Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 3 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Najihah Manggabarani
Abstrak :
BIMP-EAGA yang merupakan singkatan dari Brunei Darussalam, Indonesia, Malaysia, and Philippines—East ASEAN Growth Area merupakan salah satu kerja sama subregional yang diakui ASEAN berperan penting dalam membangun konektivitas ASEAN. Melihat capaian program BIMP-EAGA yang masih rendah khususnya terkait pembangunan konektivitas pada periode Implementation Blueprint (IB 2012-2016), maka fokus penelitian ini adalah untuk menganalisis faktor yang menyebabkan cenderung lambatnya pembangunan konektivitas BIMP-EAGA periode IB 2012-2016. Dengan mengaplikasikan dimensi keberhasilan kerja sama pada konsep kerja sama subregional, temuan dari penelitian ini menunjukkan bahwa faktor jarak geografis, komplementaritas ekonomi dan infrastruktur, komitmen politik dan partisipasi sektor swasta, serta keberadaan katalis berkontribusi dalam perkembangan pembangunan konektivitas BIMP-EAGA yang cenderung lambat. ...... BIMP-EAGA as the abbreviations for Brunei Darussalam, Indonesia, Malaysia, and Philippines—East ASEAN Growth Area is one of subregion cooperation recognized by ASEAN plays an important role in building ASEAN connectivity. Seeing that the achievements of the BIMP-EAGA program are still low, especially related to connectivity development in the Implementation Blueprint period (IB 2012-2016), the focus of this study is to analyze the factors that cause the slow development of BIMP-EAGA connectivity development for the IB period 2012-2016. By applying the dimensions of successful cooperation to the concept of subregional cooperation, the findings of this study show that factors of geographical proximity, economic complementarity and infrastructure, political commitment and private sector participation, as well as presence of a catalyst contribute to the development of BIMP-EAGA connectivity which tends to be slow.
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Widya Sinedu
Abstrak :
ABSTRAK
Tesis ini berbicara mengenai Kerjasama Ekonomi Sub Regional ASEAN (KESR) khususnya di wilayah Timur ASEAN yang lebih dikenal dengan BIMPEAGA. Pembentukan kerjasarna segitiga pertumbuhan yang disetujui pada tanggal 24 Maret 1994 di Davao City ini, merupakan terobosan yang ketiga kalinya setelah dibentuk IMS-GT dan IMT-GT yang diarahkan untuk mempersiapkan wilayahwilayah Timur ASEAN dalam mengantisipasi perkembangan perekonomian dunia yang semakin mengglobal dan ditandai dengan liberalisasi perdagangan dalam konteks AFTA, APEC dan perdagangan bebas dunia pada umumnya yang dimotori oleh WTO.

Krisis ekonomi yang merata di kawasan ASEAN mengakibatkan terpuruknya dunia usaha yang menjadi motor penggerak kerjasama BIMP-EAGA selama ini. Konsekuensinya, liberalisasi dalam kerangka perdagangan dunia menjadi tidak relevan untuk diterapkan oleh wilayah-wilayah EAGA yang sebagian besar merupakan wilayah miskin dengan tingkat efisiensi industri dan kompetitif produksi yang rendah. Penulis memandang bahwa alternatif terbaik bagi wilayah-wllayah tersebut adalah pengembangan kerjasama BM'-SAGA dengan pertimbangan reduksi tarif hanya dibatasi pada wilayah-wilayah yang sedang dilanda krisis ekonomi dan memiliki implikasi terhadap ketidaksiapannya dalam menghadapi liberalisasi. Selain itu dengan letak geografis yang berdekatan dapat merangsang minat sektor swasta untuk memperluas perdagangan dan investasi yang dimungkinkan oleh biaya yang relatif rendah dan sarana transportasi yang memadai. Disamping itu peran pemerintah pusat yang cukup disibukan oleh rehabilitasi ekonomi dapat dikurangi sekaligus dapat memberikan otonomi yang lebih besar bagi daerah-daerah yang menjadi lingkup kerjasama.

Dalam perkembangan terakhir, kerjasama itu sangat tertinggal dan kurang diminati apabila dibandingkan dengan kerjasama serupa yang telah dirintis sebelumnya seperti IMS-GT. Melalui data perdagagangan bisa dilihat bahwa perdagangan intra EAGA sangat rendah dan realisasi Memorandum of Understanding baru sekitar 15 01o. Padahal secara teoritis kerjasama ini akan sangat menguntungkan wilayah-wilayah EAGA.

Tesis ini secara spesifik akan menganalisa faktor-faktor penghambat Pembangunan Ekonomi Sub-wilayah EAGA berdasarkan data sejak tahun terbentuknya (1994) sampai sekarang.

Dalam menganalisa permasalahan yang dihadapi, penulis memperhitungkan faktor-faktor politik, ekonomi, geografis dan sosial budaya darn wilayah-wilayah EAGA karena semua faktor-faktor tersebut secara spesifik mempunyai andil dalam perkembangan BIMP-EAGA.
1999
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Endah Heliana
Abstrak :
Tesis ini menjabarkan mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan kerjasama sub-kawasan di ASEAN dari tahun 1989 hingga 2015. Penelitian ini menjabarkan mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan empat kerjasama sub-kawasan di ASEAN yaitu Indonesia Malaysia Singapore Growth Triangle (IMS GT), Indonesia Malaysia Thailand Growth Triangle (IMT GT), Brunei Darussalam Indonesia Malaysia Phillippines East Asian Growth Area (BIMP EAGA), dan Greater Mekong Sub-region (GMS). Analisis dilakukan menggunakan empat faktor kerjasama sub-kawasan yang dikembangkan oleh Tongzon (2002) yaitu geographical proximity, komplementaritas ekonomi, komitmen politik dan partisipasi sektor swasta, dan katalis. Dalam analisis ditemukan bahwa untuk dapat menjadi kerjasama sub-kawasan termaju di ASEAN dibutuhkan geographical proximity yang memadai, komplementaritas ekonomi, adanya komitmen politik dan partisipasi sektor swasta, dan kehadiran katalis. ......This thesis analyzed about the influence factors of ASEAN sub-regional cooperation growth in ASEAN from year 1989-2015. This research analyze about factors which affecting sub-regional cooperation growth in ASEAN, namely Indonesia Malaysia Singapore Growth Triangle (IMS GT), Indonesia Malaysia Thailand Growth Triangle (IMT GT), Brunei Darussalam Indonesia Malaysia Phillippines East Asian Growth Area (BIMP EAGA), and Greater Mekong Sub-region (GMS). This research employed four sub-regional cooperation factors from Tongzon (2002) consist of geographical proximity, economic complementarity, politics commitment and privat sector participation, and the presence of catalyst. Through this research, the writer found that to be an advanced sub-regional cooperation in ASEAN, it needs supporting factors consist of geographical proximity, economic complementarity, politics commitment and privat sector participation, and the presence of catalyst.
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2016
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library