Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 6 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Oriza Safrini S.
Abstrak :
Penggunaan kulit salak sebagai antidiabetes belum populer di Indonesia. Kemampuan hipoglikemiknya ini telah dibuktikan oleh beberapa penderita diabetes di Indonesia. Penelitian ini dilakukan dengan metode Tes Toleransi glukosa Oral (TTGO) menggunakan tikus putih jantan galur Spargue Dawley umur 2 - 3 bulan dengan berat 150 - 200 g. Setelah diberikan perlakuan sesuai dengan rancangan, darah diambil pada interval waktu tertentu. Air rebusan kulit salak diberikan secara oral dengan dosis 9 g/200g bb, 18 g/200 g bb dan 36 g/200 g bb. Sebagai pembanding digunakan glibenklamid 0,9 g/200 g bb. Pengukuran kadar glukosa darah menggunakan metode otoluidin dilakukan dengan spektrofotometri pada panjang gelombang 632,0 nm. Data yang diperoleh dianalisis menggunakan uji Anova dengan taraf kepercayaan 95%. Hasil pengujian menunjukkan bahwa air rebusan kulit salak dosis 9 g/200g bb tidak dapat menurunkan secara bermakna (P>0,05) kadar glukosa darah tikus. Pemberian air rebusan kulit salak dosis 18 g/200 g bb dapat menurunkan secara bermakna (P<0,05) kadar glukosa darah tikus, sedangkan dosis 36 g/200g bb menunjukkan potensi yang lebih tinggi. Meskipun demikian, efek hipoglikemiknya masih dibawah glibenklamid. The use of salak skin as anti-diabetes has been attested by some diabetic people in Indonesia.The study was analyzed further by The Oral Glucose Tolerance Test (TTGO) ang was conducted using male white rats of Spargue Dawley (age 2-3 month, 150-200 g). After the design treatment, the blood sample were collected at certain time interval. Aqueous of salak skin was given orally with a dosage 9 g/200 g bb, 18 g/200 g bb and 36 g/200 g bb. As a comparison it using Glibenclamide 0,9 g/200 g bb. A measurement of blood glucose degree is using o-toluidin method and was conducted employing spectrophotometer at 632,0 nm. The acquired data analyzed using Anova test (95%). The result show that aqueous of salak skin with dosage 9 g/200g bb were unable to decrease significantly ( P>0,05) the blood glucose level in glucose-preloaded glucose. Aqueous of salak with dosage of 18 g/200 g were capable to decrease significantly (P<0,05) blood glucose degree of male white rats, whereas a 36 g/200g bb dose shows a higher potential. Nevertheless, the highest hypoglycaemic effect of aqueous of salak skin still lower than of Glibenklamid.
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2006
S32798
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Yessy Aryani
Abstrak :
Glibenclamide is an oral hypoglycemic agent used in the treatment of non-insulin dependent diabetes. It has known with its low bioavailabilty because of its poor dissolution properties. The aim of this study are to observe ultrasonic effect in crystallization process and to produce a crystal form of glibenclamide with higher dissolution properties compared to glibenclamide raw material. In this experiment observed crystallization by cold water presence with ultrasonic interfere method (1st method), cold water presence along with cooling and ultrasonic interfere method (2nd method), and cold water presence with cooling method (3rd method), which used methanol and ethanol solvents. All of method produce white crystalline powder. Miscroscopically, the crystals have plate and acicular habit. The 1st method and 2nd method in methanol solvent produce crystalline with higher dissolution rate than glibenclamide raw material. The 3rd method produce bigger crystal than 1st method and 2nd method. Based on characterization result using X-Ray Diffractometry, Scanning Electron Microscopy (SEM), and Differential Scanning Calorimetry (DSC), its known that crystals produced by the whole method show transformation of crystal shape without crystal structure transformation which compared with glibenclamide raw material.
Glibenklamid adalah suatu hipoglikemik oral yang digunakan pada pengobatan non-insulin dependent diabetes. Glibenklamid telah dikenal dengan bioavailabilitasnya yang rendah karena disolusinya yang buruk. Tujuan penelitian ini adalah melihat pengaruh ultrasonik dalam proses kristalisasi glibenklamid dan menghasilkan bentuk kristal glibenklamid yang memiliki disolusi yang lebih baik dibandingkan bentuk kristal bahan baku glibenklamid. Pada penelitian ini, dilakukan kristalisasi dengan metode penambahan air dingin disertai pendinginan dan pengadukan dengan alat ultrasonik (metode I), metode penambahan air dingin disertai pengadukan dengan alat ultrasonik (metode II), dan metode penambahan air dingin disertai pendinginan dengan pelarut etanol dan metanol (metode III). Dari seluruh metode, dihasilkan serbuk kristal berwarna putih. Secara mikroskopik kristal hasil kristalisasi mempunyai bentuk lempeng dan jarum. Metode I dan II dari pelarut metanol menghasilkan kristal dengan laju disolusi yang lebih baik daripada kristal bahan baku glibenklamid. Metode III menghasilkan kristal yang berukuran lebih besar daripada metode I dan II. Berdasarkan hasil karakterisasi menggunakan X-Ray Diffractometry, Scanning Electron Microscopy (SEM), dan Differential Scanning Calorimetry (DSC), diketahui bahwa kristal yang dihasilkan dari keseluruhan metode menunjukkan perubahan bentuk kristal tanpa perubahan struktur kristal terhadap bahan baku glibenklamid.
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2009
S32903
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Tantri Ayu Novrita
Abstrak :
Pembentukkan dispersi padat telah banyak digunakan untuk meningkatkan kelarutan dari bahan obat yang sukar larut. Glibenklamida merupakan salah satu obat yang mempunyai sifat praktis tidak larut dalam air. Sehingga mengakibatkan laju disolusi yang rendah dan menurunkan daya absorbsi pada saluran gastrointestinal. Tujuan penelitian ini adalah untuk meningkatkan disolusi glibenklamida dari sediaan tablet menggunakan sistem dispersi padat dengan menggunakan pembawa avicel PH 102. Jumlah perbandingan yang digunakan yaitu 1:1, 1:5, 1:10, dan 1:20. Dispersi padat dibuat dengan metode pelarutan. Dispersi padat glibenklamida-avicel dikarakterisasi menggunakan alat Difraksi sinar-X (XRD) dan Differential Scanning Calorimetry (DSC). Hasil penelitian menunjukkan adanya peningkatan laju disolusi pada perbandingan 1:20 menjadi hampir 10 kali lebih tinggi daripada laju disolusi glibenklamida tunggal. Hasil disolusi tablet glibenklamida dari dispersi padat dan standart pada menit ke 120 masing-masing sebesar 110,88 % dan 98,55 %. Solid dispersions technique has been widely used in enhancing dissolution rate of poorly water soluble drugs. Glibenclamide is one of the drug that practically insoluble in water which leads to poor dissolution rate and subsequent decrease of its gastrointestinal absorbtion. The purpose of this research is to enhance glibenclamide dissolution rate in tablet prepared by solid dispersion technique using microcrystalline cellulose PH 102 as the carrier in different ratios. The ratios used were 1:1, 1:5, 1:10 and 1:20. Solid dispersions were prepared by solvent method. Glibenclamide-avicel solid dispersion was characterized using X-ray diffractometer (XRD) and differential scanning calorimetry (DSC). Solid dispersion with the drug to carrier ratio of 1:20 showed the highest dissolution rate almost 10 times compared to pure glibenclamide. Dissolution rate showed that tablet consist of solid dispersion is higher than pure glibenclamide tablet with the drugs dissolved percentage in 120 minutes for solid dispersion tablet is 110,88 % and 98,55 % for pure glibenclamide tablet.
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2006
S33028
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nadya Nur Annisaa
Abstrak :
ABSTRAK
Metformin dan glibenklamid adalah salah satu terapi kombinasi diabetes mellitus DM tipe 2 yang umum digunakan dalam praktik klinis. Kombinasi agen antidiabetik lain dengan mekanisme aksi yang saling menguntungkan seperti metformin dan akarbose dapat dipertimbangkan penggunaannya. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis efektivitas kombinasi metformin-glibenklamid dan metformin-akarbose pada total 37 pasien DM tipe 2 di Puskesmas Kecamatan Kembangan. Nilai HbA1c pada kelompok pasien yang mengkonsumsi kombinasi metformin-glibenklamid n=20 dan kombinasi metformin-akarbose n=17 diukur pada minggu ke-0 dan minggu ke-12 untuk melihat rata-rata perubahan nilai HbA1c sebagai parameter efektivitas. Pengukuran HbA1c dilakukan dengan Afinion trade; AS100 Analyzer dengan prinsip kerja afinitas boronat. Uji beda rata-rata dalam kelompok menunjukkan kombinasi metformin-glibenklamid secara signifikan menurunkan nilai HbA1c dari 8,70 menjadi 7,86 p > 0,05 , sementara kombinasi metformin-akarbose secara signifikan menurunkan nilai HbA1c dari 8,45 menjadi 7,76 p < 0,05 . Hasil uji beda rata-rata menunjukkan tidak terdapat perbedaan rata-rata perubahan nilai HbA1c yang signifikan antar kelompok penelitian p > 0,05 , dengan kombinasi metformin-glibenklamid menghasilkan rata-rata penurunan HbA1c yang lebih besar dibandingkan kombinasi metformin-akarbose 0,84 vs 0,69 . Oleh karena itu, kombinasi metformin-glibenklamid memiliki efektivitas yang lebih baik daripada kombinasi metformin-akarbose dalam menurunkan nilai HbA1c pasien DM tipe 2.
ABSTRAK
Metformin and glibenclamide is one of the most used combination therapy of type 2 diabetes mellitus T2DM in clinical pratice. Combination of other antidiabetic agents with beneficial mechanisms of action such as metformin and acarbose may be considered to be used. This study aim to compare the effectiveness of metformin glibenclamide and metformin acarbose combination on total 37 patients in Kembangan rsquo s Community Health Center. HbA1c values of patients consuming metformin glibenclamide n 20 and metformin acarbose n 17 combination were measured on week 0 and week 12 to observed mean changes of HbA1c values as effectiveness 39 parameter. HbA1c values were measured by Afinion trade AS100 Analyzer with boronate affinity method. Within group differences showed that metformin glibenclamide combination unsignificantly reduced HbA1c from 8,70 to 7,86 p 0,05 , while metformin acarbose combination significantly reduced HbA1c from 8,45 to 7,76 p 0,05 . Result of mean different test between group showed an unsignificant difference p 0,05 , with metformin glibenclamide combination yield a greater mean reduction of HbA1c compare to metformin acarbose combination 0,84 vs 0,69 . In conclusion, metformin glibenclamide combination has superior effectiveness compare with metformin acarbose combination in reducing HbA1c values in T2DM patients.
2017
S69583
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Noviani Sugianto
Abstrak :
Jamu merupakan obat tradisional yang banyak digunakan oleh masyarakat dalam menangani masalah kesehatan. Jamu dinilai lebih aman dibandingkan obat modern karena efek samping jamu relatif sedikit. Namun, akhir-akhir ini ditemukan banyak kecurangan dalam pembuatan jamu dengan menambahkan bahan kimia obat ke dalam jamu. Menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI No 007 tahun 2012 tentang Registrasi Obat Tradisional, dinyatakan bahwa obat tradisional tidak boleh mengandung bahan kimia sintetik atau hasil isolasi yang berkhasiat obat. Tujuan penelitian ini adalah untuk melakukan analisis dan validasi metode analisis glibenklamid dan metformin hidroklorida pada jamu kencing manis secara KLT-densitometri. Metode yang digunakan adalah ekstraksi jamu dengan pelarut metanol kemudian dianalisis dengan KLT-Densitometri dengan menggunakan fase gerak metanol-aquades-asam asetat glasial 9:1:0,25 pada panjang gelombang 237 nm. Dari hasil validasi, didapat koefisien korelasi r kurva kalibrasi pada glibenklamid dan metformin hidroklorida berturut-turut 0,9998 dan 0,9981. Batas deteksi dan batas kuantitasi untuk glibenklamid dan metformin hidroklorida berturut-turut adalah 49,97 g/ml; 166,55 g/ml dan 74,75 g/ml; 249,25 g/ml. Metode ini juga memenuhi kriteria uji selektivitas, akurasi dan presisi. Dari tujuh sampel yang dianalisis, empat diantaranya positif mengandung glibenklamid dengan kadar sampel 1 = 4,9522 , sampel 2 = 4,1495 , sampel 3 = 4,2578 dan sampel 4 = 4,9412. ......Jamu is a traditional medicine used by most people for health treatment. The use of traditional medicine is considered safer than modern medicine because of its less side effects. However, there are recently found frauds on jamu production by adding chemical substances into jamu. According to regulation of Minister of Health Indonesia No. 007 in 2012 on Registry of Traditional Medicine, it is stated that traditional medicine must not contain chemical substances or active drug isolation products. This study aims to analyze and validate analytical method of glibenclamide and metformin hydrochloride in herbal diabetic products by TLC densitometry. Method applied was jamu extraction using methanol and followed by analysis using TLC densitometry with methanol aquades glacial acetic acid 9 1 0.25 as mobile phase at wavelength 237 nm. From results of validation, correlation coefficient for glibenclamide and metformin hydrochloride respectively are 0.9998 and 0.9981. Limit of detection and quantitation for glibenclamide and metformin hydrochloride respectively are 49.97 g ml 166.55 g ml and 74.75 g ml 249.25 g ml. This method also meets criteria of selectivity, accuracy, and precision. From seven samples tested, four were positive for glibenclamide with level of sample 1 4.9522 , sample 2 4.1495 , sample 3 4.2578 , and sample 4 4.9412.
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2017
S68065
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Diandra Andina Ratimanjari
Abstrak :
Penderita diabetes banyak mengkombinasi antidiabetes herbal dan sintetis untuk mendapatkan efek sinergis atau aditif tanpa menginformasikan terlebih dahulu kepada praktisi kesehatan, seperti penggunaan sambiloto dan glibenklamid. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui pengaruh pemberian infusa herba sambiloto terhadap glibenklamid dalam menurunkan kadar glukosa darah tikus putih jantan yang dibuat diabetes. Penelitian ini menggunakan 24 ekor tikus putih jantan Sparague-Dawley yang dibagi menjadi 6 kelompok, yaitu kontrol normal dan kontrol diabetes diberi larutan CMC 0,5% 1 ml/200 g bb tikus, kontrol glibenklamid diberikan suspensi glibenklamid 0,9 mg/200 g bb tikus, kontrol sambiloto diberikan infusa herba sambiloto 50 mg/200 g bb tikus, dan 2 kelompok interaksi diberikan infusa herba sambiloto dengan 2 variasi dosis (50 mg dan 100 mg/200 g bb tikus) dan suspensi glibenklamid 0,9 mg/200 g bb tikus, masing - masing diberikan secara per oral. Semua kelompok diinduksi aloksan 32 mg/200 g bb tikus, kecuali kontrol normal. Pengukuran kadar glukosa darah dilakukan 2 jam dan 4 jam setelah pemberian dengan metode o-toluidin. Hasil penelitian menunjukkan bahwa infusa herba sambiloto 100 mg/200 g bb tikus memberikan pengaruh signifikan terhadap glibenklamid dalam menurunkan kadar glukosa darah setelah satu minggu pemberian.
Many diabetics perform self-medication with antidiabetic herbs and synthetic drugs with the aim to obtain a synergistic or additive effects without informing their primary physician, such as the use of creat and glibenclamide. This research was carried out to know the impact of creat herb infusion on glibenclamide in lowering blood glucose levels on diabetic male albino rats. This study used 24 male Sparague-Dawley rats, which are divided into 6 groups, normal control and diabetic control were given 0,5% CMC solution 1 ml/200 g bw of rat, glibenclamide control were given glibenclamide suspension 0,9 mg/200 g bw of rat, creat control were given creat herb infusion 50 mg/200 g bw of rat, and 2 interaction groups were given creat herb infusion in 2 variant doses (50 and 100 mg/200 g bw of rat) and glibenclamide suspension 0,9 mg/200 g bw of rat, each of them were administrated orally. All of groups were induced with alloxan 32 mg/200 g bw of rat except normal control. Blood glucose was measured by o-toluidine method at 2 hours and 4 hours after administration. The result showed that the creat herb infusion at 100 mg/200 g bw gave significant impact on glibenclamide in lowering blood glucose levels a week after administration.
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2011
S56
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library