Ditemukan 7 dokumen yang sesuai dengan query
Dzaki Yudi Ananda
"Ekonomi kreatif ditetapkan pemerintah sebagai tulang punggung perekonomian Indonesia di masa mendatang. Berdasarkan Undang-undang Nomor 24 Tahun 2019 Tentang Ekonomi Kreatif, perlindungan hak kekayaan intelektual memiliki peran penting di dalamnya. Penelitian ini mencoba untuk melihat bagaimana pengaruh hak kekayaan intelektual terhadap kinerja ekonomi kreatif yang diukur dengan total pendapatan dan keputusan ekspor pelaku ekonomi kreatif. Penelitian ini menggunakan metode analisis Ordinary Least Square OLS. Data yang digunakan adalah data cross section yang bersumber dari Badan Pusat Statistik BPS tahun 2016. Temuan dari penelitian ini adalah kepemilikan HKI oleh pelaku ekonomi kreatif berdampak positif secara signifikan terhadap pendapatan dan keputusan ekspor pelaku ekonomi kreatif.
Creative economy has been assigned as the backbone of Indonesian economy in the future. Based on Article 24 of the 2019 Law of Creative Economy, the protection of Intellectual Property Rights upholds an important role in creative economy. This research aims to observe the impact of intellectual property rights to the performance of creative economy as measured by the total income and export decision of creative economy actors, using the Ordinary Least Square OLS analytical method. It uses the cross-section data sourced from Badan Pusat Statistik BPS Central Bureau of Statistics in 2016. This research concludes that the ownership of Intellectual Property Rights by economy actors has yielded significantly positive impact to the total income and export decision of creative economy actors."
Depok: Universitas Indonesia, 2020
T54452
UI - Tesis Membership Universitas Indonesia Library
Husen Hendriyana
"Along with recent rapid development of science, technology, art and culture, through research institutions from the central to the local level, the government seriously activates enhancement and protection of the intellectual products of the nation. Such as protection of intellectual property rights against irresponsible plagiarism. This is due to that the appearance, process, or invention steps of the creative furniture designer in the society or in the academic environment have the potential and the opportunity to be registered as Intellectual Properties (IP) or gain Intellectual Property Rights (IPR)- Besides aiming to lift up the state or institutions achievement and attainment of intellectual property rights internationally, the added value also can be developed in the direction of economic upgrade. Research on furniture products designs have been numerously carried out with various objects and cases, yet the diversity of the subject character and creative processes still have not well defined so they enrich the model of creative process design. This study aims to identify, classify and formulate a potential furniture design model of creative process and IPR standard, through methods PAR- The results of this study are (1) prototype of furniture design products, (2) the creative process model and the construction methods process of furniture design with a concept or a specific theme; (3) Registration of IPR; (4) Scientific manuscript."
Denpasar: Pusat Penerbitan LPPM Institut Seni Indonesia Denpasar, 2017
300 MUDRA 32:3 (2017)
Artikel Jurnal Universitas Indonesia Library
Yuramanti
"Ditengah maraknya aset digital sebagai sosial media dan alat komoditi seperti cryptocurrency, bitcoin dan NFT (Non-Fungible Token) terdapat potensi aset digital sebagai objek jaminan utang. Kebendaan digital dapat berupa kebendaan atau kekayaan dalam media sosial, akun-akun terkait keuangan yang dilakukan secara daring, akun-akun terkait bisnis, alamat internet atau situs web, dan kebendaan virtual. Jenis penelitian yang dilakukan adalah yuridis normatif. Penelitian ini menganalisa permasalahan terkait keabsahan aset digital sebagai objek jaminan utang di Indonesia dengan mengetahui bagaimana sifat hukum aset digital dalam hukum kebendaan di Indonesia dan bagaimana penerapan aset digital dalam Peraturan Pemerintah Nomor 24 tahun 2022 serta keabsahan aset digital secara keseluruhan sebagai objek jaminan utang di Indonesia. Teknik analisis menggunakan metode kualitatif. Wawancara kepada perbankan juga dilakukan dalam penelitian ini. Tidak semua aset digital dikategorikan aset HKI dan dapat dilakukan skema pendanaan berdasarkan PP Nomor 24 tahun 2022, hanya aset digital yang memiliki perlindungan hak cipta yang dapat menerimanya. Penerapan peraturan tersebut dalam perbankan memiliki kendala pada valuasi, nilai tambah, secondary market, dan appraisal aset digital dalam market. KUHPerdata memuat aturan yang mengatur tentang jaminan secara umum yaitu Pasal 1131 dan 1132 yang juga berlaku untuk aset digital secara keseluruhan. Jaminan khusus keabsahannya bergantung pada bentuk jaminan. Di indonesia yang paling tepat untuk jaminan aset digital adalah fidusia karena karekteristiknya dan waktu lahirnya perikatan sudah bisa dipastikan. Sejumlah perbandingan aset digital sebagai jaminan di negara lain juga dijadikan referensi, seperti Amerika Serikat, Inggris, dan Jepang.
In the midst of digital assets rising as social media and commodity tools such as cryptocurrencies, bitcoin and NFT (Non-Fungible Tokens), there is some potential for digital assets to be used as collateral for debt. Digital assets can be goods or assets on social media, financial-related accounts conducted online, business-related accounts, internet addresses or websites, and virtual assets. This type of research is normative juridical. This study analyzes issues related to the legality of digital assets as objects of debt guarantees in Indonesia by knowing the legal nature of digital assets in material law in Indonesia and how digital assets are implemented in Government Regulation Number 24 of 2022 and the validity of digital assets as a whole as objects of debt guarantees in Indonesia. The analysis technique uses a qualitative method. Interviews to several banks were also conducted in this study. Not all of digital assets are categorized as Intellectual Property Right (IPR) assets can be carried out the funding scheme based on PP Number 24 of 2022, only digital assets that have copyright protection can receive them. The application of these regulations in banking has problems with valuation, added value, secondary market, and digital asset appraisal in the market. The Civil Code contains rules governing guarantees in general, namely Articles 1131 and 1132 which also apply to digital assets as a whole. The specific guarantee of validity depends on the form of the guarantee. In Indonesia, the most appropriate for digital asset collateral is a fiduciary because its characteristics and the time when the engagement was born can be ascertained. A number of comparisons of digital assets as collateral in other countries are also used as references, such as the United States, United Kingdom and Japan."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership Universitas Indonesia Library
Wayan Adhi Prastana
"Upaya perlindungan pengetahuan tradisional muncul sebagai reaksi terhadap sistem HKI saat ini yang dinilai merugikan pemilik pengetahuan tradisional. Permasalahan pengetahuan tradisional merupakan permasalahan HPI karena para pihak yang terkait umumnya tunduk pada sistem hukum yang berbeda. Skripsi ini membahas penerapan prinsip timbal-balik dalam upaya melindungi pengetahuan tradisional. Upaya melindungi pengetahuan tradisional selama ini mengacu pada CBD dan konvensi¬konvensi terkait Pengetahuan tradisional lainnya. Sayangnya upaya ini tidak efektif. Perlindungan pengetahuan tradisional ternyata lebih efektif dengan menggunakan Prinsip Timbal-Balik Formil yang diatur dalam Persetujuan TRIPs. Pada Kasus Kunyit (the Turmeric Case) terbukti upaya ini berhasil membatalkan klaim paten yang mengeksploitasi pengetahuan tradisional.
Effort to protect traditional knowledge emerged as a reaction of current IPR system which considered detrimental to the original owners of traditional knowledge. Problems concerning traditional knowledge are a matter of Private International Law because the parties concerned are generally subject to different legal systems. This paper discusses the application of the principle of reciprocity in an effort to protect traditional knowledge. Efforts to protect traditional knowledge so far are referring to the CBD and related conventions concerning traditional knowledge. Unfortunately these efforts are ineffective. Protection of traditional knowledge is more effective by using Reciprocity Principles that are provided for in TRIPS Agreement. In the turmeric case, this effort proved to be successful to canceled patent claims that exploit traditional knowledge. "
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2012
S1535
UI - Skripsi Open Universitas Indonesia Library
Nisrina Nabilah
"Numerous research studies have studied the impact of trade policies on FDI and comprehension surrounding this topic has developed considerably. Part of the development has resulted in the topic becoming more “resilient” and thus vulnerable to multiple measurements of the same theories and ideas, as well as to conflicting results. This study systematically and critically reviews relevant literature on the effect of trade policies and FDI. I identified existing gaps, new findings, and future research directions based on 30 articles published in 23 Journals.
Berbagai penelitian telah mempelajari pengaruh dari kebijakan perdagangan terhadap investasi asing langsung dan pemahaman sekitar topik ini telah berkembang pesat. Sebagian dari perkembangan ini mengakibatkan topik ini semakin “tangguh” dan karenanya rentan terhadap berbagai pengukuran teori dan ide yang sama, serta hasil yang bertentangan. Studi ini secara sistematis dan kritis meninjau literatur yang relevan tentang pengaruh kebijakan perdagangan dan investasi asing langsung. Saya mengidentifikasi kesenjangan yang ada, temuan baru, dan arah penelitian di masa depan berdasarkan 30 artikel yang diterbitkan dalam 23 Jurnal."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership Universitas Indonesia Library
Reza Kinanty
"Persaingan usaha yang ketat menciptakan ragam inovasi yang melahirkan pemanfaatan HKI seiringan dengan berjalannya kegiatan usaha. Hak eksklusif ini melindungi pemilik HKI dari permasalahan hukum terkait HKI karena persaingan usaha yang melahirkan risiko berupa kerugian finansial yang dapat melukai keadaan finansial usaha secara fantastis hingga dapat melumpuhkan kegiatan usaha. Sebuah risiko pada hakikatnya dapat dialihkan kepada pihak lain melalui perjanjian asuransi. Namun, produk asuransi HKI masih belum tersedia di Indonesia sehingga setiap kalangan pelaku usaha masih diikuti oleh risiko terkait HKI. Skripsi ini membahas mengenai HKI selaku intangible assetdan keberlakuannya sebagai objek dalam perjanjian asuransi sesuai dengan hukum asuransi serta bentuk perlindungan atas risiko pemanfaatan HKI. Metode penelitian dari skripsi ini berbentuk Yuridis-Normatif dan menggunakan pendekatan peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan permasalahan hukum yang dibahas serta pendekatan konseptual. Hasil dari penelitian ini menemukan bahwa HKI selaku intangible assetmemenuhi prinsip-prinsip dalam hukum asuransi sesuai dalam Pasal 268 Kitab Undang-Undang Hukum Dagang dan Pasal 1 ayat (25) Undang-Undang tentang Perasuransian sehingga dapat dijadikan objek pertanggungan dan risiko atas pemanfaatan HKI dapat dilindungi pada klausul multi-perils, defense dan abatement dalam polis asuransi demi keberlangsungan persaingan usaha yang sehat.
Intense business competition creates a variety of innovations resulted in the use of Intellectual Property Rights (IPR) in line with business activities. This exclusive right protects IPR owners from legal disputes related to IPR due to business competition results in financial losses that can injure business finances and further can paralyze business activities. A risk can essentially be transferred to another party through an insurance agreement. However, IPR insurance is still not available in Indonesia and this translates to every businessman are still followed by IPR-related risks. This thesis discusses IPR as an intangible asset and its applicability as an object in insurance agreement in accordance with insurance law and forms of protection against IPR risks. The research method of this thesis is in the form of juridical-normative and uses a statutory approach related to the legal issues discussed as well as a conceptual approach. The results of this study found that IPR as an intangible asset fulfills the principles in insurance law in accordance with Article 268 of the Commercial Code and Article 1 section (25) of Insurance Law thus can be utilized as the object of insurance policy and protected by multi-perils, defense and abatement clause for the sake for the continuation of fair business competition."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership Universitas Indonesia Library
Dhimas Widyananda
"Munculnya kebijakan sertifikasi pusat perbelanjaan berbasis Kekayaan Intelektual (KI) oleh Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual (DJKI) merupakan salah satu alasan utama dilakukannya penelitian ini. Secara sederhana, Hak kekayaan intelektual (HKI) dapat dimaknai sebagai suatu hak yang diberikan kepada individu atau organisasi atas ciptaan mereka. Hak ini memberi pemiliknya hak eksklusif untuk menggunakan, memproduksi, dan menjual ciptaan mereka untuk jangka waktu tertentu, serta melindungi ciptaan mereka dari penggunaan atau peniruan tanpa izin. Banyaknya pelanggaran atas KI, terutama Hak Cipta dan Merek, menunjukkan terdapat suatu urgensi yang harus disikapi secara tegas. Berdasarkan data, pelanggaran atas hak cipta dan merek sangat marak terjadi di pusat perbelanjaan. Dampak dari pelanggaran tersebut memberikan kerugian secara ekonomi, baik untuk pemegang hak eksklusif maupun negara. Adanya kebijakan sertifikasi yang diusung oleh DJKI tentu menjadi suatu terobosan yang sangat baik. DJKI tentu memiliki peran yang sangat krusial dalam proses penerapan kebijakan ini, baik dalam tahapan proses sertifikasi maupun pengawasan. Adapun Manfaat dari eksistensi kebijakan ini, diharapkan dapat memberikan kepastian hukum dan memberantas pelanggaran-pelanggaran HKI yang ada. Akan tetapi pada realitas penerapannya, masih banyak ditemukan pusat perbelanjaan yang memperjualbelikan barang yang melanggar ketentuan Hak Kekayaan Intelektual. Dalam proses penelitian, penelitian ini menggunakan metode penelitian hukum secara doktrinal, yaitu metode penelitian dengan mengacu pada analisis teori hukum dan doktrin hukum yang ada. Hasil penelitian menunjukkan bahwa masih diperlukan suatu tindakan yang lebih represif untuk memberantas permasalahan hukum kekayaan intelektual. DKJI diharapkan dapat membentuk tim satuan khusus yang bekerja sama dengan instansi pain untuk menegakkan kebijakan ini secara masif.
The introduction of the shopping center certification policy based on Intellectual Property (IP) by the Directorate General of Intellectual Property (DGIP) is one of the primary reasons for conducting this research. Intellectual Property Rights (IPR) can be simply understood as rights granted to individuals or organizations over their creations. These rights give owners exclusive rights to use, produce, and sell their creations for a specific period, as well as protect them from unauthorized use or imitation. The prevalence of IP violations, especially in Copyrights and Trademarks, indicates a pressing urgency that must be addressed firmly. According to data, violations of copyright and trademark rights are rampant in shopping centers. The economic impact of these violations results in losses for both the exclusive rights holders and the nation. The implementation of the certification policy proposed by DGIP represents a significant breakthrough. DGIP plays a crucial role in the implementation of this policy, both in the certification process and in supervision. The benefits of this policy aim to provide legal certainty and eradicate existing IPR violations. However, in reality, many shopping centers are found to trade goods that violate Intellectual Property Rights regulations. In the research process, a doctrinal legal research method was utilized, which involves analyzing legal theories and legal doctrines. The research findings indicate that more stringent measures are still needed to address intellectual property law issues. DGIP is expected to establish a specialized unit in collaboration with relevant agencies to enforce this policy comprehensively."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2024
T-pdf
UI - Tesis Membership Universitas Indonesia Library