Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 8 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Jakarta: Fakultas Sastra UI, 1978
306.052 UNI p
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Ike Iswary Lawanda
Jakarta: ILUNI Kajian Wilayah Jepang Press, 2009
306.952 IKE k
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Varley, H. Paul
New York : Praegar Publisher , 1973
915.2 VAR j
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Renata Pertiwi Isadi
"Fokus penelitian ini untuk mengkaji pemaknaan nilai-nilai Bushido pada perempuan
Jepang dalam Rurouni Kenshin (2012) dan Myu no Anyo Papa ni Ageru (2008). Kedua
film merepresentasikan nilai-nilai Bushido dan kehidupan perempuan Jepang. Maka
pertanyaan penelitian yang diajukan adalah bagaimana representasi praktik signifikasi
nilai-nilai Bushido pada perempuan Jepang dalam kedua film tersebut? Peneliti
menggunakan semiotika Barthes untuk menjawab pertanyaan tersebut. Terdapat tujuh
temuan yang dihasilkan, yakni integritas (Gi), pengasih (Jin), keberanian (Yu),
penghormatan (Rei), kejujuran (Makoto), martabat (Meiyo) dan kesetiaan (Chungi)."
Jakarta: Lembaga Riset Univ Budi Luhur, 2014
384 COM 5:2 (2014)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Allison, Anne
California: University of California Press, 2000
306.709 52 ALL p (1)
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Ariana Conchita Syafrudin
"ABSTRAK
Setiap negara tentu memiliki keunikan dan ciri khas kulinernya masing-masing. Tidak terkecuali Jepang, kuliner Jepang banyak yang memiliki pengaruh dari negara lain terutama dari negara Cina. Salah satu bahan makanan yang tidak terlepas dari kuliner Jepang adalah pemakaian kedelai dalam setiap masakan, baik sebagai bahan bumbu maupun bahan makanan. Kedelai pertama kali dibudidayakan di Cina dan masuk ke Jepang melalui peninsula Korea lebih dari 2000 tahun yang lalu seiring dengan penyebaran agama Buddha. Sh?yu dan miso merupakan bahan bumbu dasar yang penting dalam cita rasa masakan Jepang. Selain itu bangsa Jepang juga banyak mengkonsumsi bahan makanan berbahan dasar kedelai seperti Natto dan Tofu. Peran Kedelai tidak hanya dalam budaya kuliner Jepang, tetapi kedelai juga digunakan oleh bangsa Jepang dalam salah satu perayaan/festival tahunan yaitu festival Setsubun Mamemaki festival melempar kedelai . Penelitian ini diharapkan dapat menjawab pertanyaan atas peran kedelai dalam budaya kuliner Jepang dan salah satu festival tahunan musim semi dalam budaya Jepang.

ABSTRACT
Every country has their own culinary uniqueness and characteristics. Japan is no exception, Japanese cuisine has a lot of influences from other countries, especially China. One of the ingredients that cannot be separated from Japanese cuisine is the use of soybean in each of Japanese cooking, both as a seasoning or an ingredient. Soybeans were first cultivated in China and brought into Japan through the Korean Peninsula over 2000 years ago with the spread of Buddhism. Sh yu and miso are both main ingredients that are essential in the taste of Japanese cuisine. Japanese people consume a lot of soy bean based food such as Natto and Tofu. The role of soybean is not only in Japanese culinary culture, but it is used in one of Japan rsquo s yearly festivals called Setsubun Mamemaki bean throwing festival . This study aims to answer the role of soybeans in Japanese culinary culture and the role in one of the Spring yearly festivals in Japanese culture. "
Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2016
MK-pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
Embun Laras Mega
"Perkembangan budaya pop Jepang di Indonesia sebagai soft power, membuat banyak hal baru yang masuk ke Indonesia. Banyak istilah, konsep, hingga akhirnya subkultur baru yang muncul menyusul munculnya media-media yang berisi budaya pop dari Jepang. Seperti cosplay, idol, komunitas penggemar karakter, dan fetishist dari sebuah tipe karakter. Salah satu yang muncul dari sini adalah penggemar loli dan shota. Penggemar loli dan shota merupakan salah satu aspek di dalam budaya pop Jepang yang cukup kontroversial karena keterkaitannya dengan pedofilia. Terkadang, makna bahkan definisi jelas loli dan shota yang memiliki variasi antar individu atau antar komunitas membuat kedua fenomena ini saling berdekatan, tumpang tindih, dan bahkan saling bertabrakan. Hal ini membuat kita bertanya-tanya, apa sebenarnya makna dari loli dan shota bagi para penggemarnya dan apa yang mereka lihat. Sekaligus, membuat kita melihat gambaran yang lebih luas tentang sejauh mana teknologi dapat memunculkan ikatan antara sebuah hal yang nyata, dan yang maya.

The development of Japanese Pop Culture in Indonesia as a soft power, creates a whole new culture in Indonesia. This includes new term, concept, and a new sub-culture that appears as the result of various media from Japan. Such as: Cosplay, Idol, Character Fan Club and fetishist which comes from a certain type of character. One of the group of them is the fans of Loli and Shota. These group of fans is one of the aspect of whats inside the Japanese Pop Culture. However, this group of fans are also one of the most controversial due to the fact that it carries a relation to paedophilia. Sometimes, the meaning and even, the clear definition of loli and shota have a lot of variations between the individual or between the communities itself, makes the two phenomenon close to each other, as if it overlaps between one another and even it collides between themselves. This makes some people wonder, what is the actual definition of loli and shota for the fans and what they see through their point of view. Also, it creates a broader picture about how far wide technology can create a bond between something that is real and something that is virtual.
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2019
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
"Penelitian mengenai adanya hubungan antara budaya malu dengan keberhasilan penerapan sistem kooban pada kepolisian Jepang, telah dilakukan sejak bulan Maret 2004. Tujuannya adalah untuk menganalisa, bagaimana budaya malu yang kuat dalam masyarakat Jepang menahan mereka dari bertindak melanggar hukum, dan membantu pihak kepolisian menciptakan suatu keadaan yang aman dan harmonis. Pengumpulan data-data yang mendukung untuk mencapai tujuan penulisan dilakukan melalui metode kepustakaan, dengan jalan menelusuri referensi-referensi yang terkait dengan tema permasalahan. Teori yang dipakai adalah teori Ruth Benedict tentang budaya malu, juga teori-teori dari para peneliti kepolisian Jepang, seperti Katsuei Hirasawa, Walter.L.Ames, dan David Bayley. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang erat antara budaya malu dan keberhasilan sistem kooban dalam menciptakan keadaan yang aman di Jepang. Dengan adanya budaya malu ini, masing-masing pihak, yaitu polisi dan masyarakat akan merasa malu jika bertindak menyimpang. Budaya malu menjadikan seseorang peka terhadap mata masyarakat, dan sebisa mungkin menghindari dari mendapat sanksi sosial dari masyarakatnya tersebut."
Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2004
S13499
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library