Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 17 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Jakarta: Sagung Seto, 2019
616.12 ARI
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Deny Salverra Yosy
"Latar belakang: Defek septum ventrikel DSV adalah salah satu penyakitjantung bawaan yang paling sering ditemukan. DSV dapat menutup secaraspontan atau harus dilakukan tindakan untuk penutupan defek. Penutupan DSVmelalui operasi masih menjadi baku emas, namun saat ini telah berkembangpenutupan DSV secara transkateter yang dinilai lebih efisien dan memilikiefektivitas yang hampir sama.
Tujuan: Penelitian ini bertujuan membandingkan luaran jangka menengah ataupanjang pasca-penutupan DSV secara transkateter dengan pasca-penutupan DSVsecara operasi.
Metode: Penelitian potong lintang ini dilakukan dari 1 Maret-31 Mei 2017terhadap 68 pasien DSV yang telah menjalani penutupan penutupan DSV secaratranskateter atau operasi di RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo dari 1 Januari 2010-30 April 2017. Subyek adalah pasien DSV perimembranosa outlet PMO atau doubly committed subarterial DCSA lesi tunggal, usia 2-18 tahun, beratbadan di atas 8 kg, dan tidak ada aritmia. Data dikumpulkan dari rekam medikpasien serta dari pemeriksaan elektrokardiografi dan ekokardiografi. Luaranjangka menengah atau panjang aritmia, regurgitasi katup, dan sisa pirau dianalisis dengan uji Chi square atau Fisher exact dan T independen denganinterval kepercayaan 95 dan nilai kemaknaan 0,05.
Hasil: Rerata waktu prosedur penutupan DSV secara transkateter dan operasimasing-masing 108,2 37,8 menit dan 157,2 23 menit. Incomplete RBBB,complete RBBB, blok AV derajat I, serta junctional rhythm ditemukan pada10,3 , 2,9 , 2,9 , dan 1,5 pasien secara berurutan. Aritmia dijumpai pada14,7 pasien transkateter dan 20,6 pasien operasi, serta tidak ditemukanperbedaan bermakna antara kedua prosedur p>0,05. Proporsi peningkatanderajat regurgitasi katup lebih banyak pada prosedur transkateter dibandingkanoperasi 47,1 vs. 32,4 dan tidak terdapat perbedaan bermakna secara statistik p>0,05 . Sisa pirau trivial ditemukan pada 5,9 pasien pasca-penutupan secaratranskateter dan 8,8 secara operasi, dan tidak ditemukan perbedaan bermaknasecara statistik p>0,05.
Simpulan: Luaran jangka menengah atau jangka panjang pasca-penutupan DSVsecara transkateter tidak berbeda dibandingkan secara operasi.

Background: Ventricle septal defect VSD is the most common congenital heartdisease VSD may close spontaneously or a procedure must be performed to closethe defect. Surgical closure of VSD has been the gold standard, but transcatheterclosure of VSD has been developed that seem to be more efficient with similareffectivity.
Objective: To compare mid term or long term outcomes between transcatheterclosure and surgical closure of VSDs.
Methods: A cross sectional study was performed from March 1st until May 31st 2017 to 68 patients with VSDs who underwent transcatheter or surgical closure ofVSD in Dr. Cipto Mangunkusumo hospital from January 1st 2010 until April 30th2017. Subject were patient with single lesion outlet perimembranous VSD ordoubly committed subarterial DCSA, aged 2 to18 years old, body weight morethan 8 kgs, without arrhythmia. Data was collected from patient medical record,electrocardiography and echocardiography examination. Mid term or long termoutcomes arrhythmia, valve regurgitation, and residual shunt was analyzed byChi square or Fisher's exact test and independent T test with 95 confidenceinterval and significance level of 0.05.
Results: The procedure mean time for transcatheter closure and surgical closureof VSDs was 108.2 37,8 minutes and 157.2 23 minutes. Incomplete RBBB,complete RBBB, first degree AV block, and junctional rhythm occurred in 10.3 ,2.9 , 2.9 , and 1.5 patients, respectively. Arrhytmia occurred in 14.7 trancatheter closure patients and 20.6 in surgical closure patients p 0,05. Thedegree of regurgitation proportion in transcatheter closure is higher compared tothe degree of valve regurgitation proportion surgical closure, although there is nostatistical significant difference 47.1 vs. 32.4 , p 0.05 . Trivial residual shuntwas found in 5.9 patients after transcatheter closure and 8.8 surgical closure, also without statistical significant difference p 0,05.
Conclusion: There are no mid term or long term difference outcomes betweenVSDs post transcatheter and surgery closure.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2017
SP-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Jakarta: Sagung Seto, 2018
616.12 KAP
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Ganda S
"Komplikasi pada jantung adalah penyebab utama kematian pada penderita penderita penyakit Takayasu. Telah dilaporkan bahwa penderita yang meninggal dunia oleh karena aritmia ventrikuler termyata juga menderita regurgitasi aorta. Untuk meneliti kekerapan aritmia ventrikuler pada penderita penyakit Takayasu dengan komplikasi regurgitasi aorta, 39 penderita penyakit Takayasu dengan usia bervariasi antara 27 sampai 72 tahun (usia rata rata 47±12 tahun) diteliti dengan menggunakan perekaman Holter elektrokardiografi 24 jam. Kekerapan dan keparahan aritnia ventrikuler pada penderita penderita dengan regurgitasi aorta yang penderita bermakna kemudian dibandingkan penderita tanpa regurgitasi aorta. Aritmia ventrikuler yang kompleks lebih sering dijmpai pada penderita penderita dengan regurgitasi aorta yang bermakna bila dibandingkan penderita penderita tanpa regurgitasi aorta (11 dari 16 penderita dibanding 5 dari 23 penderita; p<0,01).
Pada penderita penderita dengan regurgitasi aorta yang bermakna, dijumpai perbedaan yang tidak bermakna dalam kekerapan aritmia ventrikuler yang kompleks antara penderita penderita dengan thallium-201 miokardial skintigrafi yang abnormal dibandingkan penderita penderita dengan thallium-201 miokardial skintigrafi yang normal. Pada penderita dengan thallium-201 miokardial skintigrafi yang normal, aritmia ventrikuler yang kompleks ternyata lebih sering dijumpai pada penderita dengan regurgitasi aorta yang bermakna bila dibandingkan dengan penderita tanpa regurgitasi aorta (4 dari 6 penderita dibandingkan 0 dari 12 penderita ; p<0.05). Namun demikian, dijumpai perbedaan yang tidak bermakna dalam kekerapan aritmia ventrikuler yang kompleks pada penderita penderita dengan thalium-201 miokardial skintigrafi yang abnormal (7 dari 10 penderita dibanding 5 dari 11 penderita). Dijumpai massa bilik kiri jantung lebih besar pada penderita dengan aritmia ventrikuler yang kompleks dibanding penderita dengan aritmia ventrikuler yang simpel."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 1999
T57292
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Pakpahan, Henry Arriston Parsaoran
Jakarta: Penerbit buku Kedokteran EGC, 2016
616.12 HEN e
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Yoga Yuniadi
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2017
PGB 0580
UI - Pidato  Universitas Indonesia Library
cover
Dwi Yuda Herdanto
"Prevalensi aritmia ventrikel maligna pasca koreksi Tetralogi Fallot (TOF) masih tinggi. Deteksi dini aritmia pasca operasi dilakukan dengan perekaman holter EKG. Modalitas ini tidak tersedia luas di seluruh pelayanan kesehatan. Perlu adanya studi yang menilai hubungan antara fragmentasi QRS berat yang dinilai dengan menggunakan EKG 12 sadapan dengan kejadian aritmia ventrikel pasca koreksi TOF. Studi observasional (potong lintang) pada 59 pasien pasca koreksi TOF >1 tahun dari waktu operasi. Dilakukan pemeriksaan EKG  12 sadapan untuk menilai derajat fragmentasi QRS dan dinilai hubungannya dengan temuan aritmia ventrikel berpotensi maligna dari holter EKG 24 jam. Fragmentasi QRS pada penelitian ini diklasifikasikan sebagai berat (fragmentasi >5 sadapan) dan tanpa fragmentasi berat (0–5 sadapan).  Sebesar  37,3% pasien menjalani operasi koreksi TOF  pada usia >3 tahun. Terdapat 89,8% subyek dengan fragmentasi QRS, dan 57,6% diantaranya dengan fragmentasi QRS berat. Kejadian aritmia ventrikel berpotensi maligna ditemukan pada 40,7% subyek, dan 45,8% diantaranya tidak mempunyai keluhan. Berdasarkan analisis multivariat, fragmentasi QRS derajat berat (OR 8,6[95% IK1,9 – 39,5]) dan interval operasi >7 tahun (OR 8,9[95% IK2,2 – 35,9]) merupakan faktor independen aritmia ventrikel (p<0,05). Terdapat hubungan antara derajat fragmentasi QRS berat dengan kejadian aritmia ventrikel berpotensi maligna, dengan besar risiko delapan kali dibanding pasien tanpa fragmentasi QRS berat.

The prevalence of malignant ventricular arrhythmias after Tetralogy of Fallot (TOF) repair is high. Through ECG holter monitoring, early detection for post-operative arrhythmia can be achieved. Unfortunately, this modality is not widely available. Further study is necessary to evaluate the association between severe QRS fragmentation from 12-leads ECG and incidence of ventricular arrhythmias after TOF repair. This cross-sectional study was done in 59 repaired TOF patients >1 year from time of surgery. QRS fragmentation was defined as notches in QRS complex and classified as severe QRS fragmentation (>5 leads) and none-to-moderate QRS fragmentation (0 – 5 leads). Mean age of 193 + 151 months, 37.3% of patients underwent surgery > 3 years of age. QRS fragmentation was found in 89.8% of subjects, and 57.6% presented with severe QRS fragmentation. The incidence of potentially malignant ventricular arrhythmias was 40.7%, but 45.8% were asymptomatic. On multivariate analysis, severe QRS fragmentation (OR 8,6[95% CI1,9 – 39,5]) and over than 7 years of operating intervals (OR 8,9[95% CI2,2 – 35,9]) were found as independent factors for ventricular arrhythmia occurrence (p <0.05). There is an association between severe QRS fragmentation and incidence of potentially malignant ventricular arrhythmias, with eight times greater risk in patients with none-to-moderate QRS fragmentation."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2019
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Elly Matulimah
"Pengenalan pola beat dalam analisa rekaman elektrokardiogram (EKG) menjadi bagian yang penting dalam deteksi penyakit jantung terutama aritmia. Banyak metode yang dikembangkan terkait dengan pengenalan pola beat, namun sebagian besar masih mengunakan algoritma klasifikasi klasik di mana masih belum mampu mengenali outlier klasifikasi. Fuzzy Learning Vector Quantization (FLVQ) merupakan salah satu algoritma yang mampu untuk mengenali outlier klasifikasi tetapi juga memiliki kelemahan untuk sistem uji yang bukan data berkelompok. Dalam tulisan ini peneliti mengusulkan Fuzzy Wavelet LearningVector Quantization (FWLVQ), yaitu modifikasi FLVQ sehingga mampu mengatasi data crisp maupun data fuzzy dan juga memodifikasi inferensi sistemnya sebagai perpaduan model fuzzy Takagi Sugeno Kang dengan wavelet. Sinyal EKG diperoleh dari database MIT-BIH. Sistem pengenalan pola beat secara keseluruhan terbagi atas dua bagian yaitu data pra proses dan klasifikasi. Hasil percobaan diperoleh bahwa FWLVQ memiliki akurasi sebesar 90.20% untuk data yang tidak mengandung outlier klasifikasi dan 87.19% untuk data yang melibatkan outlier klasifikasi dengan rasio data uji outlier klasifikasi dengan data non-outlier sebesar 1:1.

Abstract
The recognition of beat pattern in analysis of recording an electrocardiogram (ECG) becomes an important detection of heart disease, especially arrhythmias. Many methods are developed related to the recognition of beat patterns, but most still use the classical classification algorithms which are still not able to identify outlier classification. Fuzzy Learning Vector Quantization (FLVQ) is one of the algorithms that can identify outlier classification but also has a weakness for test systems that are not grouped data. In this paper we propose a Fuzzy Wavelet Quantization Learning Vector (FWLVQ), which is modified so as to overcome FLVQ crisp data and fuzzy data and also modify the inference system as a combination of Takagi Sugeno Kang fuzzy model with the wavelet. ECG signal obtained from the MIT-BIH database. Beat pattern recognition system as a whole is divided into two parts: data pre-processing and classification. The experimental results obtained that FWLVQ has an accuracy 90.20% for data that does not contain outlier classification and 87.19% for the classification of data involving outlier ratio outlier test data classification with non-outlier data of 1:1."
Surabaya: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Negeri Surabaya, 2011
AJ-Pdf
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Christina Chandra
"ABSTRAK
Latar Belakang. Sindrom Brugada diketahui menjadi penyebab dari setidaknya 4 dari seluruh kematian mendadak dan 20 dari kematian mendadak pada struktur jantung normal. Saat ini, hanya pola EKG Sindrom Brugada tipe 1 yang bersifat diagnostik sedangkan pola tipe 2 dan 3 tidak diagnostik. Sudut > 580 memiliki nilai diagnosis yang baik pada populasi dengan EKG pola Brugada tipe 2 dan 3. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah parameter tersebut mempunyai hubungan dengan kejadian aritmia pada pasien Sindrom Brugada tipe 2 dan 3.Metode. Studi kasus kontrol ini dilakukan terhadap 29 subjek dengan EKG pola Brugada tipe 2 dan 3 di RS Pusat Jantung dan Pembuluh Darah Harapan Kita RSPJDHK dari periode November 2013 - 2017. Tiga belas subjek dengan riwayat kejadian aritmia menjadi kelompok kasus dan 16 subjek tanpa kejadian aritmia menjadi kelompok kontrol. Data primer yang diambil antara lain riwayat henti jantung mendadak, TV/FV yang terdokumentasi, riwayat sinkop dengan kecurigaan etiologi aritmia dan riwayat pada keluarga serta interogasi data defibrillator kardioverter implan DKI pada subjek yang terpasang DKI. Data sekunder berupa data EKG yang kemudian dilakukan pengukuran sudut pada sadapan prekordial kanan oleh 2 penilai lalu dilakukan analisis statistik.Hasil. Pengukuran sudut oleh 2 penilai tidak terdapat perbedaan bermakna dengan nilai Cronbach rsquo;s Alpha 0,93. Analisa statistik menunjukkan tidak didapatkan perbedaan proporsi yang bermakna antara sudut > 58o terhadap kejadian aritmia pada kedua kelompok kasus dan kontrol. Dilakukan analisis korelasi, terlihat korelasi positif antara sudut r=0,50, p 58o dengan kejadian aritmia pada Sindrom Brugada. Terlihat korelasi positif antara sudut dengan kejadian aritmia namun hal ini masih diperlukan studi lebih lanjut.Kata kunci : sudut , sindrom Brugada.

ABSTRACT
Brugada syndrome is known to be the cause of at least 4 of all sudden deaths and 20 of sudden deaths in structurally normal hearts. To this day, only type 1 Brugada Syndrome ECG pattern is diagnostic, while type 2 and 3 are not. A angle ge 58o has a good diagnostic value in population with Brugada ECG pattern type 2 and 3. This study aims to evaluate whether this parameter is associated with arrhythmic events in patients with Brugada Syndrome type 2 and 3.Methods. This case control study is carried out towards 29 subjects with Brugada ECG pattern type 2 and 3 in National Cardiovascular Center Harapan Kita NCCHK from November 2013 until November 2017. Thirteen subjects with history of arrhythmic events make up the case group while 16 subjects without arrhythmic events make up the control group. Primary data acquired was history of sudden cardiac arrest, documented VT VF, history of syncope suspected of arrhythmic origin and family history, and also interrogation data from implantable cardioverter defibrillator ICD in subjects with ICD. Secondary data were ECG data, from which angle was measured in the right precordial leads by two observers, and then statistical analysis was carried out.Results. From angle measurement by two observers, there was not a significant difference with Cronbach rsquo s Alpha of 0,93. Statistical analysis showed no significant association between a angle ge 58o and arrhythmic events. Correlation analysis was carried out, and a positive correlation was shown r 0,50, p"
2017
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Achmad Gozali
"Latar Belakang: Beban penyakit paru obstruktif kronik PPOK terus menunjukkan peningkatan di seluruh dunia. Penyakit komorbid yang biasa muncul pada PPOK salah satunya adalah penyakit kardiovaskular contohnya aritmia. Prevalens aritmia pada PPOK berkisar antara 12-14 . Terdapat kesamaan faktor antara PPOK dan aritmia, antara lain usia tua dan perokok. Aritmia yang disebabkan oleh obat-obatan bronkodilator juga banyak menyita perhatian. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui prevalens aritmia pada pasien PPOK stabil.
Metode: Penelitian ini merupakan penelitian potong lintang yang dilakukan di Poliklinik Asma- PPOK Rumah Sakit Umum Pusat Persahabatan pada bulan Januari-April 2018 untuk melihat prevalens aritmia pada pasien PPOK stabil. Delapan puluh tiga pasien PPOK stabil di ambil untuk ikut dalam penelitian ini secara consecutive sampling. Pada semua pasien dilakukan anamnesis, pemeriksaan tekanan darah, pemeriksaan tekanan darah, elektrokardiografi EKG dan laboratorium.
Hasil: Sebanyak 83 pasien ikut serta dalam penelitian ini dengan subjek terbanyak laki-laki 95,2 . Usia rerata subjek adalah 66,58. Prevalens aritmia pada pasien PPOK stabil sebesar 24,1 dengan distribusi sinus takikardia sebesar 9,64 , PVCs sebesar 8,43 , PACs sebesar 3,61 dan sinus bradikardia sebesar 2,41 . Ditemukan hubungan bermakna antara kadar klorida dengan kejadian aritmia pada pasien PPOK stabil. Tidak ditemukan hubungan yang bermakna antara usia, jenis kelamin, kelompok PPOK, penggunaan obat-obat bronkodilator, kadar pO2 dan pCO2 dengan kejadian aritmia pada pasien PPOK stabil.
Kesimpulan: Prevalens aritmia pada pasien PPOK stabil dalam penelitian ini adalah sebesar 24,1 . Diperlukan penelitian lebih lanjut untuk mengetahui dengan lebih baik hubungan aritmia dengan faktor-faktor yang mempengaruhi.

Background:Chronic obstructive pulmonary disease COPD represents an increasing burden worldwide. One of the major comorbodities in COPD is cardiovascular events such as arrhythmias. The estimated prevalence of arrhythmias in COPD patients is 12-14 . Chronic obstructive pulmonary disease and arrhtyhmias have common risk factors, such as older age and smoking. Arrhythmias caused by bronchodilators have received considerable attentions. The aim of this study is to reveal the prevalence of arrhythmias in stable COPD patients.
Method: This study is a cross sectional study among stable COPD patients who visit asthma ndash; COPD clinic in Persahabatan Hospital on January to April 2018 to explore the prevalence of arrhythmias in COPD patients. Eighty three COPD patients were participating in the study on a consecutive sampling basis. All patients were interviewed, doing blood pressure, electrocardiography ECG and laboratory examination. Result: A total of 83 patients participated in this study with almost all of the subjects were males 95,2 . The mean age of the subjects was 66,58. The prevalence of arrhythmias in stable COPD patients was 24,1 with sinus tachycardia by 9,64 , PVCs by 8,43 , PACs by 3,61 , and sinus bradycardia by 2,41 . There was a significant association between chloride level and arrhythmias events in stable COPD patients. There was no significant association between sex, age, bronchodilator use, pO2 dan pCO2 levels with arrhythmias events in stable COPD patients. Conclusion: The prevalence of arrhythmias in stable COPD patients in this study is 24,1. Further study is needed to determine the association between arrhythmia and the affecting factors.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2018
T57619
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2   >>