Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 11 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Laurensia Limas
Abstrak :
Latar Belakang: Kualitas pencitraan 3 dimensi salah satunya bergantung pada resolusi voxel dan diduga dapat mempengaruhi proses identifikasi titik anatomis. Belum banyak penelitian yang dilakukan untuk melihat pengaruh variasi ukuran voxel terhadap ketepatan diagnosis sehingga belum terdapat suatu protokol dalam pemilihan ukuran voxel yang dapat digunakan dalam memanfaatkan CBCT sebagai perangkat diagnostik dalam bidang kedokteran gigi. Oleh karena itu, diperlukan penelitian lebih lanjut mengenai reprodusibilitas identifikasi titik anatomis pada gambar volumetrik hasil pemindaian CBCT dengan mempertimbangkan parameter pemindaian yang mempengaruhi kualitas gambar (ukuran voxel) sehingga pemindaian dapat dilakukan dengan dosis radiasi yang optimal sesuai dengan prinsip ALARA. Metode: Objek penelitian berupa satu buah tengkorak kering yang dipindai dengan CBCT i-CAT 17-19 (Imaging Science, Amerika Serikat) pada ukuran voxel 0,4 mm dan 0,25 mm. Hasil pemindaian ditampilkan dengan perangkat lunak OsiriX dalam bentuk MPR. Identifikasi 9 titik anatomis sefalometri oleh 34 orang ortodontis pada bidang sagital, aksial dan koronal secara berurut sebanyak 2 kali untuk tiap gambar dengan selang waktu 1 minggu. Koordinat titik-titik anatomis tersebut dicatat dan reprodusibilitas masing-masing titik pada kedua gambar diuji dengan menghitung simpangan koordinat yang ditentukan oleh subjek penelitian terhadap ODM dan kemudian diuji t berpasangan. Hasil: Hasil uji t berpasangan pada kedua kelompok data berdasarkan resolusi voxel menunjukkan tidak ada perbedaan bermakna simpangan koordinat yang di tentukan oleh subjek penelitian terhadap rerata koordinat yang didapat dari penelitian ini kecuali pada titik Pog dalam arah medio-lateral. Kesimpulan: Tidak terdapat perbedaan reprodusibilitas dalam menentukan titik anatomis sefalometri pada gambar 3D yang direkonstruksi dengan ukuran voxel 0,25 mm dan 0,4 mm. ......Background: 3D imaging quality was assumed to be influenced by its voxel resolution. Up to now, there has only been few studies on how voxel sizes influence the accuracy of diagnosis, hence there is no concensus of voxel sizes protocol to utilize CBCT as a diagnostic imaging in dentistry, especially in the field of Orthodontics. This study was aimed to assess the influence of voxel sizes to the reproducibility of cephalometric landmarks obtained from a CBCT in order to achieve optimum radiation dose according to  the ALARA principle. Methods: One dried skull was scanned by CBCT machine (i-CAT 17-19; Imaging Science, USA) with 0.4 mm and 0.25 mm voxel sizes. The images were saved in DICOM format to be observed and traced by 34 orthodontists using OsiriX software. Landmark identification was undertaken twice by each subject on MPR view using 3D landmark definition. Deviation of each landmark was calculated to the observers’ mean for each data set. Reproducibility of each landmark was identified on those two data sets and was tested using paired t-test. Result: This study showed that there were no significant differences on those two data sets of coordinate deviation from the observers’ mean except only for Pog (medio-lateral). Conclusion: Voxel size did not seem to influence the landmark identification reproducibility in 3D cephalometric obtained from CBCT.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2016
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Stefanus Siswoyo
Abstrak :
Latar belakang: Evaluasi asimetri dentokraniofasial merupakan hal yang penting dalam perawatan ortodonti dan bedah ortognati. Evaluasi ini berfungsi dalam diagnosis, rencana perawatan, dan evaluasi hasil perawatan. Penggunaan perhitungan indeks asimetri Katsumata secara tiiga dimensi menjadi hal yang marak digunakan dalam penilaian asimetri dentokraniofasial. Tujuan: Penelitian ini bertujuan dalam membandingkan hasil diagnosis kesimetrisan dentokaniofasial yang didapatkan dari perhitungan indeks asimetri Katsumata secara tiga dimensi pada CBCT dan analisis komparasi linier dua dimensi Grummon pada sefalogram posteroanterior yang direkonstruksi dari hasil CBCT. Metode: Penelitian ini merupakan penelitian potong lintang pada lima belas CBCT . Sefalogram posteroanterior pada penelitian ini direkonstruksi dari hasil CBCT yang sama. Perhitungan indeks asimetri pada lima belas titik kraniometri dilakukan pada hasil CBCT dan dilakukan pengambilan diagnosis pada masing-masing parameter sesuai dengan tabel Katsumata. Perbandingan linear dua dimensi dilakukan pada lima belas titik yang sama pada sefalogram posteroanterior. Diagnosis ditegakan sesuai standar Grummon. Uji Kohen Kappa dilakukan untuk melihar reliabilitas intereksaminer dan uji McNemar untuk melihar reliabilitas intraeksaminer. Uji Fisher dilakukan untuk melihat beda diagnosis dan Uji Kohen Kappa dilakukan untuk melihat kuat kesepakatan diagnosis. Hasil: Hasil penelitian menunjukan tidak ada perbedaan diagnosis antara kedua metode pada lima belas parameter yang diukur. Tingkat kesepakatan beragam pada lima belas parameter. Kesimpulan : Penelitian ini menunjukan tidak ada perbedaan diagnosis kesimetrisan dentokraniofasial pada metode dua dan tiga dimensi sehingga diharapkan ortodontis dapat menggunakan analisis tiga dimensi secara langsung pada hasil CBCT. ......The evaluation of dentoskeletal asymmetry is essential in orthodontics and orthognathic surgery, as it aids in diagnosis, treatment planning, and monitoring treatment outcomes. The asymmetry index developed by Katsumata is widely used in assessing craniofacial asymmetry. This study focuses on the comparative diagnosis between Katsumata asymmetry index in three-dimensional (3D) CBCT evaluations and conventional two-dimensional (2D) analysis comparing linear parameters on 2D reconstructed posteroanterior cephalogram. This research is aimed to widely share information and discuss further about utilization latest  three dimensinonal method especially measurement of asymmetry index by Katsumata for diagnosing dentocraniofacial asymmetry using cone beam computed tomography. A cross-sectional study was conducted on 15 CBCT data imaging. Posteroanterior cephalograms were reconstructed CBCT data imaging. Asymmetry index of fifteen anatomical parameter was measured on CBCT data imaging. Diagnosis was risen according to table of Katsumata.  Comparison of linear measurement on 2D reconstructed posteroanterior cephalogram was done on fifteen parameters. Diagnosis was risen accoding to the standard of Grummon analysis. Kappa Kohens were used to asses interexaminer reliabilities and Mc Nemar tests were used to asses intraexaminer reliabilities. The data was tested using Fisher’s exact test. Results showed no significant differences between diagnosis achieved by comparison in two-dimensional analysis (2D) and Katsumata’s asymmetry index in three-dimensional(3D) analysis. Kappa Kohen analysis was performed to every parameter for analyzing strength agreement in diagnosis between both methods. Better agreements are showed in maxillary parameter than mandible parameter. Newer method to evaluate dentoskeletal asymmetry using measurement asymmetry index in three-dimensional(3D) analysis CBCT is considered to have same result in diagnosis with two dimensional Grummon’s analysis.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ferry Joel Bolang
Abstrak :
ABSTRAK
Latar Belakang: Diagnosis dari fraktur mandibula diperlukan pemeriksaan klinis dan evaluasi radiologi yang akurat. Pemeriksaan radiolografis diperlukan untuk pemeriksaan ketebalan tulang dan evaluasi dari kondisi tulang tersebut, sehingga dapat mengurangi resiko terjadinya kerusakan struktur anatomi tulang antara lain cedera akar gigi dan kanalis mandibula.CBCT merupakan radiografis teknologi digital tiga dimensi yang dapat digunakan untuk melihat kondisi tulang tersebut. Tujuan: Mengetahui ketebalan tulang kortikal bukal dan tulang bukal pada regio gigi C P1 P2, serta ketebalan tulang kortikal regio foramen mental yang diukur menggunakan CBCT pada pria jika dibandingkan dengan wanita. Metode Penelitian: 32 sampel penelitian terdiri dari 16 pria dan 16 wanita yang merupakan pasien di RSGM RE Martadinata Ladokgi. Hasil foto radiografis CBCT dilakukan pengukuran ketebalan tulang kortikal bukal, tulang bukal pada regio gigi C P1 P2, dan ketebalan tulang kortikal regio foramen mental. Hasil: Ketebalan tulang kortikal bukal dan tulang bukal regio gigi C P1 P2, serta ketebalan tulang kortikal regio foramen mental jika dibandingkan antara pria terhadap wanita terdapat perbedaan yang bermakna (p<0,05) dimana pada pria menunjukkan nilai yang lebih tinggi dibandingkan pada wanita. Kesimpulan: Ketebalan tulang kortikal bukal dan tulang bukal regio gigi C P1 P2, serta ketebalan tulang kortikal regio foramen mental yang diukur menggunakan CBCT menunjukkan hasil yang berbeda antara pria dan wanita.
ABSTRACT
Background: Accurate clinical examinations and radiographic evaluations are required to construct a proper diagnosis for mandibular fractures. To reduce risks of anatomical bone damages such as injuries to dental roots or mandibular canal, radiographic examinations are suggested to determine bone thickness and evaluate bone conditions. CBCT is a digital 3D radiographic technology used in such circumstances. Aim: To determine mandibular buccal cortical bone and buccal bone thickness in canine, first premolar and second premolar region and cortical bone thickness in mental foramen region under gender differentiation using CBCT. Research Method: 32 subjects comprised of 16 male and 16 female patients from RSGM RE Martadinata Ladokgi Hospital; with CBCT radiographs analyzed to determine mandibular buccal cortical bone and buccal bone thickness in canine, first premolar and second premolar region and cortical bone thickness in mental foramen region. Results: There is a significant differences (p<0.05) between females? and males? thickness of mandibular buccal cortical bone and buccal bone in canine, first premolar and second premolar region and the thickness of cortical bone in mental foramen region. Male subjects was found to have greater number of thickness compared to those of females?. Conclusion: Determination of mandibular buccal cortical bone and buccal bone thickness in canine, first premolar and second premolar region and cortical bone thickness in mental foramen region under different gender using CBCT, showed a different result.
Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2015
SP-PDF
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Tarigan, Sonak Tioria
Abstrak :
Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi akurasi perhitungan dosis berdasarkan citra Cone Beam Computed Tomography (CBCT) sebagai adaptive planning. Perencanaan terapi radiasi dilakukan terhadap 3 pasien kanker laring, 7 pasien kanker paru dan 5 pasien kanker prostat dengan menggunakan teknik Intensity Modulated Radiotherapy (IMRT) dan Volumetric Modulated Arc Therapy (VMAT). Perhitungan dosis dilakukan pada TPS Eclipse v13.6 dengan variasi algoritma Analytical Anisotropic Algorithm (AAA) dan Acuros External Beam (AXB). Penelitian ini diawali dengan tahapan (1) kalibrasi HU citra CBCT menggunakan fantom CIRS 002LFC (2) analisa dose volume histogram (DVH), (3) analisa gamma index dengan kriteria DD 2% / DTA 2mm serta DD 3% / DTA 3mm menggunakan perangkat EPID. Penyimpangan D98%, D50% dan D2% dari DVH dievaluasi dengan menjadikan citra CT algoritma AAA sebagai referensi. Diperoleh nilai penyimpangan D98%, D50% dan D2% tertinggi pada kasus kanker laring yaitu sebesar 9,08% ± 2,21 (CBCT AXBm - CT AAA), 0,74% ± 0,37 (CBCT AXBw - CT AAA) dan 3,79% ± 0,55 (CBCT AXBw - CT AAA). Penyimpangan D98%, D50% dan D2% pada kasus kanker paru dan kanker prostat diperoleh lebih kecil dari 2%. Conformity index (CI) diperoleh pada rentang 0,98 ± 0,011 dan homogeneity index (HI) diperoleh pada rentang 0,08 ± 0,015. Analisa gamma index dengan kriteria 2%/2mm diperoleh pada range 87% - 94% dan kriteria 3%/3mm diperoleh 93% - 99%. Dari hasil penelitian ini didapati bahwa hasil kalkulasi dosis berdasarkan citra CBCT hampir sama dibandingkan dengan citra FBCT sehingga citra CBCT dilihat layak digunakan sebagai adaptive planning radiotherapy.  
The purpose of this study was to evaluate the accuracy of dose calculation based on Cone Beam Computed Tomography (CBCT) as adaptive planning. Treatment planning was generated for 3 patients larynx, 7 patients lung and 5 patients prostate using Intensity Modulated Radiotherapy (IMRT) and Volumetric Arc Therapy (VMAT). Eclipse v13.6 treatment planning system (TPS) with Analytical Anisotropic Algorithm (AAA) and Acuros External Beam (AXB) algorithm has been used to calculate the dose. This study was divided into three major parts : (1) HU calibration for CBCT images by using CIRS phantom 002LFC (2) dose volume histogram (DVH) analysis, (3) analysis of Gamma Passing Rate with criteria DD 2% / DTA 2mm and DD 3% / DTA 3mm using EPID. The DVH analysis for D98%, D50% dan D2% deviation was evaluated and CT images with AAA algorithm used as reference. The highest deviation of D98%, D50% dan D2% was found for larynx cancer with value  9,08% ± 2,21 (CBCT AXBm - CT AAA), 0,74% ± 0,37 (CBCT AXBw - CT AAA) and 3,79% ± 0,55 (CBCT AXBw - CT AAA). Deviation of D98%, D50% dan D2% for lung and prostate cancer is less than 2%. Range of conformity index based on CBCT images is 0,98 ± 0,011 and homogeneity index is in the range of 0,08 ± 0,015. The gamma criteria of dose difference and dose to agreement for 2%/2mm are 87% - 94% and for 3%/3mm are 96% - 98%. From the result, we found that the difference of dose calculation based on CBCT images is almost similar to CT images, so CBCT images are proper to be used for adaptive planning.
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2019
T54121
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Andreas Ronald Barata Sebastian
Abstrak :
Tujuan : untuk mengetahui waktu terbaik dilakukan adaptasi perencanaan radiasi terhadap kasus kanker nasofaring yang menjalani radiasi di RSCM serta mencari tahu hubungan penurunan berat badan dan pengecilan ukuran tumor terhadap perubahan dosimetri pasien kanker nasofaring serta batasan perubahan separasi leher yang memerlukan tindakan adaptasi perencanaan radiasi. Metode : Dilakukan studi kohort prospektif pada 11 pasien kanker Nasofaring. Dilakukan pengukuran berat badan dengan timbangan dan separasi pada tip mastoid , kelenjar getah bening terlebar menggunakan alat ukur di TPS pada data set CT Simulator dan pada CBCT fraksi 1,6,11,16,21,26,dan 31. Data set hasil CBCT dilakukan fusi terhadap data set CT simulator kemudian dilakukan delineasi dan dilanjutkan rekalkulasi dosis dengan parameter yang sama seperti perencanaan radiasi awal kemudian dilakukan evaluasi dosimetri. Jika terdapat deviasi pada minimal 1 organ normal berisiko atau target volume maka masuk ke kriteria untuk dilakukan adaptasi perencanaan radiasi. Batasan waktu dalam menilai hubungan adaptasi perencanaan radiasi dengan parameter klinis dilakukan menggunakan kurva ROC (Receiving Operator Characteristic) Hasil : Dari 11 pasien yang diteliti,terdapat 10 pasien yang memerlukan adaptasi perencanaan radiasi dikarenakan melewati batas toleransi. Perubahan dosimetri yang menyebabkan adaptasi perencanaan radiasi, terjadi pada fraksi dan struktur organ yang berbeda. Hubungan antara waktu fraksinasi dengan indikasi tindakan adaptasi perencanaan radiasi signifikan mulai fraksi ke 6 sedangkan perubahan relative risk terbesar terdapat pada fraksi 11 ke fraksi 16. Indikasi adaptasi perencanaan radiasi dengan parameter klinis; Δ separasi KGB terlebar (AUC 0.951, 95% CI 0.905-0.996), Δ separasi Tip mastoid (AUC) 0.741, 95% CI 0.631-0.852, Δ persentase berat badan ((AUC) 0.911, 95% CI 0.844-0.978). dengan batas tengah kurva ROC pada Δ separasi KGB terlebar 1,21 cm dan Δ persentase berat badan 4,49 %. Kesimpulan : dari penelitian ini, pasien kanker nasofaring membutuhkan radiasi adaptif untuk memberikan terapeutik ratio yang baik dan didapatkan adanya hubungan antara perubahan separasi dan penurunan berat badan dengan adaptasi perencanaan radiasi. ......Objectives: to determine appropriate timing for adaptive radiation therapy for nasopharyngeal cancer cases undergoing radiation at the RSCM and to find out the relationship between weight loss and tumor size reduction on dosimetry changes in nasopharyngeal cancer patients and the cut off of changes in neck separation that require adaptive radiation therapy. Methods: A prospective cohort study was conducted on 11 nasopharyngeal cancer patients. Separation measurements were made on the tip mastoid, the widest neck lymph node using a measuring instrument at the treatment planning system (TPS) on the CT Simulator data set and the CBCT data set fractions 1,6,11,16,21,26, and 31. The CBCT data set was fused to the CT data set. The CBCT data set was then delineated and continued with dose recalculation using the same parameters as the initial radiation plan, then dosimetry evaluation was carried out. If there is deviation in at least 1 normal organ at risk or target volume, then it is included in the criteria for adaptive radiation therapy. The time limit in assessing the relationship between adaptive radiation planning adaptive and clinical parameters was carried out using the ROC (Receiving Operator Characteristic) curve. Results: there were 10 out of 11 patients who required adaptive radiation planning due to exceeding the tolerance limit. Dosimetry changes that cause adaptive radiation planning occur in different fractions and organ structures. The relationship between fractionation time and indications of radiation planning adaptative measures is significant starting from the 6th fraction, while the largest relative risk changes are found in fractions 11 to 16. Indications of adaptive radiation planning with clinical parameters; widest lymph node separation (AUC 0.951, 95% CI 0.905-0.996), tip mastoid separation (AUC) 0.741, 95% CI 0.631-0.852, weight percentage ((AUC) 0.911, 95% CI 0.844-0.978). with the middle limit of the ROC curve at the widest KGB separation 1.21 cm and body weight percentage 4.49%. Conclusion: Nasopharyngeal cancer patients require adaptive radiation to provide a good therapeutic ratio and there is relationship between changes in separation and weight loss with adaptive radiation planning
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Allam Ubaidillah
Abstrak :
Pemanfaatan CBCT (Cone Beam Computed Tomography) radioterapi adaptif dipengaruhi oleh paremeter akuisisi dan rekonstruksi citra dalam akurasi kalkulasi dosis dan kualitas citra dipelajari dalam penelitian ini. Kurva kalibrasi dihasilkan melalui pemindaian fantom CIRS menggunakan CBCT XVI Elekta 5.0.4 dan CT Simulator Somatom, yang bekerja sebagai citra CT referensi. Fantom Rando dan Catphan dipindai dengan parameter akuisisi dan rekonstruksi yang sama untuk menguji akuasi kalkulasi dosis dan kualitas citra. Pengujian kualitas citra sesuai panduan modul XVI Image Quality Test. Parameter akuisisi dan rekonstruksi memiliki dampak pada nilai HU yang digunakan dalam kurva kalibrasi HU-RED. Perbedaan dosis untuk seluruh kurva kalibrasi di bawah 1% dan lolos kriteria gamma passing rate. Citra yang menggunakan 120 kVp, F1 (dengan Filter Bowtie), dan 50 mA (F1-120-50-10) menghasilkan skor GI tertinggi 98,5%. Pengujian kualitas citra menghasilkan skor sebesar 1,2% pada uji uniformitas, 2.14% pada uji low contrast visibility, dan 11 lp/cm pada tes resolusi spasial. Dengan, protokol rekonstruksi yang berbeda menunjukan skor 3,83% dan 4 lp/cm dalam pengujian low contrast visibility dan resolusi spasial, secara berturut-turut. Parameter rekonstruksi CBCT bekerja sebagai koreksi hamburan (scatter correction). Hal ini meningkatkan akurasi dosis dan kualitas citra. Protokol akuisisi CBCT yang tidak cocok menghasilkan citra dengan ketidakpastian tinggi dan protokol rekonstruksi tidak bisa memperbaikinya. Protokol F1-120-50-10 menghasilkan akurasi dosis dan kualitas citra tertinggi. ......The impact of the modified image acquisition and preset reconstruction parameter available in XVI on improving CBCT image quality and dose calculation accuracy were evaluated. Calibration curves were generated by scanning the CIRS phantom using CBCT XVI Elekta 5.0.4 and CT Simulator Somatom, that served as CT image reference. Rando and Catphan phantom were scanned with same acquisition and reconstruction parameters for dose accuracy and image quality tests. The image quality test is uniformity, low contrast visibility, spatial resolution, and geometrical scale test for each image by following the XVI image quality test module. Acquisition and reconstruction parameters have an impact on the HU value that is used as the HU-RED calibration curve. The dose difference for all the calibration curves was within 1% and passed the gamma passing rate. Images acquired using 120 kVp, F1 (with Bowtie Filter), and 50 mA (F1-120-50-10) scored the highest GI of 98.5%. It also scored 1.20% on the uniformity test, 2.14% on the low contrast visibility test, and 11 lp/cm on the spatial resolution test. However, using different reconstructions the score is 3.83% and 4 lp/cm in contrast and spatial resolution test, respectively. Reconstruction protocls work as a scatter correction. It could improve the dose accuracy and image quality. Nevertheless, without adequate CBCT acquisition protocols, it would produce an image with high uncertainty and cannot be fixed with reconstruction protocols. The F1-120-50-10 protocols generate the highest dose accuracy and image quality.
Depok: Fakultas Matematika Dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sariyani Pancasari Audry Arifin
Abstrak :
Latar Belakang: Perubahan degeneratif pada TMJ dapat menyebabkan perubahan morfologi kondilus mandibula. Salah satu faktor yang mempengaruhi perubahan degeneratif TMJ yaitu kehilangan gigi posterior yang tidak diganti. Modalitas CBCT memberikan gambar multiplanar bidang aksial, sagital dan koronal sehingga mempermudah visualisasi TMJ secara menyeluruh, sehingga CBCT dapat menjadi modalitas alternatif untuk mengevaluasi keadaan TMJ terutama morfologi kondilus. Penelitian ini dilakukan untuk meneliti perubahan morfologi kondilus mandibula pada evaluasi CBCT yang berhubungan dengan jumlah kehilangan gigi posterior, kelompok usia dan jenis kelamin. Tujuan: Mengetahui hubungan perubahan morfologi kondilus mandibula berdasarkan jumlah kehilangan gigi posterior pada kelompok usia 30 – 45 tahun dengan kelompok usia 55 – 70 tahun pada evaluasi CBCT. Metode: Penelitian ini merupakan penelitian retrospektif analitik cross sectional. Pengumpulan sampel dilakukan menggunakan metode Non-Probability Sampling dengan teknik Purposive Sampling dan didapatkan sebanyak 70 sampel volume data CBCT. Rekonstruksi dilakukan menggunakan Software CS Imaging Patient Browser 7.0.23 dan CS 3D Imaging v3.8.7. Carestream Health Inc. Kondilus mandibula dibedakan antara sisi kanan dan kiri, hasil rekonstruksi diambil dari potongan sagital dan koronal anteroposterior. Pengamatan dilakukan dua orang, sebanyak dua kali dalam jangka waktu berbeda dan jarak waktu dua minggu. Uji reliabilitas hasil pengamatan dilakukan menggunakan Uji Cohen’s Kappa dan hasil uji intraobserver dan intraobserver menunjukan angka 0.814 – 1.000 yang termasuk dalam kategori almost perfect agreement. Hasil: Terdapat hubungan yang bermakna antara perubahan morfologi kondilus mandibula dengan jumlah kehilangan gigi posterior pada kelompok usia 30 – 45 tahun dan kelompok usia 55 – 70 tahun dalam bentuk erosi, flattening, dan sklerosis (p= <0.005). Pada variabel jenis kelamin tidak ditemukan hubungan yang bermakna (p= >0.005). Kesimpulan: Dari keseluruhan hasil penelitian dapat ditarik kesimpulan bahwa semakin banyak jumlah kehilangan gigi dan semakin bertambahnya usia, memiliki hubungan dan dapat menyebabkan terjadinya perubahan morfologi kondilus mandibula. ...... Background: Degenerative changes in the TMJ can lead to changes in the morphology of the mandibular condyle. One of the factors that affect degenerative changes in the TMJ is the loss of posterior teeth that are not replaced. CBCT modality provides multiplanar images in axial, sagittal, and coronal planes making it easier to visualize the TMJ thoroughly, therefore CBCT can be an alternative modality to evaluate the TMJ condition, specifically the morphology of the condyles. This study aimed to examine the morphological changes of the mandibular condyle on CBCT evaluation with the number of missing posterior teeth, age group, and gender. Objective: To determine the relationship between changes in the morphology of the mandibular condyle based on the number of missing posterior teeth in the age group 30-45 years and the age group 55-70 years. Methods: This study is a cross-sectional analytic retrospective study. Sample collection was carried out using the Non-Probability Sampling method with the Purposive Sampling technique. Reconstruction was performed using CS Imaging Patient Browser 7.0.23 and CS 3D Imaging v3.8.7 Software from Carestream Health Inc. The mandibular condyle was divided into right and left, and the results of the reconstruction were taken from the sagittal and coronal anteroposterior sections. Observations were made by two people, two times in different periods with an interval of two weeks. The reliability test from the observations using Cohen's Kappa test and the results showed almost perfect agreement category with Kappa value 0.814 - 1.000. Results: There was a significant relationship between changes in the morphology of the mandibular condyle in the form of erosion, flattening, and sclerosis with the number of missing posterior teeth in the age group 30-45 years and the age group 55-70 years (p = <0.005). In the gender variable, there was no significant relationship with changes in the morphology of the condyle (p = > 0.005). Conclusion: It can be concluded that the greater number of missing teeth and the older the subject gets has relationship with and can cause changes in the morphology of the mandibular condyle.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ahmad Saptadi
Abstrak :
Latar Belakang: Komplikasi serius yang menyertai tindakan odontektomi adalah cedera nervus alveolaris inferior. Hal penting untuk mengetahui secara tepat posisi gigi molar tiga mandibula impaksi terhadap kanalis mandibula, dengan pemeriksaan radiologi baik 2 dimensi (radiograf panoramik) maupun 3 dimensi (CBCT Scan). Tujuan: Mengevaluasi posisi gigi molar tiga mandibula impaksi yang memiliki kedekatan terhadap kanalis mandibula pada radiograf panoramik berdasarkan  CBCT Scan. Metode: Penelitian deskriptif analitik menggunakan data radiograf Panoramik dan DICOM File CBCT Scan yang memenuhi kriteria inklusi dari  beberapa fasilitas kesehatan yang ada di Jakarta dari bulan November 2010 sampai Desember 2017. Pemeriksaan dilakukan dengan menggunakan komputer yang dilengkapi sistem operasi Macintosh atau Windows serta Planmeca  Romexis Ò imaging software viewer. Analisa data menggunakan SPSS 22 dan uji Chi-Square. Hasil: 48 pasien dengan 61 sampel  memenuhi kriteria inklusi. Kategori posisi berdasarkan radiograf panoramik paling banyak ditemukan adalah peningkatan radiolusensi. Kategori posisi berdasarkan CBCT Scan yang paling banyak ditemukan adalah posisi inferior. Berdasarkan uji statistik ditemukan terdapat perbedaan proporsi yang bermakna (p<0.05) antara kategori Radiograf Panoramik dan kategori lingual-bukal-inferior pada CBCT Scan. Kesimpulan: Penelitian ini dapat dijadikan acuan untuk mengevaluasi posisi gigi molar tiga mandibula terhadap kanalis mandibula dalam memperkirakan resiko terjadinya komplikasi cedera nervus alveolaris inferior selama tindakan odontektomi. ...... Introduction:The serious complication associated odontectomy is inferior alveolar nerve (IAN) injury.  It is essential to investigate accurately the position of impacted mandibular third molars improved the mandibular canal is by radiological examination in nor 2-dimensional (radiograph panoramic) and 3-dimensional (CBCT Scan). Obejctive: The aim of this study is to evaluate the positions of impacted mandibular third molars in which have proximity the mandibular canal on a panoramic radiography based on CBCT Scan. Materials and Methods: This study use descriptive analytic with panoramic radiograph and DICOM File data CBCT Scan that qualified inclusion criteria from several healthcare facilites in Jakarta from November 2010 until  December 2017. The research is done using a computer equipped with Macintosh or Windows operating system and Planmeca Romexis Ò imaging software viewer. Data analysis using SPSS 22 and Chi-Square test. Result: We got 48 patient with 61 teeth sample that qualified inclusion criteria. The most common found position we got from panoramic radiograph is increasing radiolucency. While, from CBCT scan we got the inferior position as the most common found position. Based on statistical test of result between Panoramic Radiograph and CBCT Scan we found that there is proportionally significance (p< 0.05) among category of panoramic radiograph and category of lingual-buccal-inferior on CBCT scan. Conclusion: This study can be used as a reference to evaluate the positions of mandibular third molars against the mandibular canal in prediction the risk of complications of inferior alveolar nerve injury during odontectomy.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2018
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Priska Andini Putri
Abstrak :
Cone Beam CT adalah perangkat citra pemandu yang diintegrasikan pada perangkat LINAC radioterapi. Perangkat tersebut banyak digunakan untuk verikasi posisi pasien dalam tindakan radioterapi. Dalam penelitian ini telah dilakukan untuk estimasi dosis pada daerah kepala, dada, dan pelvis dan untuk evaluasi citra dengan menggunakan perlakuan Cone Beam CT satu putaran penuh. Fantom rando digunakan pada penelitian ini untuk mensimulasikan keadaan yang mendekati sebenarnya dengan kondisi klinis 100 kVp 145 mAs, 110 kVp 262 mAs, dan 125 kVp 680 mAs untuk berturut-turut prosedur perlakuan CBCT kepala, dada, dan pelvis. Dosimeter yang digunakan dalam penelitian ini adalah TLD yang dikalibrasi di PTKMR BATAN dengan kondisi yang sesuai dengan kondisi klinisnya. Fantom Catphan 504 digunakan untuk mengevaluasi citra CBCT dengan menggunakan kondisi klinis protokol pelvis, yaitu dengan energi 125 kV. Hasil estimasi dosis yang diperoleh dari penelitian ini adalah 4.018±0.334 mGy, 4.210±0.428 mGy, dan 12.547±3.046 mGy berturut-turut pada kepala, dada, dan pelvis. Hasil citra dari penelitian ini dievaluasi menggunakan Image J yang menghasilkan nilai densitas material yang ada pada fantom Catphan mendekati nilai acuannya, didapatkan ketebalan slice sebesar 2.153 mm, resolusi uji citranya sebesar 5 lp/cm, dan uji uniformitas pada pusat ROI adalah 34.610±40.999 HU. ...... Cone Beam CT is an image guided device which is integrated in radiotherapy LINAC. The device often used to verify the positions of patient in radiotherapy treatment. Dose estimation for three different clinically scan sites (head, thorax, and pelvis) and image evaluation were performed during the research using full circular treatment by Cone Beam CT. Rando phantom was also used in this research to simulate the real condition for clinical scans (100 kVp 145 mAs for head, 110 kVp 262 mAs for thorax, and 125 kVp 680 mAs for pelvis). TLDs were used and calibrated at PTKMR BATAN with the real condition as clinical condition to mesure the dose. For image evaluation were performed using pelvis clinical scan (125 kV) and using Catphan 504 phantom. Results of dose estimation are 4.018±0.334 mGy for head, 4.210±0.428 mGy for thorax, and 12.547±3.046 mGy for pelvis. Results of image evaluation which was using Image J generated the approximate recommendation value of material density on the Catphan Phantom; slice thickness is 2.153 mm, high resolution is 7 lp/cm, and uniformity in center ROI is 34.610±40.999 HU.
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2014
S54790
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Annisa Ananta Koesuma
Abstrak :
Penggunaan Python dipilih karena bahasa pemrograman ini bersifat open source dengan banyak tersedianya berbagai sumber dan Python juga diklaim sebagai bahasa yang menggabungkan kapabilitas, dengan kode sintaks yang sangat jelas, dan dilengkapi dengan bahasa yang besar dan komprehensif. Library Open CV juga tersedia secara gratis dan menyediakan banyak fungsi pemrosesan gambar. Pengoreksian citra CBCT yang dilakukan pada penelitian ini bertujuan untuk meningkatkan kualitas citra CBCT dengan melihat meningkatnya nilai yang didapat pada citra CBCT terkoreksi. Phantom CIRS 002LFC di-scan pada CBCT menggunakan half bow tie filter sesuai dengan protokol yang digunakan untuk scanning organ thorax. Penelitian ini menggunakan data citra pasien dengan diagnosa kanker paru dan laring masing-masing berjumlah dua dan satu orang. Hasil kalibrasi CBCT terhadap CT diperoleh bahwa nilai HU citra CBCT linier terhadap citra CT. Evaluasi PSNR dan SSIM digunakan pada penelitian ini sebagai parameter keberhasilan dari citra yang dikoreksi. ......Python was chosen because this programming language is open source with many sources available and Python is also claimed to be a language that combines capabilities, with very clear syntax code, and is equipped with a large and complete language. CV Open Library is also available free of charge and provides many drawing functions. CBCT image correction carried out in this study aims to improve the quality of CBCT images by looking at the value obtained in the corrected CBCT image. Phantom CIRS 002LFC was scanned on CBCT using a half bow tie filter according to the protocol used for scanning the thorax organs. This study uses image data of patients diagnosed with lung and laryngeal cancer, respectively, two and one person. The CBCT calibration results against CT showed that the HU value of CBCT images was linear to CT images. PSNR and SSIM evaluations were used in this study as the confidence parameters of the corrected image.
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2   >>