Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 11 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Alfiera Ulfa
Abstrak :
Pengaturan pengelolaan sumber daya migas yang tercantum dalam Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi mengatur bahwa dalam melakukan pengelolaan sumber daya migas saat ini dilakukan berdasarkan Kontrak Kerja Sama. Adapun Kontrak Kerja Sama saat ini dilakukan dalam bentuk Kontrak Bagi Hasil (Production Sharing Contract) yang dilakukan antara SKK Migas dan Kontraktor yang berasal dari perusahaan minyak nasional maupun asing. Namun rupanya sistem pengelolaan sumber daya migas saat ini dianggap tidak sesuai dengan amanah yang terkandung dalam Pasal 33 ayat (3) UUD 1945 sebagai cita-cita Indonesia dalam melakukan penguasaan atas sumber daya migasnya. Diantaranya adalah karena terdapatnya pengusahaan asing yang melakukan pengelolaan sumber daya migas, sistem pengelolaan yang dilakukan berdasarkan Kontrak Bagi Hasil (Production Sharing Contract), dan sumber daya migas yang tidak dikelola langsung oleh Perusahaan Negara. Permasalahan yang diangkat dalam skripsi ini adalah pemahaman atas perkembangan sistem pengelolaan sumber daya migas, bentuk kerja sama pengelolaan sumber daya migas berdasarkan Pasal 33 ayat (3) UUD 1945, serta analisis pengelolaan sumber daya migas saat ini yang sesuai dengan Pasal 33 ayat (3) UUD 1945. Metode yang digunakan untuk menganalisis permasalahan tersebut adalah yuridis normatif. Hasil dari penelitian ini yaitu pemahaman terhadap sistem pengelolaan migas dengan berbasis Kontrak Bagi Hasil (Production Sharing Contract) saat ini tidaklah bertentangan dengan Pasal 33 ayat (3) UUD 1945. Namun, penguasaan negara yang terkandung dalam cita-cita Pasal 33 ayat (3) UUD 1945 sebagaimana yang ditafsirkan oleh Mahkamah Konstitusi saat ini tidak memenuhi unsur pengelolaan langsung yang dilakukan oleh Negara. ...... Oil and gas operation Natural Oil and Gas Act No. 22 year 2001 regulate that in managing oil and gas is performed based on Contract. The contract is currently performed in the form of Production Sharing Contracts that made between SKK Migas and Contractors that come from both national and foreign oil companies. But apparently the oil and gas operation system is currently considered not in accordance with the mandate contained in Article 33 paragraph (3) of the 1945 Constitution, as the ideals of Indonesia in controlling the oil and gas resources. The reason told among them are due to the presence of foreign that conduct oil and gas resource operation, operation system that been done under Production Sharing Contracts, and oil and gas resources that has been not managed directly by the State Company. The issue in this thesis are the understanding of the history of oil and gas resource operation system, forms of cooperation operation of oil and gas resources under Article 33 paragraph (3) of the 1945 Constitution, as well as the analysis of the operation of today's oil and gas resources in accordance with Article 33 paragraph (3) 1945 Constitution. The method used in analyze this thesis is a normative juridical. The result of this study is the understanding of the oil and gas operation system based on production sharing contracts today is not contrary to Article 33 paragraph (3) of the 1945 Constitution. However, the control of the state contained in the ideals of Article 33 paragraph (3) of the 1945 Constitution as interpreted by the Constitutional Court does not currently meet the elements of direct operation by the State.
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2014
S54124
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Satria Pinangga
Abstrak :
ABSTRAK
Tanjung Priok Jakarta adalah pelabuhan tersibuk dan terbesar di Indonesia. Pelabuhan Tanjung Priok berada di wilayah kerja Pelindo II dan Pelindo II merupakan salah satu BUMN di sektor perhubungan yang bergerak dalam bidang jasa kepelabuhanan dan logistik. Anak perusahaan Pelindo II yang khusus melakukan kegiatan pengusahaan di Pelabuhan Tanjung Priok adalah PT. Pelabuhan Tanjung Priok (PT. PTP). UU Pelayaran memberikan hak serta kedudukan yang istimewa kepada Otoritas Pelabuhan untuk bertindak atas nama Pemerintah menjalankan hak selaku pemegang konsensi atau perjanjian dengan pihak Badan Usaha Pelabuhan (BUP) dan BUP harus mendapatkan konsesi dari Pemerintah melalui OP untuk dapat melakukan kegiataan pengusahaan di pelabuhan dan tidak terkecuali di Pelabuhan Tanjung Priok. Hasil konsesi juga merupakan pendapatan Negara sehingga selain harus mendapatkan konsesi dari Pemerintah, BUP pemegang konsesi juga memberikan bagi hasil kepada Negara dan masuk ke dalam Kas Negara sebagai PNBP (Penerimaan Negara Bukan Pajak). Konsesi dan bagi hasil tersebut dituangkan dalam perjanjian antara BUP pemegang konsesi dan OP. Tujuan penelitian ini yaitu: melakukan identifikasi serta analisa mengenai kewenangan PT. PTP dalam melakukan kegiatan pengusahaan di Pelabuhan Tanjung Priok Jakarta dan mengetahui serta memahami bentuk badan usaha yang melakukan kegiatan pengusahaan di pelabuhan sesuai peraturan yang berlaku. Penelitian ini menggunakan pendekatan yuridis normatif yaitu penelitian hukum yang dilaksanakan melalui penelitian kepustakaan yang dititikberatkan kepada analisis terhadap peraturan perundang-undangan, putusan pengadilan serta data-data yang diperoleh dari hasil observasi, sehingga penelitian ini dispesifikasikan ke dalam penelitian yang bersifat deskriptif analitis, dengan tahap-tahap penelitian kepustakaan
ABSTRACT
Tanjung Priok Jakarta is the busiest and largest port in Indonesia. Therefore, the port of Tanjung Priok is a barometer of the economy of Indonesia. Port of Tanjung Priok in the working area of Pelindo II and Pelindo II is one of the BUMN in the transportation sector which is engaged in port services and logistics. Pelindo II subsidiaries that specializes in doing business activities at Tanjung Priok Port is PT. Pelabuhan Tanjung Priok (PT. PTP). Shipping Law provides the rights and special position to the Port Authority to act on behalf of the Government to give concession or agreement with the Badan Usaha Pelabuhan (BUP) and BUP must obtain a concession from the Government through the OP to be able to do business activities at the Port of Tanjung Priok. The concession provide income to State as PNBP. The purpose of this study, namely: identification and analysis of the authority of PT. PTP in doing business activities at Tanjung Priok port in Jakarta and understand the form of business entity that conducts activities in the port under applicable regulations. This research uses normative juridical approach where law research conducted by literature researching that emphasize on analysis from law and regulation, court decisions as well as the data obtained from the observation, so this research is specified into research that is analytic descriptive, with the steps of literature research then field research.
2016
T45947
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Kathleen Angel Winarta
Abstrak :
Tulisan ini menganalisis mengenai bagaimanakan status tanah yang telah diberikan hak konsesi dan legalitas dari kepemilikan grondkaart oleh PT Kereta Api Indonesia (Persero) khususnya dalam daerah eks swapraja Kesultanan Deli sesuai Putusan Nomor 808/PD.T/2019/PN.Mdn. Tulisan ini disusun dengan menggunakan metode penelitian doktrinal. Konsesi merupakan perjanjian yang dibuat pemerintah atau kepala daerah bersama dengan pihak swasta dan atau masyarakat adat, yang sifatnya khusus berisikan izin serta pemberian wewenang secara terbatas oleh pemerintah setempat. Grondkaart merupakan peta tanah yang dikuasai oleh perusahaan kereta api pada masa kolonial dan sesuai fungsinya merupakan pedoman dalam penguasaan tanah salah satunya adalah dalam pemberian konsesi. Pada praktiknya tanah setelah diberikan hak konsesi pada daerah Kesultanan Deli tidak tertampung pengaturan kepemilikannya pada Undang-Undang Pokok Agraria, sebab daerah swapraja sendiri telah dihapus keberadaannya pada Undang-Undang Pokok Agraria. Mengakibatkan terdapat kesulitan dalam pemulihan hak kepemilikan masyarakat Kesultanan Deli saat ini terhadap lahan yang mereka miliki, terlebih sebelumnya terdapat nasionalisasi yang mengalihkan kepemilikan mereka menjadi aset perusahaan yang sebelumnya perusahaan Belanda termasuk perusahaan kereta api. Dalam praktiknya pada saat ini oleh perusahaan kereta api Indonesia setelah nasionalisasi dan kemerdekaan, grondkaart digunakan sebagai pedoman dalam penertiban aset PT Kereta Api Indonesia (Persero) akan tetapi kesulitan terjadi ketika terdapat sengketa akibat tidak dilakukan pengecekan atas perolehan tanah yang berada dalam grondkaart tersebut. ......This paper analyzes the status of land that has been granted concession rights and the legality of grondkaart ownership by PT Kereta Api Indonesia (Persero), especially in the former Sultanate of Deli swapraja area according to Decision Number 808/PD.T/2019/PN.Mdn. This paper is prepared using doctrinal research methods. Concession is an agreement made by the government or head of the region together with private parties and or indigenous peoples, which specifically contains permission and limited authority by the local government. Grondkaart is a land map controlled by the railroad company during the colonial period and according to its function is a guideline in land tenure, one of which is in granting concessions. In practice, land after being granted concession rights in the Deli Sultanate area is not accommodated in the ownership arrangements in the Basic Agrarian Law, because the swapraja area itself has been abolished in the Basic Agrarian Law. As a result, there are difficulties in restoring the ownership rights of the Deli Sultanate community at this time for land that they own. Especially before there was nationalization which transferred their ownership to company assets that were previously Dutch companies including railroad companies. In practice at this time by the Indonesian railway company after nationalization and independence, grondkaart is used as a guideline in controlling the assets of PT Kereta Api Indonesia (Persero) but difficulties occur when there is a dispute due to not checking the acquisition of the land in the grondkaart.
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2024
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Mila Soraya
Abstrak :

Tesis ini bertujuan untuk menginvestigasi lokasi dan luasan dari kebakaran berulang dengan informasi spasial. Penelitian ini mengunakan data lokasi kebakaran, lahan gambut dan perusahaan IUPHHK (Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu), kawasan hutan dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan dari tahun 2015 sampai 2018. Analis data menggunakan probit dan tobit dengan menghasilkan keterkaitan positip (negatip) antara lokasi dan luasan dengan kebakaran berulang (atau tidak) dan hubunganya dengan kawasan hutan, lahan gambut dan perusahaan IUPHHK. Hasil kedua adalah luasan dari lahan terbakar akan berkurang saat berulang. Temuan ini mengindikasikan bahwa lokasi dan luasaan kebakaran berulang erat hubungannya dengan IUPHHK dan karakteristik area sehingga Indonesia harus merumuskan kebijakan tentang perusahaan yang memanfaatkan hasil hutan untuk memimalisir kebakaran hutan. 


This research addresses the reoccurrence of forest fires and their size with regional-spatial information. To this end, Probit and Tobit regression analyses are applied to the regional-spatial panel data from 2015 to 2018 in Indonesia with the observations of forest-fire events, peatland, and concession on the annual bases, characterizing the possible determinants for reoccurrence of forest fires as well as their sizes.  The regression results reveal the following outcomes. The first outcome is whether forest fires repeat or not is positively (negatively) associated with peatland and forest areas (concession). Second, the size of forest fires tends to decrease with the repetition of past forest fires but increases with concession, peatland, and forest areas. Overall, these results imply that the reoccurrence of forest fires and their sizes are highly concerned with concession and types of areas, suggesting that Indonesia should be able to organize the policies regarding forest concession and areas for further reduction of forest fires and the associated damage.

 

 

Depok: Universitas Indonesia, 2020
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Chaison, Gary
Abstrak :
[This book explains how collective bargaining has changed in important and lasting ways over the past decade. We are now seeing a new and powerful strain of the concession bargaining that traces its roots back to the early 1980s. The collective bargaining of the past decade can be characterized as ultra-concession bargaining because it is an intense and self-perpetuating deviation from earlier concession bargaining. Employers now act and unions react, rather than the other way around. Employers no longer have to establish a credible case of financial hardship, or commit to the traditional quid pro quo of saving jobs in return for lower labor costs, or guarantee singularity (that concession bargaining is a single even that will not have to be repeated). Not all collective bargaining occurs as this extreme variant but it has become the prevailing form. Essentially, there has been a sea change in collective bargaining in America.The book describes the transformation of collective bargaining in a lively and readable manner, avoiding academic, legalistic or technical jargon, and it will appeal to persons interested in the future directions of collective bargaining and unionism in America, (e.g., the general public, graduate and undergraduate students in human resource management and industrial relations courses, and labor relations managers and union activists and staff). The book deals with aspects of union revival as it asks whether ultra-concession bargaining is cause or outcome of the unions’ declining influence in the American economy and society. Above all, by using published reports on bargaining and interviews and surveys of bargaining settlements, the book shows where the concession bargaining is now and where it is heading.​, This book explains how collective bargaining has changed in important and lasting ways over the past decade. We are now seeing a new and powerful strain of the concession bargaining that traces its roots back to the early 1980s. The collective bargaining of the past decade can be characterized as ultra-concession bargaining because it is an intense and self-perpetuating deviation from earlier concession bargaining. Employers now act and unions react, rather than the other way around. Employers no longer have to establish a credible case of financial hardship, or commit to the traditional quid pro quo of saving jobs in return for lower labor costs, or guarantee singularity (that concession bargaining is a single even that will not have to be repeated). Not all collective bargaining occurs as this extreme variant but it has become the prevailing form. Essentially, there has been a sea change in collective bargaining in America.The book describes the transformation of collective bargaining in a lively and readable manner, avoiding academic, legalistic or technical jargon, and it will appeal to persons interested in the future directions of collective bargaining and unionism in America, (e.g., the general public, graduate and undergraduate students in human resource management and industrial relations courses, and labor relations managers and union activists and staff). The book deals with aspects of union revival as it asks whether ultra-concession bargaining is cause or outcome of the unions’ declining influence in the American economy and society. Above all, by using published reports on bargaining and interviews and surveys of bargaining settlements, the book shows where the concession bargaining is now and where it is heading.​]
New York: [Springer Science, Springer Science], 2012
e20397492
eBooks  Universitas Indonesia Library
cover
Kristyo Budi
Abstrak :
Sesuai dengan keputusan Walikotamadya Kepala Daerah Tingkat II Tangerang No 30, 1995, bahwa Perusahaan Daerah Air Minum Kota Tangerang mempunyai tugas sebagai menyelenggarakan pengelolaan air minum untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat, maka PDAM Tangerang memiliki tanggung jawab yang besar terhadap pemenuhan kebutuhan air bersih bagi masyarakat Kota Tangerang. Tingkat pelayanan PDAM baru mencapai sekitar 2,7% dari jumlah penduduk Kota Tangerang, voleme kapasitas pengolahan terpasang (2001) tercatat sebesar 185 ltl dtk. Mengingat persoalan yang dihadapi di masa datang yang semakin komplek sesuai dengan cakupan pelayanan yang semakin tinggi, penelitian dalam tesis ini mencoba untuk merespon tantangan tersebut, dengan melihatnya sebagai opportunity terhadap potensi-potensi yang dapat dikembangkan melalui pendekatan project financing, mencari bentuk pola pendanaan yang sesuai dengan karakteristik perusahaan daerah, serta fungsinya sebagai pelayan masyarakat. Kajian penelitian terhadap perusahaan daerah air minum merupakan, sebagai upaya untuk mengetahui masalah-masalah yang sedang dihadapi oleh perusahaan pengolahan air bersih, terutama terhadap kemampuan financial PDAM dalam mengembangkan cakupan pelayanan air bersih kepada masyarakat. Pendekatan pendanaan rnelalui project financing diharapkan dapat menentukan model pola pendanaan yang melibatkan para lenders, sponsor, banker , contractor maupun supplier. Hasil simulasi Monte Carlo pada CashFlow poly pendanaan Built Operation Transfer (BOT) dengan masa konsesi selama 30 tahun diperoleh nilai Net Present Value tinggi bila dibandingkan dengan masa konsesi yang lebih rendah, serta perolehan nilai profit terhadap pengelola cukup tinggi.
As according the decision of Walikotamadya Kota Tangerang, no 30,1995 that PDAM have duty as carrying out management of drinking water to increase prosperity of society, hence PDAM town of Tangerang have big responsibility especially of drinking water to fulfill amount of water required of society in town of Tangerang. Coverage service of PDAM town of Tangerang around of 2,7% from amount of population demand in Tangerang, with processing capacities installed (2001) noted equal to 185 ltldtk. Considering the problem faced in a period coming, which progressively is complex as according to service coverage which is excelsior, hence research in this thesis try for the challenge seen as opportunity the potencies able to develop by approach of financing project, searching financing pattern from matching with characteristic company of district. Research study to company PDAM of, as effort to know the problem of which is facing by company of processing of drinking water, especially to ability of PDAM financial in developing coverage services of clean water to society. Approach of financing project expected to determine financing pattern model with private sector partnership as of the lenders, sponsor/investors, banking, and contractor or supplier. Result simulation of Monte Carlo with cash flow built operation transfers 30 year, finding NPV value positive and profit acceptable.
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2004
T14977
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Erlangga Matin Julianto Putra
Abstrak :
Dengan terbitnya Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara (UU No. 4 Tahun 2009) maka Kontrak Karya (KK) dan Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batubara (PKP2B) dihapuskan dan perlu penyesuaian melalui renegosiasi kontrak. Renegosiasi kontrak tidak mudah dilaksanakan karena banyak perusahaan yang belum sepakat mengenai hal-hal yang harus disesuaikan dengan UU No. 4 Tahun 2009. Yang menjadi pertanyaan adalah bagaimanakah sebenarnya status hukum KK? Serta bagaimana upaya hukum yang dapat dilakukan oleh Pemerintah apabila pemegang KK tidak melakukan renegosiasi kontrak? Bentuk penelitian ini adalah yuridis normatif, jenis Data yang digunakan dalam penelitian ini merupakan data sekunder, dapat merupakan bahan hukum primer, bahan hukum sekunder, dan bahan hukum tertier. Kesimpulannya adalah bahwa status hukum KK merupakan suatu konsesi, dan bukan perjanjian perdata murni pada umumnya. Perjanjian yang ada pada KK merupakan pelaksanaan hak dan kewajiban. Karena status hukum KK merupakan konsesi, maka pemerintah dapat menempuh beberapa upaya dalam renegosiasi kontrak apabila kontraktor tidak mau melaksanakan renegosiasi. Pertama, dengan jalan melanjutkan renegosiasi kontrak karya. Kedua, penghentian sepihak kontrak yang sudah ada dan kemudian memberikan kompensasi. Ketiga, menasionalisasi secara langsung tanpa adanya renegosiasi kontrak ataupun kompensasi. Keempat, jika renegosiasi tidak dapat berjalan maka Pemerintah Indonesia dapat menggugat ke arbitrase.
Law No. 4 of 2009 concerning Mineral and Coal Mining removed Contract of Work and Work Agreement for Coal Mining Enterprises, but the conditions specified in the contract should be adapt to Law No. 4 of 2009. Adjustment provisions contained in article Contract of Work with the Law No. 4 of 2009 was conducted through contract renegotiation. Contract renegotiation is not easy to do because many contractors are not agree on provisions that should be adapted to Law No. 4 of 2009. The question is how exactly the legal status of Contract of Work? And how the action which can be done by the Government when the contractors will not perform contract renegotiations to adapt to Law No. 4 of 2009? Design of this study is a normative juridical. Data types used in this study is a secondary data, it can be a primary legal materials, secondary legal materials, and tertiary legal materials. The conclusion is that the status of the Contract of Work is a concession and not purely civil agreement in general. Agreement in contract work is the implementation of rights and obligations. Because the status of the Contract of Work is a concession, the government could lead some action in contract renegotiations when the contractor did not perform renegotiations in order to adapt Law No. 4 of 2009. First, by way of extending the work contract renegotiations. Second, the unilateral termination of the existing contract and then give compensation. Third, direct nationalize without compensation or contract renegotiations. Fourth, if renegotiation can not run the Government of Indonesia can sue contractor to arbitration.
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2014
T39184
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sitompul, Wellfrietd
Abstrak :
Pada industri pertambangan batubara, salah satu instrumen hukum adalah Perjanjian Karya. Perjanjian ini dibuat antara Pemerintah Indonesia dengan perusahaan kontrakt swasta. Istilah perjanjian karya dapat ditemukan dalam Pasal 10 ayat (2) dan (3) Undang Undang Nomor 11 Tahun 1967 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Pertambangan. Sedangkan istilah yang digunakan dalam Keputusan Presiden Nomor 75 Tahun 1996 tentang Ketentuan Pokok Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batubara adalah Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batubara (yang selanjutnya disingkat PKP2B). Jadi PKP2B merupakan perjanjian yang dibuat Pemerintah Republik Indonesia dengan perusahaan swasta asing. Kontraktor enggan melakukan eksplorasi karena banyaknya masalah internal yang harus dibenahi diantaranya sistem perpajakan. Tentu pemerintah tidak membiarkan masalah tersebut menghalangi aliran dana ke sektor pertambangan batubara. Peningkatan daya investasi pun dilakukan pemerintah melalui berbagai kebijakan, seperti pemberian insentif pajak. Dalam penulisan Karya Akhir ini, untuk melakukan tinjauan insentif pajak bas industri pertambangan batubara di Indonesia, penulis menggunakan analisis data kualitatif dengan metode analisis kinerja dan pengalaman individual, serta perilaku institusi dengan cara penggunaan bahan dokumenter. Dengan analisis penggunaan bahan dokumenter ini akan menghasilkan dokumentasi yang bermanfaat bagi analisis data yang membutuhkan dukungan informasi dari bahan dokumen sehingga dapat menjelaskan keterkaitan objek-objek yang dianalisis satu dengan lainnya dalam hal ini keterkaitan antara Kebijakan Pemerintah Indonesia untuk mendukung peningkatan pemanfaatan batubara di Indonesia, regular rperpajakan, insentif pajak pada industri pertambangan batubara di Indonesia, dan persepsi investor terhadap prospek industri pertambangan batubara di Indonesia. Dari hasil kajian terhadap insentif pajak pada industri pertambangan batubara Indonesia dapat disimpulkan sebagai berikut: (1) Kebijakan Pemerintah Indonesia untuk mendukung peningkatan pemanfaatan batubara dengan membuat Kebijakan Batubai Nasional (KBN); (2) Pada hakikatnya regulasi perpajakan pada industri pertambangan batubara di Indonesia diperlakukan khusus {lex specialist) dan dipersamakan dengan Undang Undang. Dengan perkataan lain, apabila dalam Kontrak Kerjasama Batubara tidak diati mengenai perpajakan yang ada, maka UU Perpajakan berlaku secara umum; (3) Insentif paja yang diberikan pada industri pertambangan batubara di Indonesia sesuai yang tertera pada PKB2B masing-masing Generasi PKP2B; (4) Persepsi investor pada umumnya menyataka prospek industri pertambangan batubara di Indonesia kurang begitu bagus karena tidak adan) investasi baru pada pertambangan batubara maka dapat dipastikan jumlahnya bakal merosot......In the coal mining industry, one of the legal instruments is a Work Agreement. This agreement is made between the Government of Indonesia and a private contracting company. The term contract of work can be found in Article 10 paragraphs (2) and (3) of Law Number 11 of 1967 concerning Basic Mining Provisions. Meanwhile, the term used in Presidential Decree Number 75 of 1996 concerning the Main Provisions of Coal Mining Concession Work Agreement is Coal Mining Concession Work Agreement (hereinafter abbreviated as PKP2B). So PKP2B is an agreement made by the Government of the Republic of Indonesia with foreign private companies. Contractors are reluctant to explore because of the many internal problems that must be addressed, including the tax system. Of course, the government does not allow this problem to hinder the flow of funds to the coal mining sector. The government also increases investment power through various policies, such as the provision of tax incentives. In writing this final paper, to review the incentives for the coal mining industry in Indonesia, the author uses qualitative data analysis with the method of analyzing individual performance and experience, as well as institutional behavior by using documentary materials. With this analysis of the use of documentary materials, it will produce useful documentation for data analysis that requires information support from document materials so that it can explain the relationship between the objects analyzed with one another in this case the relationship between the Indonesian Government's policies to support the increase in the use of coal in Indonesia, regular taxation, tax incentives on the coal mining industry in Indonesia, and investors' perceptions of the prospects for the coal mining industry in Indonesia. From the results of a study of tax incentives in the Indonesian coal mining industry, it can be concluded as follows: (1) The Indonesian Government's policy to support the increase in coal utilization is by making the National Batubai Policy (KBN); (2) In essence, tax regulations on the coal mining industry in Indonesia are treated specifically (lex specialist) and are equated with the Law. In other words, if the Coal Cooperation Contract does not comply with the existing taxation, then the Taxation Law applies in general; (3) The tax incentives given to the coal mining industry in Indonesia are as stated in the PKB2B of each Generation of PKP2B; (4) The general perception of investors is that the prospect of the coal mining industry in Indonesia is not very good because there is no new investment in coal mining, so it is certain that the number will decline.
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2008
T-Pdf
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Nourma Linda
Abstrak :
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui dampak penerapan ISAK 16 pada perhitungan pajak perusahaan independent power producer IPP . Dalam penyusunan analisis penulis melakukan studi kasus pada PT ABC. PT ABC adalah perusahaan IPP yang melakukan perjanjian jual beli listrik dengan PLN. Dalam pelaporan keuangan komersial PT ABC menerapkan ISAK 16. Tetapi untuk keperluan pajak, PT ABC tidak menerapkan ISAK 16. Saat ini PT ABC sudah dalam tahap berproduksi secara komersial. Hasil penelitian menunjukkan beban Pajak Penghasilan lebih kecil jika perusahaan menerapkan ISAK 16. Akan tetapi beban Pajak Pertambahan Nilai menjadi lebih besar jika perusahaan menerpkan ISAK 16. Secara umum beban pajak lebih besar jika menerapkan ISAK 16. ......The purpose of this study was to determine the impact of the requirement of ISAK 16 in the calculation of corporate tax of independent power producer IPP . In preparing analysis, the authors conducted a case study in PT ABC. PT ABC is a company that does IPP power purchase agreement with PLN. In the financial reporting PT ABC implement ISAK 16. However, for tax purposes, PT ABC does not apply IFAS 16. Currently, PT ABC is already in the stage of commercial production. The results of this study showed smaller income tax expense if companies implement ISAK 16. But there is a larger value added tax if the company implement ISAK 1616. In general, tax expense is greater when company implement ISAK 16.
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2017
S67690
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Irianty Mantjar
Abstrak :
Indonesia memiliki potensi hutan tropis terluas ketiga di dunia setelah Brasilia dan Zaire. Hutan dengan segala hasil dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya memainkan peranan sangat penting sebagai sumber pendapatan bagi pembiayaan pembangunan Indonesia, maka pemerintah mengeluarkan Undang-undang Pokok Kehutanan No. 5/1967, dan Undang-undang No. 6/1968 tentang Penanaman Modal Asing dan Dalam Negeri, sehingga dengan demikian Indonesia membuka pintunya lebar-lebar bagi kehadiran dan beroperasinya perusahaan-perusahaan yang bersedia menanamkan modalnya di sektor kehutanan dan bagi eksploitasi hutan. Kalimantan Tengah memiliki kekayaan hutan terluas ke tiga di Indonesia dan penghasilan utama daerah Kalimantan Tengah bersumber dari hutan. Dengan demikian dapatlah dimengerti bahwa daerah ini juga membuka pintu selebar-lebarnya bagi kehadiran perusahaan-perusahaan HPH. Eksploitasi hutan yang dilakukan oleh perusahaan HPH secara langsung maupun tidak langsung menimbulkan dampak pada lingkungan hidup, baik itu lingkungan fisik-kimia, biologi, maupun sosial-ekonomi-budaya masyarakat setempat. Berdasarkan uraian di atas. maka perlu dilakukan penelitian untuk mengetahui dampak dari kegiatan perusahaan HPH terhadap peningkatan kehidupan sosial ekonomi & budaya masyarakat, dengan melakukan survei di perusahaan HPH PT Hutan Mulya, dan masyarakat Dayak sekitarnya. Permasalahan penelitian sebagai berikut : Apakah pelaksanaan kegiatan pengusahaan hutan oleh perusahaan HPH PT Hutan Mulya benar-benar memberi dampak positif pada kehidupan sosial masyarakat Dayak Ngaju di sekitarnya? Dampak tersebut terutama dilihat dari segi pelaksanaan hak yang mengikutsertakan masyarakat dalam pengusahaan hutan dan pelaksanaan kewajiban HPH memberdayakan masyarakat. Adapun tujuan dari penelitian ini adalah untuk membuktikan apakah pelaksanaan kegiatan pengusahaan hutan oleh perusahaan HPH PT Hutan Mulya benar-benar memenuhi peraturan-peraturan kehutanan yang berlaku, sehingga memberi dampak positif pada kehidupan sosial masyarakat Dayak Ngaju di sekitarnya. Peraturan kehutanan yang dimaksud dalam penelitian ini adalah Peraturan Pemerintah Nomor 6 tahun 1999 tentang Pengusahaan Hutan dan Pemungutan Hasil Hutan Pada Hutan Produksi: pelaksanaan kegiatan Pembinaan Masyarakat Desa Hutan (PMDH) sesuai Keputusan Menteri Kehutanan Nomor 5231Kpts-11/1997 tentang Pembinaan Masyarakat Desa Hutan oleh Pemegang HPH dan Pemegang HPHTI; serta Keputusan Menteri Kehutanan Nomor 3181Kpts-11/1998 tentang Peran Serta Masyarakat Dalam Pengusahaan Hutan. Hipotesis nol (Ho) yang diajukan dalam penelitian ini. adalah: Pelaksanaan kegiatan pengusahaan hutan oleh perusahaan HPH PT Hutan Mulya memberi dampak positif pada kehidupan sosiai masyarakat Dayak Ngaju di sekitarnya. Penelitian ini adalah penelitian deskriptif dengan metode survei, yang menggambarkan keadaan lingkungan sosial masyarakat Dayak Ngaju akibat keberadaan perusahaan Hak Pengusahaan Hutan. Penelitian ini dilaksanakan di 11 desa di sekitar areal HPH PT Hutan Mulya, yang terletak di 3 Kecamatan di Kabupaten Kotawaringin Timur. Penelitian dilaksanakan sejak tahun 2001 hingga selesai. Populasi penelitian ini adalah masyarakat suku Dayak Ngaju yang bertempat tinggal di 11 desa yang berada di sekitar lokasi HPH. Teknik pengambilan sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik sampling nonrandom (non probability sampling), yaitu teknik sampling bertujuan (purposive sampling). Jenis data yang dikumpulkan adalah data primer dan sekunder. Data primer meliputi data persepsi masyarakat yang dikumpulkan melalui angket, wawancara mendalam dengan para nara sumber dan pengamatan langsung di lapangan. Data sekunder meliputi data kependudukan yang diperoleh dari data monografi daerah penelitian, serta data-data penunjang lainnya yang diperoleh melalui studi literatur. Data dianalisis dengan pendekatan AMDAL, untuk melihat apakah ada dampak atau perubahan pada komponen-komponen yang diteliti. Setelah itu data dianalisis dengan menggunakan teknik analisis Tabel, dimana sebelumnya ditetapkan skor untuk memudahkan interpretasi data kualitatif. Pemberian skor menggunakan Skala 1 sampai 5. Hasil survei menunjukkan bahwa pelaksanaan peran serta masyarakat Dayak Ngaju dalam pengusahaan hutan oleh perusahaan PT Hulan Mulya berupa pemberian prioritas kesempatan berusaha hanya dilakukan pada bidang perakilan. Sementara kegiatan penanaman, penyaradan, dan pengulitan tidak dilaksanakan sehingga gagal meningkatkan kesejahteraan masyarakat Dayak Ngaju di sekitarnya. Demikian pula dengan pelaksanaan Pembinaan Masyarakat Desa Hutan yang dilakukan oleh perusahaan HPH PT Hutan Mulya selama kurang lebih 10 tahun. yang ternyata juga gaga memberdayakan masyarakat Dayak Ngaju di sekitarnya. Setelah dianalisis dengan analisis tabel, maka diperoleh nilai total kualitas lingkungan sosial sebesar 31,58% (skor sama dengan 2, artinya: kualitas lingkungan sosial masyarakat Dayak Ngaju kurang baik). Berarti, kegiatan pengusahaan hutan oleh perusahaan HPH PT Hutan Mulya member dampak negatif pada kehidupan sosial masyarakat Dayak Ngaju di sekitarnya. Kesimpulan dari penelitian ini adalah: 1. Pelaksanaan peran serta masyarakat Dayak Ngaju dalam pengusahaan hutan oleh perusahaan HPH PT Hutan Mulya gagal meningkatkan kesejahteraan masyarakat Dayak Ngaju di sekitarnya. 2. Pelaksanaan Pembinaan Masyarakat Desa Hutan yang dilakukan oleh perusahaan HPH PT Hutan Mulya juga gagal memberdayakan masyarakat Dayak Ngaju di sekitarnya. 3. Kualitas lingkungan sosial masyarakat Dayak Ngaju kurang baik karena Peran Serta dan Pembinaan Masyarakat Desa Hutan tidak dilaksanakan sesuai dengan peraturan yang berlaku. Dengan demikian, kesimpulan umum dari penelitan ini adalah bahwa kegiatan pengusahaan hutan oleh perusahaan HPH PT Hutan Mulya memberi dampak negatif pada kehidupan sosial masyarakat Dayak Ngaju di sekitarnya. Daftar Kepustakaan: 44 (1979-2001)
The Impact of Forest Exploitation on the Life of the Local Community: Case Study on the Community of Ngaju Dayak in the Vicinity of the Forest Exploitation Concession Company (HPH), PT Hutan Mulya, in the Regency of East Kotawaringin, the Province of Cenfral Kalimantan Indonesia has it's potential as the third largest tropical forest in the world after Brazil and Zaire. Indonesian forest with its crops and natural resources plays a highly important role as sources of revenue to finance the Indonesia development. In this regard, the government issued Principle Forestry Law No.511967 and Law No.6/1968 on the Foreign and Domestic Investment. to encourage the participation and operation of enterprises willing to invest in the forestry sector and forest exploitation share. Central Kalimantan has the third largest forest resource area in Indonesia, with the main produce coming from the forest. As such, it is understandable if this region opens itself to welcome the participation of forest exploitation concession holding companies. The forest exploitation activities executed by these companies directly and indirectly affect the physical-chemical, biological as well as social-economic environmental life of the local community. Based on the above description, a research is required to find out the impacts of the activities of forest exploitation concession holders (HPH) on the improvement of the social-economic and cultural life of the local community, throughsurvey onforest exploitation concession holding company, PT Hutan Mulya, and on the Dayak community living in the vicinity of the company's operational area. The issue under this research are as follows: Are the forest exploitation activities carried out by PT Hutan Mulya have positive impact on social life of the Ngaju Dayak community living in the vicinity of the company's operational area. Such impacts will be viewed especially from the aspects of the concession implementation that includes the local community in the forest exploitation activities, and the execution of the company's obligation in empowering the local community. The purpose of this research is to prove whether the execution of the forest exploitation activities by PT Hutan Mulya conducted all the forestry regulation so that they have positive impact on the social life of the Ngaju Dayak community living in the vicinity of the company's operational area. The null hypothesis in this research is: The execution of the forest exploitation activities by PT Hutan Mulya have positive impacts on the social life of the Ngaju Dayak community living in the vicinity of the company's operational area. This is a descriptive research using survey method illustrating the social environmental condition of the Ngaju Dayak community as a result of the presence of Forest Exploitation Concession Holding (HPH) companies. This research was conducted in 11 villages in the vicinity of PT Hutan Mulya, located in 3 Sub-district Administration Areas in the Regency of East Kotawaringin. The research was executed starting from July 2001 up to the completion. The population under research is the Ngaju Dayak tribe community living in 11 villages in the vicinity of the forest exploitation concession area. The sampling method used in this research was non-probability sampling, namely purposive sampling method. The type of data collected in this research comprise primary as well as secondary data. The primary data includes community perception data collected through questionnaires intensive interviews with resources and direct observation in the field. Secondary data covers population data obtained from the monographic data of the researched area, as well as other supporting data obtained through literature study. The above data were analyzed using environmental impact analysis (AMDAL) approach to see if there are impacts on the researched components. Subsequently, analysis was conducted on the data using Table Analysis Method with pre-established scores to facilitate the data interpretation. The scoring was scaled from 1 to 5. The survey showed that Ngaju Dayak community participation in forest exploitation activities executed by PT Hutan Mulya conducted only in form of giving priorities on business chance in perakitan. While, the planting, penyaradan, dan pengulitan were not conducted so that failure to increase the welfare of Ngaju Dayak community. The PMDH programmed for ten years also failure to empower Ngaju Dayak community. Table analysis showed value of social environment quality as much as 31,58% (equal to total score of 2, meaning that the quality of the social environment is poor). This means that forest exploitation activities executed by PT Hutan Mulya have negative impacts on the social environment of the Ngaju Dayak community living in the vicinity of the company's operational area. The conclusion of this research is: 1. Community participation of Ngaju Dayak community in forest exploitation activities executed by PT Hutan Mulya failured to increase the welfare of Ngaju Dayak community. 2. PMDH Program conducted by PT Hutan Mulya also failured to empower the Ngaju Dayak community. 3. Social environment qualify of Ngaju Dayak community is poor due regulation about Participation and Empowerment of Ngaju Dayak community were not conducted properly. Therefore, the general conclusion of this research is that the forest exploitation activities executed by PT Hutan Mulya have negative impacts on the social life of the Ngaju Dayak community living in the vicinity of the company's operational area. Number References: 44 (Issued from 1979 to 2001)
Depok: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2002
T11018
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2   >>