Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 47 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Williamson, David
Sydney: Currency Press, 1978
828.99 WIL c
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Budi Pramono
"ABSTRAK
Sebuah puusahaan yang baru saja meluncurkan produk barunya ke pasar pada
umumnya mengharapkan agar produknya dapat diterima oleh target pasar yang menjadi
sasaran perusahaan.
Jika ternyata produk tersebut tidak atau belum mendapat sambutan yang
memuaskan dari target pasar yang biasanya ditandai dengan penjualan yang tidak baik
untuk mengetahui penyebabnya perusahaan harus melakukan sebuah riset yang disebut
riset pengembangan produk.
Karya akhir ini berisi tentang riset pengembangan produk yang dilakukan untuk
membantu sebuab klab konsumen yang baru hadir di Jakarta pada akhir tahun 1998.
Penelitian ini bertujuan antara lain untuk mengetahui kesesuaian target pasar yang
ditetapkan, awareness target pasar terhadap kehadiran Buyers Club dan pendapat para
responden khususnya anggota Buyers Club terhadap fitur-fitur klab konsumen yang ada.
Riset ini dilakukan melaiui dua tahap, ysitu pertama riset eksploratori yang
bertujuan untuk mendapatkan gambaran secara tepat masalah yang dihadapi Buyers
Club dengan cara melakukan wawancara dengan pihak manajemen perusahaan dan
kedua adalah riset deskriptif yang dilakukan dengan cara mengadakan wawancara
melalui kuesioner. Jumlah responden yang diwawancarai adalah 150 orang yang terdiri
dari 60 orang anggota Buyers Club dan 90 ocang non anggota Buyers Club dan
wawancara dilakukan dari awal Nopember ?99 sampal dengan akhir Desember ?99 di
perumahan, kampus UI dan beberapa perkantoran di Jakarta.
Untuk mendapatkan 60 orang anggota Buyers Club, pertama-tama ditentukan
bahwa anggota Buyers Club yang akan dijadikan responden adalah konsumen yang
mulai menjadi anggota pada bulan Mei 1999 sampai dengan bulan September 1999.
Lalu dari periode di atas, siap bulannya di ambil 12 orang anggota untuk diwawancara
sehingga jumlah keseluruban adalah 60 responden.
Enam puluh responden yang mewakili sebagian anggota Buyers Club ini
dirasakan memadai karena dari riset eksploratori yang dilakukan oleh penulis,
ditemukan bahwa anggota Buyers Club mempunyal karakteristik yang tidak banyak
berbeda satu sama lain, atau dapat dikatakan mendekati honiogen, terutama dalam hal
usia dan pengeluaran rutin per bulan.
Sedangkan untuk mendapatkan 90 responden non anggota Buyers Club, pertanla
tama diprioritaskan orang-orang yang berumur antara 20 sampai dengan 30 taknm dan
orang-orang yang mempunyai pengeluaran perbulan Rp. 700000,00 sampal dengan Rp.
1500.000,00 atau termasuk dalain masyarakat dengan kelas sosial C+, B-, B dan B+.
Hal ini dilakukan karena nielihat kenyataafl bahwa sebagian besar responden yang
menjadi anggota Buyers Club mempunyai rentang amur dan pengeluaran seperti di atas.
Dari hasil analisis data yang terkumpul ada beberapa hal penting yang dapat
dijadikan bahan masukan bagi pihak manajemen Buyers Club. Di antaranya adalah
target pasar yang telah ditetapkan oleh pihak Buyers Club ternyata sudah tepat tetapi
karena belum adanya program komunikasi terpadu yang tepat mijka target pasar tidak
menyadaii kehadiran Buyers Club di tengah-tengah mereka atau dengan kata lain brand
awareness dan kian konsumen Buyes Club sangat kecil.
Salah satu bentuk komunikasi yang sangat baik utuk meningkatkan brand
awareness Buyers Club adalah berikian di televisi, khususnya RCTI pada saat jam
tayang utama. Memang untuk beriklan di media televisi biaya yang diperlukan tidak
sedikit. Tetapi Buyers Club dapat mengantisipasinya dengan jalan menggunakan iklan
bumper-in dan bumper-out di salah satu sinetron unggulan. Yaitu dengan cara
memunculkan pesan Buyers Club bentuk slide film yang ditayangkan 5 detik pada saat
sebuah sinetron akan memasuki masa istirahat dan dimunculkan lagi 5 detik pada saat
sinetron tersebut akan diputar kembali.
Untuk masalah fitur-fitur yang diberikan oleh Buyers Club, ternyata tidak semua
fitur yang ada diminati oleh anggotanya. Hal ini terlibat dan hasil analisis Thurstone di
mana terlihat fitur diskon di banyak tempat merupakan fitur yang paling diminati oleh
para responden sedangkan fitur yang paling sedikit diminati adalah fitur voice mail dan
Metro Box.
Di sini penulis menyarankan supaya kualitas fitur diskon di banyak tempat
ditingkatkan yaitu dengan membenikan minimal diskon sebesar 10% untuk setiap
transaksi belanja dan membuang fitur Metro Box dan deretan fitur-fltur Buyers Club."
2000
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2004
S7257
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Williams, John
Edinburgh: Mainstream, 2011
796.334 WIL r
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Vinda Tryana
"Peran notaris dalam proyek kredit sindikasi berbentuk club deal PT. Pupuk Swiwidjaja Palembang. Kredit Sindikasi merupakan bentuk pembiayaan yang menetapkan lebih dari satu bank sebagai kreditor nya dalam prakteknya kredit sindikasi terbagi menjadi dua yaitu Sindikasi Murni dan Club Deal. Dalam proyek PT. Pupuk Sriwidjaja model pembiayaan yang dipergunakan adalah Club Deal. Club Deal terbentuk dari masing-masing perjanjian Bilateral antara debitor dan masing-masing kreditor, banyak pihak-pihak yang terlibat di dalamnya terutama Notaris yang menuangkan perjanjian menjadi bentuk akta otentik. Di dalam tesis ini akan dibahas mengenai peran Notaris dalam merumuskan standar perjanjian kredit dari masing ndash;masing bank menjadi perjanjian kredit yang mengakomodasi kepentingan seluruh bank peserta Club Deal dan PT. PUSRI Palembang dan bentuk-bentuk akta perjanjian Club Deal yang dibuat oleh Notaris kepada seluruh bank peserta Club Deal dan PT. PUSRI Palembang, dengan menggunakan metode Deskriptif Analitis. Kata Kunci : Notaris, Club Deal, Kredit Sindikasi.

The role of a notary in a project to syndicated credit in the shaped of club deal pt. pupuk sriwidjaja palembangSyndicated credit is a form of financing which it was decided that more than one indonesian bank as his creditor in practice syndicated credit divided into two that is pure syndication and club deal .In the PT. Pupul Sriwidjaja Palembang model financing that the funds should be used is Club deal .Club deal formed from each bilateral agreement between debitor and each creditors , many parties who engage in them especially of the Notary who pour agreement into the shape of an authentic deed .In the thesis will be discussed on the role of a notary in the formulation of over under a credit agreement standard of each bank credit agreement which each to accommodate the interests of of the banks participants club deal and PT. PUSRI Palembang certificates and forms of agreement club deal made by a notary to all participants club deal and PT. PUSRI Palembang, by using the Deskriptive Analitic method."
Depok: Universitas Indonesia, 2017
T49333
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Prasidya Doni Santika
"[ABSTRAK
Berkendara dengan aman merupakan kebutuhan yang mutlak dipenuhi oleh
siapapun yang menggunakan sarana transportasi kendaraan sepeda motor untuk
meminimalisir kecelakaan, pelanggaran lalu lintas, dan kerugian ? kerugian
lainnya. Terdapat beberapa agen sosial yang mendukung maupun melakukan
program aman berkendara, yang salah satunya adalah klub motor. Namun,
sayangnya tidak semua klub motor dapat konsisten dalam mempraktikkan
berkendara dengan aman. Meskipun demikian, terdapat salah satu klub motor,
yaitu Depok Tiger Club atau DETIC yang secara konsisten menempatkan aspek
aman berkendara sebagai prioritas dan budaya organisasi mereka. Penelitian ini
membahas dinamika budaya aman berkendara DETIC, dengan melihat peran dan
relasi sosial yang dimiliki DETIC dalam menciptakan budaya aman
berkendaranya. Penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif, dengan
menjadikan DETIC sebagai studi kasus untuk melihat budaya aman berkendara
klub motor, serta menggunakan teknik wawancara face to face dan informal group
opinion. Berdasarkan data temuan, DETIC memiliki peran sebagai agen
sosialisasi budaya aman berkendara, baik secara internal ( di dalam organisasi
mereka ) dan eksternal ( di luar organisasi mereka ). Munculnya peran DETIC
sebagai agen sosialisasi budaya aman berkendara, karena DETIC memasukkan
budaya aman berkendara di dalam AD / ART mereka, serta memiliki relasi sosial
yang strategis dalam mendukung budaya aman berkendara mereka. DETIC
memiliki relasi sosial yang strategis seperti dengan pemerintah kota Depok,
kepolisian kota Depok, beberapa perkumpulan motor dan perusahaan di
Indonesia, dan masyarakat umum yang muncul dari social responsibility
organisasi mereka.

ABSTRACT
Safety riding is important needs by anyone that should be have who use
motorycle as their transportation, to minimze accidents, traffic infractions, and
other losses. There are several social agencies that support and conducting safety
riding programs, one of which is a motorcyle club. However, unfortunately not all
motorcyle clubs can be consistent in practicing safety riding. Nevertheless, there
is one motorcyle club, namely Depok Tiger Club or DETIC who put safety riding
as their priority and organizational culture consistently. This research discusses
the dynamics of safety riding culture in DETIC, by looking at their roles and
social relations that are owned DETIC in creating their safety riding culture. This
research used qualitative method by DETIC as a case study to see the safety riding
culture in motorcyle club, as well as using face to face interview and informan
group opinioin techniques. Based on data findings, DETIC has a role as an agent
of socialization in safety riding culture, both internally ( within their organization
) and extenally ( outside their organization ). Th emergence of DETIC role as
agent of socialization in safety riding culture, because DETIC put safety riding
culture in their AD / ART or their rules organization, as well as have strategic
social relations to support of their safety riding culture. DETIC have social
relations such as with Depok government, Depok police institution, several
motorcyle clubs and companies in Indonesia, and the society generally from their
social responsibility organization.;Safety riding is important needs by anyone that should be have who use
motorycle as their transportation, to minimze accidents, traffic infractions, and
other losses. There are several social agencies that support and conducting safety
riding programs, one of which is a motorcyle club. However, unfortunately not all
motorcyle clubs can be consistent in practicing safety riding. Nevertheless, there
is one motorcyle club, namely Depok Tiger Club or DETIC who put safety riding
as their priority and organizational culture consistently. This research discusses
the dynamics of safety riding culture in DETIC, by looking at their roles and
social relations that are owned DETIC in creating their safety riding culture. This
research used qualitative method by DETIC as a case study to see the safety riding
culture in motorcyle club, as well as using face to face interview and informan
group opinioin techniques. Based on data findings, DETIC has a role as an agent
of socialization in safety riding culture, both internally ( within their organization
) and extenally ( outside their organization ). Th emergence of DETIC role as
agent of socialization in safety riding culture, because DETIC put safety riding
culture in their AD / ART or their rules organization, as well as have strategic
social relations to support of their safety riding culture. DETIC have social
relations such as with Depok government, Depok police institution, several
motorcyle clubs and companies in Indonesia, and the society generally from their
social responsibility organization.;Safety riding is important needs by anyone that should be have who use
motorycle as their transportation, to minimze accidents, traffic infractions, and
other losses. There are several social agencies that support and conducting safety
riding programs, one of which is a motorcyle club. However, unfortunately not all
motorcyle clubs can be consistent in practicing safety riding. Nevertheless, there
is one motorcyle club, namely Depok Tiger Club or DETIC who put safety riding
as their priority and organizational culture consistently. This research discusses
the dynamics of safety riding culture in DETIC, by looking at their roles and
social relations that are owned DETIC in creating their safety riding culture. This
research used qualitative method by DETIC as a case study to see the safety riding
culture in motorcyle club, as well as using face to face interview and informan
group opinioin techniques. Based on data findings, DETIC has a role as an agent
of socialization in safety riding culture, both internally ( within their organization
) and extenally ( outside their organization ). Th emergence of DETIC role as
agent of socialization in safety riding culture, because DETIC put safety riding
culture in their AD / ART or their rules organization, as well as have strategic
social relations to support of their safety riding culture. DETIC have social
relations such as with Depok government, Depok police institution, several
motorcyle clubs and companies in Indonesia, and the society generally from their
social responsibility organization., Safety riding is important needs by anyone that should be have who use
motorycle as their transportation, to minimze accidents, traffic infractions, and
other losses. There are several social agencies that support and conducting safety
riding programs, one of which is a motorcyle club. However, unfortunately not all
motorcyle clubs can be consistent in practicing safety riding. Nevertheless, there
is one motorcyle club, namely Depok Tiger Club or DETIC who put safety riding
as their priority and organizational culture consistently. This research discusses
the dynamics of safety riding culture in DETIC, by looking at their roles and
social relations that are owned DETIC in creating their safety riding culture. This
research used qualitative method by DETIC as a case study to see the safety riding
culture in motorcyle club, as well as using face to face interview and informan
group opinioin techniques. Based on data findings, DETIC has a role as an agent
of socialization in safety riding culture, both internally ( within their organization
) and extenally ( outside their organization ). Th emergence of DETIC role as
agent of socialization in safety riding culture, because DETIC put safety riding
culture in their AD / ART or their rules organization, as well as have strategic
social relations to support of their safety riding culture. DETIC have social
relations such as with Depok government, Depok police institution, several
motorcyle clubs and companies in Indonesia, and the society generally from their
social responsibility organization.]"
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2015
S60574
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Tengku Randa Prawira
"ABSTRAK
Analisis Situasi
  1. Pasar mobil mewah di Indonesia memiliki profil yang unik. Berkat pangsa pasarnya sangat kecil terhadap seluruh pasar otomotif Indonesia, persaingan perusahaan penjual mobil mewah (Agen Tunggal Pemegang Merek) tidak bersaing secara volume penjual semata. Hubungan ATPM dengan konsumennya sangat bersifat tersegmentasi, loyalitas tinggi, dan hubungan emosional. Maka, para ATPM lebih berlomba menyediakan customer services daripada produk mobil semata
  2. Lexus Indonesia sejauh ini telah menjawab fenomena tersebut dengan fungsi customer services terpadu dan berkelas bernama Lexus Concierge Services (LCS). LCS pun diterapkan dengan konsep serta standar kemewahan, personalisasi, dan hospitality. Lexus Indonesia telah mempunya customer loyalty yang tinggi tercermin dari repeat buyer sebesar 60%-70% per tahun.
  3. Walaupun demikian, sistem LCS Lexus Indonesia masih sebatas fungsi ­after-sales di mana ?keterlibatan? customer masih sekadar keperluan mobil mereka. Padahal untuk memelihara maupun meningkatkan customer loyalty hendaknya dibuat instrumen layanan yang menciptakan engagement rutin kepada customer. Artinya, Lexus Indonesia membutuhkan cabang baru di sistem LCS yang berfokus kepada program komunikasi terhadap pelanggannya yang bersifat menciptakan keterlibatan rutin terhadap pelanggan Lexus Indonesia.
Tujuan
Meningkatkan dan memelihara keterlibatan rutin pelanggan Lexus Indonesia.
Sasaran
Sasaran program komunikasi:
  • Menumbuhkan awareness dalam lingkup existing customer mengenai sistem LCS sebagai komitmen Lexus Indonesia untuk menjunjung costumer satisfaction.
  • Membangun reputasi Lexus Indonesia di pasar mobil mewah tentang sistem LCS yang berkelas dan terpadu.
Sasaran bisnis perusahaan:
  • Meningkatkan repeat buyer pada penjualan mobil sebanyak minimal 75% per tahun.
  • Meningkatkan penjualan mobil Lexus secara keseluruhan sebanyak 20% per tahun.
Strategi
Pembuatan instrumen untuk customer loyalty program melalui peluncuran special event serta publisitas press conference dan press release.
Khalayak Sasaran
  1. Existing customer Lexus Indonesia
  2. Media Massa
Pesan Kunci
Lexus Indonesia membuat customer loyalty program sebagai bentuk komitmen meningkatkan customer engagement yang bersifat rutin, emosional, dan positif.
Program
  1. Customer loyalty program
  2. Special event
  3. Press conference
  4. Jadwal
    Januari ? Desember 2016
    Anggaran
    Total anggaran yang dibutuhkan sebesar Rp 387,050,000
    Evaluasi
    Metode evaluasi yang digunakan adalah metode input, output, dan outcome.
    Input: evaluasi terhadap segala proses yang berlangsung dalam pelaksanaan kegiatan
    Output: evaluasi terhadap sesuatu yang nyata sebagai hasil dari kegiatan
    Outcome: pengukuran dampak dan evaluasi hasil pelaksanaan kegiatan.

    ABSTRACT
    Situation Analysis
    1. Luxury cars market in Indonesia?s automobile industry has a unique profile. Since their market share among the total car market is very small, every luxury car brands not compete against the sales volume primely ? instead, they?re really chasing how to catch the customer loyalty. Their relationship with their existing customer has a very segmented profile, and emotional deep-bond. Due to that condition, many of luxury car brands in Indonesia deployed many personalized customer relations management with their own style.
    2. Lexus Indonesia, so far, has responded to face the reality or the nature of competition on the luxury car segment. Lexus Indonesia has been deployed a integrated customer services system called Lexus Concierge Services (LCS). Furthermore, LCS has been apllied with their brand standards like hospitality and personalized luxury experience. Lexus Indonesia confirmed their LCS system usage is in order to meet or even catch a customer loyalty. Their customer loyalty is reflected through 60%-70% repeat buyer every year.
    3. However, Lexus Indonesia?s LCS system currently only having a after-sales function. Which is the engagement from the customers only occur simply because of customer?s car business. Eventough, to gain customer loyalty, a company or brand need more a frequently engagement by deploying a customer loyalty program.
    Goal
    To gain and maintain the customer engagement through customer loyalty program.
    Objectives
    Communication program objectives:
    • Gaining awareness in existing customers scope regarding the new LCS system.
    • Building a Lexus Indonesia reputation about the advanced new LCS system
    Company?s business objectives:
    • Increase the amount of repeat buyer on car sales by 75% minimum per year.
    • Increase the whole car sales by 20% per year.
    Strategies
    Make a tools or instruments for the customer loyaty program through grand launching event that creates publicity on mass media.
    Target Audiences
    1. Lexus Indonesia?s existing customer
    2. Mass media
    Key Message
    Lexus Indonesia deploying a customer loyalty program as a commitment to build & maintain customer engagement through an emotional and a long-term relationship.
    Programs
    1. Customer loyalty program
    2. Special event
    3. Press conference
    Schedule
    January ? December 2016
    Budget
    Grand total budget to make these programs is 387,050,000 IDR.
    Evaluation
    The evaluation method that used in this program is input, output, and outcome method.
    Input: an evaluation towards all process that take place in the implementation of activities
    Output: an evaluation towards tangible things as a result of activities
    Outcome: impact measurement and evaluation of the activities implementation.
    "
2015
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Lalisang, Manenda Annerose
"Bisnis pelayanan jasa sekarang merupakan salah satu kegiatan bisnis yang sangat menjanjikan diseluruh dunia termasuk di Indonesia. Pertumbuhan bidang bisnis usaha di Indonesia saat ini merupakan bidang yang berkembang sangat pesat, demkkian juga dengan bisnis jasa /servis antara lain jasa penyewaan gedung pesta Gedung Balai Kartini. adalah gedung yang telah ada 20 tahun, sejak 1980 bergerak di bidang jasa penyewaan tempat perkawinan yang kemudian dibongkar dan direnovasi kembali pada tahun 2004 menjadi gedung yang "multi venue dan multi event".
Uniknya Gedung ini dulunya dikelola secara manual, tradisional namun sempat berjaya menjadi Icon orang yang akan menikah. Dengan gedung baru yang telah berubah wajah cara pengelolaan seperti masa lalu tentu tidak bisa digunakan lagi.
Peneliti membatasi pembahasan pada langkah-langkah komunikasi pemasaran yang ditempuh PT Kartika Buana Ayu (PT KBA) selaku Pengelola Balai Kartini. Bagaimana proses perencanaan komunikasi pemasaran dari pengelola untuk mengoptimalkan penggunaaan gedung Balai Kartini. Serta untuk mengetahui dan menganalisis hal-hal yang mempengaruhi serta upaya apa yang ditempuh oleh PT KBA dalam menghilangkan konsep pemikiran lama tentang penggunaan Gedung Pertemuan tersebut.
Penelitian ini menggunakan metode diskriptif kualitatif dan bertujuan untuk menjelaskan dan memaparkan secara rinci tentang strategi dan langkah pemasaran yang dilakukan oleh PT Kartika Buana Ayu dalam mengelola sebuah gedung Balai Kartini yang multi venue for multi event. Tujuan lain adalah untuk mengetahui strategi apa yang digunakan dalam melakukan kegiatan pemasaran.
Metode analisa penelitian ini menggunakan kerangka analisa SOSTAC . Dan penelitian ini menunjukan bahwa promosi terbuka pemasaran gedung mengalami hambatan karena belum mendapat ijin. Hal ini ikut mempengaruhi tingkat penjualan Balai Kartini. Balai Kartini masih tetap melekat dengan citra lamanya sebagai gedung pesta perkawinan saja.
Walaupun demikian segenap cara pemasaran diluar promosi terbuka untuk memasarkan tetap dilakukan oleh pihak pengelola. Dalam elemen pemasaran yang paling penting adalah bahwa dia punya strategi punya taktik dan punya value. Dari analisis yang dilakukan maka pemasaran Balai Kartini memperhatikan unsur-unsur segmentasi, sasaran serta promosi. Secara teoritis Balai Kartini juga melaku taktik-taktik tertentu agar apa yang ingin dicapai dalam waktu dekat bisa terlaksana dengan baik, Beberapa temuan penelitian adalah sebagai berikut :
- Keputusan manajemen untuk mengelola sendiri jasa boga bagi keperluan gedung menjauhkan pasar yang dibawa oleh pemain lain di industri jasa boga
- Persepsi masyarakat yang mengatakan bahwa sekitar gedung Balai Kartini sangat macet lalu lintasnya membuat masyarakat enggan mempertimbangkan Balai Kartini sebagai pilihan pertama
- Situasi pasar yang semakin kompetitif memaksa pesaing untuk melakukan perlawanan dari berbagai aspek dan yang paling lazim adalah melakukan perang harga
- Strategi Komunikasi Marketing tidak dijalankan secara optimal karena tidak menggunakan metoda yang tahapannya jelas tolok ukumya
Dengan demikian hasil penelitian ini menunjukkan bahwa bila PT KBA menggunakan strategi pemasaran yang tepat maka tingkat penjualan dan target yang ingin dicapai dapat terlaksana."
Depok: Universitas Indonesia, 2006
T22109
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Bernadette S. Wahyu H.
"Atribut-atribut produk dapat dijadikan sebagai atribut produk dari suatu merk tertentu, jika atributatribut tersebut merupakan keistimewaan yang ditawarkan oleh merk tersebut. Atribut atau ciri yang melekat pada produk merupakan hal yang akan disampaikan dan ditawarkan kepada konsumen oleh produsen produk tersebut melalui kegiatan posi tioningnya. Tidak semua atribut yang melekat pada produk ditawarkan oleh produsen melalui kegiatan komunikasi periklanannya. Melainkan atribut-atribut yang dianggap produsen merupakan kelebihan yang dimiliki merk produknya dibandingkan dengan merek lain dari jenis produk yang sama. Hal ini berkaitan dengan usaha yang dilakukan ol eh produsen dalam menempatkan merknya kedaiam benak konsumen pada suatu posisi tertentu. Ternyata dari sekian banyak atribut-atribut yang ditawarkan oleh suatu merk hanya beberapa atribut saja yang dapat diterima konsumen, sehingga konsumen memilih merk tersebut. Atribut-atribut yang dipilih adalah atribut-atribut yang dianggap penting oleh konsumen. Atribut-atribut yang dianggap penting oleh konsumen inilah yang dikatakan sebagai atribut-atribut yang dominan. Melalui perhitungan statistik Analisis Faktor , atribut-atribut tersebut disederhanakan menjadi beberapa dimensi. Setiap dimensi terdiri dari variasi kelompok atribut yang berbeda sesuai dengan latar belakang -faktor demogra-fi dan psikograti konsumen- Dengan demikian dapat di ketahui persepsi konsumen tentang atribut-atribut yang dominan dari merk tersebut yaitu merek Diners Club. Kartu Kredit di Indonesia merupakan produk yang lebih dikenal di kota-kota besar. Terdapat berbagai mer k kartu kredit yang terbit di Indonesia. Pada dasarnya tidak terdapat banyak perbedaan antara merek kartu kredit yang satu dengan yang lainnya disebabkan -fungsi dasar kartu kredit adalah sama yaitu pengganti alat pembayaran secara tunai - Penu1 i s t er t ari k un t u k meneliti atribut-atribut yang dominan dalam kartu kredit Diners Club karena mer k Diners Club merupakan kartu kredit yang tidak murni - Daiam arti , kartu Diners Club merupakan satu-satunya "Charge Card" yaitu pembayaran harus dilakukan secara sekal i gus jika dilakukan penagihan. Tidak seperti merk kartu kredit lain yang memperbolehkan pembayaran secara berangsur dengan dikenakan bunga. Tetapi keistimewaan merek Diners Club yang hanya mengeluarkan satu jenis kartu yaitu kartu platinum juga mempengaruhi persepsi konsumen dalam menentukan atribut yang dominan dalam kartu kredit Oleh sebab itu atribut kredit tak terbatas dan prestis merupakan atribut-atribut yang selalu muncul dalam setiap dimensi. Hasi 1 peneli tian juga menunjukkan bahwa kecenderungan . gaya hidup konsumen adalah gaya hidup orientasi diri yaitu gaya hidup yang mementingkan kepentingan pribadinya. Sedangkan Keperibadian konsumen cenderung kearah kepribadian aktif."
1990
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Meilany Widiasari
"ABSTRAK
Remaja adalah suatu periode transisi dimana terjadin peralihan masa
kanak-kanak ke masa dewasa. Sejalan dengan periode remaja sebagai periode
transisi, terlihat gejala-gejala yang menunjukkan bahwa remaja berupaya
melahirkan suatu budaya remaja khusus dan mencerminkan orisinalitas identitas
mereka sebagai anak muda. Berkaitan dengan budaya tersebut terdapat suatu
aktifitas kultural yang secara universal banyak memberikan kontribusi pada
keseharian remaja yaitu musik. Dalam proses interaksional kultur musik,
seseorang yang menciptakan atau memainkan suatu aliran musik tertentu dapat
menjadikan dirinya idola kharismatik dimata penggemar musik tersebut (Garrison
dalam Hanurawan, 1993).
Para artis idola tersenut menyadari bahwa penggemar adalah aset yang
berharga dan bernilai tinggi, sehingga belakangan ini muncul fenomena baru yaitu
maraknya fans club (klub penggemar) dan anggotanya sebagian besar adalah
remaja. Dari hasil penelitian Cheng, S. T (1997) di Hongkong, didapatkan adanya
perbedaan harga diri yang signifikan antara remaja yang menjadi anggota fans
club dengan remaja yang tidak menjadi anggota fans club. Harga diri terdiri dari
tiga komponen harga diri yaitu feeling of belonging, feeling of competence, dan
feeling of worth. Salah satu komponen yaitu feeling of belonging dihasilkan pada
saat seseorang menjadi anggota suatu kelompok tertentu, atau pada saat ia sudah
tiojftk menjadi anggota kelompok tersebut. Cheng mengasumsikan remaja anggota
fans. Club memiliki harga diri yang rendah, sehingga ia ingin meningkatkan harga
dirjtjya dengan cara memperoleh kebanggaan dari fans club yang dimasukinya,
sefja mencapai status dan respek dari teman sebaya melalui item-item yang
d/hubungkan dengan idola dan dalam beberapa kasus denagn mengimitasi
i.dplanya.
Penelitian ini mencoba-untuk mendapatkan gambaran harga diri remaja
anggota fans club dibandingkan dengan remaja anggota fans club. Melihat belum
adanya penelitian yang khusus membahas aspek harga diri remaja anggota fans
club di Jakarta. Ada tiga teori besar yang mendasari penelitian ini, yaitu teori
perkembangan remaja, teori yang berhubungan dengan fans, dan teori harga diri.
Penelitian ini dilakukan dengan pendekatan kuantitaif yang bersifat deskriptif,
melalui metode survey dengan menggunakan kuesioner Sel f Esteem Inventory dari
Coopersmith (1967) versi lengkap 58 item pada subyek 50 remaja anggota fans
club dan 50 remaja bukan anggota fans club.
Hasil dari penelitian ini adalah bahwa harga diri remaja anggota fans club
secara signifikan lebih rendah daripada remaja yang bukan anggota. Untuk
penelitian selanjutnya, disarankan agar membandingkan faktor jenis kelamin
subyek untuk melihat adakah perbedaan harga diri diantara kelompok tersebut,
dikarenakan subjek dalam penelitian ini yang sebagian besar berjenis kelamin
perempuan, diduga menyebabkan hasil penelitian menjadi bias sebab dari
sejumlah penelitian yang pernah dilakukan diketahui bahwa harga diri remaja
perempuan lebih rendah daripada remaja laki-laki disebabkan oleh berbagai
faktor, walaupun penelitian lain menunjukkan hasil yang tidak konsisten. Selain
itu, faktor usia dan tingkat pendidikan dicurigai turut memberikan efek terhadap
hasil yang didapat, sehingga disarankan untuk menyamakan usia subyek pada
kedua kelompok (misalnya remaja awal dengan remaja awal).
Disarankan juga untuk melengkapi metode pengumpulan data dengan
wawancara mendalam untuk mengetahui apakah benar harga diri anggota fans
club tersebut rendah sehingga memotivasinya untuk memasuki fans club untuk
meningkatkan harga dirinya. Saran praktisnya adalah anggota fans club
sepatutnyalah diberikan dukungan emosional dan sosial oleh keluarga dan
lingkungan terdekatnya."
2002
S3166
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5   >>