Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 4 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Muhammad Ali Asdar
"Pendahuluan: Tyrosine Kinase Inhibitors (TKIs) sangat efektif terhadap Kanker
Paru jenis Karsinoma Bukan Sel Kecil (KPKBSK) dengan mutasi Epidermal
Growth Factor Receptor (EGFR). Gefitinib dan Erlotinib adalah generasi pertama
EGFR-TKI untuk pengobatan KPKBSK dengan mutasi EGFR. Obat-obat ini telah
tersedia melalui asuransi kesehatan di Indonesia untuk pasien Adenokarsinoma
paru dengan mutasi EGFR. Data mengenai efikasi dan toksisitas EGFR-TKI saat
ini belum tersedia di Indonesia.
Metode: Kami melakukan analisis observasional kohort retrospektif pada pasien
Adenokarsinoma paru dengan mutasi EGFR di RSUP Persahabatan, Jakarta
Indonesia dari Januari 2015 sampai dengan Desember 2017. Kami meninjau
rekam medis 331 pasien dengan diagnosis Adenokarsinoma paru dengan mutasi
EGFR stage lanjut yang diobati dengan EGFR-TKI generasi pertama. Sebanyak
192 subjek yang memenuhi kriteria inklusi.
Hasil: Subjek yang mendapatkan Gefitinib (n=132) dan Erlotinib (n=60). Median
progression free survival (PFS) sebanding antara Gefitinib dan Erlotinib (9,0 dan
7,0 bulan, interval kepercayaan 95% [IK] 0,57-1,07, p=0,126). Median Overall
survival (OS) dan angka tahan hidup 1 tahun masing-masing kelompok adalah
44,5 vs 39,5 bulan (95% IK 0,35-1,29, p=0,670) dan 92% berbanding 92%
(p=0,228). Terdapat toksisitas termasuk diare, paronikia, skin rash dan stomatitis
yang diamati tetapi tidak ada perbedaan yang bermakna pada toksisitas derajat 3
atau 4 antara kedua kelompok (p=0,713).
Kesimpulan: Kedua EGFR-TKIs generasi pertama sebanding dalam PFS dan OS,
meskipun Gefitinib terlihat lebih tinggi, tetapi secara statistik tidak bermakna dan
keduanya memiliki toksisitas yang sebanding dan dapat ditoleransi.

Introductions: Tyrosine kinase inhibitors (TKIs) are effective against non-small
cell lung cancer (NSCLC) with epidermal growth factor receptor (EGFR)
mutation. Gefitinib and erlotinib are the first-generation EGFR-TKIs
recommended as first-line treatments for NSCLC with EGFR mutations and are
available through Universal Health Coverage in Indonesia for lung
adenocarcinoma patients with EGFR mutations. However, the efficacy and safety
data of EGFR-TKIs are unavailable in Indonesia.
Methods: We did a retrospective cohort analysis of the patients of lung
adenocarcinoma with EGFR mutations treated in Persahabatan Hospital Jakarta,
Indonesia, between January 2015 and December 2017. We reviewed the records
of 331 patients with advanced stage lung adenocarcinoma with EGFR mutation
treated with the first-generation EGFR-TKIs. The subjects were 192 patients who
met the inclusion criteria.
Results: Subjects were receiving gefitinib (n=132) and erlotinib (n=60). Median
progression-free survival (PFS) was comparable between gefitinib and erlotinib
(9.0 vs 7.0 months, 95% confidence interval [CI] 0.57-1.07, p=0.126). The
median overall survival (OS) and 1-year survival were 44.5 vs 39.5 months
(95%CI 0.35-1.29, p=0.228; and 92% vs 92%, p=0.228, respectively). Reported
toxicities were diarrhea, paronychia, rash, and stomatitis but not of significant
difference between grade 3 or 4 toxicities (p=0.713).
Conclusions: The PFS and OS of the first-generation EGFR-TKIs were
comparable, although gefitinib PFS and OS was shown to be better, but without
significance. Both gefitinib and erlotinib had comparable and tolerable adverse
effects"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2019
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Zulkifli Amin
"Lung cancer is a devastating disease with a high incidence, mortality and morbidity rate, especially in developing countries. Conventional treatment with cytotoxic chemotherapy has some limitations attributed to chemoresistance and toxicity. Recent advances have shown that first generation Tyrosine Kinase Inhibitor (TKI), Gefitinib and Erlotinib, and the newest available second generation Tyrosine Kinase Inhibitor (TKI), Afatinib, have the potential to be an option in the management of patients with epidermal growth factor receptor/ EGFR mutation positive advanced/ metastatic non-small cell lung cancer. Afatinib works by binding to EGFR irreversibly, thus inactivating the tyrosine kinase receptor. Some studies demostrated that Afatinib first-line may result in longer progression free survival (PFS) and better disease control, and as an alternative for patients who intolerance to Gefitinib or Erlotinib. In Indonesia, the era of National Health Insurance has been implemented and National Health Insurance has covered treatment for cancer, including first generation TKIs, Gefitinib dan erlotinib, for patients with EGFR mutation positive advanced/ metastatic non-small cell lung cancer at Cipto Mangunkusumo National Hospital. Afatinib, as one of the newest available second generation TKI, may be given free of charge too as an alternative if the National Health Insurance will be covered in the future. Further research is needed to know the efficacy and adverse effects that may occur in patients from developing countries.

Kanker paru merupakan penyakit yang merugikan di dunia dengan angka insidensi, mortalitas dan morbiditas yang tinggi khususnya di negara berkembang. Pengobatan konvensional menggunakan kemoterapi sitotoksik memiliki kelemahan seperti kemungkinan resistensi dan toksisitas dari obat. Perkembangan terbaru menunjukkan bahwa Tyrosine Kinase Inhibitor generasi pertama, Gefitinib dan Erlotinib dan Tyrosine Kinase Inhibitor generasi kedua terbaru, Afatinib, memiliki potensi untuk menjadi pilihan pengobatan kanker paru bukan sel kecil (non-small cell lung cancer) metastatik/ lanjut EGFR (Epidermal Growth Factor Receptor) mutasi positif. Obat ini bekerja melalui ikatan yang ireversibel pada EGFR sehingga dapat menginaktivasi reseptor tirosin kinase. Beberapa studi menunjukkan bahwa Afatinib lini pertama dapat memperlama masa bebas progresivitas penyakit dan kontrol terhadap penyakit, serta dapat menjadi alternatif bagi pasien yang intoleran terhadap Gefitinib dan erlotinib. Di Indonesia, era Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) telah terlaksana dan JKN menanggung penuh pengobatan kanker, termasuk TKI generasi pertama, Gefitinib dan Erlotinib, terhadap pasien-pasien kanker paru bukan sel kecil EGFR mutasi positif di Rumah Sakit Umum Pusat Nasional Dr. Cipto Mangunkusumo. Afatinib sebagai salah satu TKI generasi kedua terbaru, bisa juga diberikan sebagai alternatif apabila telah ditanggung JKN di masa datang. Akan tetapi, penilaian juga perlu dilakukan khususnya untuk mengetahui efektivitas dan efek samping yang dapat muncul pada pasien-pasien di negara-negara berkembang."
Jakarta: University of Indonesia. Faculty of Medicine, 2017
610 UI-IJIM 49: 1 (2017)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Noorwati Sutandyo
"Background: the increasing incidence of lung cancer in female patients has been observed in Indonesia. Lung cancer in female might have different biology process than male, but it has never been evaluated in Indonesia. This study aimed to know characteristics and survival of female patients with non-small-cell lung carcinoma (NSCLC) in Dharmais National Cancer Centre Hospital.
Methods: a retrospective cohort study was performed among NSCLC female patients in Dharmais National Cancer Centre Hospital between January 2005 and December 2015. Survival analysis was done using the Kaplan-Meir estimation curve with proportional assumption test. Independent prognostic factors were analyzed using the Cox proportional hazard model with a hazard ratio (HR) and its 95% confidence interval (CI).
Results: a total of 956 NSCLC cases were retrieved during the study; 268 (28.0%) were female patients. Mean of age in female patients was 56.9 (11.87) years old. Among female patients, 21 (7.8%) were smokers, 244 (91.1%) had adenocarcinoma subtype, and 261 (98.0%) were in advanced stage (III-IV). Median survival was slightly longer in female than male patients (14.9 months vs. 12.2 months; log-rank p=0.055). Significant prognostic factors for survival were older age (>50 y.o) (HR = 0.681; 95% CI = 0.467 – 0.992; p= 0.045) and positive eGFR mutation (HR = 0.393; 95% CI = 0.251 – 0.615; p<0.001). Conclusion: female patients contributed to about 28% of all NSCLC cases. They were mostly non-smokers, had more adenocarcinoma histopathology and eGFR mutation. Survival tended to be longer in female than male patients. Age over 50 years and the presence of eGFR mutation were good prognostic factors to survival in female lung cancer patients.

Latar belakang: kanker paru merupakan kanker terbanyak di dunia baik pada pria maupun wanita. Kanker paru pada wanita berbeda dengan pada pria dalam berbagai aspek. Peningkatan trend kanker paru pada wanita terjadi di Indonesia. Studi ini dilakukan untuk melihat karakteristik dan kesintasan kanker paru karsinoma bukan sel kecil pada wanita di RS Pusat Kanker Nasional Dharmais.
Metode: penelitian ini merupakan studi kohort retrospektif mengenai karateristik pasien wanita dengan kanker paru karsinoma bukan sel kecil dengan mengambil data sekunder mulai Januari 2005 sampai Desember 2015. Analisis kesintasan menggunakan kurva Kaplan-Meier. Faktor-faktor prognostik independen dianalisis dengan menggunakan model regresi Cox risiko proporsional dengan hazard ratio (HR) dan interval kepercayaan (CI) sebesar 95%.
Hasil: dari studi didapatkan karsinoma paru bukan sel kecil sebanyak 956 kasus, 256 diantaranya adalah wanita. Rata-rata usia yang didapatkan adalah 56,9 (11,87) tahun. Riwayat merokok dijumpai pada 21 pasien (7,8%). Jenis histologi terbanyak adalah adenokarsinoma (91,1%), dan 261 pasien (98,0%) berada pada stadium lanjut (III-IV). Median kesintasan sedikit lebih panjang pada perempuan dibandingkan dengan laki-laki (14.9 bulan berbanding 12.2 bulan; log-rank p= 0,055). Faktor prognostik signifikan terhadap kesintasan adalah usia yang lebih dari 50 tahun (HR=0,681; 95% CI=0,467 – 0,992; p=0,045) dan mutasi eGFR positif (HR=0,393; 95% CI=0,251–0,615; p<0,001).
Kesimpulan: dua puluh delapan persen kasus karsinoma paru bukan sel kecil diderita oleh perempuan. Sebagian besar tidak merokok, memiliki histopatologi adenokarsinoma, dan mutasi eGFR. Kesintasan ditemukan lebih baik pada pasien wanita dibandingkan dengan laki-laki. Faktor prognostik positif terhadap kesintasan pada pasien wanita dengan kanker paru adalah usia lebih dari 50 tahun dan adanya mutasi eGFR.
"
Jakarta: University of Indonesia. Faculty of Medicine, 2018
610 UI-IJIM 50:4 (2018)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Hapsari Retno Dewanti
"Latar Belakang: Kanker paru menjadi penyebab kematian utama akibat keganasan pada laki-laki sebesar 31% dan perempuan sebesar 27%. Pada pasien adenokarsinoma paru dengan mutasi pada exon 20 T790M memberikan respons yang buruk terhadap terapi EGFR-TKI generasi pertama maupun generasi kedua.
Tujuan: Mengetahui profil serta angka tahan hidup 1 tahun pasien kanker paru jenis Adenokarsinoma dengan mutasi exon 20 T790M primer.
Metode: Penelitian menggunakan desain kohort terhadap pasien-pasien adenokarsinoma paru stadium IV dengan mutasi exon 20 T790M primer dari bulan September 2015 sampai Desember 2017 di RSUP Persahabatan. Variabel yang diteliti adalah karakteristik klinis dan angka kesintasanberdasarkan kurva Kaplan Meier. Hasil analisis dinyatakan berbeda bermakna apabila nilai p<0,05.
Hasil: Didapatkan 27 subjek penelitian dengan rerata usia 58,5 tahun dan berjenis kelamin laki-laki (70,6%). Keluhan utama berupa sesak napas (73,5%) dan nyeri dada (55,9%). Mutasi genetik tunggal pada Exon 20 T790M (64,7%), sedangkan mutasi Exon 20 T790M dengan Exon 21 L858R (11,8%) dan mutasi Exon 20 T790M dengan 21 L861Q (8,8%). Organ target metastasis adalah efusi pleura (73,5%), tulang (26,5%) dan otak (20,6%). Angka kesintasan 360 dan 990 hari sebesar 35% dan 20% dengan median kesintasan sebesar 213 hari.
Kesimpulan: Mutasi exon 20 T790M pada adenokarsinoma paru memegang peranan penting terhadap kesintasan dan prediktor responsterhadap terapi yang diberikan.

Background: Lung cancer causes mortality in men (31%) and in women (27%). Lung adenocarcinoma patients with exon 20 T790Mepidermal growth factor receptor(EGFR) mutation showed poor response to the first generation and second generation of EGFR tyrosine kinase inhibitor (TKI) therapy.
Purpose: This study aims to reveal the characteristics and one year survival rate of lung adenocarcinoma patients with primary exon 20 T790M EGFR mutations treated at Persahabatan Hospital Jakarta, Indonesia.
Methods: The cohort study involved patients with primary exon 20 T790M EGFR mutation between September 2015 to December 2017 in Persahabatan Hospital Jakarta, Indonesia. The survival rate was observed from Kaplan Meier estimator curve and was statistically analyzed.
Results: There were 27 subjects with mean age of 58.5 years and were predominated male (70.6%). The most common chief complaints were shortness of breath (73.5%) and chest pain (55.9%). The EGFR mutations detected were exon 20 T790M (64.7%), exon 20 T790M with exon 21 L858R (11.8%) and exon 20 T790M with exon 21 L861Q (8.8%). Metastatic target organs were pleural effusions (73.5%), bone (26.5%) and brain (20.6%). Survival rate of 360 and 990 days was 35% and 20% respectively with median survival rate was 213 days.
Conclusion: Exon 20 T790M EGFR mutation in lung adenocarcinoma was revealed to be an important factor in survival and in predicting response to EGFR TKI chemotherapy.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2018
SP-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library