajian Timur Tengah dan Islam (PSKTTI), 2017
300 MEIS 4: 2 (2017)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Sicilya Yuanita L
"Adversity Quolient adalah konsep yang diperkenalkan Stoltz (1997), yaitu suatu variabel yang menentukan apakah suatu individu tetap berharap dan terkendali dalam menghadapi situasi/keadaan yang sulit. Skor dari Tes AQ ini dapat memberikan gambaran tentang seberapa baik seseorang bertahan dalam menghadapi hambatan dan kemampuan dalam menghadapinya;Siapa yang dapat mengatasi hambatan dan siapa yang tidak;Perkiraan performa , potensi dan kegagalan seseorang. Pemilihan subyek yang ditujukan khusus ibu karena seperti hasil penelitian Rosaldo, Chodrow dan Ortner terdapat asumsi yang berlaku dalam masyarakat bahwa pengasuhan anak adalah tanggung jawab ibu.Bagi wanita sendiri begitu ia memasuki tahap menjadi ibu pada saat itulah ia mengidentifikasikan dirinya sebagai seorang ibu atau istri daripada identifikasi terhadap karimya.(Basow,Gergen dkk, dalam Tumer & Helms, 1995).Selain itu wanita lebih mudah terkena stres bila menyangkut pada kejadian besar yang terjadi pada significant others-nya (Kessler & McLeod dalam Kessler & Almeida, 1998)atau kejadian dalam keluarganya .Sedangkan Tahapan usia dewasa tengah dipilih karena tahap ini menurut Vaillant dapat mendatangkan stres dengan adanya tuntutan perubahan peran sebagai orang tua untuk memenuhi kebutuhan anak remajanya (dalam Papalia & Olds, 1998) Sedangkan menurut Erikson usia ini timbul dorongan untuk memberi perhatian (care ) yang berarti bertambahnya komitmen untuk mengasuh/menjaga {take care) orang, hasil/produknya , dan ide-ide dengan demikian dapat memenuhi dorongan sebagai orang tua {parental drive).Cara dalam menangani situasi yang menimbulkan stress secara garis besar terdiri dari dua cara: konstruktif/adaptif, yaitu problem focused coping dan emotion focused coping (Folkman&Lazarus, 1988) dan destruktif/maladaptif (Carver,dkk., 1989). Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi pemilihan coping adalah hardiness dan optimisme - dimana faktor ini secara teoritis berhubungan dengan AQ - serta juga dipengaruhi oleh tingkat pendidikan dan status ekonomi - yang dalam penelitian ini akan dijadikan sebagai data kontrol - Permasalahan yang diajukan adalah: Bagaimana kaitan/hubungan antara AQ dengan coping yang ditampilkan oleh para ibu dari anak yang mengalami ketergantungan narkoba? Bagaimana gambaran umum skor total AQ yang terdapat pada para ibu tersebut ? Bagaimana gambaran perilaku coping yang ditampilkan para ibu tersebut? Dan sebagai data tambahan yaitu bagaimana perilaku coping ibu dari tiap masing-masing kelompok dengan tingkat pendidikan dan status ekonomi yang berbeda? Alat yang digunakan untuk menampilkan peristiwa-peristiwa yang menimbulkan stress pada ibu dibuat berdasarkan hasil elisitasi dan Social- Readjustment Rating Scale dari Holme dan Rahe Pilihan jawaban yang tersedia adalah skala 1- 5 untuk masing-masing dimensi AQ. Alat ini terdiri dari 30 item yang terdiri dari 5 dimensi AQ yaitu Control (C) - menggambarkan seberapa besar kendali yang ditangkap (perceived) suatu individu atas kegagalan yang mereka hadapi. Origin dan Ownership (02) - Origin adalah sumber asal suatu kegagalan dipersepsikan, sedangkan kepemilikan (ownership) berkaitan dengan rasa memiliki hasil atau akibat dari perilakunya (accountability).Reach (R) - menggambarkan seberapa jauh kegagalan/hambatan mempengaruhi area lain dalam hidup suatu individu.Endurance (E) - menggambarkan berapa lama suatu individu menangkap kegagalan/hambatan atau akibat dari kegagalan tersebut berlangsung.Subjek dalam penelitian ini adalah yang anaknya sedang atau pernah mengalami ketergantungan narkoba. Jumlah subjek yang diperoleh sebanyak 30 orang. Untuk melihat gambaran skor tiap dimensi dan gambaran skor total AQ digunakan teknik statistik untuk mendapatkan rata-rata (mean) dan presentase subyek dalam rentang skor total AQ. Uji reliabilitas dan analisis item dari alat coping menggunakan koefisien Cronbach alpha dan metode konsistensi internal dan. Dengan Koefisien Cronbach Alpha yang dihasilkan, maka dapat dikatakan reliabilitas ARP ini sedang cenderung tinggi. Sedangkan untuk mengukur perilaku coping digunakan alat ukur yang sudah terstandarisasi dan baku dari Carver dan Scheier (1989) yaitu COPE Inventory. Alat ini terdiri dari 53 item yang terbagi atas tiga kategori yaitu problem focused coping emotion focused coping dan maladaplive coping. Perhitungan skor masing-masing menggunakan teknik statistik yang mengukur rata-rata {mean). Adaptasi alat ukur dilakukan dengan menerjemahkannya ke dalam Bahasa Indonesia kenudian untuk mendapatkan umpan balik alat tersebut diberikan kepada dosen pembimbing dan sejumlah ibu-ibu dari rentang usia midd/e-adullhood Dari hasil perhitungan didapati bahwa tidak terdapat hubungan yang secara statistik signifikan antara AQ dengan problem focused coping emotion focused coping dan maladaplive coping; rata-rata coping yang dilakukan dari kelompok sampel adalah emotion focused coping. Dari data tambahan yang diperoleh penelitian ini juga memberikan hasil penelitian yang memiliki kesesuaian dengan hasil penelitian Haan (1977) yang menyatakan semakin tinggi status ekonomi seseorang maka semakin jarang ia menggunakan strategi coping yang mencakup kekakuan dan irasionalitas {coping tidak adaptif)dan hasil penelitian Billing dan Moos (1981) bahwa semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang, maka ia semakin menggunakan coping yang berorientasi dengan pemecahan masalah."
Depok: Universitas Indonesia, 2002
S3128
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Devi Ayutya Wardhani
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2003
S3192
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Jelang Ramadhan
"ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk memberikan gambaran Adversity Quotient dan Psychological Well-being pada mualaf khususnya pasca peralihan keyakinan atau fenomena konversi. Penelitian dilakukan pada empat orang mualaf dewasa yang masa konversinya melewati 5 tahun. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah kualitatif dengan pendekatan studi kasus instrinsik yang datanya dihimpun melalui wawancara, lalu dianalisa secara intra-subjek dan inter-subjek. Adversity Quotient diukur dengan empat dimensi CORE yang menunjukkan pengendalian, kepemilikan, jangkauan serta ketahanan mualaf. Sedangkan, Psychological Well-being diukur dengan enam dimensi pembentuk yang menunjukkan penerimaan diri, penguasaan lingkungan, hubungan baik, tujuan dalam hidup serta perkembangan kepribadian dan otonomi diri dalam beragama. Temuan dalam penelitian ini menunjukkan bahwa sebagian besar mualaf yang menjadi subjek memiliki Adversity Quotient tipe climber yang berarti mereka mampu mengendalikan dan menyelesaikan masalah, meskipun membutuhkan waktu, sebagian besar mualaf mampu untuk strive and fight menghadapi berbagai tekanan atau kesengsaraan multidimensi. Sementara itu, keadaan Psychological Well-being sebagian besar mualaf ada pada tren yang positif dan konstruktif karena mereka dapat berbahagia dan berpuas diri atas kehidupan saat ini yang disandarkan pada Islam, mereka juga merasakan ketenangan, kedamaian serta keindahan dalam hidup setelah mengenal Islam lebih intens.

ABSTRACT
The purpose of this research is to describe the picture of Adversity Quotient and Psychological Well being on mualaf, especially after conversion or conversion phenomenon. The research was conducted on four adult mualafs whom converted for more than 5 years. The methodology used in this research is qualitative with case study instrinsic approach which the data is gathered through interview, then analysed with intra subject and inter subject approach. Adversity Quotient measured by four dimensions of CORE which show control, ownership, reach, also endurance of mualaf. Meanwhile, Psychological Well being measured by six shaping dimensions which show self acceptance, environmental mastery, positive relations and purpose in life, also personal growth and autonomy in faith. The discovery of this research is showed that majority mualafs who become the subjects are having Adversity Quotient with climber type which means they are able to control and overcome the problem, eventhough spend longer time, they are able to strive and fight to face any pressure or multidimensional adversity. Meanwhile, majority of mualaf rsquo s Psychological Well being is on a positive and constructive trend because they can happily live and satisfied with the current life which based on Islam, they also feel calmness, peace and beauty in life after knowing Islam more intesively."
2017
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Irfandi Aprianto
"Penelitian ini bertujuan untuk menjelaskan tentang gambaran adversity quotient dan Spiritualitas Islam terhadap aktivis lingkungan hidup Muslim. Aktivis lingkungan hidup menjadi salah satu profesi yang paling banyak mendapatkan kesulitan dalam menjalani perannya. Peneliti ingin memahami lebih jauh peran Adversity quotient (AQ) sebagai kekuatan untuk mampu bertahan menghadapi kesulitan dan bagaimana hubungannya dengan nilai spiritualitas para aktivis. Metode yang digunakan pada penelitian ini ialah metode mixed-method. Alat ukur kuantitatif menggunakan Adversity quotient Response Profile dari Paul G Stolz, sementara Spiritualitas Islam diadaptasi dari The Muslim ReligiosityPersonality Inventory (MRPI). Untuk kualitatif menggunakan wawancara mendalam semi-struktur. Hasilnya terdapat hubungan positif antara Adversity quotient dengan Spiritualitas Islam. Sementara hasil kualitatif mampu mengungkapkan alasan untuk menjelaskan hasil hubungan positif tersebut. 

This study discusses to explain the results of the results of the difficulties and the spirituality of Islam towards Muslim environmental activists. Researchers see the role in the environment as needed. However, it is not easy to be an environmental activist. Various kinds of obstacles they face. Starting economic losses, legal threats, to loss of safety. In order for environmental activists to survive and be able to face their difficulties, readiness is needed to overcome, overcome, overcome the difficulties or problems they face. This is where the role of Adversity quotient (AQ) is needed to support the environment, such as the need to be able to overcome difficulties. Not only that, it turned into an activist. The environment also influenced activist spirituality. They are able to find the meaning behind their activities to become a supporter of the Environment. The method used in this study is a mixed-method method. Quantitative measuring instruments use the Adversity quotient. Profile of Responses from Paul G Stolz, while Islamic Spirituality was adapted from the Inventory of Muslim-Personality Religiosity (MRPI). For qualitative use semi-structured in-depth interviews. The result is a positive relationship between Adversity quotient and Islamic Spirituality. While qualitative results can be revealed the reasons for explaining the results of these positive relationships. "
Depok: Sekolah Kajian Stratejik dan Global Kajian Wilayah Timur Tengah dan Islam, 2020
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
cover
Urip Budicahyadi
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2002
S3096
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Indah Rizki Maulia
"ABSTRAK
Seiring dengan adanya persaingan dalam bidang pendidikan baik secara nasional
maupun internasional antara Perguruan Tinggi, maka perguruan tinggi negeri dituntut
untuk lebih berbenah diri agar dapat meningkatkan kualitasnya. Peningkatan kualitas ini
juga mencakup peningkatan kualitas mahasiswanya. Mahasiswa tidak hanya diharapkan
dapat lulus tepat waktu, tapi juga dapat meraih prestasi yang maksimal.
Dweck (dalam Snyder, 2002) menegaskan bahwa keberhasilan siswa di kelas
tidak hanya ditentukan oleh faktor kecerdasan dan kemampuan. Salah satu faktor penting
yang dapat mempengaruhi prestasi siswa adalah motivasinya dalam meraih hasil yang
maksimal dalam bidang akademis.
Dahulu diyakini bahwa kesuksesan siswa di kelas bergantung pada Intelligence
Quotient dan Emotional Quotient yang dimiliki siswa, namun hal tersebut tidak terbukti.
Paul G. Stoltz (1997) mencoba menjembatani antara konsep kedua konsep ini dengan
menciptakan konsep Adversity Quotient yaitu suatu ukuran untuk mengetahui respons
manusia terhadap kesulitan. Adversity Quotient (AO) diajukan sebagai prediktor global
terhadap kesuksesan antara lain sebagai prediktor dari motivasi. Dalam penelitian ini
Adversity Quotient akan diuji apakah benar memiliki hubungan dengan motivasi yang
salah satu bentuknya adalah motivasi berprestasi dalam bidang akademis.
Penelitian ini berusaha untuk. lebih mengembangkan penelitian mengenai
Adversity Quotient dan motivasi berprestasi dengan sampel warga Indonesia, khususnya
mahasiswa. Dengan demikian diharapkan penelitian ini dapat dimanfaatkan khususnya
oleh bangsa Indonesia. Dalam penelitian ini penulis mengambil sampel mahasiswa
Universitas Indonesia angkatan 2001, 2002, 2003 yang mengikuti program SI reguler.
Peneliti juga akan mencoba melihat apakah ada perbedaan pada mahasiswa yang
berasal dari Jakarta, Depok, Bogor, Tangerang, dan Bekasi (Jadebotabek) dengan yang
berasal dari luar Jadebotabek dalam hal Adversity Quotient dan motivasi berprestasi
akademis. Dugaan akan adanya perbedaan muncul karena adanya asumsi bahwa
mahasiswa yang berasal dari daerah lain mengalami krisis yang lebih berat dibandingkan dengan mahasiswa yang berasal dari kota/daerah dimana universitas itu berdiri, antara
lain berupa tekanan akulturasi yang disebabkan oleh perbedaan kebudayaan dengan
lingkungannya yang baru dan sebagainya.
Penelitian ini bersifat kuantitatif dengan sampel sebesar 87 orang, 60 orang
berasal dari Jadebotabek dan 27 orang berasal dari luar Jadebotabek. Alat ukur Adversity
Quotient dan motivasi berprestasi yang digunakan dibuat sendiri oleh peneliti. Kedua alat
ukur ini berbentuk skala tipe Likert. Alat ukur Adversity Quotient terdiri dari dimensi
Control, Ownership, Reach, Endurance dan alat ukur motivasi berprestasi akademis
terdiri dari dimensi Risiko Pemilihan Tugas, Kebutuhan akan Umpan Balik, Tanggung
Jawab, Ketekunan, Kreatif/Inovatif, dan Keinginan untuk Unggul.
Ternyata motivasi berprestasi akademis tidak hanya dipengaruhi oleh Adversity
Quotient maka faktor-faktor lain yang memiliki pengaruh terhadap motivasi berprestasi
akademis juga dianggap sebagai variabel bebas/independent variable (IV). Faktor-faktor
lain ini diperoleh melalui data kontrol. Dengan demikian hubungan antara Adversity
Quotient juga IV-IV lainnya (jenis kelamin, angkatan, fakultas, jenis ilmu yang ditekuni
di fakultas, asal SMU, jalur masuk UI, pilihan fakultas dalam UMPTN/SPMB, urutan
kelahiran, jumlah anak dalam keluarga, pendidikan terakhir ayah, pendidikan terakhir ibu,
pekerjaan ayah, pekerjaan ibu, tempat tinggal keluarga, saat ini tinggal bersama siapa,
dan keikutsertaan di seminar/pelatihan motivasi) dengan motivasi berprestasi akademis
diuji melalui perhitungan statistik Multiple Regression. Dari hasil penelitian terhadap
sampel tidak ditemukan adanya hubungan antara Adversity Quotient dengan motivasi
berprestasi akademis. Juga tidak ada perbedaan pada mahasiswa yang berasal dari
Jakarta, Depok, Bogor, Tangerang, dan Bekasi (Jadebotabek) dengan yang berasal dari
luar Jadebotabek dalam hal Adversity Quotient dan motivasi berprestasi akademis. Untuk
IV lainnya seperti di atas juga tidak ditemukan adanya hubungan dengan motivasi
berprestasi akademis. Walaupun dari hasil perhitungan didapatkan besarnya peran dari
tiap IV terhadap motivasi berprestasi akademis, namun ternyata tidak signifikan pada
level of significance 0,01 dan level of significance 0,05 sehingga probabilitanya lebih
kecil daripada probabilita yang diharapkan.
Beberapa hal yang mungkin menjadi penyebab terjadi hal tersebut, antara lain
adalah :
Skor Adversity Quotient dan motivasi berprestasi pada sampel penelitian kurang
bervariasi.
Sampel kurang representatif.
Ada faktor lain diluar IV-IV yang diperhitungkan yang lebih besar pengaruhnya
terhadap DV"
2004
S3327
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2   >>