Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 3 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Teger Ivo Bangun
Abstrak :
Angka NEET di Indonesia tertinggi diantara negara ASEAN lainnya dan mengalami kenaikan pada Tahun 2022, bertepatan dengan tahun pertama manfaat JKP dapat diklaim. Penelitian bertujuan ini untuk melihat dan menganalisis Pengaruh JKP terhadap Persentase NEET di Indonesia. Data pada penelitian ini adalah Sakernas Agustus 2022 dan data Podes 2021 berupa data cross-section, menggunakan metode Ordinary Least Square (OLS). Analisis pada penelitian ini adalah analisis deskriptif dan analisis inferensial berupa analisis regresi. Hasil analisis menunjukkan bahwa peningkatan 1% jumlah pemuda penerima JKP di kabupaten/kota menurunkan persentase NEET pada pemuda sebesar 0,62% di Tahun 2022. Variabel kontrol yang digunakan adalah produk domestik regional bruto, persentase penduduk miskin, persentase pemuda berusia 15-24 tahun yang berpendidikan tinggi terhadap jumlah pemuda berusia 15-24 tahun, persentase jumlah pemuda perempuan berusia 15-24 tahun kawin terhadap jumlah pemuda berusia 15-24 tahun, tingkat pengangguran, rata-rata desa yang ada sinyal 4G/LTE di kabupaten/kota, jumlah SMA di Kab/Kota persentase pemuda yang bekerja di sektor informal serja wilayah Jawa dan luar Jawa. Saran untuk pemerintah adalah meningkatkan kepesertaan JKP pemuda berusia 15-24 tahun. Meninjau kembali persyaratan, prosedur klaim dan kewajiban penerima manfaat JKP, untuk memitigasi risiko moral hazard. ......The NEET rate in Indonesia is the highest among other ASEAN countries and has increased in 2022, coinciding with the first year JKP benefits can be claimed. The purpose of this study is to see and analyze the effect of JKP on the percentage of NEET in Indonesia. Using August 2022 sakernas data and 2021 podes data in the form of cross-section data, this study was conducted using the Ordinary Least Square (OLS) method. The analysis used in this research is descriptive analysis and inferential analysis in the form of regression analysis. The results of the analysis show that a 1% increase in the number of youth JKP recipients in the district/city reduces the percentage of NEET youth by 0.62% in 2022. The control variables used are gross regional domestic product, percentage of poor population, percentage of youth aged 15-24 years with higher education to the total number of youth aged 15-24 years, percentage of female youth aged 15-24 years married to the total number of youth aged 15-24 years, unemployment rate, average village that has a 4G/LTE signal in the district/city, number of high schools in the district/city, percentage of youth in the informal sector and regional classification of Java and outside Java. Suggestions for the government are to increase JKP participation among youth aged 15-24 years. Review the requirements, claim procedures and obligations of JKP beneficiaries, to mitigate the risk of moral hazard.
Jakarta: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2024
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ginting, Indy Har Delima Br
Abstrak :
Berakhirnya hubungan pekerjaan yang terjadi antara pemberi kerja dengan pekerja/buruh disebabkan karena Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) adalah masa yang berat bagi pekerja/buruh. Jaminan Kehilangan Pekerjaan (JKP) yang muncul pasca terbitnya Undang-undang Cipta Kerja Nomor 11 Tahun 2020 diharapkan menjadi sebuah jaminan sosial yang memberikan perlindungan bagi pekerja/buruh pasca PHK untuk dapat segera kembali bekerja dan dapat mempertahankan derajat kehidupan layak. Penelitian ini menggunakan metode yuridis normatif yang bersifat identifikasi masalah. Hasil penelitian menunjukkan bahwa syarat minimum iuran pengklaiman JKP dan masa kerja yang relatif singkat terlebih untuk Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT) rentan mengalami ketidakpastian hukum untuk dapat mengklaim JKP karena berlapisnya syarat iuran JKP. Keaktifan dan kolaborasi antara para pihak yang terlibat mulai dari penyelenggara, pemberi kerja dan pekerja menjadi faktor penting untuk dapat berjalannya program JKP. Masih rendahnya jumlah eks pekerja yang mengakses manfaat JKP adalah sebuah artian bahwa perlu meningkatkan dan melakukan evaluasi peraturan pelaksanaan program JKP agar memberikan perlindungan hukum bagi pekerja terlebih pekerja dengan perjanjian kerja relatif singkat. ......The termination of employment that occurs between employers and workers/laborers due to the Termination of Employment (PHK) is a difficult time for the workers/laborers. The emergence of Job Loss Insurance (JKP) following the issuance of Job Creation Law Number 11 of 2020 is expected to provide social protection for workers/ laborers after the Termination of Employment, allowing them to return to work promptly and maintain a decent standard of living. This research uses a normative juridical method to identify the issue. The research results show that the minimum requirements for JKP claim contributions and relatively short working periods, especially for Fixed-Term Employment Agreements (PKWT), can lead to legal uncertainties in claiming JKP due to the layered JKP contribution requirements. The effectiveness and collaboration among the involved parties, including organizers, employers, and workers, become crucial factors for the successful implementation of the JKP program. The low number of former workers accessing JKP benefits indicates the need to improve and evaluate the implementation regulations of the JKP program to provide legal protection, especially for workers with relatively short employment agreements.
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Andy Yulianto
Abstrak :
Pemakaian Sendiri dan Pemberian cuma-cuma Barang Kena Pajak (BKP) dan atau Jasa Kena Pajak (JKP) termasuk dalam penyerahan Barang Kena Pajak yang dikenakan atau terutang Pajak Pertambahan Nilai, ketentuan tersebut diatur dalam Undang-undang Nomor 7 tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 18 tahun 2000,walaupun dalam perubahan ketentuan tersebut diatur dalam pasal yang berbeda, tetapi secara materiil ketentuan pengenaan Pajak Pertambahan Niiai atas pemakaian sendiri dan pemberian cuma-cuma tidak mengalami perubahan. Sebagai petunjuk pelaksanaan dari ketentuan tersebut oleh Direktur Jenderal Pajak diterbitkan Surat Edaran Nomor SE-091PJ.0311985 tanggal 30 Januari 1985 tentang Pemakaian Sendiri dan Pemberian Cuma-cuma. Lebih lanjut pada tanggal 4 Januari 1991 diterbitkan Surat Edaran Nomor SE-011PJ.11991 tentang Pajak Masukan yang tidak dapat dikreditkan dan pembebanannya sebagai biaya perusahaan. Selanjutnya pada tanggal 18 Pebruari 2002diterbitkan Keputusan direktur Jenderal Pajak Nomor KEP-871PJ.12002 dan Surat Edaran Nomor SE-04IPJ.5112002 tentang Pengenaan Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah atas Pemakaian Sendiri dan atau Pemberian Cuma-cuma Barang Kena Pajak dan atau jasa Kena Pajak. Dalam Keeentuan baru tersebut terdapat beberapa perubahan aturan yang mengandung unsur kontroversial, diantaranya tidak dikenakannya Pajak Pertambahan. Nilai dan atau Pajak Penjualan Barang Mewah (PPnBM) atas pemakaian sendiri untuk tujuan produktif Barang Kena Pajak karena belum merupakan penyerahan Barang Kena Pajak, dan pengenaan Pajak Pertambahan Nilai dan atau Pajak PenjuaIan Barang Mewah (PPnBM) atas pemberian cuma-cuma Barang Kena Pajak baik yang dilakukan secara tersendiri atau menyatu dengan barang yang dijual. Aturan pelaksanaan tersebut menimbulkan permasalahan terhadap netralitas Pajak Pertambahan Nilai sebagai pajak atas konsumsi dan perhitungan pajak terhutang. Permasalahan Pemakaian sendiri dan pemberian cuma-cuma atas Barang Kena Pajak dalam pengertian barang berwujud dianalisa menggunakan metode penelitian diskriptif analisis. Dengan berpedoman pada Peraturan yang lebih tinggi yaitu Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai 1984 dan landasan teori tentang Pajak Pertambahan Nilai dan pengenaan Pajak penjualan atas Barang Mewah terdapat beberapa temuan bahwa ketentuan bare (KEP-871PJ.12002) tesebut bertujuan untuk memperbaiki ketentuan lama (SE-O IIPJ.11991), yang dalam pelaksanaannya menimbulkan dampak negative bagi penerimaan Negara, terutama pada pengenaan PPN atas pemakaian sendiri untuk tujuan produktif. Barang Kena Pajak yang tidak tergolong Barang Mewah. Ketentuan baru tersebut juga berusaha untuk mengenakan PPN dan PPnBM atas pemberian cuma-cuma Barang Kena Pajak yang diserahkan menyatu dengan barang yang dijual dan berpotensi terjadinya pengenaan pajak berganda. Perbaikan dalam ketentuan baru tersebut selain menimbulkan distorsi terhadap Netralitas Pajak Pertambahan Nilai sebagai pajak atas konsumsi, apabila ditinjau dari landasan yuridis formal dan material ketentuan baru tersebut juga bertentangan dengan Undang-undang PPN 1984. Perhitungan Pajak terhutang untuk pemakaian sendiri tujuan produktif atas Barang Kena Pajak basil produksi sendiri yang tergolong mewah, dalam ketentuan baru sangat merugikan penerimaan Negara karena tidak dikenakannya PPN dan PPnBM dan dari kebijakan baru tersebut menimbulkan potensi pengenaan pajak berganda (cascading) baik untuk pemakaian sendiri maupun pemberian cuma-cuma dan ketidakadilan pengenaan pajak atas pemberian cuma-cuma berupa sumbangan yang bersifat sosial. Kesimpulan dari analisis permasalahan tersebut bahwa upaya perbaikan mekanisme pengenaan pajak dalam ketentuan baru terhadap ketentuan lama tidak mencapai sasaran sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang PPN dan filosofi pengenaan PPN sebagai Pajak atas konsumsi, pengenaan pajak atas pemakaian sendiri dan pemberian cuma-cuma menjadi tidak netral dan pengaruhnya terhadap Wajib Pajak dalam perhitungan pajak terhutang dapat menimbulkan dampak positif dan negatif yang akan berpengaruh pula terhadap penerimaan Negara. Diusulkan upaya perbaikan dengan mengganti aturan pelaksanaan yang secara yuridis formal dan material tidak bertentangan dengan undang-undang PPN dan sejalan dengan filosofi PPN sebagai Pajak atas konsumsi, walaupun pengenaan PPN atas pemakaian sendiri dan pemberian cuma-cuma lebih terfokus pada mekanisme pengkreditan pajak masukan, namun perbaikan sistem tersebut diupayakan sedapat mungkin tidak menimbulkan kerugian bagi Negara.
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2003
T12028
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library