Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 8 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Muhammad Nuruddianto
"Reservoar gas batu pasir pada formasi Arang telah berhasil di karakterisasi dengan mengintegrasikan ketiga metode dari inversi simultan, analisis LMR dan analisis AVO. Karakterisasi difokuskan dalam dua hal yaitu identifikasi litologi dan kandungan fluidanya. Pada studi ini masing-masing metode akan menghasilkan parameter fisis yang sensitif terhadap karakter dari reservoar.Inversi simultan menghasilkan tiga parameter fisis berupa impedansi P (Zp), impednasi S (Zs), dan rasio Vp/Vs. Sementara transformasi LMR akan menghasilkan dua parameter fisis yaitu Mu-rho dan Lamda-rho. Identifikasi litologi dilakukan melalui analisis parameter fisis Mu-rho dan impedansi S sedangkan identifikasi kandungan fluida melalui analisis parameter Lamda-rho, impedansi P, dan rasio Vp/Vs. Analisis AVO dilakukan untuk mengetahui tipe kelas anomali dari gas yang mengisi reservoar melalui analisis gradien. Hasil studi menunjukan parameter Mu-rho dan lamda rho berhasil menggambarkan persebaran reservoar gas batu pasir secara 3D. Hasil impedansi S, impedansi P, dan Vp/Vs juga menujukan indikasi dari reservoar batu pasir di daerah yang sama. Terakhir berdasarkan analisis AVO tipe gas dalam reservoar adalah kelas IIp.
......
Gas sand resrvoir at Arang formation has been characterized by integrating three method from simultaneous inversion, LMR analysis, and AVO analysis.Characterization is focused on two things, litologi identification and fluid content. Each method in this study will produce parameter which sensitive to reservoar character. Simultaneous inversion results three physical parameters P-impedance, S-impedance, and ratio Vp/Vs. Whereas LMR transformation results two parameters, Lamda-rho and Mu-rho. Litology identification is done with Mu-rho and S-impedance analysis while fluid content identification is done with Lamda-rho, P-impedance, and ratio Vp/Vs. AVO analysis has purpose to know anomaly type from gas in reservoar through gradient analysis. This study shows that Mu-rho and Lamda-rho analysis can deliniate Gas Sand Reservoar in 3D form. While S-impdance, P-impedance, and Vp/Vs also indicate gas sand reservoar in the same spot. Finally based on AVO analysis, gas type in reservoar is class IIp."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2015
S59557
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Adiwirahyu Sasmoyo
"ABSTRAK
Ruang Lingkup dan Cara Penelitian: Telah dibuktikan bahwa peningkatan suhu testis menyebabkan kerusakan sel germinal. Kerusakan baru tampak beberapa hari setelah perlakuan dan bersifat sementara (reversibel). Steinberger dan Dixon (1959) memperlihatkan bahwa perendaman testis tikus bersama skrotumnya di dalam air yang bersuhu 41°C selama 15 menit belum menyebabkan kerusakan sel germinal, sedangkan pada suhu 42°C dan 43°C spermatosit primer rusak. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh pemanasan testis bersama skrotumnya terhadap kesuburan tikus, yang belum pernah dilaporkan sebelumnya. Pemanasan dilakukan pada suhu 41°C, 42°C dan 43°C selama 15 menit, dengan penangas air, terhadap tikus albino 'Wistar derived LMR'. Perkawinan dengan tikus betina fertil dilakukan 2 tahap, 12 hari dan 24 hari pasca perlakuan; setelah perkawinan, tikus betina tersebut dipisah dari yang jantan. Anak-anak tikus yang lahir ditimbang, dihitung jumlah jantan dan betina, dan pada umur 2 bulan diamati kemungkinan adanya kelainan kongenital bentuk luar. Sediaan histologi dibuat dari testis tikus jantan yang dimatikan 5, hari setelah perkawinan tahap kedua.
Hasil dan Kesimpulan: Jumlah anak yang dihasilkan dari tikus jantan yang diberi perlakuan pada suhu air 41°C, baik dari perkawinan tahap pertama maupun tahap kedua, menunjukkan adanya penurunan, meskipun belum dapat dikatakan bermakna secara statistik. Keadaan yang sama terjadi pula pada perkawinan tahap pertama dari tikus jantan dengan perlakuan suhu air 42°C dan 43°C. Sedangkan perkawinan tahap kedua tidak ada tikus yang menghasilkan anak. Tidak terjadi perubahan berat badan, rasio seks, dan tidak ada kelainan congenital pada anak-anak tikus yang dihasilkan, baik dari perkawinan tahap pertama maupun tahap kedua.

ABSTRACT
Early investigators had shown that increased temperature of the testis may cause damage on the germinal epithelium. The damage could only be observed a few days after treatment, with recovery a few weeks later. Stein Berger and Dixon (1959) showed that immersion of the rat scrotum containing the testis, in a water bath of 41°C for 15 minutes, did not cause damage on the germinal epithelium, however, at 42°C and 43°C, most of the primary spermatocytes was damaged: The purpose of this experiment was to know the effect of heating of the rat testis on its fecundity, which has never been reported. Male albino rats of the strain Wistar derived LMR were chosen, the scrotum containing the testis was immersed in a thermo stated water bath of 41°C, 42°C and 43°C, for 15 minutes, respectively. The mating was done in 2 steps, 12 days and 24 days after treatment; after mating the females were separated from the males. The newborn rats were counted and weighed, the sex were distinguished and counted, and the youngs were observed until 2 months old, to look for any morphological congenital malformation. The male rats were killed 29 days after treatment and the testis were removed and weighed for histological study.
Findings and Conclusions: The number of offspring produced by the male rats subjected to temperature of 41°C, either from the first or from the second mating, showed a reduction, although not statistically significant. The same was found on the number of offspring produced by the male rats subjected to temperatures of 42°C and 43°C of the first mating, while no offspring was produced on the second mating. There was no change in body weight, sex ratio, and also no morphological con-genital malformation was found on the offspring, either of the first or the second mating."
1988
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Hira Namsy
"Studi ini dilakukan untuk memetakan penyebaran zona reservoar batupasir Formasi Menggala Lapangan X4 Cekungan Sumatera Tengah dengan menggunakan metode inversi Lambda Mu Rho (LMR). Parameter Lambda-Rho dapat mengindentifikasikan kandungan suatu fluida di dalam batuan sedangkan parameter Mu-Rho dapat mengidentifikasikan jenis batuan. Dalam studi ini, parameter Lambda Mu Rho menunjukkan bahwa litologi dan hidrokarbon pada Formasi Menggala dapat terpisahkan dengan baik. Daerah Gas-sand terlihat dari nilai Lambda-Rho dan Mu-Rho yang relatif rendah, yaitu Lambda-Rho kurang dari 20 GPa/g*cc dan Mu-Rho antara 20 GPa/g*cc - 30 GPa/g*cc. Analisis dari inversi Lambda Mu Rho, data sumur, dan data geologi terlihat bahwa zona reservoar terkonsentrasi dari bagian barat laut ke tenggara.
......This study is carried out to map the distribution of sandstone reservoir zone Menggala Formation in X4 field Central Sumatra Basin by using Lambda Mu Rho (LMR) inversion. Lambda-Rho parameter indicates the presence of fluid while Mu-Rho parameter indicates the rock type. In this study, Lambda Mu Rho parameter shows that the lithology and hydrocarbon on Menggala Formation can be well separated. Gas-sand zone can be seen at quite low range of Lambda-Rho and Mu-Rho which are Lambda-Rho less than 20 GPa/g*cc and Mu-Rho between 20 GPa/g*cc - 30 GPa/g*cc. Analysis from Lambda Mu Rho inversion, well data, and geological data show that the reservoir distribution zone are concentrate from north-west to south-east."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2011
S1099
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Sunita
"Kanker kolorektal (KKR) merupakan salah satu jenis keganasan dengan angka morbiditas dan mortalitas yang tinggi di seluruh dunia, termasuk di Indonesia. Kolonoskopi adalah baku emas dalam mendeteksi dan penapisan KKR. Inflamasi kronik dan respons imun pejamu diketahui berperan penting dalam proses tumorigenesis dan progresivitas sel kanker. Proses inflamasi tersebut mempengaruhi hasil pemeriksaan hematologi, sehingga parameter Rasio Hemoglobin-Trombosit (RHT), Rasio Trombosit-Limfosit (RTL), dan Rasio Limfosit-Monosit (RLM) diharapkan dapat memberikan informasi mengenai perkembangan sel tumor. Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi peran RHT, RTL, dan RLM dalam membedakan kelompok KKR dan non-KKR. Penelitian dilakukan dengan menggunakan desain potong lintang dengan total 80 pasien tersangka KKR, 40 pasien KKR dan 40 pasien non-KKR yang menjalani pemeriksaan kolonoskopi dan histopatologi. Didapatkan perbedaan bermakna RHT, RTL, dan RLM pada kelompok KKR dan non-KKR. Titik potong RHT, RTL, dan RLM untuk membedakan kelompok KKR dan non-KKR adalah 0,26 (sensitivitas 77,5% dan spesifisitas 92,5%), 189,22 (sensitivitas 77,5% dan spesifisitas 72,5%), dan 2,864 (sensitivitas 77,5% dan spesifisitas 77,5%), secara berturut-turut. Berdasarkan analisis regresi logistik, kombinasi nilai RHT dan RLM lebih baik untuk mendeteksi KKR dibandingkan RHT atau RLM secara tunggal. Kombinasi RHT dan RLM dapat digunakan untuk mendeteksi KKR dengan skor 2 untuk RHT < 0,26 dan skor 1 untuk RLM < 2,864 dengan probabilitas 94,81%.
......Colorectal cancer (CRC) is a gastrointestinal malignancy with high morbidity and mortality rates worldwide, including in Indonesia. Colonoscopy remains the gold standard for CRC detection and screening. Chronic inflammation and host immune responses are known to play important roles in tumorigenesis and cancer progression. This inflammation affects the results of hematological examination. Therefore, parameters such as Hemoglobin-Platelet Ratio (HPR), Platelet-Lymphocyte Ratio (PLR), and Lymphocyte-Monocyte Ratio (LMR) are expected to provide information on tumor cell development. This study aims to evaluate the role of HPR, PLR, and LMR in distinguishing CRC and non-CRC. The study was conducted using a cross-sectional design with a total of 80 suspected CRC patients, with 40 CRC patients and 40 non-CRC patients undergoing colonoscopy and histopathology examinations. Significant differences were found in HPR, PLR, and LMR in the CRC and non-CRC groups. The cut-off points of HPR, PLR, and LMR to distinguish the CRC and non-CRC groups were 0.26 (sensitivity 77.5% and specificity 92.5%), 189.22 (sensitivity 77.5% and specificity 72.5%), and 2.864 (sensitivity 77.5% and specificity 77.5%), respectively. Logistic regression analysis showed that the combination of HPR and LMR values is better in detecting CRC compared to HPR or LMR alone. The combination of HPR and LMR can be used to detect CRC with a score of 2 for HPR < 0.26 and a score of 1 for LMR < 2.864 with 94.81% probability."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2023
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Ni Putu Merlynda Pusvita Dewi
"Latar Belakang: Kanker nasofaring (KNF) merupakan jenis keganasan yang paling umum terjadi di wilayah kepala dan leher di Indonesia. Saat ini, terjadi pergeseran paradigma ke konsep tumor microenvironment, yang menekankan pentingnya penanda biologis. Rasio limfosit monosit (RLM) mencerminkan Tumor-Infiltrating Lymphocytes (TIL) dan Tumor- Associated Macrophages (TAM). Namun, temuan penelitian tentang RLM, TIL CD8, dan TAM CD163 sebagai prediktor untuk Progression-Free Survival (PFS) masih kontroversial. Belum ada penelitian yang menyelidiki hubungan antara marker-marker ini dan PFS 3 tahun pada pasien KNF stadium lokal lanjut di Indonesia.
Tujuan: Mengetahui PFS 3 tahun pada pasien KNF stadium lokal lanjut dan mengetahui hubungan antara RLM, TIL, dan TAM dengan PFS 3 tahun.
Metode: Studi kohort retrospektif yang dilakukan di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM) selama periode Januari 2015 hingga 2020. Kami menghimpun data mengenai karakteristik demografis pasien, menghitung RLM, dan pewarnaan imunohistokimia untuk TAM CD163 dan TIL CD8 pada blok biopsi jaringan. Analisis penentuan nilai titik potong dilakukan melalui kurva receiver operating curve (ROC) untuk ketiga ini. Setelahnya, kami melakukan analisis terhadap ketiga parameter tersebut terkait PFS 3 tahun dengan menggunakan kurva Kaplan-Meier dan uji log rank. Untuk mengatasi variabel perancu, dilakukan uji Cox Regression.
Hasil: Didapatkan persentase PFS 3 tahun KNF stadium lokal lanjut sebesar 46,7%. Nilai titik potong terbaik untuk RLM, CD163, dan CD8 berturut – turut adalah 1,82, 1,96, dan 47,5%. Berdasarkan analisis bivariat dan multivariat, didapatkan RLM ≤ 1,82 (aHR 1,785, IK95% 1,057 – 3,018), CD163 ≥196 (aHR 6,126, IK95% 3,382 – 11,097), dan CD8 ≤47,5% (aHR 2,099, IK95% 1,232 – 3,575).
Simpulan: Nilai RLM dan TIL CD8 yang tinggi berhubungan dengan PFS 3 tahun yang baik, sedangkan TAM CD163 yang tinggi berhubungan dengan PFS 3 tahun yang buruk pada pasien KNF lokal lanjut.
......Background: Nasopharyngeal cancer (NPC) is the most common malignancy in the head and neck region in Indonesia. Recently, there has been a paradigm shift towards the concept of the tumor microenvironment, emphasizing the significance of biological markers. The lymphocyte-to-monocyte ratio (LMR) reflects Tumor-Infiltrating Lymphocytes (TILs) and Tumor-Associated Macrophages (TAMs). However, findings on LMR, CD8 TILs, and CD163 TAMs as predictors for Progression-Free Survival (PFS) remain controversial. No study has yet investigated the relationship between these markers and 3-year PFS in patients with advanced local-stage NPC in Indonesia.
Objective: To determine the 3-year PFS in patients with advanced local-stage NPC and to ascertain the relationship between LMR, TILs, and TAMs with 3-year PFS.
Methods: A retrospective cohort study was conducted at Cipto Mangunkusumo Hospital (RSCM) from January 2015 to 2020. We gathered data on patient demographic characteristics, calculated LMR, and performed immunohistochemical staining for CD163 TAMs and CD8 TILs on tissue biopsy blocks. The determination of cutoff values was performed using receiver operating curve (ROC) analysis for all three. Subsequently, we analyzed these parameters in relation to 3-year PFS using Kaplan-Meier curves and log-rank tests. Cox Regression analysis was conducted to adjust for confounding variables.
Results: The 3-year PFS rate for advanced local-stage NPC was found to be 46.7%. The optimal cutoff values for LMR, CD163, and CD8 were 1.82, 1.96, and 47.5%, respectively. Based on bivariate and multivariate analyses, we found LMR ≤ 1.82 (aHR 1.785, 95% CI 1.057 – 3.018), CD163 ≥196 (aHR 6.126, 95% CI 3.382 – 11.097), and CD8 ≤47.5% (aHR 2.099, 95% CI 1.232 – 3.575).
Conclusion: High LMR and CD8 TIL values are associated with favorable 3-year PFS, while high CD163 TAM values are associated with poor 3-year PFS in patients with advanced local-stage NPC.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2023
SP-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Toding, Quinka Dwidara
"Latar Belakang: Sekitar 40% pasien kanker payudara pasca terapi mengalami rekurensi kanker payudara. Sementara itu, masih belum banyak penelitian mengenai faktor prognosis untuk memprediksi kemungkinan rekurensi pada kanker payudara.
Tujuan: Mengetahui inter-rasio rasio limfosit-monosit (LMR) dan rasio limfosit-sel darah putih (LWR) sebagai prediktor rekurensi pada kanker payudara.
Metode: Penelitian ini dilakukan secara cohort retrospektif dengan melihat rekam medis pasien dari RSCM dan RS MRCC Siloam Jakarta. Peneliti melihat riwayat pasien sejak selesai mendapat terapi dengan rekurensi yang diikuti minimal 3 bulan dan maksimal 7 tahun. Kemudian dilakukan analisis dengan menggunakan uji Chi-square dengan program SPSS for Mac.
Hasil: Peneliti mengelompokkan pasien menjadi kelompok inter-rasio LMR/LWR rendah dan tinggi dengan cut-off berupa median senilai 19,67 103/L. Dari 106 sampel yang memenuhi kriteria, didapatkan 52 pasien kelompok rendah dan 54 pasien kelompok tinggi. Hasil yang didapatkan dari analisis kedua kelompok dengan status rekurensi adalah nilai p 0.001 dengan 26 pasien pada kelompok rendah dan 10 pasien pada kelompok tinggi mengalami rekurensi. RR yang didapat adalah 2,7 (95%CI: 3,45 – 5,029) pada inter-rasio LMR/LWR rendah.
Kesimpulan: Terdapat hubungan antara inter-rasio LMR/LWR dengan kemungkinan rekurensi pada pasien kanker payudara pasca terapi dan dapat dijadikan salah satu prediktor, dengan kelompok inter-rasio LMR/LWR dibawah cut-off penelitian memiliki resiko lebih tinggi mengalami rekurensi kanker payudara.
......Background: About 40% cancer patients after they finished their first therapy having a recurrence. However, there isn’t many researches on prognostic factors to predict the possibility of recurrence in breast cancer.
Objective: This research was done to know inter-ratio of lymphocyte-monocyte ratio (LMR) and lymphocyte-white blood cells ratio (LWR) as the predictor for recurrence in breast cancer.
Methods: This study was conducted with cohort retrospective by looking at patient’s medical records at RSCM and MRCC Siloam Hospital Jakarta. Researcher followed patients record after their first therapy finished, and recurrence from 3 months until 7 years later. An analysis was conducted using the Chi-Square test with the SPSS for Mac program.
Results: The patients were grouped into patients with low and high LMR/LWR inter-ratio with median (19,67 103/L) as the cut-off. From 106 samples that met the criteria, there were 52 patients in low group and 54 patients in high group. The results obtained from the analysis between low and high LMR/LWR and patient’s recurrence status is p-value 0.001 which means significant, with 26 patients in low group and 10 patients in high group had recurrence. RR for low LMR/LWR inter-ratio is 2,7 (95% CI : 3,45-5,029) in association with breast cancer’s recurrence.
Conclusion: There is an association between LMR/LWR inter-ratio and the possibility of recurrence in post-treatment breast cancer patients and can be used as predictor. Patients with LMR/LWR inter-ratio under the study cut-off are at higher risk of getting recurrence."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2019
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sitepu, Eliasta Simpar
"Latar Belakang : Kanker paru karsinoma bukan sel kecil (KPKBSK) merupakan jenis kanker paru yang terbanyak. Kesintasan kanker paru terutama ditentukan oleh jenis dan stage kanker. Pada jenis dan stage yang sama masih terdapat perbedaan kesintasan. Inflamasi telah lama diketahui sebagai faktor yang memengaruhi kesintasan pada pasien KPKBSK. Pemeriksaan profil leukosit merupakan pemeriksaan yang murah, cepat dan rutin dikerjakan. Terdapat beberapa penelitian di luar negeri yang meneliti hubungan rasio neutrofil limfosit, rasio trombosit limfosit dan rasio limfosit monosit namun dengan hasil dan titik potong yang beragam. Metode : Penelitian ini menggunakan metode kohort retrospektif pada 148 pasien KPKBSK stage lanjut dengan mutasi epidermal growth factor receptor (EGFR) wild type atau tidak diketahui yang berobat ke RSRRN Persahabatan antara tahun 2018-2019, yang mendapatkan kemoterapi minimal 2 siklus. Dilakukan pencatatan data profil leukosit berupa RNL, RTL dan RLM sebelum menjalani kemoterapi pertama, kemudian diikuti respons klinis berupa kesintasan PFS dan OS. Analisis hubungan antar variabel menggunakan uji korelasi Spearman dan analisis kesintasan menggunakan kurva Kaplan Meier. Hasil : Sampel penelitian 148 pasien KPKBSK stage IIIB-IV dengan proporsi laki-laki 107 orang (72,3%) dan perempuan 41 orang (27,7%). Median usia 57 tahun (16-77 tahun). Didapatkan kanker paru jenis karsinoma sel skuamosa (KSS) sebanyak 83 (56,1%), adenokarsinoma 62 (41,9%) dan adenoskuamosa 3 (2%) dengan performance status (PS) 0-2. Terdapat hubungan yang bermakna antara RNL, RTL dan RLM dengan PFS dan OS. Pasien dengan RNL≥4 memiliki PFS yang lebih rendah (HR=1,689, IK95%:1,189-2,399, p=0,003) dan OS lebih rendah (HR=2,028, IK95%:1,423-2,891, p<0,001). Pasien dengan RTL≥125 memiliki PFS yang lebih rendah (HR=2,229, IK95%:1,226-4,053, p=0,009) dan OS lebih rendah (HR=2,286, IK95%:1,259-4,148, p=0,007). Pasien dengan RLM≥2,5 memiliki PFS yang lebih tinggi (HR=0,464, IK95%:0,316 - 0,682, p<0,001) dan OS lebih tinggi (HR=0,383, IK95%:0,259 - 0,565, p<0,001) Kesimpulan : Nilai RNL, RTL dan RLM memiliki hubungan dengan PFS dan OS pada pasien KPKBSK stage lanjut yang mendapatkan kemoterapi. Baik RNL, RTL maupun RLM dapat digunakan sebagai faktor prognostik pada pasienKPKBSK stage lanjut yang mendapatkan kemoterapi Kata kunci Kemoterapi, KPKBSK, prognosis, rasio neutrofil limfosit (RNL), rasio trombosit limfosit (RTL), rasio limfosit monosit (RLM)
......Background : Non small cell lung cancer (NSCLC) is the most common type of lung cancer. Lung cancer survival is mainly determined by the type and stage of cancer. At the same type and stage, there are still differences in survival. Inflammation has long been recognized as a factor that affects survival in patients with NSCLC. Examination of the leucocyte profile is an inexpensive, fast and routine examination. There are several studies that examine the relationship between the ratio of neutrophil to lymphocytes (NLR), the ratio of platelets to lymphocytes (PLR) and the ratio lymphocytes to monocyte (LMR) but with varying results and cut points. Methods : This study used a retrospective cohort method on 148 advanced stage NSCLC patients with wild type or unknown mutations of epidermal growth factor receptor (EGFR) who were treated at RSRRN Persahabatan between 2018-2019, who received at least 2 cycles of chemotherapy. Leukocyte profile data were recorded in the form of NRL, PLR and LMR before undergoing the first chemotherapy, followed by clinical responses in the form of PFS and OS survival. Analysis of the relationship between variables using the Spearman correlation test and survival analysis using the Kaplan Meier curve. Results : Total sample was 148 NSCLC patients IIIB-IV with the proportion of 107 men (72,3%) and 41 women (27,7%). The median age was 57 years (16-77 years). There were 83 (56,1%) squamous cell carcinoma (SCC) cases, 62 (41,9%) adenocarcinoma cases and 3 (2%) adenosquamous cases with performance status (PS) of 0-2. There is a significant relationship between NLR, PLR and LMR with PFS and OS. Patients with NLR≥4 had lower PFS (HR=1,689, 95% CI:1,189-2,399, p=0,003) and lower OS (HR=2,028, 95% CI:1,423-2,891, p<0,001). Patients with PLR≥125 had lower PFS (HR=2,229, 95% CI:1,226-4,053, p=0,009) and lower OS (HR=2,286, 95% CI:1,259-4,148, p=0,007). Patients with LMR≥2,5 had higher PFS (HR=0,464, 95% CI: 0,316-0.682, p<0,001) and higher OS (HR=0,383, 95% CI: 0,259-0,565, p<0,001) Conclusion : NLR, PLR and LMR values ​​were associated with PFS and OS in advanced stage NSCLC patients receiving chemotherapy. Both NLR, PLR and LMR could be used as prognostic factors in advanced stage NSCLC patients receiving chemotherapy"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2022
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Sutyarso
"Pendahuluan
Pemerintah Republik Indonesia dalam menanggulangi tekanan penduduk telah menempatkan Program Kependudukan dan Keluarga Berencana (KB) sebagai Program Nasional. Menurut laporan BKKBN bahwa pada tahun 1988 di Indonesia terdapat 26.995.469 pasangan usia subur, pasangan yang mampu atau mudah memberikan keturunan.
Dari jumlah itu hanya 17.763.019 pasangan yang pernah menggunakan kontrasepsi dan ternyata di antara mereka sebagian besar adalah kaum wanita, sehingga para istrilah yang sebenarnya lebih aktif berperan sebagai akseptor KB sedang di pihak suami hanya 6% yang bersedia menggunakan kontrasepsi. Meskipun program KB dinilai cukup berhasil, tetapi dari kesinambungan dan kelancaran program tersebut diperlukan partisipasi aktif kaum pria.
Perkembangan kontrasepsi pria jauh tertinggal dibandingkan dengan kontrasepsi wanita. Hal ini disebabkan sulitnya mengendalikan proses spermatogenesis jika. dibandingkan dengan proses ovulasi. Baru pada akhir-akhir ini para peneliti baik dalam maupun luar negeri mulai tertarik kembali pada alat atau bahan kontrasepsi pria. Di Indonesia penelitian sistematik tentang KB pria masih belum banyak dilakukan (1). Berbagai usaha telah dan terus dilakukan oleh para ahli dalam bidang andrologi, untuk memperoleh bahan kontrasepsi pria yang benar-benar ideal. Adapun yang dimaksud dengan kontrasepsi ideal harus memenuhi persyaratan mudah digunakan, murah, dapat diterima oleh masyarakat, tidak toksik, tidak menimbulkan efek sampingan, efektif dan bersifat reversibel (2). Sampai saat ini bahan atau alat kontrasepsi pria masih sangat terbatas yaitu kondom dan vasektomi. Terdapat petunjuk bahwa cara vasektomi bersifat ireversibel. Sedangkan kelemahan utama dalam penggunaan kondom adalah efek psikis karena berkurangnya daya sensitivitas.
Usaha untuk menemukan alat atau bahan kontrasepsi pria telah dilakukan oleh negara maju, antara lain dengan memanfaatkan bahan alami, tetapi hasilnya belum memuaskan sehingga penerapannya sebagai kontrasepsi pria masih diragukan. Oleh karena itu eksplorasi dan penelitian bahan kontrasepsi yang berasal dari tanaman masih merupakan prioritas. Selain itu bahan obat-obatan termasuk kontrasepsi yang berasal dari tanaman mempunyai keuntungan antara lain toksisitasnya rendah, mudah diperoleh, murah harganya dan kurang menimbulkan efek samping (1).
Dari hasil skrining aktivitas spermisida 1.600 ekstrak tanaman yang tumbuh di India, ternyata 30 ekstrak tanaman mempunyai efek spermisida pada tikus dan 16 ekstrak tanaman menyebabkan "immotilitas spermatozoa" manusia (3).
Buah pare yang merupakan bagian dari tanaman pare (Momordica charantia L) dilaporkan mempunyai khasiat kontrasepsi, karena mengandung momordikosida golongan glukosida triterpen atau kukurbitasin (4). Bahan ini bersifat sitotoksik dan dapat menghambat spermatogenesis anjing (5). Disamping itu terdapat indikasi bahwa ekstrak buah pare yang diberikan pada tikus secara oral, dapat menyebabkan penurunan jumlah dan kualitas spermatozoa (6).
TeIah diketahui ada 12 jenis glukosida triterpen terkandung dalam tanaman pare, masing-masing dikenal dengan nama momordikosida A sampai L. Momordikosida utama yang terdapat dalam buah pare adalah jenis K dan L .(7), dan diduga momordikosida jenis inilah yang bersifat sitotoksilc atau sitostatik (8).
Terdapat bukti bahwa glukosida triterpen bersifat anti pertumbuhan, terutama menghambat perkecambahan biji kapas, menghambat pertumbuhan sel-sel tumor dan menghambat perkembangan fetus tikus (8). Dengan demikian kukurbitasin merupakan zat anti proliferasi dan anti. diferensiasi sel yang sangat poten (4,7,8).
Mengingat. spermatozoa merupakan sel haploid yang berasal dari perkembangan dan diferensiasi sel-sel induk germinal di dalam testis, maka timbul permasalahan yang menarik yaitu apakah ekstrak buah pare yang diberikan pada mencit jantan akan menghambat spermatogenesis dan sekaligus bersifat anti-fertilitas. Jika hal itu benar, apakah efek anti-fertilitas tersebut bersifat .reversibel. Masalah ini menjadi lebih menarik untuk diselidiki karena buah pare disukai banyak orang di Indonesia sebagai lauk dan mudah diperoleh?
"
1992
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library