Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 3 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Dyah Pangastuti
Abstrak :
Kebutuhan akan datum vertikal yang akurat di Jawa dan Sumatera sangat mendesak karena pada kedua pulau tersebut banyak dilakukan pembangunan infrastruktur. Saat ini referensi tinggi yang tersedia di Jawa dan Sumatera adalah geoid EGM2008. Hasil penelitian terdahulu menunjukkan bahwa geoid EGM2008 di Jawa dan Sumatera memiliki ketelitian 89.8 cm dan 33.4 cm. Penelitian terdahulu menggunakan asumsi bahwa mean sea level (MSL) berhimpit dengan geoid. Pada kenyataannya, geoid tidak berhimpit dengan MSL. Oleh karena itu, dilakukan penelitian ini untuk mengetahui ketelitian geoid EGM2008 di Jawa dan Sumatera dengan mengasumsikan MSL tidak berhimpit dengan geoid, yaitu dengan menggunakan parameter mean dynamic topography (MDT) dari ocean model. Pada penelitian ini, MDT digunakan dalam penghitungan geoid geometris di Jawa dan Sumatera. MDT yang digunakan adalah hasil simulasi dari asimilasi altimetri dan Hybrid Coordinate Ocean Model (HYCOM). Berdasarkan hasil penelitian, dengan memasukkan parameter MDT pada penghitungan geoid geometris dan melakukan fitting terhadap jaring kontrol vertikal (JKV), ketelitian geoid EGM2008 di Jawa dan Sumatera meningkat menjadi 5.6 cm dan 4.4 cm. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa geoid EGM2008 sudah mencukupi untuk pemetaan skala besar dan menengah. ......The needs for accurate vertical datum in Java and Sumatera are urgent, due to rapid development of infrastructure in both islands. Nowadays, the only vertical datum available in Java and Sumatera is the geoid of EGM2008. Previous research indicates that the accuracies of geoid EGM2008 were 89.8 cm and 33.4 cm in Java and Sumatera, respectively. Those results used assumption that geoid coincides with mean sea level (MSL). In fact, geoid does not coincide with MSL. Therefore, this research was conducted to investigate the accuracy of geoid of EGM2008 using mean dynamic topography (MDT) parameter from an ocean model. In this research, the mean dynamic topography was introduced to calculate the geoid geometries. The MDT used was the result of assimilation of altimeter data and Hybrid Coordinate Ocean Model (HYCOM). Using MDT parameter has improved the accuracies of the geoid of EGM2008 to be 5.6 cm and 4.4 cm for Java and Sumatera, respectively, after it has been fitted by local reference. Hence, it can be concluded that these accuracies comply for medium and large-scale mapping.
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2015
T44506
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sherly Violeta Lestari
Abstrak :
Kusta adalah penyakit infeksi kronis yang pertama kali ditemukan pada tahun 1873 oleh G.H. Armauer Hansen dengan sumber penyebab berupa kuman atau basil Mycobacterium leprae. Penyakit menular kusta menimbulkan masalah yang sangat kompleks, tidak hanya dari segi medis tetapi meluas hingga masalah sosial, ekonomi, dan budaya. WHO pada tahun 1955 merekomendasikan pengobatan kusta dengan Multi Drug Therapy (MDT) untuk tipe Pausibasiler (PB) maupun Multibasiler (MB) dengan tujuan agar dapat memutuskan mata rantai penularan dan mencegah terjadinya resistensi obat. Karakteristik pasien dan penggunaan obat Multi Drug Therapy (MDT) di RSUP Fatmawati terdiri dari kasus kusta tipe MB dengan persentase lebih tinggi yakni sebesar 88.92% dibandingkan dengan kusta tipe PB sebesar 11.08%. Persebaran kusta MB paling banyak terjadi pada jenis kelamin laki-laki, sedangkan pada kusta tipe PB paling banyak terjadi pada perempuan dengan persentase masing-masing sebesar 70.79% dan 73.68%. Berdasarkan kelompok usia, kasus kusta MB paling banyak terjadi pada kelompok usia 15 – 28 tahun sebanyak 91 kasus (27,88%), sedangkan pasien yang menderita kusta PB paling banyak terjadi pada kelompok usia 29 – 42 tahun. Terapi pengobatan yang paling banyak digunakan pasien kusta tipe berupa MBA sebanyak 270 pasien (72,97%), sedangkan pasien yang menderita kusta PB mendapatkan terapi pengobatan paling banyak berupa PBA sebanyak 38 pasien (10,27 %). ...... Leprosy is a chronic infectious disease that was first discovered in 1873 by G.H. Armauer Hansen with the source of the cause being the germ or bacillus Mycobacterium leprae. The infectious disease leprosy creates very complex problems, not only from a medical perspective but extending to social, economic and cultural problems. WHO in 1955 recommended treating leprosy with Multi Drug Therapy (MDT) for the Pausibacillary (PB) and Multibacillary (MB) types with the aim of breaking the chain of transmission and preventing drug resistance. Patient characteristics and use of Multi Drug Therapy (MDT) drugs at Fatmawati General Hospital consist of MB type leprosy cases with a higher percentage, namely 88.92% compared to PB type leprosy cases of 11.08%. The distribution of MB leprosy is most common in men, while PB type leprosy is most common in women with respective percentages of 70.79% and 73.68%. Based on age group, the most cases of MB leprosy occurred in the 15 – 28 year age group with 91 cases (27.88%), while the most cases of MB leprosy occurred in the 29 – 42 year age group. The most common type of treatment used by leprosy patients was MBA as many as 270 patients (72.97%), while patients suffering from PB leprosy received the most treatment in the form of PBA as many as 38 patients (10.27%).
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2023
PR-PDF
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
H. Bachtiar Oesman
Abstrak :
Kusta masih menjadi masalah kesehatan masyarakat di negara berkembang dengan dampak yang kompleks. Sebagaimana penyakit khronis lainnya maka keteraturan berobat penderita kusta merupakan salah satu masalah pemberantasan penyakit kusta. Oleh karena itu dilakukan penelitian ini untuk mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan keteraturan berobat penderita kusta.

Penelitian ini merupakan survey dengan desain kross seksional. Populasi penelitian adalah seluruh penderita kusta yang tercatat di Puskesmas tahun 1909-1991 dan mendapat obat MDT dari Yayasan Bina Sehat Tangerang. Pengambilan sampel dengan simple random sampling. Besar sampel 255.

Dari 17 variabel yang diteliti didapat 4 variabel yang berhubungan dengan keteraturan berobat yaitu kepercayaan penderita, persepsi jarak, kelainan kulit, cara mendapatkan obat. Penderita yang teratur berobat 78.4% . Dari hasil nilai Odds yang tinggi ternyata kepercayaan penderita dan persepsi jarak selalu muncul dalam berbagai kombinasi variabel. Dari perhitungan Exposed Attributable risk diperoleh hasil kepercayaan 85.767% , persepsi jarak 63.42% , kelainan kulit 86.42% , Cara mengambil obat 64.58%.

Keteraturan berobat penderita kusta di Kabupaten Tangerang cukup tinggi. Faktor yang mempunyai peran besar dalam keteraturan berobat adalah kepercayaan penderita dan kelainan kulit.

Disarankan untuk meningkatkan keterampilan petugas dalam memotivasi penderita, mengintensifkan pencarian penderita baru, mendekatkan tempat mengambil obat kepada penderita dan tetap menjalin kerja sama.dengan pihak swasta.
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 1993
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library