Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 5 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Aussielia Amzulian
Abstrak :
[Itikad tidak baik merupakan salah satu dasar untuk membatalkan pendaftaran suatu merek. Pada sengketa merek yang memiliki persamaan dengan merek terkenal, itikad tidak baik seringkali dianggap ada. Pertanyaan pokok yang hendak dijawab dalam tulisan ini adalah apakah pemilik merek terdaftar yang mereknya memiliki persamaan dengan merek terkenal dapat selalu dianggap memiliki itikad tidak baik dalam mendaftarkan dan menggunakan mereknya. Tulisan ini menganalisis berbagai sengketa merek terkenal dalam putusan pengadilan. Kesimpulan yang diperoleh dari tulisan ini adalah bahwa pemilik merek terdaftar yang mereknya memiliki persamaan dengan merek terkenal tidak dapat selalu dianggap memiliki itikad tidak baik, karena terdapat beberapa faktor yang dapat dipertimbangkan dalam membuktikan adanya tidaknya itikad tidak baik dari suatu pihak. ...... Bad faith is one of the reasons to cancel an application of a trademark. In trademark disputes, when having similarities with a well-known mark, judges often assume that the trademark owner always has bad faith. The legal issue in this article is whether a trademark owner that it?s trademark has similarities with a well-known mark always has bad faith in filing and using it?s trademark. This article will analyze well-known mark cases from court rulings. This article concludes that bad faith doesn?t always exist when a trademark has similarities with a well-known mark, because there are some conditions that could be considered to prove that a party does not have bad faith. ;Bad faith is one of the reasons to cancel an application of a trademark. In trademark disputes, when having similarities with a well-known mark, judges often assume that the trademark owner always has bad faith. The legal issue in this article is whether a trademark owner that it’s trademark has similarities with a well-known mark always has bad faith in filing and using it’s trademark. This article will analyze well-known mark cases from court rulings. This article concludes that bad faith doesn’t always exist when a trademark has similarities with a well-known mark, because there are some conditions that could be considered to prove that a party does not have bad faith. , Bad faith is one of the reasons to cancel an application of a trademark. In trademark disputes, when having similarities with a well-known mark, judges often assume that the trademark owner always has bad faith. The legal issue in this article is whether a trademark owner that it’s trademark has similarities with a well-known mark always has bad faith in filing and using it’s trademark. This article will analyze well-known mark cases from court rulings. This article concludes that bad faith doesn’t always exist when a trademark has similarities with a well-known mark, because there are some conditions that could be considered to prove that a party does not have bad faith. ]
Depok: Universitas Indonesia, 2016
S61805
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Pramu Ichsan Chusnun
Abstrak :
Pasal 69 ayat (1) Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001 Tentang Merek mengatur mengenai daluwarsa atau batas waktu lima tahun untuk mengajukangugatan untuk pembatalan merek. Pada ayat selanjutnya dijelaskan bahwa daluwarsa ini tidak berlaku apabila merek bertentangan dengan moralitas agama,kesusilaan atau ketertiban umum yang mana termasuk di dalam pengertian umum adalah itikad tidak baik. Skripsi ini membahas mengenai perbedaan antara unsur itikad tidak baik dengan unsur persamaan pada pokoknya atau keseluruhannya dengan merek terkenal sebagai alasan pembatalan merek. Skripsi ini juga membahas mengenai alasan dibalik pengaturan batas waktu untuk mengajukan pembatalan merek. Melihat pada pengaturan di Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001 Tentang Merek dan Paris Convention for the Protection of Intellectual Property, pengaturan batas waktu ini dimaksudkan untuk memberikan waktu bagi para pemilik merek terkenal untuk bertindak atas merek-merek yang bermasalah atau yang dianggap sama dengan merek mereka. Namun sebuah merek yang memiliki persamaan pada pokoknya dengan merek terkenal tidak selalu dapat dikatakan memiliki itikad tidak baik dalam pendaftarannya. Skripsi ini juga membahas bagaimana hakim menilai itikad tidak baik dari tergugat dan dikaitkan dengan daluwarsa pada pembatalan merek. Dalam Putusan Nomor 45/Merek/ 2005/PN.JKT.PST, Putusan Nomor 012 K/N/HaKI/2006 dan Putusan Nomor 49/Merek/2012/PN.JKT.PST, Skripsi ini menilai bahwa Penggugat tidak dapat membuktikan adanya itikad tidak baik dari Tergugat dalam mendaftarkan mereknya. Sehingga seharusnya merek “Giordani” dan merek “Accènt” tidak dibatalkan walaupun memiliki persamaan pada pokoknya dengan merek terkenal Penggugat. ......Article 69 paragraph (1) in Trademark Act no. 15 of 2001 regulates a five years time limitation to make an application for trademark cancellation. The next paragraph (2) states that if a trademark is against religious morality, indecency, and public order - which includes conflict with bad faith – the five year limitation on trademark cancellation does not apply. This paper discusses the differences between the element of bad faith with element of the identical or similarity with the well-known trademark as the reason for trademark cancellation. Furthermore,this paper also examines about the reasons behind the limitation time regulation to file a trademark cancellation. Refering to the Trademark Act no. 15 of 2001 and Paris Convention for the Protection of Intellectual Property, this time limitation was regulated in order to give the owner of well-known trademark time to response on the conflicting trademark. However a trademark that has an identical or similar mark with a well known trademark is not always registered in bad faith.This paper also reviews the judges’ consideration in the Defendant’s bad faith and its connection with the expiration on trademark cancellation. In verdict no.45/Merek/2005/PN.JKT.PST, verdict no. 012 K/N/HaKI/2006 and verdict no.49/Merek/2012/PN.JKT.PST, this paper argues that the Plaintiff was not able to prove the existence of bad faith on the Defendant’s trademark registration. Therefore, the trademark “Giordani” and trademark “Accènt” should not be cancelled although it has similarity with the the Plaintiff’s well-known trademark
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2013
S46730
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Temmy Angkawijaya Putra
Abstrak :
Tesis ini membahas bahwa suatu perbuatan hukum jual beli tidak dapat dilihat dari sisi formiilnya saja namun latar belakang atau unsur-unsur atau itikad para pihak dalam transaksi jual beli tersebut wajib menjadi bahan pertimbangan apakah transaksi jual beli tersebut memang murni transaksi jual beli atau hanya suatu perjanjian pura-pura yang bertujuan hanya untuk menghindari para pihak dari suatu hukuman atau dari uapaya hukum pihak lain, yang hal tersebut dapat dikategorikan sebagai perbuatan melawan hukum Hasil penelitian menyarankan bahwa agar salah satu syarat dikabulkannya permohonan perubahan data atau perubahan nama pemegang hak pada sertipikat atas suatu tanah dapat terlebih dahulu dilakukan pengumuman atas transaksi jual beli atau pengalihan tersebut pada surt kabar atau pada instansi daerah setempat, hal mana bertujuan untuk lebih menjaga serta melindungi kepentingan atau kedudukan pihak ketiga. ......This thesis discuss that a legal action of sales and purchase transaction cannot be overviewed just by formal side but also should be overviewed from its background or other elements or the will of parties in sales and purchase transaction must be to be consider if those kind of sales and purchase transaction are pure sales and purchase transaction or dissembler agreement with aim to avoiding punishment or legal remedy that occur from the opposite party, those kind of transaction can be categorized as forfeiture/counterfeit. This research suggest that one of the terms/requirement so the solicitation of data or the party right entitled to land act can be granted by making announcement of those kind of transaction or those kind if diversionary in newspaper or local authority, which those action are needed with it aims is to protect the interest of the third parties.
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2014
T39034
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Firdaus Mahidin Putra
Abstrak :
Hak cipta adalah hak istimewa yang diberikan kepada pencipta atau penerima hak cipta untuk mengumumkan atau memperbanyak ciptaannya, sehingga dalam hal ini baik pencipta maupun pemegang hak cipta dapat memperbanyak ciptaannya dan dia juga berhak untuk melarang pihak lain untuk menerbitkan hasil ciptaannya ataupun memberikan persetujuan pada pihak lain untuk mengumumkan atau memperbanyak hasil ciptaannya tersebut. Di Indonesia, pengaturan tentang Hak Kekayaan Intelektual sudah lama dikenal dan dimiliki sebagai hukum positif sejak zaman Hindia Belanda dengan berlakunya Aueteurswet 1912. Negara Indonesia pernah memiliki Undang-undang yang mengatur tentang Hak Kekayaan Intelektual khususnya di bidang hak cipta, akan tetapi mengalami beberapa pergantian. Beberapa Undang-Undang yang di miliki oleh Indonesia yaitu Undang-undang No. 6 Tahun 1982 Tentang Hak Cipta sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang No.7 Tahun 1987 dan kemudian diubah dengan Undang-Undang No.12 Tahun 1997 yang selanjutnya dicabut dan diganti dengan Undang-Undang No.19 Tahun 2002 Tentang Hak Cipta. Mengenai sifat dari hak cipta dapat kita lihat pasal 3 Undang ? undang hak cipta yang dianggap sebagai benda bergerak yang dapat beralih atau dialihkan (transferable) seluruhnya atau sebagian dengan cara- cara tertentu yaitu : Pewarisan, Hibah, Wasiat, Dijadikan milik Negara, dan Perjanjian yang dilakukan dengan akta, dengan ketentuan bahwa perjanjian itu hanya mengenai wewenang yang disebut dalam akta. Lisensi merupakan salah satu contoh dari beralihnya hak cipta kepada orang lain. Lisensi bisa juga berupa suatu bentuk perjanjian dimana pemegang Hak Kekayaan Intelektual mengijinkan pihak lain untuk menggunakan hak eksklusifnya dalam jangka waktu tertentu dengan imbalan pembayaran royalti. Karena lisensi merupakan suatu bentuk perjanjian, maka bagi perjanjian Lisensi berlaku Ketentuan Umum dalam Hukum Perjanjian yang diatur dalam Buku ke III KUHPerdata. Dalam hal ini ada beberapa persamaan mengenai kendala atau masalah dalam perjanjian lisensi hak cipta yang biasa terjadi dalam perjanjian lisensi. Salah satunya adalah sengketa yang disebabkan karena mantan penerima lisensi memproduksi barang atau jasa dengan menggunakan merek lain, namun kualitasnya sama persis dengan kualitas merek yang pernah dilisensikannya. Tinjauan yuridis putusan mahkamah agung dalam kasus pembatalan hak cipta cap kaki tiga menjadi fokus dalam penulisan tesis ini dengan uraian pembahasan mengenai dasar hukum hak cipta dan jenis jenis ciptaan yang dilindungi, fungsi hak cipta, konsep lisensi dalam hak cipta, kendala dalam lisensi hak cipta dan analisis kasus pembatalan hak cipta cap kaki tiga. ...... Copyright is a privilege granted to the creator or copyright recipients to publish or reproduce his creations, in this case, both the authors and copyright holders has the right to reproduce his creation and also to exclude others from publishing the results of his creations or giving permission to other parties to publish or reproduce the creations. In Indonesia, regulation of intellectual property rights has long been known and owned as a positive law since the day of the Dutch East Indies with the implementation of Aueteurswet 1912. Indonesia once had legislation governing intellectual property rights, especially in the field of copyright, but experienced some changes. Some of the Act, which is owned by Indonesian Law No. 6 of 1982 on Copyright, as amended by Law No. 7 of 1987 and subsequently amended by Law No. 12 of 1997, which subsequently repealed and replaced by Law No. 19 of 2002 about Copyright. Regarding the nature of copyright, we can see article 3 of the Copyright Laws that are regarded as moving objects and can be transferred (transferable) in whole or in part in certain ways, which is : Inheritance, Grant, Probate, cite belongs to the State, and the agreement made by deed, provided that the agreement is only the authority named in the deed. License is one example of the shift of the copyright to another person. Licenses can also be a form of agreement which the holders of intellectual property rights permit others to use the exclusive right within a specified period in return for royalty payments. Because licensing is a form of agreement, the license agreement applicable to the General Provisions set out in the Legal Agreements in Book III of Indonesian Civil Code. In this case there are several similarities concerning obstacles or problems in copyright licensing agreements that are common in the license agreement. One of the case is the dispute that caused by the former licensee to produce goods or services using other brands, but the quality is exactly the same as the quality of the previous brands that were licensed. The focus in this thesis is the Judicially review of the Supreme Court's Decision in the case of Copyright Cancellation of Cap Kaki Tiga with an explanation on basic descriptions of copyright law and the types of creatures that are protected, the function of copyright, licensing concept in copyright, licensing constraints in copyright and analysis of copyright cancellation of Cap Kaki Tiga.
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2014
T41629
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sri Milawati Asshagab
Abstrak :
Undang-undang No. 15 Tahun 2001 tentang Merek menyatakan bahwa merek dalam dunia perdagangan atau jasa memegang peranan penting untuk mencegah adanya perbuatan curang atau persaingan usaha tidak sehat, terutama dalam era perdagangan global saat ini. Atas dasar itulah, merek sebagai salah satu hasil karya manusia harus mendapatkan perlindungan hukum yang memadai. Untuk mendapatkan perlindungan tersebut, maka suatu merek harus didaftarkan terlebih dahulu kepada Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual (Ditjen HKI). Pada dasarnya, untuk dapat memperoleh sertifikat merek, suatu merek harus melalui beberapa tahap pemeriksaan, mulai dari pemeriksaan formalitas hingga pemeriksaan substantif. Pada tahap itulah dilakukan penilaian apakah merek tersebut tergolong sebagai merek yang dapat didaftar atau harus ditolak oleh Ditjen HKI. Penilaian tersebut memang sangat bersifat subyektif, sehingga sering kali terdapat merek yang lolos pemeriksaan pada Ditjen HKI dan telah terdaftar, namun ada pihak lainnya yang merasa merek tersebut mempunyai persamaan pada pokoknya dengan merek miliknya. Oleh karena itu, perlindungan terhadap suatu merek tidaklah bersifat mutlak. Apabila terdapat pihak yang merasa merek tersebut mempunyai persamaan pada pokoknya dengan merek miliknya, maka ia dapat mengajukan gugatan pembatalan merek ke pengadilan niaga dengan alasan adanya itikad tidak baik dari pemilik merek dalam mendaftarkan mereknya. Pengadilan memeriksa adanya itikad tidak baik tersebut dari adanya persamaan pada pokoknya yang terdapat dalam merek milik pemohon dengan merek terkenal atau merek orang lain yang telah terdaftar terlebih dahulu. Untuk itu, tidak ada cara lain selain memperbandingkan kedua merek yang bersangkutan. Adapun hukum acara yang digunakan adalah hukum acara perdata, dengan masa sidang paling lama 60 (enam puluh) hari setelah gugatan didaftarkan. Dari penelitian yang telah dilakukan, diperoleh hasil bahwa adanya inkonsistensi putusan majelis hakim pengadilan niaga dan Mahkamah Agung dalam memeriksa kasus-kasus gugatan pembatalan merek, terutama dalam mengartikan persamaan pada pokoknya sebagai indikator itikad tidak baik dalam pendaftaran suatu merek. Jadi, disarankan untuk meminimalisasi perbedaan di antara para hakim maupun pemeriksa merek di Ditjen HKI dan agar majelis hakim mempunyai satu pandangan, pengertian, dan persepsi yang sama dalam memutuskan perkara yang sama, maka perlu dibuatkan pedoman yang baku oleh instansi berwenang, Ditjen HKI, mengenai batasan yang jelas tentang itikad tidak baik, persamaan pada pokoknya, dan merek terkenal. ......Law No. 15 of 2001 about Trademark stated that the Trademark in the world of commerce or service plays an important role to prevent any fraudulent or unfair business competition, especially in this era of global trade today. For this reason, the trademark as one of the work of man must have adequate legal protection. To obtain such protection, then a trademark must be registered prior to the Directorate General of Intellectual Property Rights (IPR DG). Basically, in order to obtain a certificate trademark, a trademark must go through several stages of inspection, from examination of formalities to examination of substantive. At that stage performed an assessment of whether the trademark is considered as a trademark that can be listed or be rejected by the Directorate General of Intellectual Property Rights. These assessments are highly subjective, so often times there are trademark that pass inspection at the Directorate General of IPR and has been registered, but there are others who feel the trademark has in common with the essence of his trademark. Therefore, the protection of a trademark is not an absolute one. If there are those who may have a common trademark in principle with his own trademark, then they can file suit in court cancellation commercial trademark on the grounds of bad faith from the owner to register the tardemark in its trademarks. The court did not examine whether the faith of the equation is essentially contained in the applicant's mark with a famous trademark or another trademark that has been registered beforehand. For that, there is no other way than to compare the two trademarks in question. The procedural law which is civil procedural law, a trial period not exceeding 60 (sixty) days after the lawsuit filed. Of research has been conducted, obtained results that the judges' verdict inconsistency commercial courts and the Supreme Court in examining the cases of cancellation lawsuit trademarks, especially the meaning of equality in principle as an indicator of bad faith in registration of a mark. Thus, it is recommended to minimize the differences between the judges and inspectors of the trademark in Directorate General of IPR and that the judges had a vision, understanding, and the same perception in deciding the same case, the guidelines need to be made a standard by the relevant authorities, the Directorate General of IPR, the clear limits of faith is not good, equality in essence, and brands.
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2010
S22642
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library