Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 56 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Hendra Suherman
Abstrak :
ABSTRAK Perancangan proses manufaktur yang baik pada tesis ini didefinisikan sebagai implementasi perancangan proses (pabrikasi), yang dapat menghasilkan produk (sendi lutut buatan) yang sesuai dengan perancangan proses manufaktur, seperti faktor penyusutan, pemilihan proses dan material. Perancangan proses manufaktur juga harus mempertimbangkan beberapa faktor seperti: sifat mekanik, keakuratan dimensi dan kehalusan permukaan produk yang dihasilkan. Selain kriteria tersebut, faktor fungsi dan persyaratan khusus terhadap material yang digunakan seperti tidak mengandung racun dan tidak menimbulkan efek alergi terhadap tubuh juga harus dipertimbangkan dalam pemilihan material untuk sendi lutut buatan. Pada implementasinya proses manufaktur yang digunakan untuk memproduksi komponen sendi lutut buatan adalah pengecoran invesmen (investment casting). Pengecoran invesmen adalah salah satu proses pengecoran presisi yang mampu menghasilkan produk dengan toleransi + 0,002 in setiap 1 in, dan + 0,004 in setiap 6 in, kehalusan permukaan yang bisa dicapai sekitar 63 - 25 mikro in dan kandungan karbon 0,03 %. Setelah proses pengecoran selesai, spesimen produk diuji dengan beberapa pengujian diantaranya: uji komposisi, uji tarik, uji tekan dan uji kekerasan dengan tujuan untuk memastikan bahwa sifat mekanik dari produk sesuai dengan sifat mekanik dari aspek material standar yang digunakan yaitu stainless steel 316 L.
ABSTRACT A good manufacturing process design in this thesis defined as an implementation of process design (fabrication), which able to produce knee joint prostheses product that meet previous design of manufacturing process such as shrinkage factor, material and process selection etc. Design of manufacturing process should consider the following factors: mechanical properties, dimensional accuracy, and surface roughness of the product. In addition to the above mentioned criteria's, function factor and special requirements (toxic and allergy) should be also considered in selecting the material for knee joint prostheses. Manufacturing process applied for the implementation process of knee joint prostheses is investment casting. Investment casting is one of precision casting processes which could produce castings that have tolerance ± 0.002 inch per 1 inch, and ± 0.004 inch per 6 inch, surface roughness about 63 up to 25 pinch and carbon content 0.03 %. After completion the casting process, the product specimen is subject to several testing procedures as follow: composition test, tensile test, compression test, and hardness test to ensure that the mechanical properties of the product meet all the mechanical properties required for stainless steel 316 L.ties required for stainless steel 316 L.
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 1999
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sigit Sugiyanto
Abstrak :
Latar Belakang : Osteoarthritis (OA) adalah penyakit yang paling banyak dari kelainan sendi yang ditemui pada orang dewasa di dunia, menurut WHO didalam laporannya yang berjudu “The Burden of Musculoskeletal Conditions at The Start of The New Millenium”, menuliskan bahwa osteoatritis adalah merupakan salah satu penyebab utama morbiditas di dunia dan berpengaruh besar terhadap beban biaya Kesehatan. Tujuan : Menganalisis faktor-faktor yang berhubungan dengan variasi biaya Tindakan total knee artrhoplasty di rsud dr. Chasbullah abdulmadjid (rscam) kota bekasi Metode : Pendekatan yang dipakai pada penelitian ini secara kuantitatif dan dilakukan Uji Anova pengaruh antara variable independent dan variable dependent. Sampel yang digunakan adalah 29 pasien yang diambil sesuai kriteria inklusi yang meliputi meliputi usia, jenis kelamin, LOS, kelas kamar, severity level dan biaya perawatan yang terdiri dari akomodasi, visit dokter, konsultasi, penunjang medis, tindakan medis, obat serta alkes. Hasil : Distribusi frekuensi responden berdasarkan usia bahwa usia muda sebanyak 11 orang (37.9%), usia tua 15 orang (51.9%) dan usia lanjut sebanyak 3 orang (10.3%), dengan responden terbanyak adalah wanita 24 orang (82.8%). Jumlah kelas rawat terbanyak adalah pada kelas 3 sebanyak 16 orang (55.2%) dan severity level terbanyak adalah severity level I sebanyak 16 orang (55.2%), dimana LOS terbanyak selama perawatan adalah 5-10 hari sebanyak 25 orang (66.2%). Rata-rata total biaya pada akomodasi sebesar Rp.1.937.29.37, untuk visit dokter Rp.9.848.04, konsultasi Rp.5.8442.31, penunjang medis Rp.118.834.96, tindakan medis Rp. 508.153.50, obat Rp. 36.554.39 dan rata-rata biaya pelayanan Alkes Rp. 650.165.39. Pada Hasil Uji Anova didapatkan usia dan Length Of Stay memiliki hubungan yang signifikan terhadap biaya perawatan dengan nilai P 0.033 untuk usia dan nilai P 0.000 untuk LOS. ......Background : Osteoarthritis (OA) is the most common disease of joint disorders found in adults in the world, according to WHO in its report entitled "The Burden of Musculoskeletal Conditions at The Start of the New Millennium", writing that osteoarthritis is one of the main causes of morbidity. in the world and has a major impact on the burden of health costs. Goal :Analyze factors related to cost variation Total action knee arthroplasty at dr. Chasbullah Abdulmadjid (RSCAM) Bekasi City Methode : The approach used in this research is quantitative and the ANOVA test is carried out on the influence between the independent variable and the dependent variable. The samples used were 29 patients who were taken according to the inclusion criteria which included age, gender, LOS, room class, severity level and treatment costs consisting of accommodation, doctor visits, consultations, medical support, medical procedures, drugs and medical equipment. Result : The frequency distribution of respondents based on age is 11 people (37.9%), old age 15 people (51.9%) and elderly people are 3 people (10.3%), with the majority of respondents being 24 women (82.8%). The highest number of treatment classes is in class 3 as many as 16 people (55.2%) and the highest severity level is severity level I as many as 16 people (55.2%), where the highest LOS during treatment is 5-10 days as many as 25 people (66.2%). The average total cost for accommodation is Rp.1,937.29.37, for doctor visits Rp.9,848.04, consultation Rp.5.8442.31, medical support Rp.118,834.96, medical treatment Rp. 508.153.50, medicine Rp. 36,554.39 and the average cost of medical equipment services is Rp. 650.165.39. In the ANOVA test results, age and length of stay have a significant relationship with treatment costs with a P value of 0.033 for age and a P value of 0.000 for LOS.
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2021
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Philadelphia: Saunders Elsevier, 2008
617.582 OPE
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
cover
cover
Ismail
Abstrak :
Kasus trombosis vena dalam (TVD) pasca operasi di Indonesia dianggap jarang, demikian pula dengan trombofilia. Oleh karena itu, penulis berpendapat bahwa diperlukan penelitian untuk mendapat angka kejadian TVD pasca operasi ortopedi risiko tinggi, dan profil trombofilia pada kasus TVD dan non-TVD di Indonesia. Penelitian cross sectional ini dilakukan pada 20 pasien yang menjalani operasi daerah panggul (total hip replacement dan fiksasi fraktur femur proksimal) dan daerah lutut (fiksasi femur distal dan total knee replacement). Pada tiap pasien dilakukan pemeriksaan protein C, protein S, antitrombin III, dan fibrinogen pada hari kelima pasca operasi, kemudian pada periode antara hari kesepuluh dan keduapuluhsatu pasca operasi dilakukan pemeriksaan USG kompresi/Doppler vena. Bila hasil USG-nya menunjukkan adanya TVD, maka dikonfirmasi dengan venografi. TVD ditemukan pada lima pasien (25%). Defisiensi protein C (P= 0,46), protein S (P= 0,81), antitrombin III (P= 0,46), dan hiperfibrinogenemia (P= 0,0547) tidak berkorelasi dengan TVD pasca operasi. Namun demikian, hiperfibrinogenemia merupakan faktor risiko TVD pasca operasi (attributable risk= 1). Faktor penyerta lain seperti diabetes mellitus (P= 1,0), obesitas (P= 0,28), hipertensi (P= 1,0), hipertrigliseridemia, dan hiperkolesterolemia tidak berkorelasi dengan TVD pasca operasi. Penelitian ini menunjukkan adanya kasus TVD pasca operasi di Indonesia. TVD tidak berkorelasi dengan defisiensi protein S, protein C, dan antitrombin III. (Med J Indones 2004; 13: 24-30).
Post operative DVT is believed to be rare in Indonesia, and so is trombophilia. It is necessary to know the incidence of postoperative DVT in Indonesia and thrombophlia profile (protein C, S, AT III deficiency and hyperfibrinogenemia) in DVT and non DVT patient who underwent orthopedic surgery involving the hip and knee (high risk surgery). A cross sectional study was conducted in 20 patients who underwent surgery involving the hip (total hip replacement and fixation of proximal femoral fracture) and knee (total knee replacement and fixation of distal femoral fracture). Protein C, protein S, antithrombin III, and fibrinogen were examined in day 5 post operative, as well as with compression/Doppler USG between day 10 to 21 post operative, and confirmed by venography if USG findings was positive. Post operative DVT were found in 5 of 20 patients (25%). Deficiency of protein C (P= 0.46) protein S (P= 0.81), antithrombin III (P= 0.46), and hyperfibrinogenemia (P= 0.0547) did not correlate to post operative DVT. However, hyperfibrinogenemia was found to be a risk factor to post operative DVT (attributable risk= 1). Other confounding factor such as diabetes mellitus (P= 1.0), obesity (P= 0.28), hypertention (P= 1.0), hypertrigliseridemia, and hypercholesterolemia did not correlate to post operative DVT. The study suggested the existence of postoperative DVT cases in Indonesia. Hyperfibrinogenemia is a risk factor to promote post operative DVT. Deep vein thrombosis did not correlate to protein S, protein C, and antithrombin III deficiency. (Med J Indones 2004; 13: 24-30).
Medical Journal of Indonesia, 2004
MJIN-13-1-JanMar2004-24
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Harry Isbagio
Abstrak :
Petanda molekuler yang dapat menunjukkan perbedaan dalam derajat progresivitas Osteoartritis (OA) akan memberikan kemudahan bagi penelitian klinik. Deoksipiridinolin (DPD) urin dan osteokalsin (OC) serum telah digunakan secara luas untuk petanda metabolisme tulang, sedangkan penggunaannya sebagai petanda molekuler OA belum banyak data yang mendukung. Berbagai penelitian terdahulu menunjukkan hasil yang saling bertentangan dalam hal eskresi DPD urin dan kadar OC serum pada berbagai derajat OA lutut. Tujuan penelitian ini untuk melihat perbedaan ekskresi DPD urin dan kadar OC serum diantara derajat dari OA lutut. Penelitian ini merupakan studi potong-lintang pada satu kelompok dari 69 pasien OA lutut. Derajat OA ditentukan menurut skala derajat Kellgren dan Lawrence. Kelompok pasien dengan OA lutut derajat 2 dinyatakan sebagai kelompok OA awal dan kelompok pasien dengan derajat 3 dan 4 dinyatakan sebagai kelompok OA lanjut. DPD urin diukur dengan metode Immunochemilunescence dan OC serum menggunakan metode Elisa. Nilai rerata eskresi DPD urin pada pasien OA lebih tinggi dari nilai normal (9.79 + 7.28 nM DPD/mM Creatinin), tetapi nilai rerata OC serum dalam batas normal (8.49 + 4.68 ng/mL). Tidak ada perbedaan bermakna di antara OA awal dan OA lanjut dalam hal usia, indeks massa tubuh (IMT),lama sakit, eskresi DPD urin dan kadar serum OC. Disimpulkan, pada model penelitian potong lintang ini didapatkan tidak ada perbedaan bermakna dalam hal ekskresi DPD urin dan kadar OC serum di antara derajat OA lutut. Oleh karena hasil dari berbagai penelitian tidak konstan maka penggunaan DPD urin dan serum OC sebagai petanda molekuler untuk progresivitas OA masih memerlukan lagi penelitian prospektif jangka panjang. (Med J Indones 2004; 13: 96-101)
The identification of molecular markers, which reflects differences in disease progression rates in Osteoarthritis (OA), would greatly facilitate clinical studies. Urinary Deoxypyridinoline (UDPD) and serum osteocalcin (OC) had been widely used for marker of bone metabolism, but the use for molecular marker in OA was lack of data. Recent studies show that there were conflicted results between urinary excretion of DPD and serum OC value within knee OA grading. The aim of this study is to compare of urinary excretion of DPD and the level of serum OC as destructive parameter of cartilage within the knee OA grading. This cross sectional study comprise of 69 patients with OA of knee joints. Kellgren and Lawrence scale was use for grading of OA. Group of patients with knee OA grade 2 call as group of early OA and group of patients with knee OA grade 3 and 4 calls as group of late OA. DPD in urine was measured using Immunochemilunescence, serum osteocalcin was measured using Elisa method. The mean value of urinary concentrations of DPD in OA patients was higher than normal value (9.79 + 7.28 nM DPD/mM Creatinin), and the mean value of serum OC within normal value (8.49 + 4.68 ng/mL). There were no significant differences of age, body mass index (BMI), duration of illness, urinary excretion of UDPD and serum OC level between early and late OA. In conclusion, there is no significant difference of urinary excretion of DPD and serum OC level within knee OA grading. The use of urinary DPD and serum OC as molecular markers of progression of OA needed to be explored by other longitudinal study. (Med J Indones 2004; 13: 96-101).
Jakarta: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2004
MJIN-13-2-AprilJune2004-96
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Lusy Erawati
Abstrak :
Osteoartritis (OA) merupakan penyakit sendi yang sering dijumpai dan salah satu penyebab disabititas serta nyeri. Osteoartritis banyak menyerang sendi penumpu berat badan seperti lutut, panggul dan tulang belakang. Prevalensi penyakit ini meningkat tajam pada usia lebih dan 55 tahun. Dan beberapa sendi penumpu berat badan, OA lutut paling sering dikeluhkan terutama pada wanita dan penderita obesitas. Pada suatu studi yang dilakukan oleh Mannoni dkk, prevalensi OA lutut di Italia diperkirakan 29,8%. Berdasarkan studi yang dilakukan oleh Cushnaghan dan Dieppe, dan seluruh gejala OA yang sirntomatik, 41,2% melibatkan sendi Iutut. Berdasarkan penelitian di Malang, diperkirakan masalah OA di Indonesia lebih besar jika dibandingkan negara barat. Lebih dari 85% penderita OA di Indonesia terganggu aktivitasnya terutama kesulit-in dalam jongkok, naik turun tangga dan berjalan. Pada suatu studi yang dilakukan oleh Bristol, menyatakan bahwa 15% subyek pada populasi yang berusia diatas 55 tahun terdapat keterbatasan aktivitas karena nyeri lutut yang terjadi hampir setiap hari dalam satu bulan selama satu tahun terakhir. Konsep inflamasi sebagai salah satu patogenesis OA akhir-akhir ini banyak dibicarakan. Salah satu bukti yang mendukung konsep tersebut adalah ditemukannya peningkatan protein fase akut seperti C-Reactive Protein (CRP) serum penderita OA pada penelitian Spector dkk. Pada penelitian Kertia dkk ditemukan peningkatan jumiah lekosit, peningkatan ringan kadar protein, viskositas yang turun serta peningkatan berbagai mediator proinflamasi pada penderita OA. Ditemukannya ekspresi sitokin pada membran sinovial pasien OA lutut membuktikan peranan inflamasi pada patogenesis OA.
Depok: Universitas Indonesia, 2006
T21421
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fitri Imelda
Abstrak :
Meningkatnya usia harapan hidup berdampak bertambahnya insideris penyakit muskuloskeletal. Diantara berbagai macam penyakit muskuloskeletal yang paling sering dijumpai yaitu osteoartritis (OA), artritis rematoid (RA), osteoporosis dan low back pani. Osteoartritis terjadi akibat kondrosit gagal mensintesis matriks yang berkualitas dan memelihara keseimbangan antara degradasi dan sintesis matriks ekstraselular. Kelainan utama pada osteoartritis adalah hilangnya rawan sendi secara progresif yang disertai perubahan reaktif pada tepi sendi dan tulang subkondral. sendi yang paling banyak terkena OA adalah lutut, panggul, lumbal dan servikal. Insidens dan prevalensi OA bervariasi antar negara dan jumlahnya rneningkat sesuai bertambahnya usia. Menurut data WHO diperkirakan 10% penduduk dunia berusia lebih atau sama 60 tahun menderita OA. Insidens OA pada perempuan lebih tinggi yaitu 2,95 per 1000 populasi dibandingkan laki-laki yaitu 1,71 per 1000 populasi. Faktor gender pada OA diduga berkaitan dengan hormon estrogen. Patogenesis OA pada awalnya dianggap hanya akibat proses degenerasi, tetapi kelainan yang ditemukan seperti efusi sendi, kekakuan sendi, dan nodes makin menguatkan adanya proses inflamasi. Proses biomekanik pada sendi penumpu berat badan seperti pada OA lutut tidak bisa menjelaskan kejadian OA pada sendi jari tangan yang bukan sendi penumpu barat badan. Berbagai tanda molekular baik serum maupun cairan sendi dapat digunakan untuk mendiagnosis, menilai progresivitas, dan prognosis penyakit OA.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2006
T21420
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sahrudi
Abstrak :
ABSTRAK
Osteoarthritis OA lutut dapat menimbulkan penurunan terhadap kemampuan fungsi fisik yang melibatkan pergerakan sendi lutut saat beraktivitas. Penelitian ini bertujuan menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi kemampuan fungsi fisik pasien yang mengalami OA lutut. Desain penelitian ini adalah deskriptif analitik melalui pendektan cross sectional dengan 96 sampel. Analisis bivariat menunjukan faktor jenis kelamin p=0,029 dan nyeri lutut p=0,011 berhubungan secara bermakna dengan kemampuan fungsi fisik pasien OA lutut, sementara faktor usia p=0,198 , dukungan keluarga p=0,648 , lama penyakit p=0,616 , motivasi p=0,074 , indeks masa tubuh p=0,833 , pengetahuan p=0,642 , dan penyakit komorbiditas p=0,604 tidak berhubungan dengan kemampuan fungsi fisik pasien OA lutut. Analisis multivariat menunjukan bahwa nyeri lutut merupakan faktor yang paling berpengaruh dominan mempengaruhi kemampuan fungsi fisik pasien OA lutut p=0,035; ?=0,217 . Rekomendasi penelitian selanjutnya adalah dengan mengetahui karakteristik responden yang lebih heterogen terhadap kemampuan fungsi fisik.Kata kunci: Kemampuan fungsi fisik, aktivitas, osteoarthritis, nyeri lutut, sendi lutut
ABSTRACT
Osteoarthritis OA of the knee can cause a decrease in the ability of physical function that involves movement of the knee joint during the activity. The purpose of this study was to analyze the factors that affect the physical function ability of patients with knee OA. This is a cross sectional study with 96 samples. Bivariate analysis showed gender factor p 0,029 and knee pain p 0,011 correlated significantly with ability of physical function of knee OA patients, while age factor P 0.616 , motivation p 0.074 , body mass index p 0.833 , knowledge p 0.642 , and disease comorbidity p 0.604 was not related to the physical function ability of knee OA patients. Multivariate analysis showed that knee pain was the most influential factor dominant affect the ability of physical function of knee OA patients p 0,035 0,217 . The furthher research recommendation is to know the characteristics of respondents who are more heterogeneous to the ability of physical function Keyword Ability of physical function, activity, osteoarthritis, knee pain, knee joint
2018
T49405
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6   >>