Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 5 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Budi Satrio
"Mastitis merupakan penyakityang merugikan peternak sapi
perah karena dapat menurunkan produksi susu. Untuk
pengobatan mastitis biasanya digunakan antibiotika. Hal
mi menyebabkan adanya residu dalam susu. TUJUan
penelitian mi adalah untuk mengetahui tenggang waktu
residu kloksasilin dalam susu yang berasal dari ambing
yang menderita mastitis. Lima ekor sapi Frisian hoistain
penderita mastitis diberi 200 mg/kuartir/hari kloksasilin
selama 3 hari berturut-turut. Residu dalam susu diamati
selama 10 hari dengan alat KCKT. Ekstraksi diawali dengan
penambahan asetonitril untuk mengendapkan protein dan
lemak, kemudian penyar-ian dengan CH2C1 2 dalam suasana
bufer fosfat •pH 2,2. Petroleum eter (30°-60°C) ditambahkan
pada ekstrak CH2C12 untuk mempermudah ekstraksi
selanjutnya menggunakan bufer fosfat pH 7. Filtrat yang
• diperoleh ditambahkan ammonium sulfat Jenuh sebelum disari
dengan asetonitril. Pada alat KCKT .digunakan kolom
pBondapak t19 RP (300 mm x 3,9 mm. 10 Mm) dengan fase
gerak KH2PO4 0,01 M : CH7CN : CHOH (50 :30 : 20)
dengan kecepatan aliran 1 mi/menit dan dideteksi pada
220 nm. Hasil analisis menunjukkan bahwa residu
kloksasilin tidak terdeteksi lagi pada han ke-8 dihitung
sejak hari pengobatan terakhir.

Mastitis in dairy cow has caused a significant losses to
the farmers due to reduced in milk production. Intensive
used of antibiotics in the treatment of mastitis have
caused antibiotic residue in milk. A study was carried out
to determine withdrawal time of cloxacillin in milk
produced by mastitis dairy cow. Five Frisian ha1tain
suffering from mastitis were treated intramammarily with
200 mg/quarter/day of cloxacillin for 3 successive days.
The residue was observed for 10 days using HPLC method.
Extraction was performed with the addition of CH 3CN to
precipitate proteins and lipids, followed by CH.C1,, in
phosphate buffer at pH 22. Petroleum ether (30°-60°C) was
added to the CH2C1 2 extract to facilitate further
extraction in phosphate buffer at pH 7. Saturated ammonium
sulfate was added to the filtrate before extracting with
CHCN. HPLC analysis was carried out using /.iBondapak C18
Reversed-Phase column (300 mm x 3.9 mm, 10 m) and
KH2PO4 0.01 M : CH3CN : CH3OH (50 : 30 : 20) as mobile
phase with a flow rate of 1 ml/minute and detected at
220 nm. The results showed that cloxacillin residue was
not detected anymore in milk after 8 days since the last
day of treatment.
"
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 1992
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
"Tigapuluh tiga ekor sapi perah penderita mastitis subklinis dikelompokkan dalam grup A (10 ekor), grup B (12 ekor) dan grup C (11 ekor). Sapi diobati dengan homeopatika dalam bentuk kombinasi dan plasebo, pada minggu ke-4 dan 3 sebelum partus (a.p) dan setiap minggu selama 4 kali berturut-turut setelah partus (p.p).Grup A diobati dengan Coenzyme comp® (minggu ke-4 dan 3 a.p), Lachesis comp®dan Traumeel® (minggu ke-1 dan 2 p.p), Coenzyme comp® dan Carduus comp® (minggu ke-3 dan 4 p.p). Grup B diobati dengan Traumeel ® dan Mucosa comp® (minggu ke-4 dan 3 a.p), Lachesis comp® dan Traumeel® (minggu ke-1 dan 2 p.p), Coenzyme comp® dan Carduus comp® (minggu ke-3 dan 4 p.p). Grup C adalah plasebo. Kasus mastitis subklinis bagi grup A dan C sangat bervariasi sedangkan grup B memperlihatkan insidensi sebesar 33.3 % dan bertahan konstan sampai akhir pengamatan. Kenaikan jumlah sel somatik susu dari grup A dan B satu minggu setelah terapi terakhir selama 2 minggu (minggu ke-5 – 7 p.p) memperlihatkan adanya suatu respon yang nyata terhadap terapi homeopathy. Menjelang kelahiran terjadi peningkatan haptoglobin (Hp) bagi grup B 0.857 mg/ml dan grup A juga plasebo 1.438 mg/ml serta 1.422 mg/ml. Setelah partus sampai akhir pengamatan, grup B memperlihatkan penurunan Hp mencapai 0.074 mg/ml. Kadar Hp darah grup A menurun secara perlahan, kadar terendah dicapai 0.176 mg/ml. Pengamatan produksi susu selama 5 bulan (dari bulan ke-3 sampai ke-7) dalam masa laktasi normal menunjukkan adanya peningkatan 14.5% bagi grup B dan 4.98 % bagi grup A. (Med J Indones 2004; 13: 221-6)

A total of 33 dairy lactating cows suffering from subclinical mastitis were classified into group A (10 cows), group B (12 cows) and group C (11 cows). They were treated with the combination of homeopathic drugs and placebo, applied at the 4th and 3rd week antepartum (a.p), and continuing every week postpartum (p.p), for four times. Group A received Coenzyme comp® (in the 4th and 3rd week a.p), Lachesis comp® combined with Traumeel®(1st and 2nd week p.p) and Coenzyme comp® combined with Carduus comp® (3rd and 4th week p.p). Group B received Traumeel®+ Mucosa comp® (4th and 3rd week a.p), Lachesis comp®+ Traumeel® (1st and 2nd week p.p) and Coenzyme comp®+ Carduus comp® (3rd and 4th week p.p) and group C as a placebo. The incidence of subclinical mastitis in group A and C appeared irregular. In contrast, group B showed a constant percentage (33.3%). Group A and B showed significant response to the homeopathic drugs, expressed as an increasing of the somatic cell count value. At peripartal phase, haptoglobin increased in group B 0.80 mg/ml and group A as well as placebo 1.40 mg/ml. After calving, group B expressed a constant value (0.05 mg/ml), while group A and placebo rose significantly. The milk yield in normal lactation period (the 3rd - 7th month) increased significantly, with an increasing 14.1% for group B and 4.9% A respectively. (Med J Indones 2004; 13: 221-6)"
Medical Journal of Indonesia, 13 (4) October December 2004; 221-226, 2004
MJIN-13-4-OctDec2004-221
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Eddy Yusuf
"Telah dilakukan penetapan kadar residu Oksitetrasiklin HC1 dalam air susu sapi secara kromatografi cair kinerja tinggi. Sampel susu dikumpulkan pada interval waktu tertentu dari sapi perah Frisian hol stain penderita mastitis yang mendapat pengobatan Oksitetrasiklin HC1 dosis tunggal (20,0 mg/kg BB) secara intra muskuler. Proses ekstraksi diawali dengan penanibahan Na 2 EDTA untuk melepaskan ikatan koinpleks Oksitetrasiklin HC1 dengan kalsium. Deproteinasi dilakukan dengan asetonitril, sedangkan leinak dicuci dengan n-heksana. Cairan yang diperoleh ditarik dengan etil asetat. Hasil analisis menunjukkan bahwa tiga han setelah pengobatan, konsentrasi Oksitetrasiklin HC1 dalam air susu memenuhi persyaratan untuk dikonsumsi, seperti yang ditetapkan oleh FAQ dan WHO. Setelah tujuh hari residu tersebut tidak terdeteksi lagi. Laju penurunan konsentrasi mengikuti persamaan reaksi orde pertama, dengan konstanta eliminasi = 0,01678 jam -1 dan waktu paruh dalain susu = 41,30 jam."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 1992
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sukhelmi Julisafitria
"Latar Belakang: Mastitis adalah inflamasi kelenjar payudara dengan berbagai macam etiologi yang mendasarinya mulai dari infeksi, non infeksi serta inflamasi akibat keganasan payudara. Kanker payudara adalah penyebab kematian terbanyak pada perempuan di dunia maupun di Indonesia. Gambaran klinis dan radiologis mastitis non-maligna dapat tumpang
tindih dengan gambaran keganasan payudara. Sehingga diperlukan korelasi gambaran radiologis dan patologi anatomi serta evaluasi karakteristik morfologis yang lebih detil lesi payudara pada mastitis non-maligna dan kanker payudara, berupa pemeriksaan ultrasonografi (USG) sebagai salah satu modalitas radiologis yang cukup terjangkau, tanpa radiasi dan efisien sehingga penatalaksanaan pasien dapat lebih optimal. Tujuan: Mengetahui perbedaan temuan USG pada mastitis non-maligna dan kanker payudara berdasarkan patologi anatomi di RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo. Metode: Dilakukan pembacaan ulang hasil USG 110 pasien yang didapatkan dari sistem PACS di Departemen Radiologi dengan klinis tumor payudara T1-T3 dan atau mastitis non-maligna yang telah dilakukan pemeriksaan patologi anatomi di RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo. Data riwayat pasien didapatkan dengan melihat catatan rekam medis. Dilakukan analisis pada variabel kualitatif (usia, riwayat laktasi dan temuan tanda inflamasi) dan karakteristik temuan lesi pada USG terhadap hasil patologi anatomi yang dinilai dengan uji komparatif chi square atau fischer. Dilanjutkan analisis multivariat regresi logistik variabel yang signifikan secara statistik dengan metode enter dan backward disajikan dalam bentuk odds
ratio. Hasil: Terdapat perbedaan yang bermakna secara statistik pada variabel usia (p = 0,000), gambaran posterior accoustic lesi (p = 0,000), temuan ill defined fluid collection (p = 0,001), temuan rongga abses (p = 0,013) dan morfologi kelenjar limfe (p = 0,000) antara mastitis non-maligna dengan kanker payudara. Analisis multivariat variabel temuan USG mencakup gambaran posterior lesi, penebalan kulit, ill defined fluid collection, rongga abses, kelenjar limfe dan dilatasi duktus retroareolar. Didapatkan perbedaan bermakna secara statistik pada temuan USG ill defined fluid collection dengan nilai odds ratio 0,07 (p = 0,006) dan kelenjar limfe maligna dengan nilai odds ratio 11,17 (p = 0,001) terhadap kejadian kanker payudara. Simpulan: Terdapat perbedaan bermakna temuan USG pada mastitis non-maligna dengan kanker payudara yaitu pada gambaran posterior accoustic lesi, temuan ill defined fluid collection, temuan rongga abses dan morfologi kelenjar limfe. Temuan USG kelenjar limfe morfologi maligna bisa memprediksi kemungkinan terjadinya keganasan. Sedangkan temuan USG berupa ill defined fluid collection memiliki resiko rendah terhadap kejadian keganasa

Background: Mastitis is an inflammation of the breast glands with various underlying etiologies range from infection, non-infection and inflammation due to breast cancer.
Breast cancer is the leading cause of death in women in the world and also in Indonesia.
The clinical and radiological features of non-malignant mastitis may overlap with those of breast cancer. Therefore, it is necessary to correlate radiological images and anatomical pathology as well as more detailed evaluation morphological characteristics of breast lesions in non-malignant mastitis and breast cancer, by utilize ultrasonography (USG) as
one of the radiological modalities that is quite affordable, without radiation and efficient.
Therefore patient management can be more optimal. Purpose: Knowing the difference in ultrasound findings of non-malignant mastitis with breast cancer based on anatomical pathology at Cipto Mangunkusumo General Hospital. Methods: Ultrasound images of 110 patients obtained from the PACS system in the Radiology Department with clinical diagnosis breast tumor T1-T3 and / or non-malignant mastitis who has been examined for anatomical pathology at Cipto Mangunkusumo General Hospital are reevaluated. Patient history data is obtained by looking at medical records. Analyzes of qualitative variables (age, history of lactation and findings of signs of inflammation) and the characteristics of the lesion findings on ultrasound based on anatomical pathology were presented using chi square or fischer comparative test. Multivariate logistic regression analysis of statistically significant variables using the enter and backward methods presented in the form of odds ratios. Results: There were a statistically significant difference in the variable age (p = 0.000), posterior acoustic lesion (p = 0.000), ill defined fluid collection (p = 0.001), abscess cavity (p = 0.013) and lymph node morphology (p. = 0.000) between nonmalignant mastitis and breast cancer. Multivariate analysis of the ultrasound findings including posterior features of the lesion, skin thickening, ill-defined fluid collection, abscess cavity, lymph nodes and retroareolar duct dilatation. There were a statistically significant difference in the findings of USG ill defined fluid collection with an odds ratio 0.07 (p = 0.006) and malignant lymph nodes with an odds ratio 11.17 (p = 0.001) on the incidence of breast cancer. Conclusions: There were significant differences in ultrasound findings of non-malignant mastitis with breast cancer, including age, posterior acoustic lesion, ill defined fluid collection finding, abscess cavity and the lymph node morphology. Malignant morphology of lymph nodes can predict the possibility of malignancy. Meanwhile, USG findings in the form of an ill defined fluid collection have a low risk of malignancy.
"
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2021
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Surajudin
"Penelitian daun sirih hijau sebagai antibakteri penyakit mastitis sapi perah telah dilakukan. Penelitian bertujuan daun sirih dapat sebagai pengganti antibiotik terhadap penyakit mastitis. Sebanyak 144 sampel susu mastitis dikoleksi dari daerah peternakan dataran rendah 250 m dpl, menengah 450 m dpl dan tinggi 720 m dpl. Bakteri diidentifikasi, diisolasi dan diuji daya antibakteri menggunakan ekstrak daun sirih konsentrasi 6,25; 12,5; 25 dan 50 b/v secara in vitro. Hasil yang diperoleh menunjukkan efektivitas ekstrak daun sirih konsentrasi 50 dibandingkan antibiotika komersial Lactaclox adalah berturut-turut 63,94; 66,23 dan 80,89 di dataran rendah, menengah dan tinggi. Secara in vivo, ekstrak daun sirih signifikan dapat menurunkan jumlah bakteri P.

Research an antibacterial green betel leaf of dairy cow against mastitis diseases have carried out. The aims of the study to examine the ability of extract leaf medicinal plant against bacterial mastitis at dairy farm in three level of altitudes lower 250 m, moderate 450 m and high land 720 m. Four concentrations of extract leaf were 6.25 12.5 25 , and 50 b v which be done in vitro. The results revealed that the effectiveness extract leaf high at 50 compare to the commercial antibiotics were 63.94 66.23 and 80.89 at low, moderate and high altitude, respectively. Moreover, in vivo study was resulted significantly different P."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2018
T46869
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library