Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 9 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Yani Zamriya
"Latar belakang: Dermatitis atopik DA dapat memiliki dampak negatif pada kualitas hidup. Instrumen yang baku untuk menilai kualitas hidup anak dengan dermatitis atopik di Indonesia belum ada.
Tujuan: mengetahui validitas dan reliabilitas kuesioner children rsquo;s dermatology life quality index CDLQI berbahasa Indonesia pada anak dengan dermatitis atopik.
Metode: Studi potong lintang pada Maret-April 2018 di RSCM dan praktik swasta konsultan alergi dan imunologi anak dengan subyek anak DA usia 4-14 tahun dan anak tanpa penyakit kulit matchingusia . Pasien dan atau orangtua mengisi kuesioner CDLQI berbahasa Indonesia. Waktu yang dibutuhkan untuk pengisian kuesioner dicatat. Pasien dan atau orangtua kemudian mengisi kuesioner CDLQI berbahasa Indonesia ulang dengan dipandu oleh peneliti.
Hasil: Enam puluh pasien, yang terdiri dari 30 pasien DA dan 30 pasien kontrol, diikutsertakan dalam penelitian. Kuesioner CDLQI valid dengan p< 0,01 dengan membandingkan skor kelompok DA dan kontrol. Koefisien korelasi Pearson r setiap pertanyaan dengan total didapatkan 0,284-0,752. Dua faktor dengan nilai 0,684-0,852 didapatkan dari analisis faktor. Reliabilitas yang baik didapatkan dengan Cronbach rsquo;s alpha0,775. Indeks kesepakatan ditunjukkan dengan Kappa 0,934-1 p

Background: Atopic dermatitis AD has negative impacts on quality of life. Standard instrument to measure quality of life of children with atopic dermatitis in Indonesia was not yet available.
Aim: to prove validity and reliability Bahasa Indonesia version of children's dermatology life quality index CDLQI in children with atopic dermatitis.
Methods: A cross sectional study was conducted on March April 2018 in RSCM and pediatric allergy and immunology consultant's private practice. The patients, 4 to 14 year old, with AD and with problems unrelated to the skin age matched were included to complete this questionnaire in Bahasa Indonesia with or without the help of parents. All the patients completed CDLQI again with the help of physician. The time to complete the questionnaire was recorded.
Results: Sixty patients, 30 patients with AD and 30 control patients, were enrolled in the study. The validity of the CDLQI Bahasa Indonesia version was p
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2018
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Anita Halim
"Latar Belakang. Dermatitis atopi merupakan manifestasi penyakit alergi yang sering pada anak. Prevalens dermatitis atopi (DA) meningkat di seluruh dunia dengan awitan tersering pada usia 1 tahun pertama. Lesi DA cenderung relaps hingga usia 5 tahun, diikuti allergic march yang dapat menetap hingga dewasa. Beberapa faktor risiko DA ialah riwayat atopi keluarga, pajanan dini alergen, defek barier kulit dan berkurangnya kekerapan infeksi. Alergen yang sering mencetuskan DA berasal dari makanan. Peran ASI dalam mencegah DA dilaporkan dalam banyak studi, namun masih kontroversi. Studi mengenai hal ini belum banyak dilakukan di Indonesia.
Tujuan. Mengetahui manfaat pemberian ASI eksklusif dalam mencegah kejadian DA pada anak.
Metode. Desain penelitian ini ialah kasus-kontrol berpasangan dengan matching terhadap kelompok usia dan adanya riwayat atopi keluarga. Penelitian dilakukan pada anak berusia 7-24 bulan di Poliklinik Ilmu Kesehatan Anak dua Rumah Sakit swasta dan di sebuah Posyandu di Jakarta, pada bulan Juli-Desember 2012. Diagnosis DA ditegakkan pada kelompok kasus dengan kriteria Hanifin-Rajka.
Hasil. Sebanyak 108 anak ikut serta dalam penelitian. Sebagian besar anak dengan DA berusia 7-24 bulan dan memiliki riwayat atopi keluarga. Awitan DA tersering pada usia 6 bulan pertama dengan predileksi lesi di wajah. Tidak terdapat perbedaan pola dan lama menyusui pada kelompok anak dengan dan tanpa DA. Manfaat ASI dalam mencegah DA pada anak pada penelitian ini belum dapat dibuktikan (RO 0,867;IK95% 0,512-2,635; p 0,851).
Simpulan. Penelitian ini belum dapat membuktikan manfaat pemberian ASI eksklusif untuk mencegah kejadian DA pada anak. Pemberian ASI eksklusif masih sangat direkomendasikan karena memiliki banyak manfaat dan keunggulan dibandingkan susu formula.

Latar Belakang. Dermatitis atopi merupakan manifestasi penyakit alergi yang sering pada anak. Prevalens dermatitis atopi (DA) meningkat di seluruh dunia dengan awitan tersering pada usia 1 tahun pertama. Lesi DA cenderung relaps hingga usia 5 tahun, diikuti allergic march yang dapat menetap hingga dewasa. Beberapa faktor risiko DA ialah riwayat atopi keluarga, pajanan dini alergen, defek barier kulit dan berkurangnya kekerapan infeksi. Alergen yang sering mencetuskan DA berasal dari makanan. Peran ASI dalam mencegah DA dilaporkan dalam banyak studi, namun masih kontroversi. Studi mengenai hal ini belum banyak dilakukan di Indonesia.
Tujuan. Mengetahui manfaat pemberian ASI eksklusif dalam mencegah kejadian DA pada anak.
Metode. Desain penelitian ini ialah kasus-kontrol berpasangan dengan matching terhadap kelompok usia dan adanya riwayat atopi keluarga. Penelitian dilakukan pada anak berusia 7-24 bulan di Poliklinik Ilmu Kesehatan Anak dua Rumah Sakit swasta dan di sebuah Posyandu di Jakarta, pada bulan Juli-Desember 2012. Diagnosis DA ditegakkan pada kelompok kasus dengan kriteria Hanifin-Rajka.Hasil. Sebanyak 108 anak ikut serta dalam penelitian. Sebagian besar anak dengan DA berusia 7-24 bulan dan memiliki riwayat atopi keluarga. Awitan DA tersering pada usia 6 bulan pertama dengan predileksi lesi di wajah. Tidak terdapat perbedaan pola dan lama menyusui pada kelompok anak dengan dan tanpa DA. Manfaat ASI dalam mencegah DA pada anak pada penelitian ini belum dapat dibuktikan (RO 0,867;IK95% 0,512-2,635; p 0,851).
Simpulan. Penelitian ini belum dapat membuktikan manfaat pemberian ASI eksklusif untuk mencegah kejadian DA pada anak. Pemberian ASI eksklusif masih sangat direkomendasikan karena memiliki banyak manfaat dan keunggulan dibandingkan susu formula.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2012
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dian Pratiwi
"Kolonisasi SA merupakan salah satu faktor ekstrinsik yang berperan sebagai pencetus eksaserbasi dan menetapnya inflamasi kulit DA. Prevalensi kolonisasi SA pada pasien DA lebih tinggi dibandingkan dengan populasi umum, baik pada lesi kulit, kulit nonlesi, maupun nares anterior. Kolonisasi SA di nares anterior berperan sebagai reservoir dan merupakan faktor panting untuk kolonisasi kulit. Data tentang kolonisasi SA nasal pada pasien DA bayi dan anak di Indonesia belum ada. Belum diketahui apakah densitas koloni SA nasal berhubungan dengan derajat keparahan DA bayi dan anak.
Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan data perbandingan prevalensi kolonisasi SA nasal pasien DA bayi dan anak dengan bayi dan anak nonDA. Selain itu untuk mencari hubungan antara derajat densitas koloni SA nasal dengan derajat keparahan DA bayi dan anak. Penelitian ini adalah penelitian potong lintang dengan membandingkan antar kelompok (comparative cross sectional).
Penelitian dimulai pada bulan September 2004 sampai Januari 2005 di Poliklinik Divisi Dermatologi Anak Departemen IKKK RSCM, Jakarta. Pemeriksaan biakan untuk identifikasi dan hitung koloni SA dilakukan di Divisi Mikrobiologi Departemen Patologi Klinik RSCM, Jakarta.
Subyek penelitian terdiri atas 42 orang yang datang ke Poliklinik Divisi Dermatologi Anak Departemen IKKK RSCM dan memenuhi kriteria penerimaan serta penolakan. Subyek penelitian dibagi menjadi 2 kelompok, yaitu 21 orang sebagai kelompok pasien DA dan 21 orang nonDA sebagai kelompok kontrol.
Variabel bebas yang diteliti adalah kolonisasi dan densitas koloni SA nasal, sedangkan variabel tergantung adalah derajat keparahan DA. Diagnosis DA ditegakkan berdasarkan kriteria Hanifin dan Rajka (1989). Dilakukan pencatatan derajat keparahan DA dengan skor EASI.
Hasil penelitian adalah sebagai berikut:
1. Karakteristik subyek penelitian
Usia, jenis kelamin, riwayat atopi diri selain DA, dan riwayat atopi keluarga antara kedua kelompok sebanding. Usia termuda 6 bulan dan tertua 13 tahun 11 bulan. Subyek penelitian terbanyak berusia 5 -14 tahun, yaitu 52%.
Pada kelompok pasien DA, 80,8% merupakan pasien DA fase anak. Pasien DA laki-laki 1,3 kali lebih banyak daripada perempuan. Terdapat 3 (14,3%) pasien DA yang disertai riwayat RA dan 2 (9,5%) pasien dengan riwayat asma bronkial. Tidak ditemukan pasien DA yang memiliki 2 manifestasi atopi saluran papas.
Usia awitan DA bervariasi antara 1 bulan - 12 tahun, terbanyak pada kelompok usia 1-5 tahun yaitu 8 (38,1%) pasien. Saat penelitian, 14 (66,5%) pasien menderita episode DA kurang dari 2 minggu. Frekuensi kekambuhan penyakit terbanyak terjadi 3 - 6 kali/tahun, yaitu pada 7 (33,2%) pasien.
2.Prevalensi kolonisasi SA nasal
Kolonisasi SA nasal pada pasien DA didapat pada 16 (76,2%) kasus, sedangkan pada kelompok kontrol ditemukan pada 8 (38,1%). Dengan menggunakan uji Chi-square didapat perbedaan bermakna (p=0,029). Prevalensi kolonisasi SA nasal bayi dan anak DA lebih tinggi dibandingkan dengan kontrol.
3.Hubungan derajat keparahan DA dengan densitas koloni SN nasal dengan menggunakan uji Kruskal Wallis tidak terdapat hubungan bermakna antara derajat keparahan DA yang dihitung berdasarkan skor EASI dengan densitas koloni SA nasal (p=0.834)"
Depok: Universitas Indonesia, 2005
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Molly Dumakuri Oktarina
"Latar belakang: Dermatitis atopik DA merupakan penyakit inflamasi kulit kronik tersering pada anak terutama pada bayi. Salah satu faktor yang berperan pada DA adalah terjadinya defek pada sawar kulit. Pemakaian pelembab pada DA merupakan komponen kunci pada perawatan dasar kulit.
Tujuan: Mengetahui efek pemakaian pelembab untuk mencegah terjadinya dermatitis atopik pada bayi dengan riwayat penyakit alergi keluarga.
Metode: Penelitian uji klinis terkontrol dengan alokasi random yang dilaksanakan di RSIA Budi Kemuliaan, Jakarta selama periode Mei 2015 ndash; Mei 2016.
Hasil: Subyek terdiri dari 44 bayi kelompok perlakuan yang mendapat pelembab dan 35 bayi kelompok kontrol. Sebanyak 24 subjek lost to follow up selama pemantauan 6 bulan. Bayi kelompok kontrol lebih cepat mengalami DA dibanding kelompok perlakuan median waktu 2 bulan vs 4 bulan; hazard ratio 13,01; p=0,02 IK 95 = 1,50-112,94 . Analisis statistik perbedaan efek pelembab kelompok kontrol dan perlakuan adalah p=0,138; RR=2,26 0,83 ndash;6,14.
Simpulan: Secara analisis statistik tidak ada perbedaan efek pelembab untuk mencegah dermatitis atopik pada bayi dengan riwayat penyakit alergi keluarga di Jakarta, Indonesia antara kelompok yang tidak menggunakan pelembab dan kelompok yang menggunakan pelembab.Walaupun demikian, waktu kejadian dermatitis atopik pada kelompok yang tidak menggunakan pelembab lebih cepat dibanding kelompok yang menggunakan pelembab. Kata kunci: dermatitis atopik, bayi baru lahir, pelembab

Background: Atopic dermatitis AD is the most common chronic inflammatory skin disease in children particularly in baby. Skin barrier deffect is one of the important factor in AD. Application of moisturizer is a key in basic skin treatment.
Objective: To investigate the effect of moisturizer to prevent atopic dermatitis AD in high risk baby for AD history of AD in parent or siblings.
Methods: We performed a clinical trial with allocation random in RSIA Budi Kemulian Jakarta on May 2015 May 2016.
Result: Forty four babies were allocated in moisturizer group and 35 babies in control group. There were 24 subjects were lost to follow up in 6 months period. Subjects in control group developed AD earlier compared to those of in moisturizer group median time 2 months vs 4 months hazard ratio 13.01 p 0,02 95 CI 1.50 112.94 . Statistical analysis in incidence of AD between two groups is p 0.138 RR 2.26 0.83 ndash 6.14.
Conclusion: There were no statistically difference in incidence of AD after 6 months follow up between moisturizer and control group but AD developed earlier in control group compared to moisturizer group.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2016
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Osamu Kaminuma
"Abstrak
Eosinophilic inflammation in combination with immunoglobulin E (IgE) production is a characteristic feature of atopic dermatitis. Although activated T-helper type (Th) 2 cells play critical roles in the local accumulation and activation of eosinophils, whether they induce eosinophilic skin inflammation, independent of the IgE-mediated pathway has been unclear. To address the functional role of T cells in allergic skin diseases, we herein transferred Th1/Th2-differentiated or naive DO11.10 T cells into unprimed BALB/c mice. Ovalbumin-specific Th2 cells, as well as eosinophils, accumulated in the skin upon antigen challenge, despite the absence of antigen-specific IgE. Neither antigen-specific Th1 nor naive T cells induced eosinophil accumulation, although Th1 cells by themselves migrated into the skin. Interleukin (IL)-4, IL-5, and eotaxin were specifically produced in the skin of antigen-challenged, Th2 cell-transferred mice, whereas interferon (IFN)-γ and regulated on activation, normal T cell expressed and secreted (RANTES) were preferentially produced in Th1 cells-transferred mice. Production of monocyte chemoattractant protein (MCP)-1 and MCP-3 was enhanced by both Th1 and Th2 cells. The accumulation of eosinophils and Th2 cells in the skin was suppressed by both dexamethasone and FK506, indicating an essential role of Th2 cells in eosinophil recruitment. We conclude that Th2 cells can induce eosinophilic infiltration into the skin in the absence of antigen-specific IgE."
Suwon Korea: The Korean Academy of Asthma, Allergy and Clinical Immunology, 2018
610 AAIR 10:1 (2018)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Devi Nurwidhiyasari
"Berbagai macam penyakit kulit yang terjadi pada pasien dengan PGK salah satunya adalah dermatitis. Karya ilmiah ini bertujuan untuk menganalisa kasus perawatan kulit pada pasien PGK. Case study ini dilakukan pada pasien PGK dengan hemodialisa yang mengalami komplikasi gangguan kulit dermatitis. Hasil case study ini menunjukkan bahwa perawatan kulit dengan pemberian emolien yaitu Vaselin Album yang harus diberikan 30 menit sebelum pemberian kortikosteroid topikal yaitu Mometasone furoate 0,1% dapat mengurangi gangguan integritas kulit pasien yang dibuktikkan dengan penurunan skor Scoring Atopic Dermatitis (SCORED) dari 31,1 ke 19,2. Hasil karya ilmiah ini menunjukkan bahwa perawatan kulit dengan menggunakan emolien yaitu Vaselin Album yang diberikan 30 menit sebelum pemberian kortikosteroid topikal yaitu Mometasone furoate 0,1% dapat efektif mengurangi gangguan integritas pada kulit pasien. Rekomendasi dari penulisan ini bahwa intervensi tersebut dapat terbukti efektif guna mengurangi kondisi inflamasi kulit pada pasien PGK. Dibuktikan dengan berkurangnya tanda dan gejala dermatitis pada pasien. Perawatan Kulit, Dermatitis, Scoring Atopic Dermatitis (SCORED)

 



Various types of skin diseases occur in patients with CKD, one of which is dermatitis. This scientific work aims to analyze cases of skin care in CKD patients. This case study was carried out on CKD patients with hemodialysis who experienced complications of dermatitis skin disorders. The results of this study show that skin care with emollient administration, Vaseline Album which must be given 30 minutes before topical corticosteroid administration, namely Mometasone furoate 0.1% can reduce the disturbance of patients skin integrity as evidenced by a decrease in Scoring Atopic Dermatitis score (SCORED) of 31,1 to 19,2. The results of this scientific work show that skin care using emollients, namely Vaseline Album, which was given 30 minutes before topical corticosteroid administration, namely Mometasone furoate 0.1%, can effectively reduce integrity disorders in the patient's skin. The recommendation of this paper is that these interventions can be proven effective in reducing skin inflammatory conditions in CKD patients. It is proven by the reduced signs and symptoms of dermatitis in patients."
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2019
PR-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Tanjung, M. F. Conny
"ABSTRAK
Patomekanisme dermatitis atopik melibatkan interaksi yang kompleks antara genetik dan
lingkungan. Satu gen yang secara konsisten berhubungan dengan DA adalah mutasi gen
Filaggrin yang dapat mengganggu agregasi sitoskeleton epidermis. Beberapa usaha
pencegahan telah dilakukan antara lain dengan pemberian ASI eksklusif dan suplementasi
LCPUFA, tetapi studi klinis dan meta-analisis tidak menunjukkan hasil yang konsisten.
Inkonsistensi ini dapat disebabkan adanya variasi aktivitas enzim desaturase yang dapat
memodulasi metabolisme PUFA, yang diatur oleh gen FADS1 dan FADS2, serta usia
saat intervensi dilakukan. Diperkirakan periode in-utero memegang peran penting untuk
keberhasilan intervensi.
Penelitian ini bertujuan mengetahui peran mutasi gen FLG dan polimorfisme gen FADS1
dan FADS2 terhadap timbulnya DA pada usia satu tahun. Tujuan Khusus yaitu
mengetahui frekuensi mutasi gen FLG dan polimorfisme gen FADS1 dan FADS2,
mengetahui peran polimorfisme gen FADS1 dan FADS2 terhadap substrat dan produk
LCPUFA dan efeknya terhadap timbulnya DA, mengetahui pengaruh peningkatan rasio
AA terhadap DHA di awal kehidupan terhadap timbulnya DA, mengetahui peran
protektif ASI eksklusif untuk pencegahan DA.
Digunakan dua desain penelitian 1) potong lintang untuk mengetahui peran polimorfisme
gen FADS1 dan FADS2 terhadap perubahan komposisi LCPUFA saat lahir, 2) analisis
kesintasan untuk melihat pengaruh mutasi gen Filaggrin dan polimorfisme gen FADS1
dan FADS2 terhadap timbulnya DA, mengetahui peran peningkatan rasio AA/DHA serta
mengetahui efek protektif ASI eksklusif terhadap timbulnya DA pada usia satu tahun.
Insidens DA dalam penelitian ini sebesar 15,4%. Tidak ditemukan 5 mutasi gen Filaggrin
sesuai dengan data NCBI. Frekuensi alel minor pada polimorfisme gen FADS1 22−27%,
sedangkan untuk FADS2 berkisar 15−48%. Dalam penelitian ini terlihat pengaruh
polimorfisme gen FADS1 dan FADS2 terhadap perubahan komposisi LCPUFA,
khususnya peningkatan asam arakidonat pada kelompok alel minor. Dalam penelitian ini
tidak ditemukan hubungan antara komposisi LCPUFA dan polimorfisme gen FADS
terhadap timbulnya DA. Pemberian ASI eksklusif selama 3−6 bulan tampaknya memberi
efek proteksi terhadap DA
PeneIitian ini diharapkan dapat menjadi landasan untuk tindakan pencegahan DA.
Penelitian ini tidak berhasil menemukan common mutation yang dilaporkan NCBI.
Mutasi gen Filaggrin tergantung perbedaan ras, maka untuk menemukan mutasi yang
baru lebih baik digunakan sekuensing gen secara penuh. Adanya perbedaan frekuensi alel
minor antara anak Indonesia dan Eropa dan aktivitas enzim yang bekerja dengan arah
yang berlawanan dengan alel minor populasi Eropa, mengakibatkan peningkatan kadar
AA dan DGLA pada populasi alel minor dalam penelitian ini.

ABSTRACT
Pathomechanism of atopic dermatiis is linked to the gene-environment interactions. One
genetic locus consistently linked with AD is mutations of filaggrin gene that can induce
disruption in epidermal cytoskeleton aggregation. Some protective measures for the
prevention of AD are breastfeeding and the provision of LCPUFA, but clinical studies
and meta-analysis have shown inconsistent results, which maybe due variation in the
activity of desaturating enzymes modulating PUFA metabolism, which are encoded by
the FADS1 and FADS2 gene cluster and the age at which LCPUFA interventions are
provided.
The general objective is to characterize the impact of genetic variation in the FLG and
FADS1, FADS2 genes cluster on LC-PUFA concentration in Indonesian infants. Specific
objectives including the characterization of the frequency of FLG and FADS1, FADS2
gene single nucleotide polymorphisms (SNPs), the influence of FADS gene
polymorphisms on fatty acid composition and on the occurence of AD, the impact of
increasing ratio of arachidonic acid to docosahexaenoic acid on the progression of AD,
and to see the protective effect of exclusive breastfeeding for the prevention of AD in the
first year of life in Indonesian infants.
Designs were 1) cross-sectional study to see the role of FADS1 and FADS2 gene
polymorphism on the composition of LCPUFA at birth, 2) survival analysis to see the
role of FLG mutation and FADS1 and FADS2 gene polymorphism on the progression of
AD, the role of increasing ratio of AA/DHA and the protective effect of exclusively
breastfeeding on the occurence of AD in the first year of life.
The incidence of AD in this study is 15.4%, No Filaggrin gene mutations based on 5
reported pathogenic SNP was found. The minor allele frequency of FADS1 gene
polymorphism were 22−27%, whereas for FADS2 were 15−48%. We found a strong
correlation between FADS gene polymorphisms with the changes of LCPUFA
composition, especially for the increment of arachidonic acid. No association was found
between the composition of LCPUFA and between FADS genes polymorphisms with
AD. Exclusive breastfeeding until 3 months was found to be protective against AD.
In this study we did not find Filaggrin mutation that reported as pathogenic from NCBI.
The frequency of FADS1 polymorphism were 22−27%, whereas FADS2 polymorphism
were 15−48%. Strong correlation was seen between genetic variations of FADS genes
with the alteration of LCPUFA. Arachidonic acid as the product of LCPUFA was higher
in the minor allele compared with the major allele. No association were found between
genetic variation of FADS genes and the increased ratio of AA/DHA with the occurence
of AD. Exclusive breastfeeding for 3−6 months seems to give protective effect"
2016
D-Pdf
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muthia Sari
"Pendahuluan: Dermatitis atopik dapat terjadi di semua kelompok usia, yang prevalensinya meningkat dalam tiga dekade terakhir di seluruh dunia. Pemakaian kortikosteroid topikal dalam jangka panjang akan menimbulkan efek samping yang berat. Tujuan penelitian ini untuk mengukur efek penggunaan Lactobacillus rhamnosus GG terhadap perbaikan klinis pada dermatitis atopik yang diujikan pada hewan coba mencit BALB/c. Hasil penelitian ini diharapkan dapat dikembangkan sebagai alternatif terapi yang lebih aman digunakan dalam jangka panjang dengan efek samping sistemik yang minimal pada pasien dermatitis atopik.
Metode: Studi eksperimental in vivo dengan hewan coba mencit BALB/c yang diinduksi dermatitis atopik menggunakan dinitrofluorobenzene (DNFB) dan ekstrak tungau debu rumah. Kelompok kontrol sehat tidak diinduksi dan tidak diberikan terapi, sedangkan kelompok kontrol sakit dan perlakuan diinduksi. Kontrol sakit tidak diberikan terapi, sedangkan kelompok perlakuan diberikan terapi kortikosteroid topikal, probiotik oral, probiotik topikal, dan probiotik kombinasi oral dan topikal. Tanda klinis diukur menggunakan sistem Eczema Area and Severity Index (EASI), dengan melihat adanya eritema, ekskoriasi, edema dan likenifikasi. Peningkatan kadar imunoglobulin E (IgE) pada serum dinilai menggunakan metode Enzyme Linked Immunosorbent Assay (ELISA).
Hasil: Tanda klinis dermatitis atopik dan peningkatan kadar IgE serum ditemukan setelah dilakukan induksi pada mencit BALB/c. Efek perbaikan klinis setelah diberikan terapi dengan probiotik kombinasi oral dan topikal menunjukkan hasil yang setara dengan kortikosteroid topikal (nilai p = 0,912). Perbaikan klinis yang paling terlihat ditemukan pada kelompok yang diterapi dengan probiotik topikal dengan mean rank sebesar 10,88. Efek perubahan kadar IgE pada kelompok yang diterapi dengan probiotik kombinasi oral dan topikal menunjukkan hasil yang setara dengan pemberian kortikosteroid topikal (nilai p = 0,613). Perbaikan klinis pada kelompok yang diberikan probiotik menunjukkan respon yang lebih lambat tetapi berkelanjutan dibandingkan kortikosteroid topikal. Kesimpulan: Terapi dengan probiotik Lactobacillus rhamnosus GG memberikan efek perbaikan klinis dan perubahan kadar IgE pada mencit BALB/c yang diinduksi menjadi dermatitis atopik dengan DNFB dan ekstrak tungau debu rumah. Terapi dengan probiotik memberikan efek perbaikan yang berkelanjutan sehingga baik digunakan dalam jangka panjang. Pengamatan dua minggu terapi menunjukkan perbaikan tanda klinis yang terbaik pada kelompok yang diberikan probiotik topikal, sedangkan perubahan kadar IgE serum yang terbaik ditemukan pada kelompok yang diterapi dengan kortikosteroid topikal.

Background: Atopic dermatitis can occur in all age groups, with its prevalence increasing in the last three decades worldwide. Long-term use of topical corticosteroids will cause severe side effects. The purpose of this study was to measure the effect of using Lactobacillus rhamnosus GG on clinical improvement in atopic dermatitis tested on BALB/c mice. The results of this study are expected to be developed as an alternative therapy that is safer to long-term usage with minimal systemic side effects in atopic dermatitis patients.
Methods: In vivo experimental study with BALB/c mice induced atopic dermatitis using dinitrofluorobenzene (DNFB) and house dust mite extract. The healthy control group was not induced and was not treated, while disease control and treatment group were induced. The disease control group was not treated, while the treatment groups were treated with topical corticosteroids, oral probiotics, topical probiotics and combined oral and tropical probiotics. Clinical signs were measured using the Eczema Area and Severity Index (EASI) system, looking at the presence of erythema, excoriation, oedema and lichenification. Elevated serum immunoglobulin E (IgE) levels were assessed using Enzyme Linked Immunosorbent Assay (ELISA) method.
Results: Clinical signs of atopic dermatitis and increased serum IgE levels were found after induction in BALB/c mice. Clinical improvement after being given therapy with combination of oral and topical probiotics showed equivalent results to topical corticosteroids (p value = 0,912). The most visible clinical improvement was found in the group treated with topical probiotics with a mean rank of 10,88. The effect of altering IgE levels in the group treated with combined oral and topical probiotics showed equivalent results to topical corticosteroid administration (p value = 0,613). Clinical improvement in the probiotic-treated group showed a slower but sustained response compared to topical corticosteroids.
Conclusion: Therapy with probiotic Lactobacillus rhamnosus GG provides clinical improvement and changes in IgE levels in atopic dermatitis induced BALB/c mice with DNFB and house dust mite extract. Therapy with probiotics provides a sustainable improvement effect so it is good for long term usage. Two-week observation showed the best improvement in clinical signs in the group given topical probiotics, while the best changes in serum IgE levels were found in the group treated with topical corticosteroids.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2025
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Meisya Fahren
"Media sosial digunakan oleh penderita dan proksi dermatitis atopik (DA) untuk mendapat panduan dan mencari informasi kesehatan, mendiskusikan kesehatan mereka, dan mendapatkan dukungan emosional. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis perilaku pencarian informasi kesehatan penderita dan proksi DA di media sosial. Pendekatan kuantitatif digunakan dengan metode pengumpulan data melalui kuesioner dan mining data komentar pada unggahan akun Instagram @dokterkulitkucom terkait DA. Sebanyak 81 data responden dan 100.847 token dianalisis. Hasil penelitian menunjukkan bahwa penderita dan proksi DA secara sadar membutuhkan informasi terkait DA. Penelitian ini memperlihatkan bahwa responden bisa memiliki lebih dari satu motivasi dalam mencari informasi dan terdapat perbedaan cara menggunakan informasi antara penderita dan proksi DA seperti penderita DA cenderung menyimpan informasi yang didapatkan untuk diri sendiri, sedangkan proksi cenderung membagikan informasi yang didapatkan dengan disintesis terlebih dahulu. Hasil analisis teks komentar pada unggahan Instagram menunjukkan bahwa “Dokter” menjadi istilah yang paling banyak digunakan dalam komentar dengan deskripsi situasi yang dialami menjadi topik bahasan terbanyak. Penelitian ini diharapkan dapat menciptakan strategi edukasi yang lebih berpusat kepada pengguna dengan mempertimbangkan perilaku dan kebutuhan penderita dan proksi DA.

Atopic dermatitis (AD) sufferers and proxies use social media to receive guidance and seek health information, discuss their health, and get emotional support. This study analyzes the health information-seeking behavior of AD sufferers and proxies on social media. A quantitative approach was used with data collection methods through questionnaires and mining comment data on @dokterkulitkucom Instagram account posts related to AD. A total of 81 respondent data and 100,847 tokens were analyzed. The results showed that sufferers and proxies of AD consciously need information related to AD. This study shows that respondents can have more than one motivation in seeking information, and there are differences in how information is used between sufferers and proxies of AD, such as AD sufferers tending to keep the information obtained for themselves. In contrast, proxies tend to share the information obtained by synthesizing it first. The results of the text analysis of comments on Instagram posts show that "Doctor" is the most used term in comments, with the description of the situation experienced being the most discussed topic. This research is expected to create a more user-centered educational strategy by considering the behavior and needs of AD sufferers and proxies."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2024
MK-pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library