Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 32 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Abstrak :
The bureaucracy which is considered qualified will indicate its human resource's capacity and professionalism,particulary for many civil servants who hold the current positions.......
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Muchlis Agung
Abstrak :
ABSTRAK
Dalam rangka merealisasikan cita-cita nasional sebagaimana yang diamanatkan dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar Tabun 1945 antara lain upaya negara untuk mencerdaskan dan mensejahterakan bangsa maka dilakukan pembangunan sumber daya manusia Indonesia agar menjadi suatu bangsa yang maju dan mampu menjadi bangsa yang mandiri melalui penguasaan ilmu pengetahuan dan penguasaan teknologi yang dilandasi oleh sikap mental kejuangan yang tinggi bagi kepentingan nasional yang menjadi kunci utama dari keberhasilan itu. Menyadari akan hal tersebut maka pemerintah bersama aparatnya bertekad untuk meningkatkan kualitas bangsa melalui pembangunan sumber daya manusia sebagai prioritas utama dalam Pembangunan Jangka Panjang II sebagaimana yang diamanatkan dalam GBHN 1993. ABRI sebagai bagian dari masyarakat, bangsa maupun negera Indonesia bertekad untuk mendukung kebijaksanaan pemerintah tersebut melalui upaya pendayagunaan segenap prajurit dan PNS dalam kesatuan jajaran ABRI sehingga terwujud Postur ABRI yang Profesional, Efektif, Efisien dan Modern. Kondisi tersebut dapat dicapai apabila masing-masing unsur personil yang terdiri dari prajurit dan PNS ABRI di kesatuan-kesatuan ABRI terutama di lingkungan kerja Seskoad mampu bekerja sama dan berprestasi secara optimal dan seimbang. Yang menjadi masalah pokok bahwa telah terjadi ketidakseimbangan prestasi kerja antara prajurit dengan PNS sehingga timbal kesenjangan kinerja atau performance gap yang disebabkan oleh kondisi lingkungan kerja yang kurang sehat. Dari hasil penelitian di Seskoad yang dilakukan melalui penyebaran kuesioner dan wawancara diperoleh hash yang menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang positif kuat sebesar 0,84 antara sikap dan perilaku prajurit ABRI dengan kinerja PNS.
1995
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Hidayat Nuh Ghazali Djadjuli
Abstrak :
Latar belakang: Riskesdas Indonesia tahun 2018, prevalensi hipertensi pada pegawai pemerintah sebesar 36.91% dan prevalensi obesitas pegawai pemerintah sebesar 33.7%%. Prevalensi ini di atas prevalensi nasional, hipertensi 34.1% dan obesitas 21.8%. Tujuan penelitian ini untuk melihat prevalensi obesitas dan hipertensi pada Aparatur Sipil Negara Pemerintah (ASN) Kota Depok tahun 2018, hubungan antara obesitas dan hipertensi serta rekomendasi pencegahan serta pengendalian di kemudian hari. Metode: Penelitian ini menggunakan desain cross sectional. Analisis bivariat antara hipertensi dan faktor yang berkaitan dilakukan menggunakan Chi square test and dilanjutkan analisis multivariat menggunakan model regresi Cox. Hasil: Dari 659 ASN, 53.11% menderita obesitas, 27.47%-56.30% menderita hipertensi. Dalam model regresi Cox akhir, ASN dengan obesitas memiliki resiko 1.65-2.11 kali lebih tinggi menderita hipertensi daripada ASN dengan status gizi normal setelah dikontrol variabel obesitas sentral, jenis kelamin dan hiperglikemia. Diskusi: Obesitas merupakan faktor risiko kejadian hipertensi pada ASN Pemerintah Kota Depok dan faktor lain yang berpengaruh adalah obesitas sentral, jenis kelamin pria dan hiperglikemia. pola hidup sehat, gizi seimbang, aktivitas fisik, pemeriksaan berat badan, lingkar pinggang dan gula darah secara berkala diperlukan untuk mengendalikan hipertensi. Rekomendasi ini perlu ditindaklanjut oleh Pemerintah Kota Depok dan ASN.
Indonesian Riskesdas in 2018, prevalence of hypertension in civil servant was 36.91% and prevalence of obesity in civil servant was 33.7 %%. This prevalence was above the national prevalence of hypertension, 34.1% and obesity, 21.8%. The purpose of this study was to determine the prevalence of obesity and hypertension in Civil Servant of Depok Government in 2018, association between obesity and hypertension and to provide a recommendation for prevention and control in the future. Methods: This study used cross sectional design. Bivariate analysis between hypertension and its potential factor were done using Chi square test and further multivariate analysis was performed using Cox regression model. Results: Among 659 civil servant, 53.11% had obesity, 27.47%-56.30% had hypertension. In final Cox regression model, civil servant with obesity had a risk of 1.44-2.11 times higher in hypertension than civil servant with normal nutritional status after being controlled by central obesity variable, sex and hyperglicemia. Discussion: Obesity is a risk factor for the incidence of hypertension in civil servant of Depok Government and the other factors that influence ware central obesity, man and hyperglicemia.  A healthy lifestyle, balanced nutrition, physical activity, periodic blood pressure checks, waist circumference and blood sugar are needed to maintain ideal weight and blood pressure. This recommendation needs to be followed up by Depok Government and civil servant.
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2019
T53627
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Erdin Tahir
Abstrak :
ABSTRAK
Tesis ini membahas tentang penerapan pemberhentian tidak dengan hormat pegawai negeri sipil dalam perspektif pengadilan tata usaha negara. Penelitian ini merupakan penelitian hukum normatif dengan menggunakan studi kepustakaan dan wawancara dalam pengumpulan data, kemudian data-data yang diperoleh dianalisis dengan menggunakan pendekatan kualitatif. Pemberhentian tidak dengan hormat diatur dalam Pasal 87 Ayat (4) Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 Tentang Aparatur Sipil Negara (UU ASN). Pegawai Negeri Sipil (PNS) yang merasa kepentingannya dirugikan dengan dikeluarkannya keputusan pemberhentian tidak dengan hormat, dapat melakukan upaya administratif terlebih dahulu sebelum mengajukan gugatan di Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) yang terdiri dari keberatan dan banding administratif. Dalam perspektif PTUN penerapan Pasal 87 ayat (4) UU ASN oleh pejabat tata usaha negara justru menimbulkan ketidakpastian hukum. Sebagaimana penerapan pasal 87 ayat (4) huruf b UU ASN yang diberlakukan secara surut (retroaktif) terhadap PNS yang dihukum pidana penjara kejahatan jabatan yakni karena melakukan tindak pidana korupsi. Kemudian penerapan Pasal 87 ayat (4) huruf d UU ASN, dalam perspektif PTUN ketentuan ini mengandung arti kumulatif, artinya kedua syarat harus terpenuhi yaitu mendapatkan hukuman pidana paling singkat dua tahun penjara dan pidana tersebut dilakukan dengan berencana. Jika salah satu dari syarat tersebut tidak terpenuhi, maka terhadap PNS yang bersangkutan tidak dapat diberlakukan ketentuan pasal 87 ayat (4) huruf d UU ASN, sementara untuk pidana yang dilakukan dengan berencana hanya dapat ditafsirkan oleh majelis hakim pidana dalam putusannya dan tidak bisa ditafsirkan oleh pejabat lain, tak terkecuali hakim peradilan administrasi.
ABSTRACT
This thesis studied about the practice of dishonourable dismissal to civil servant from the perspective of state administrative court. This is a research of normative laws using bibliography study and interview in its data aggregation, where the gathered data are analysed using qualitative approach. Dishonourable dismissal is regulated in article 87 section 4 of Law number 5 of 2014 about State Civil Apparatus. Civil servant who believes their self-interest is harmed by the issuing of dishonourable dismissal decision can offer administrative effort first before submitting a lawsuit in State Administrative Court which consist of an objection and an administrative appeal. In the perspective of State Administrative Court, the practice of article 87 section 4 of The State Civil Administration Law by the state administration official in fact cause legal uncertainty. As in the implementation of article 87 section 4 subsection b of The State Civil Administration Law applied in retroactive to civil servant with criminal charge in crime of official occupation, namely the crime of corruption. Then in the implementation of article 87 section 4 subsection d in The State Civil Administration Law, in the perspective of State Administrative Court, this regulation contains cumulative meaning, in the significance that the two conditions have to be completed, namely one has to get criminal charge with minimum imprisonment of 2 years and the crime has to be a premeditated crime. If one of those requirements is not completed, then the regulation in article 47 section 4 subsection d can not be implemented to the civil servant in concern, while the charge for premeditated crime can only be interpreted by the criminal court panel in their verdict and can not be interpreted by any other officials, with no exception to administrative court judge.
2020
T54824
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Manullang, Octaviani
Abstrak :
Pasal 7 ayat (3) huruf a PP 10/1983 mengatur bahwa Izin untuk bercerai tidak dapat diberikan oleh Pejabat apabila bertentangan dengan ajaran agama yang dianut oleh PNS yang bersangkutan. Sebagaimana disabdakan oleh Tuhan Yesus dalam Injil Markus 10: 6-9, bahwa “apa yang telah dipersatukan Allah, tidak boleh diceraikan manusia”, maka kepada setiap orang yang telah menikah berdasarkan ajaran agama Katolik, tidak dapat dilakukan perceraian. Berdasarkan ketetuan tersebut, maka akibat yang seharusnya terjadi terhadap PNS beragama Katolik adalah tidak dapat dilakukannya perceraian. Berdasarkan penelitian normatif-empiris yang Penulis lakukan dan analisa terhadap 5 putusan terkait, dapat disimpulkan bahwa ketentuan dalam Pasal 7 ayat (3) huruf a PP 10/1983 telah tidak efektif diterapkan karena tidak pernah dijadikan sebagai dasar hukum dalam memecahkan masalah perceraian yang melibatkan PNS beragama Katolik sebagai Penggugat atau Tergugat di dalamnya. Hal ini karena Majelis Hakim lebih mengedepankan syarat perceraian dalam Pasal 19 PP 9/1975 jo. Pasal 39 ayat (2) UU Perkawinan. ......Article 7 Paragraph (3) (a) of Government Regulation Number 10 of 1983 regulates that permission to divorce cannot be granted by the official if it is against the religious teaching of the relevant civil servant. As stated by Jesus in the Gospel of Mark 10: 6-9, “what God has united cannot be divorced by humans”, then anyone who has been married under the Canonic Law cannot be divorced. The consequence of these provisions is that Catholic Civil Servants cannot divorce their spouse. Based on normative-empirical research that the Author conducted and the analysis of 5 related court decisions, it can be concluded that the provision in Art. 7 Par. (3) (a) of GR 10/1983 has not been effectively applied because it was never used as a legal basis in solving divorce proceedings involving Catholic Civil Servants. This is because the Panel of Judges prioritizes the terms of divorce in Art 19 GR 9/1975 juncto Art 39 Par. (2) Marriage Law.
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia , 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Abstrak :
One of civil service reform orgent agenda in Indonesia for shortly been done is reform of civil servant candidates (CPNS) procuremen,remembering that it is the most deep critical thing in the entiraly of civil service management process......
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Abstrak :
PNS described having a low level of professionalism, service capability that is not optimal, low levels of reliability, assurance, tangibility, empathy and responsiveness, do not have this level of integrity as government ofiicials so as not to have an emotional tie to the agency force and duties, authority abuse height (KKN), a low level of well-being and is not associated with education level, performance, productivity and discipline. These conditions have an impact on the performance of low PNS in discharging its duties and obligations in serving the community. One of the causes of poor performance in delivering public services PNS is weak PNS management itself, which began in the planning up to the cessation of PNS findings indicate the need for changes in management aspects of civil servants in the district should be formulated in a clear and decisive in the formulation of the law regulating the civil servants in the district and institutional framework that functionally perform management activities / management of state oflicials.
JWK 16:1 (2013)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Honorata Ratnawati Dwi Putranti
Abstrak :
ABSTRAK
Medical treatment and nutrition improvement may extend the life of human beings. This brings out a wider working opportunity to be productive. Therefore, ASN (Aparatur Sipil Negara) performance prior to near retirement should be better. Prior to retirement will always be a burden and it is not a productive moment. Knowing this phase deeply will lead to making a policy of retirement for ASN in dealing with their retirement. Their performance at this phase sometimes causes them to get less attention by superior or their peers; they think of ASN at this phase to be less productive and just waiting for the retirement to come. The aim of this research was to find a management model for the civil servant in approaching the retirement (near-retirement phase). The retirement period experienced by each person after the end of his/her working period is expected to be comfortable. The research utilizes a case study design with a qualitative approach. The interview was conducted in-depth (in-depth interview) in which the informants were the civil servants in the Regional Secretariat of Pemalang District. The data credibility was carried out by using data triangulation. The findings of this research indicated that the internal social relationship of male employees toward retirement was more active than female employees. Moreover, male employees cared more about health factors than female employees. Male employees took more time before retirement whereas female employees were more relaxed. In addition, they need social supports on the eve of retirements such as financial preparation, role adjustment, and retirement activities. Family and colleague's supports were the most important supports needed before retirement.
Jakarta: Research and Development Agency Ministry of Home Affairs, 2018
351 JBP 10:2 (2018)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Ginting, Herwin Jaya Putra
Abstrak :
Dalam Rencana Strategis Pembangunan DKI Jakarta Tahun 1998-2002, Visi Pembangunan DKI Jakarta adalah membangun Jakarta sebagai ibukota Negara Kesatuan Republik Indonesia, sejajar dengan kota-kota besar lainnya di dunia serta dihuni oleh masyarakat yang berkehidupan sejahtera. Dan untuk mewujudkan visi tersebut ditetapkanlah beberapa misi pembangunan, dimana salah satunya adalah membangun citra aparatur pemerintah yang mampu menjawab tuntutan reformasi melalui peningkatan kualitas aparatur. Berdasarkan hasil penelitian terhadap 57 sampel pegawai golongan III dan IV di lingkungan Sekretariat Walikotamadya Jakarta Barat, maka dapat disimpulkan, bahwa faktor-faktor yang berpengaruh terhadap peningkatan klnerja pegawai adalah kemampuan, motivasi, disiplin kerja, kompensasi, kondisi lingkungan kerja, kualitas hubungan kerja serta sistem kerja. Setelah dilakukan uji hipotesis dengan mengunakan model regresi terbukti bahwa faktor-faktor yang diduga berpengaruh tersebut diterima secara signifikan. Selanjutnya dari hasil penelitian disarankan bahwa untuk meningkatkan kinerja pegawai di Lingkungan Sekretariat Walikotamadya Jakarta Barat agar dilakukan secara konsepsional, sistimastis, terencana dan terprogram berdasarkan urutan prioritas yaitu sebagai berikut :
(1) Motivasi (X2). melalui peningkatan peran pimpinan dalam memberikan keteladanan dan pembinaan pegawai melalui pengamalan budaya kerja sehingga dapat memotivasi pegawai dan memacu keinginan akan peningkatan kinerja.
(2) Perlunya peningkatan Disiplin Kerja (X3), melalui pelaksanaan program reward and punishment yang dilakukan secara seimbang, teratur dan berkesinambungan.
(3) Kemampuan (X1), peningkatan kemampuan pegawai dilakukan dengan mengadakan berbagai pelaksanaan Program Diklat terpadu antara Perencanaan Diklat dengan Perencanaan Karier dan perlunya penekanan pada Diklat Fungsional yang berhubungan langsung dengan tugas-tugas yang dihadapi dan melakukan evaluasi secara berkala akan program-program pengembangan pegawai sehingga kinerja pegawai dapat terus ditingkatkan.
(4) Kompensasi (X4), perlunya peningkatan insentif bagi pegawai melalui program pengembangan jabatan fungsional guna meningkatkan keahlian dan meningkatkan kesejahteraan pegawai.
(5) Kualitas Hubungan Kerja (X6), perlunya peran pimpinan dalam menciptakan suatu hubungan kerja yang harmonis, akrab dan saling menghormati sehingga menunjang peningkatan kinerja pegawai.
(6) Terciptanya Kondisi Lingkungan Kerja (X5), yang kondusif bagi karyawan agar dapat melaksanakan tugas-tugasnya dengan baik melalui penyediaan peralatan kantor, penciptaan lingkungan kerja yang sehat dan bersih serta tersedianya sarana dan prasarana pendukung lainnya.
(7) Sistem Kerja (X7), melalui penekanan pada prosedur kerja yang jelas dan tata kerja yang baku agar tercipta suatu sistem kerja yang komprehensif bagi setiap pegawai.
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2000
T2124
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Agus Widodo
Abstrak :
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dan memperoleh gambaran tentang motivasi kerja, kemampuan kerja dan kinerja pegawai administrasi persuratan Sekretariat Negara Republik Indonesia. Di samping itu juga untuk mengetahui hubungan antara motivasi kerja dengan kinerja pegawai, kemampuan kerja dengan kinerja pegawai serta hubungan antara motivasi kerja dan kemampuan kerja secara bersama-sama dengan kinerja pegawai. Dalam penelitian ini populasi sekaligus sampel penelitian adalah pegawai administrasi persuratan Sekretariat Negara RI yang berjumlah 44 orang. Teknik pengumpulan data dilakukan dengan mempergunakan kuesioner untuk variabel motivasi kerja dan kinerja, serta tes untuk mengetahui kemampuan kerja pegawai. Sedangkan teknik analisis yang dipergunakan adalah teknik analisis deskriptif korelasional yang dibantu dengan penggunaan tabel, gambar dan grafik serta penggunaan analisis korelasi (bivariate dan ganda). Hasil penelitian menunjukkan bahwa motivasi kerja pegawai cenderung sedang, kemampuan kerja pegawai adalah tinggi dan kinerja pegawai antara sedang dan tinggi. Kemudian antara motivasi kerja dengan kinerja memiliki hubungan yang positif dan sedang (ditunjukkan dengan r = 0,550), kemampuan kerja dengan kinerja memiliki hubungan yang positif dan kuat (ditunjukkan dengan r = 0,657), dan antara motivasi kerja dan kemampuan kerja secara bersama-sama dengan kinerja memiliki hubungan yang positif dan kuat (ditunjukkan dengan r = 0,728). Di samping itu hasil penelitian juga menunjukkan bahwa kontribusi variabel motivasi kerja terhadap kinerja adalah sebesar 30,3%. Sementara itu kontribusi variabel kemampuan kerja terhadap kinerja adalah sebesar 43,2%. Sedangkan kontribusi variabel motivasi kerja dan kemampuan kerja secara bersama-sama dengan kinerja adalah sebesar 52,9%. Dengan demikian maka dapat diartikan bahwa motivasi kerja dan kemampuan kerja memiliki hubungan yang positif dan kuat dengan kinerja.
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2002
T10117
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4   >>